13.07.2015 Views

Belum Berdaulat, Indonesia Sudah Krisis Energi - Ford Foundation ...

Belum Berdaulat, Indonesia Sudah Krisis Energi - Ford Foundation ...

Belum Berdaulat, Indonesia Sudah Krisis Energi - Ford Foundation ...

SHOW MORE
SHOW LESS

Create successful ePaper yourself

Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.

42SASTRA SJmenghidupi imigran-imigran itu?”George mendengus. “Sementara mereka hanyabermalas-malasan dan menghabiskan uangpajak.”“Nah,” kata Calum, “kemarin kau mengeluhmereka mencuri pekerjaan kita, sekarang kaubilang mereka hanya bermalas-malasan.”“Memang mereka itu selalu begitu,” bantahGeorge, “jika tidak mencuri pekerjaan kita, makaimigran-imigran itu akan mencuri uang pajakkita.”Tiba-tiba Calum, dengan melirik danmemajukan sedikit bibirnya, mengisyaratkanGeorge untuk diam. Seorang remaja berkulithitam berjalan ke arah mereka. Wajahnyaditutupi hoody. Ia berjalan santai melewatiCalum dan George. Namun, sekejap kemudian diamembalik badan.“Orang tua sialan!” teriaknya, sambilmengacungkan jari tengah.Melewati George dan Calum, sambilmenggeleng-gelengkan kepala, Mrs. Esa kembalimendengus. Orang-orang tua pemalas, pikirnya.Dari muda sampai tua hanya menengadahtangan pada pemerintah. Seumur hidup tinggaldi apartemen yang dikasih pemerintah dengancuma-cuma. Tak pernah sekalipun merekabekerja. Banyak sekali alasan mereka untuktidak bekerja. Entah sakit, entah stress, entahlupa ingatan. Padahal sehari-hari hanyamenggosip. Menghabiskan uang pajak untukminum-minum.***Suatu hari aku akan pindah dari tempatini, pikir Mrs. Esa. Suatu hari aku akan pulangke <strong>Indonesia</strong>. Suatu hari akan aku keluarkananak-anakku dari tempat terkutuk ini. Sebelummereka hilang jati diri, hilang identitas, hilangakar dan menjadi berandalan seperti remajaremajadi tempat ini. Ya, suatu hari aku akankembali.Mrs. Esa menuju lapangan di tengah gedungapartemen. Sebuah lapangan semen, tanpapepohonan, yang digunakan untuk parkiranmobil dan tempat pembuangan sampah. Sampahsampahitu sendiri kerap meluap dari binsampah, plastik-plastik hitam menggunung danketika musim panas tiba, lalat-lalat terlihatramai berterbangan.Di sudut-sudut lapangan, pelakat-pelakatlarangan jelas terbaca: ‘Dilarang bermain bola’,‘Dilarang membuang sampah sembarangan’,‘Dilarang mencoret-coret dinding’, dan peringatan:‘Kamera CCTV beroperasi 24 jam.’Mrs. Esa membuka pintu sebuah NissanMicra tua berwarna perak. Ia duduk di belakangkemudi dan meletakkan tasnya di kursi sebelah.Sekali dua kali Mrs. Esa memutar kunci, mobiltidak juga menyala. Ah, pasti accu-nya kembalibermasalah, pikir Mrs. Esa. Ia melirik jam ditangannya. Tak ingin terlambat, ia kembalimemutar kuci mobilnya berkali-kali. Menitberlalu sudah, Mrs. Esa menyerah. Lebih baikmengejar tube, pikirnya.Ia mengunci mobilnya dan beranjakke gerbang komplek apartemen. Sayup dibelakangnya, ia mendengar seseorang memaki.‘Orang tua sialan!’Mrs. Esa menoleh ke belakang. Anak remajaitu lagi, dengusnya. Apa lagi masalahnya kaliini? Anak-anak ini tidak bisa menjaga ucapan,semudah bernafas mereka memaki orang.Remaja itu hampir melewatinya ketikakemudian ia berhenti. “Orang tua sialan,”katanya, memberitahu Mrs. Esa.Mrs. Esa menggeleng-gelengkan kepala.“Mereka pikir kita senang sekali tinggaldi negara ini. Imigran ini imigran itu. Sejutaimigran di negeri ini dan mereka sudah gerah.Lupa masa lalu. Sementara bepuluh-puluh jutamereka menduduki dunia. Merampok Amerika,Asia, Canada, Australia, Afrika. Mereka yangmembawa kami kemari dan menjadikan kamibudak. Dan sekarang mereka bilang, imigranbegini, imigran begitu.”Si remaja membuang ludah ke semenlapangan.Mrs. Esa mengurut dada dan terus-menerusmenggelengkan kepala.Remaja itu berlalu dari hadapannya, terusberjalan menuju kota. Mrs. Esa masih dapatmendengar sumpah serapahnya. Ia menghelanafas. Diliriknya jam di tangan. Hampirterlambat. Orang yang harus ditungguinya kaliini tak mampu berjalan ataupun menggerakkantangan. Ia tahu ia harus bergegas, ia tak inginterlambat dan membiarkan pasiennya sendirian.Mrs. Esa mempercepat langkah. Namunsebuah suara tembakan mengejutkannya. Mrs.Esa berhenti melangkah.SOCIAL JUSTICE MAGZ VOL. 2 TAHUN 1 - SEPTEMBER 2012

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!