FRATER CMM
| DUA ORANG ASOSIASI YANG BARU | 'ATAP DI ATAS ... - Fraters
| DUA ORANG ASOSIASI YANG BARU | 'ATAP DI ATAS ... - Fraters
- No tags were found...
Create successful ePaper yourself
Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.
membaca buku untuk menghibur anak-anak, Frater<br />
Reinoldus di bagian belakan gubuk dan saya di bagian<br />
depan. Ada banyak pendengar, bahkan orang-orang<br />
datang dari gubuk-gubuk lain.” Namun kelaparan<br />
mendominasi situasi. Makanan dapat diperkaya sedikit<br />
dengan keong, cendawan dan daging ular. Frater Alex:<br />
“Kalau di asrama dilihat seekor tikus, semua anak mulai<br />
bergerak. Dua puluh, tiga puluh anak mengejarnya dan<br />
kemudian dilahap habis.”<br />
Komunitas di Medan sesudah dibebaskan pada tahun 1945.<br />
Martabat<br />
Bagaimakah martabat manusia dalam keadaan yang<br />
menghina itu dapat dipertahankan? Sudah barang tentu<br />
bahwa frater-frater mempertahankan kebersamaan dan<br />
martabat mereka sebagai kolompok. Mereka memberikan<br />
banyak perhatian pada pesta perak Frater Cyprianus<br />
Op de Beek. Ruangan pesta dihiasi, dirayakan Misa<br />
Pesta, ditulis buku-buku pesta yang ditulis tangan oleh<br />
frater-frater dan diindahkan itu dengan gambar-gambar.<br />
Bahkan makanan bersifat pesta, berkat kebun sayur.<br />
Puncak pesta adalah ketika para frater duduk bersama<br />
dan menerima dari pemimpin komunitas sebuah cerutu<br />
Belanda. Pada waktu itu mereka merasa bahwa martabat<br />
mereka dipertahankan.<br />
Pada jubileum 100 tahun Kongregasi <strong>CMM</strong>, yang jatuh<br />
pada tanggal 25 Agustus 1944, masih ada cerutu<br />
Belanda bagi setiap frater. Seluruh kamp duduk di atas<br />
peti-peti, batang-batang kayu, namun frater-frater<br />
masih mempunyai dua kursi rotan. Pada waktu malam,<br />
mereka duduk di atasnya secara bergilir. Pada waktu<br />
itu mereka merasa martabat mereka dipertahankan.<br />
Beberapa kali kamp, dalam mana frater-frater Medan<br />
ditahan, dipindahkan. Pertama-tama ke Rantau<br />
Parapat dan kemudian ke Si Rengo-Rengo. Untuk itu<br />
para tahanan harus berjalan banyak kilometer lewat<br />
jalan jelek. Walaupun sangat berat, frater-frater tidak<br />
membuang kedua kursi rotan mereka. Pada waktu malam<br />
mereka mau duduk sebagai manusia biasa pada kursi<br />
yang benar.<br />
‘Anda bukan bapaku’<br />
Pada permulaan Desember 1944, kamp yang derita<br />
kelaparan dengan tiba-tiba diisi lagi dengan seratus anak<br />
laki-laki yang berusia 10 sampai 16 tahun. Beberapa dari<br />
mereka dapat bergabung kembali dengan ayah mereka<br />
yang juga tinggal dalam kamp itu. Kadang-kadang hal<br />
ini menjadi masalah, karena anak-anak sudah lama<br />
tidak melihat ayah mereka dan tidak mengenali kembali<br />
ayahnya, karena kelihatan lain sekali. Salah satu anak<br />
yang mau dipeluk oleh ayahnya mengatakan: “Anda<br />
bukan bapaku; ayahku lebih gemuk dan tidak pakai<br />
jenggot.” Bagi kebanyakan anak tiada tempat topangan.<br />
Syukur bahwa terdapat frater dan orang yang bercitacita.<br />
Mereka mengatur sejenis asrama tanpa adanya<br />
fasilitas, bahkan tak ada makanan. Walaupun demikian<br />
asrama itu kurang-lebih berjalan. Menurut Frater Alex<br />
van Aalst: “Setiap malam Frater Reinoldus dan saya<br />
Gerakan nasionalis<br />
Pada tanggal 1 Mei 1945, Frater Rodulf Ouddeken<br />
merayakan pesta perak hidup membiara. Walaupun<br />
banyak susah, pesta itu masih bisa dirayakan. Ada Misa<br />
dan makanan pesta. Frater David Fleerakker mengambil<br />
kesempatan untuk memelihara ayam. Karenanya pada<br />
waktu makanan pesta terdapat bukan hanya sayur,<br />
tetapi juga ayam dan untuk setiap frater disajikan telur<br />
matasapi. Sesudah makan bersama, ketika frater-frater<br />
duduk bersama, masih satu kali setiap frater memperoleh<br />
cerutu Belanda. Pada waktu itu mereka merasa<br />
martabat manusia mereka dipertahankan. Penderitaan<br />
kamp berlangsung terus sampai 24 Agustus 1945, hari<br />
pembebasan. Sesudahnya dengan segera diperoleh baik<br />
makanan maupun pakaian.<br />
Frater-frater yang meninggal dunia waktu<br />
Perang Dunia Kedua di Hindia Belanda.<br />
Frateran di Medan sebelum orang Jepang<br />
menduduki ‘Hindia Belanda’.<br />
Akan tetapi para penghuni kamp Nipon tetap tinggal di<br />
dalamnya, karena keamanan di luar kamp tak terjamin.<br />
Kelompok-kelompok revolusi dan pejuang-pejuang<br />
kemerdekaan bersikap keras terhadap orang kolonial.<br />
Suasana dalam masyarakat berubah secara total:<br />
Indonesia Merdeka! Waktu mereka meninggalkan isolemen<br />
kamp, para frater terkejut betul dengan adanya semangat<br />
nasionalisme yang didukung oleh masyarakat luas.<br />
Masa yang lampau<br />
Baru pada tanggal 31 Oktober 1945 para frater kembali<br />
ke kota Medan. Mereka merasa sangat kecewa. Belum<br />
ada kebebasan bagi mereka. Bersama dengan pastor<br />
dan suster, mereka tertahan di kompleks misi, agar<br />
keamanan mereka terjamin. Tidak ada kekurangan lagi,<br />
namun sampai pertengahan tahun 1946 mereka harus<br />
menganggur sampai saat mereka dibebaskan. Fraterfrater<br />
menggunakan sebuah rumah di kompleks misi.<br />
Rumah itu kosong tanpa perabot atau tempat tidur.<br />
Akan tetapi syukur pada waktu malam frater-frater<br />
dapat duduk, karena mereka membawa kursi-kursi<br />
rotan mereka, yang begitu bermanfaat di kamp Nipon.<br />
Di ‘Kamp Medan’ para frater belajar bahwa ‘Hindia kita’<br />
sudah merupakan tempo dulu, dan mereka diminta untuk<br />
turut membangun Republik Indonesia. Mereka betul<br />
melakukan itu. Persekolahan St. Thomas tingkat<br />
TK, SD, SMP dan SMA menjadi sekolah favorit<br />
di Medan.<br />
Frater Pieter-Jan van Lierop<br />
18<br />
19