02.07.2013 Views

Tugas Individu

Tugas Individu

Tugas Individu

SHOW MORE
SHOW LESS

You also want an ePaper? Increase the reach of your titles

YUMPU automatically turns print PDFs into web optimized ePapers that Google loves.

Ketidaklancaran, ketidaknalaran, dan ketidakwajaran kita dalam bertutur akan<br />

mengakibatkan informasi yang ingin kita sampaikan kepada orang lain menjadi<br />

tidak jelas maksudnya. Padahal, mungkin saja pada saat itu kita hendak<br />

menyampaikan suatu informasi yang penting.<br />

Mengucapkan kalimat dengan lancar berarti kita mengucapkan kalimat tanpa<br />

mengalami hambatan apapun. Misalnya, hambatan dalam artikulasi, lafal, tekanan,<br />

intonasi, maupun jeda.<br />

Mengucapkan kalimat dengan bernalar berarti kita mengucapkan kalimat yang<br />

dapat ditangkap maksudnya oleh lawan bicara karena kalimat tersebut sesuai<br />

dengan kaidah tata bahasa sehingga terkesan nalar. Adapun mengucapkan kalimat<br />

dengan wajar berarti kita mengucapkan kalimat dengan sewajarnya, baik menurut<br />

tata bunyi maupun tata sikap.<br />

<strong>Tugas</strong> <strong>Individu</strong><br />

1. Bacalah dalam hati teks berikut.<br />

Beduk Berasal dari China<br />

Belum ada penelitian yang memastikan dari mana sesungguhnya asalusul<br />

beduk. Tapi, sebagian tokoh agama dan masyarakat yakin, tabuhan<br />

besar itu berasal dari China. Wali Sanga–sembilan ulama pendakwah Islam<br />

di Jawa–memanfaatkan beduk untuk kepentingan ibadah di masjid-masjid.<br />

Menurut etnomusikolog Rizaldi Siagian, sebenarnya tradisi tabuhan<br />

besar dari kulit merupakan budaya tua yang sudah tumbuh lama di<br />

Nusantara. Di Nias, ada beduk besar yang disimpan di rumah adat, yang<br />

disebut fondahi. Di Mandailing, ada tabuhan besar yang disebut tabu yang<br />

disimpan di gordang sambilang untuk upacara adat. Tradisi serupa juga<br />

berkembang di Minangkabau.<br />

Spekulasi yang santer, kemungkinan besar beduk masuk bersama<br />

penjelajahan Cheng Ho, seorang laksamana dari Provinsi Yunnan, China,<br />

pada masa Dinasti Ming, yang mengunjungi beberapa wilayah Nusantara<br />

sekitar abad ke-15 Masehi. Di negeri asalnya, alat musik itu jadi sarana<br />

untuk mengumpulkan massa atau mengiringi ritual keagamaan.<br />

Legenda yang beredar di masyarakat menceritakan, Wali Sanga<br />

mengambil beduk untuk digantung di masjid atau surau. Alat itu kemudian<br />

ditabuh lima kali sehari untuk mengumumkan awal waktu shalat. Pada<br />

perkembangan berikutnya, beduk semakin lekat dengan masjid atau surau<br />

dan dipakai untuk menandai berbagai peristiwa penting keagamaan lain,<br />

terutama menyambut Ramadhan dan Idul Fitri.<br />

Kehidupan Masyarakat<br />

107

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!