02.07.2013 Views

Tujuan

Tujuan

Tujuan

SHOW MORE
SHOW LESS

Create successful ePaper yourself

Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.

Hari masih teramat pagi saat Omabak beranjak keluar dari itore**, honae<br />

khusus kaum laki-laki Amungme. Kabut seolah enggan pergi. Omabak hanya<br />

dapat memandang sampai beberapa meter ke depan karena terhalang kabut.<br />

Tapi, Omabak bisa memastikan, di sekelilingnya adalah pegunungan yang membiru.<br />

Suku Amungme memang tinggal di bagian tengah gugusan Pegunungan Jayawijaya,<br />

daerah yang berketinggian sekitar dua ribu meter di atas permukaan laut.<br />

Omabak sedikit menggigil. Tubuhnya belum beradaptasi sepenuhnya dengan<br />

udara sekitar. Dulu, ia hanya bertelanjang dada, seperti pemuda Amungme lainnya.<br />

Sekarang, ia tak sanggup lagi. Selain tentunya, ia mempunyai perasaan malu yang<br />

lebih banyak ketimbang dulu.<br />

Omabak menggerakkan tubuh seperti gerakan senam, sekadar pemanasan.<br />

Dirapatkan jaket yang sedikit terbuka bagian depan. Omabak menggosok kedua<br />

telapak tangan sekadar menghangatkan diri. Menikmati hijaunya rumput dan<br />

pepohonan di dekatnya. Begitu menyejukkan mata. Berbeda dengan Yogya, yang<br />

di mana-mana berseliweran kendaraan roda dua dengan asap yang tak hentinya<br />

disemprotkan knalpot. Begitu terpolusinya hingga teman kuliahnya banyak yang<br />

mengenakan masker. Menutupi mulut dan hidung bia tengah berkendaraan.<br />

Omabak tersenum sendiri mengingat Yogya. Yogyalah yang membuat ia<br />

menemukan jalan menuju kebenaran. Omabak menundukkan pandangan ke<br />

bawah. Jauh di sana, tampak jalan setapak keluar dari Opitawak. Jalan yang<br />

berliku dari lerengn tempatnya berdiri hingga menuju Lembah Waa.<br />

Omabak tidak menyadari bahwa Impamai, ibunya, telah berada di belakang.<br />

Hanya berjarak sekitar satu meter.<br />

“kau sudah bangun, Omabak?” impamai, wanita tua itu tak bisa<br />

menyembunyikan keheranan melihat Omabak yang sudah terbangun di pagi buta.<br />

Biasanya, anak tertuanya itu agak sulit untuk dibangunkan. Itu pun harus disertai<br />

amarah Omabak yang kesal karena tidurnya terganggu. Omabak membalikkan<br />

tubuh. Tersenyum hangat kepada Impamai. Gurat keriput di wajah ibunya terlihat<br />

semakin jelas. Lebih banyak dari delapan tahun yang lalu.<br />

“Iya, Bu....”<br />

“Ibu rasa, kau....”<br />

“Apa, Bu?”<br />

124 Asyiknya Belajar Bahasa dan Sastra Indonesia SMP/MTs Kelas IX

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!