You also want an ePaper? Increase the reach of your titles
YUMPU automatically turns print PDFs into web optimized ePapers that Google loves.
Mak memunguti satu-satu dengan wajah ikut bersimbah air mata. Tak<br />
tega rasanya melihat kau dimarahi sedemikian.<br />
“Biar Mak! Tak usah dirapikan. Biar dibuang ke tempat sampah.”<br />
“Halimah, apa hal?”<br />
“Tak tahu ke? Anak itu sudah tak kena diatur lagi. Mak lihat kan kelakuannya<br />
yang sudah tak patut? Tak kena dihajar. Buang semua itu, Mak!”<br />
“Jangan terlampau keras kau padanya, Halimah!” pinta Mak serak, di antara<br />
sedu sedan yang terdengar dari kamarmu.<br />
Mami menarik napas. Wajahnya yang cantik masih gusar. Lalu berlalu ke<br />
kamarnya sendiri. Menyibukkan diri di depan komputernya berjam-jam.<br />
Rasa hati, ingin Mak memelukmu, Cinta. Seperti masa kau kecil dulu.<br />
Tapi teriakan adik-adikmu, membuat Mak harus menyeret langkah tua ini ke<br />
bawah, dan urung menghiburmu.<br />
Apa yang kau lakukan dan membuat Mami marah? Mak tak setuju<br />
tindakannya yang drastis padamu. Apalagi mengingat sebelumnya Halimah tak<br />
pernah memperhatikan dunia remajamu. Macam mana pula ia akan mengerti<br />
masa transisi yang kau alami?<br />
Itulah orang tua, Cinta. Meskipun semua ia lakukan atas nama cinta, tak<br />
semuanya bijaksana. Tak semua benar. Ada salah. Ada saat mereka lupa,<br />
bahwa semua orang perlu proses. Betapa hubungan orang tua dan anak perlu<br />
dibina dan diproses. Ah, berat hati Mak di sini, semakin hari, sayang.<br />
***<br />
Kalau ada petir nak memekik, rasanya tak akan mengagetkan dan<br />
menghancurkan hati Mak seperti kabar yang kau sampaikan.<br />
“Dia cakap, dia cintakan Cinta, Mak. Makanya dia selalu ingin dekat<br />
dengan Cinta. Dia cakap pula, karena selalu mau dekat, dia menyentuh Cinta.<br />
Dia cakap idalam cinta tak boleh selfish. Harus ada take and give. Makanya<br />
Cinta ... Cinta pregnant, Mak ...”<br />
“Cinta ... kau ... kau mengandung, Nak?” Wajahmu yang pucat basah air<br />
mata. Anggukan kecil kepalamu. Dunia Mak seperti berhenti dari gerak<br />
putarnya.<br />
Kenapa Cinta? Kenapa? Suara-suara masa lalu, yang berpuluh tahun Mak<br />
coba lupakan, tiba-tiba menguak ingatan Mak kembali.<br />
“Anak sial! Bikin malu orang tua! Ke mana harus Bapak taruh muka<br />
Bapak, Surti!”<br />
“Kak, kenapa Kakak tega memberikan aib pada Emak?”<br />
“Kau ...” Tatapan Emak yang menyayat ... mulutnya yang pucat bergetar<br />
ketika mengucapkan kata-kata yang menjadi kalimat terakhir yang pernah<br />
didengarnya, “Mulai sekarang kau bukan anak Emak lagi!”<br />
14 Asyiknya Belajar Bahasa dan Sastra Indonesia SMP/MTs Kelas IX