08.08.2013 Views

Majalah Santunan edisi Agustus 2011 - Kementerian Agama Prov ...

Majalah Santunan edisi Agustus 2011 - Kementerian Agama Prov ...

Majalah Santunan edisi Agustus 2011 - Kementerian Agama Prov ...

SHOW MORE
SHOW LESS

Create successful ePaper yourself

Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.

Laporan Alfirdaus Putra<br />

Satu Hilal Dua Idul Fitri<br />

TINGGI HILAL POSITIF:<br />

Pada saat matahari terbenam<br />

posisi hilal berada di atas ufuk.<br />

Matahari terbenan terlebih<br />

dahulu dibanding hilal.<br />

Ruang Urais<br />

Keterangan Gambar:<br />

1. Ijtima’ awal Syawal terjadi pada pukul 10:05; 16,27 WIB tanggal 29 <strong>Agustus</strong> <strong>2011</strong>.<br />

2. Ketinggian hilal di atas ufuk 1° 10˝32˝ di atas ufuk.<br />

3. Menurut konsep wujudulhilal, hilal sudah ada walau pun terlalu rendah, maka 30 <strong>Agustus</strong> sudah dianggap 1<br />

Syawal.<br />

4. Menurut konsep imkanurrukyat, ketinggian hilal belum mencapai kebiasaan rukyat, yaitu 2°, maka bulan<br />

Ramadhan digenapkan 30 hari, dan 1 Syawal tanggal 31 <strong>Agustus</strong> <strong>2011</strong>. Keputusan akhir tetap pada sidang<br />

itsbat setelah menerima laporan rukyat se-Indonesia.<br />

Ada dua Idul Fitri di Indonesia<br />

tahun ini, bahkan mungkin lebih.<br />

Perbedaan Idul Fitri ini, meskipun<br />

sering diklaim sebagai “rahmah“<br />

dari sebuah perbedaan, tetap saja<br />

menimbulkan sejumlah pertanyaan<br />

dan ketidaknyamanan dalam beribadah.<br />

Hilalnya satu, mengapa Idul Fitri-nya<br />

dua kali?<br />

Perbedaan penetapan hari raya itu<br />

tak terlepas dari perbedaan metode<br />

penetuan awal bulan. Selama ini<br />

dikenal dua metode yang utama dalam<br />

penentuan awal bulan Hijriyah, yaitu<br />

metode rukyah dan metode hisab.<br />

Kedua metode ini sama-sama didasari<br />

oleh perintah Rasulullah SAW yang<br />

berbunyi “shumu lirukyatihi wa aftiru<br />

lirukyatihi” (berpuasalah karena melihat<br />

hilal dan berbukalah karena melihat<br />

hilal).<br />

Metode rukyah menggunakan<br />

pengamatan langsung dengan mata<br />

telanjang (ru’yah bil-’ain) sementara<br />

hisab menggunakan pengamatan<br />

tak langsung dengan mengandalkan<br />

hitungan ilmiah (ru’yah bil-’ilmi).<br />

Meski begitu, kedua metode ini tetap<br />

memakai ilmu hisab atau ilmu falak<br />

dalam prosesnya masing-masing. Hanya<br />

saja metode rukyah masih memakai<br />

pengamatan fisik sebagai final keputusan<br />

sedangkan metode hisab tanpa perlu<br />

lagi membuktikan dengan pengamatan<br />

fisik, cukup dengan perhitungan ahli<br />

falak semata.<br />

Dalam menentukan masuknya<br />

awal bulan, beberapa kelompok yang<br />

bersandarkan pada metode hisab murni<br />

berpedoman pada konsep wujudul hilal,<br />

yaitu konsep yang menyatakan bahwa<br />

keberadaan hilal tidak perlu dirukyat<br />

tetapi cukup dengan perhitungan saja,<br />

karena apabila hilal sudah ada secara<br />

perhitungan maka dianggap sudah<br />

ada secara subtansi walaupun tidak<br />

mungkin dilihat baik karena terlalu<br />

rendah atau tertutup awan, konsep<br />

ini sangat berpatokan pada posisi hilal<br />

sudah di atas ufuk tanpa mematok<br />

ketinggian tertentu.<br />

Pemerintah melalui <strong>Kementerian</strong><br />

<strong>Agama</strong> yang secara resmi menggunakan<br />

metode imkanur rukyah (kemungkinan<br />

rukyat) dalam penentuan awal bulan<br />

qamariah, menyatakan bahwa hilal<br />

dianggap terlihat dan keesokannya<br />

dapat ditetapkan sebagai awal bulan<br />

Hijriyah berikutnya apabila memenuhi<br />

salah satu syarat-syarat berikut: (1)<br />

<strong>Santunan</strong> AGUSTUS <strong>2011</strong><br />

ketika matahari terbenam, ketinggian<br />

bulan di atas horison tidak kurang dari<br />

2°; (2) jarak lengkung bulan-matahari<br />

(sudut elongasi) tidak kurang dari 3°;<br />

dan (3) ketika bulan terbenam, umur<br />

bulan tidak kurang dari 8 jam selepas<br />

konjungsi/ijtimak berlaku.<br />

Selain dua metode ini terdapat juga<br />

metode rukyat murni yang menetapkan<br />

awal bulan hijriah hanya observasi<br />

hilal semata, yang pada akhirnya<br />

memutuskan apabila hilal tampak,<br />

maka ditetapkan tanggal 1 bulan baru<br />

keesokan harinya dan apabila bulan<br />

tidak tampak maka diistikmalkan 30<br />

hari bulan yang sedang berjalan.<br />

Dalam penetapan 1 Syawal 1432<br />

Hijriah tahun ini, rahmah dari<br />

perbedaan kemungkinan akan kembali<br />

terjadi, secara hisab hilal sudah berada<br />

pada posisi 1 derjat 10 menit 32 detik<br />

di atas ufuk untuk markaz Lhoknga,<br />

Aceh Besar.<br />

Merujuk pada ketinggian hilal<br />

pada 29 Ramadhan tersebut, maka<br />

jika ditinjau dari metode hisab dengan<br />

konsep wujudul hilalnya Idul Fitri akan<br />

jatuh pada hari Selasa 30 <strong>Agustus</strong> <strong>2011</strong>,<br />

karena secara subtansi hilal sudah<br />

ada di atas ufuk walaupun “tidak<br />

mungkin” dirukyat. Pemerintah yang<br />

menggunakan konsep imkanurru’yat<br />

dan menjadikan rukyat sebagai salah<br />

satu syarat penentuan awal bulan<br />

cenderung memperkirakan 1 Syawal<br />

akan jatuh pada hari Rabu 31 <strong>Agustus</strong><br />

<strong>2011</strong> karena syarat imkanurru’yat<br />

menyatakan ketinggian hilal yang<br />

memungkinkan untuk dirukyat harus<br />

berada minimal 2 derjat di atas ufuk<br />

sedangkan ketinggian hilal saat itu hanya<br />

1 derajat 10 menit 32 detik di atas ufuk.<br />

Akan tetapi keputuan 1 Syawal tetap<br />

melaui sidang istbat Menteri <strong>Agama</strong><br />

berdasarkan laporan rukyat Tim yang<br />

telah disebar di seluruh Indonesia. n<br />

18

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!