Majalah Santunan edisi Agustus 2011 - Kementerian Agama Prov ...
Majalah Santunan edisi Agustus 2011 - Kementerian Agama Prov ...
Majalah Santunan edisi Agustus 2011 - Kementerian Agama Prov ...
Create successful ePaper yourself
Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.
Kolom Budaya<br />
Kalau kebetulan suatu ketika<br />
Anda diminta menjadi Penjabat<br />
Geuchik sebuah Gampong -bisa<br />
saja karena geuchik gampong itu mendadak<br />
meninggal akibat serangan jantung-<br />
apakah jabatan itu akan segera<br />
Anda terima, atau ada pertimbangan<br />
lain, sehingga Anda akan menolaknya?<br />
Salah satu pertimbangan mungkin<br />
karena menjadi Geuchik -walau sementara-<br />
adalah menjadi pemimpin.<br />
Dan petiap pemimpin akan dimintai<br />
pertanggungjawaban di hadapan Allah<br />
di kemudian hari.<br />
Besar-kecilnya pertanggungjawaban<br />
tergantung pada jabatan kepemimpinan.<br />
Seorang presiden harus mempertanggungjawabkan<br />
jabatan kepresidenannya<br />
dalam memimpin negara.<br />
Gubernur, bupati, kepala kantor<br />
wilayah, kepala dinas, hingga camat<br />
dan kepala mukim, serta geuchik sebagai<br />
pemimpin terendah dalam struktur<br />
kepemerintahan, juga harus mempertanggungjawabkan<br />
jabatannya sebagai<br />
seorang pemimpin.<br />
Itu sebabnya, ketika di sebuah<br />
kampung akan berlangsung pemilihan<br />
geuchik, seorang warga tak penuh<br />
akal (setengah idiot) alias bangai, yang<br />
suka diganggu oleh anak muda kampung<br />
karena keluguannya, dikabarkan<br />
akan dicalonkan menjadi geuchik. Lalu<br />
dengan bahasanya yang lugu dan agak<br />
sedikit tilö kedengarannya, orang tak<br />
penuh akal itu menjawab: “dipeugah<br />
le teungku, ureung jeut keu geucik ureung<br />
carong, lon ureung bangai, pane<br />
najeut boh keu geucik,” katanya.<br />
Namun beberapa anak muda yang<br />
terus mengganggunya mengatakan:<br />
“Pokoknya kami di kampung ini sudah<br />
sepakat memilih droeneuh keu geuchik,”<br />
timpal seorang pemuda kam-<br />
40 <strong>Santunan</strong> AGUSTUS <strong>2011</strong><br />
Keamanahan Pemimpin<br />
Oleh Nab Bahany As<br />
pung yang sedang<br />
ngumpul di balai<br />
meunasah siang<br />
itu. “Kapileh laju,<br />
kumusom han kuteubit-teubit,<br />
pue<br />
kaneuk pileh?” sahut<br />
orang bangai<br />
itu. Benar, sejak<br />
itu orang setengah<br />
idiot ini tak pernah lagi keluar rumah,<br />
takut dipilih jadi geuchik.<br />
Warga kampung bertanya-tanya, ke<br />
mana Apa Tahe (nama orang tak penuh<br />
akal itu) tidak pernah kelihatan sudah<br />
seminggu ini. Kadang mereka rindu<br />
juga mengganggu orang setengah idiot<br />
ini sebagai hiburannya. Setelah dicari,<br />
ternyata benar, Apa Tahe ini sudah<br />
berhari-hari bersembunyi di atas pohon<br />
sukun dekat rumahnya agar tidak<br />
terlihat oleh orang kampung, karena<br />
takut akan dipilih jadi geuchik.<br />
Begitu cara orang tak penuh akal<br />
dalam menghindar agar tidak dipilih<br />
jadi pemimpin. Kita tidak tahu, apa<br />
yang terlintas dibenaknya, apakah cara<br />
berfikirnya sama dengan kita yang<br />
berakal penuh, berilmu tinggi, yang<br />
memahami bahwa setiap pemimpin<br />
akan diminta pertanggungjawaban di<br />
hadapan Tuhan kelak. Karena, menjadi<br />
pemimpin adalah amanah yang harus<br />
dijunjung tinggi. Bila amanah ini tidak<br />
sanggup diemban, membuat dirinya<br />
tidak amanah, maka tidak sedikit orang<br />
akan kecewa.<br />
Akan tetapi, ketakutan yang ada<br />
dibenak Apa Tahe bukan karena ia tidak<br />
mampu menjalankan amanah, atau bukan<br />
karena ia tidak mampu mempertanggungjawabkan<br />
jabatan kepemimpinannya<br />
di hadapan Tuhan kelak -karena<br />
ia tidak tahu adanya pertanggungjawaban<br />
itu. Tapi yang membuat Apa Tahe<br />
takut dipilih jadi geuchik, karena ia<br />
berfikir kalau jadi geuchik pasti akan<br />
disuruh pidato di hadapan warga dalam<br />
setiap rapat di Meunasah, seperti yang<br />
sering dilihatnya setiap ada rapat, Pak<br />
Geuchik selalu berpidato lebih dulu.<br />
Begitulah cara<br />
berfikir orang tak<br />
penuh akal. Orang<br />
pintar yang berilmu<br />
pengetahuan tinggi<br />
yang berebut jabatan,<br />
justru tak segan-seganmengorbankan<br />
satu sama<br />
lain hanya untuk<br />
mendapat jabatan kepemimpinan. Soal<br />
mampu tidaknya, itu urusan belakangan.<br />
Sebuah sekolah yang sebelumnya<br />
unggul karena kemampuan kepalanya<br />
dalam memenej kekepimpinan sekolah,<br />
begitu terjadi pergantian kepemimpinan,<br />
sekolah itu pelan-pelan menurun<br />
kualitasnya, karena ketidakmampuan<br />
kepala yang baru. Demikian seterusnya,<br />
sebuah negara atau daerah yang<br />
begitu makmur, karena pemimpinnya<br />
yang sangat menjunjung tinggi nilainilai<br />
kaamanahan dari rakyat yang telah<br />
mempercayainya sebagai pemimpin.<br />
Begitu amanah kepemimpinan ini diabaikan<br />
para pemimpin, maka yang<br />
bermunculan adalah ketidakadilan,<br />
keserakahan, dan ketamakan yang<br />
membuat orang lain sengsara.<br />
Maka, kisah Apa Tahe yang takut<br />
dipilih jadi Geuchik di sebuah kampung<br />
adalah wajar, karena ia tidak penuh akal<br />
dalam menilai betapa besarnya tanggung<br />
jawab seorang pemimpin. Yang<br />
dia pikir tanggung jawab pemimpin<br />
hanya berpidato dalam rapat di meunasah.<br />
Selebihnya, ia tidak tahu bagaimana<br />
seorang pemimpin -menurut<br />
tingkat kepemimpinannya dapat merubah<br />
sebuah kondisi buruk menjadi<br />
lebih baik.<br />
Dan itu tidak bisa dilakukan oleh<br />
sembarangan pemimpin, terutama yang<br />
memaksa dirinya menjadi pemimpin.<br />
Kecuali para pemimpin yang amanah,<br />
pemimpin yang selalu mengingat<br />
bahwa jabatan adalah musibah dari<br />
Allah dalam menguji keteguhannya. n<br />
Penulis adalah budayawan, tinggal<br />
di Banda Aceh.