Majalah Santunan edisi Agustus 2011 - Kementerian Agama Prov ...
Majalah Santunan edisi Agustus 2011 - Kementerian Agama Prov ...
Majalah Santunan edisi Agustus 2011 - Kementerian Agama Prov ...
You also want an ePaper? Increase the reach of your titles
YUMPU automatically turns print PDFs into web optimized ePapers that Google loves.
Opini<br />
kita bahwa shalat tarawih itu tidak<br />
wajib, tetapi sunnat. Karena itu jelas<br />
menunjukkan bahwa shalat tarawih<br />
bukan ibadah yang wajib dikerjakan<br />
sehingga ada kelonggaran bagi umat<br />
Islam untuk melaksanakannya;<br />
2) Ibadah sunat dapat menyempurnakan<br />
ibadah fardhu. Shalat tarawih<br />
ini merupakan ibadah tambahan dari<br />
ibadah shalat wajib, karena ibadahibadah<br />
sunat dapat menyempurnakan<br />
kekurangan-kekurangan dari ibadah<br />
fardhu yang tidak sempurna.<br />
Kriteria Ibadah<br />
Segi positif lainnya adalah perbedaan<br />
pendapat tersebut dapat membuka<br />
wawasan berfikir umat Islam dalam<br />
mengenal kriteria amal ibadah dan<br />
memperluas pemahaman mereka agar<br />
mampu membedakan antara ibadahibadah<br />
yang disunatkan dan ibadah<br />
yang diwajibkan.<br />
Di antaranya: 1) dapat membedakan<br />
antara ibadah sunat dengan ibadah<br />
wajib. Bahwa dalam sebuah kaidah<br />
ushul fiqh dijelaskan: “Fardhu itu lebih<br />
diutamakan daripada sunat.”;<br />
2) Tidak berlebih-lebihan dalam<br />
masalah ibadah, apalagi ibadah sunat<br />
sehingga mendorong tumbuhnya sikap<br />
memperketat masalah-masalah kecil<br />
yang tidak perlu diperselisihkan lagi<br />
dan bersempit dada terhadap orang<br />
yang berbeda pendapat dengannya.<br />
Sebaliknya dengan sikap toleran dan<br />
tidak mempersulit dalam ibadah akan<br />
menumbuhkan persatuan dan kesatuan<br />
di kalangan umat.<br />
Sikap toleransi umat<br />
Ketika perbedaan pendapat terjadi<br />
di kalangan umat Islam, toleransi dalam<br />
masalah-masalah yang diperselisihkan<br />
tersebut sangatlah diharapkan.<br />
Artinya sesorang tidak fanatik kepada<br />
suatu pendapat yang bertentangan<br />
dengan pendapat orang lain dalam<br />
masalah-masalah ikhtilafiyah. Dalam<br />
masalah rakaat shalat tarawih, apabila<br />
umat Islam menjunjung tinggi nilainilai<br />
keutamaan yang terkandung di<br />
dalamnya maka perbedaan pendapat<br />
tersebut dapat dihindari sekaligus bisa<br />
menumbuhkan sikap saling toleransi<br />
di kalangan umat Islam.<br />
Tumbuh dan berkembangnya sikap<br />
toleransi tersebut didasarkan kepada<br />
prinsip-prinsip: 1) Menghormati<br />
pendapat orang lain. Faktor penunjang<br />
untuk mendekatkan jarak dan mengurangi<br />
tajamnya perselisihan ialah<br />
menghormati pendapat orang lain dan<br />
memperhitungkan pendapat orang lain<br />
yang bersifat ijtihadiyah. Hal ini sudah<br />
dipraktekkan oleh para ulama terdahulu<br />
dengan saling memberi maaf di<br />
antara mereka, bila mana terjadi perbedaan<br />
pendapat dan tidak mau mencela<br />
pendapat orang lain. Sikap seperti ini<br />
perlu dicontoh oleh umat sekarang<br />
ini. Sebagai pengaruh dari sikap yang<br />
baik itu dalam pergaulan di kalangan<br />
mereka menumbuhkan rasa toleransi,<br />
saling mencintai, penuh persaudaraan<br />
berada dalam naungan agama Allah<br />
swt. dan jalan yang benar;<br />
2) Kemungkinan beragamnya kebenaran.<br />
Ini merupakan faktor yang<br />
akan mendukung lahirnya sikap toleransi<br />
dalam masalah ikhtilafiyah dan<br />
menghormati pendapat orang lain.<br />
Anggapan tersebut tentu menimbulkan<br />
pertanyaan: Apakah mungkin<br />
adanya banyak kebenaran dalam satu<br />
masalah; Ataukah kebenaran itu selamanya<br />
hanya satu? Untuk menjawab<br />
pertanyaan tersebut penulis mengutip<br />
pendapat Dr. Yusuf al-Qaradhawi yang<br />
menjelaskan: “Sesungguhnya di antara<br />
para ahli ushul ada yang berpendapat<br />
bahwa dalam masalah hukum furu’ kebenaran<br />
itu bisa lebih dari satu.” Contoh<br />
yang paling jelas ialah beragamnya<br />
segi qira’at Alquran yang diriwayatkan<br />
secara shahih dari Nabi saw. melalui<br />
sanad yang mutawatir. Tetapi perbedaan<br />
qira’at ini tidak menimbulkan<br />
kekacauan di dalam agama.<br />
Dr. Yusuf al-Qaradhawi menukil<br />
sebuah kaidah yang dibuat seorang<br />
ulama pembaharu, Muhammad Rasyid<br />
Ridha, sebagai berikut: “Kita bekerjasama<br />
dalam masalah yang disepakati dan<br />
saling toleransi dalam masalah yang<br />
diperselisihkan.”<br />
Maka jadikanlah perbedaan pendapat<br />
atau ikhtilafiyah sebagai pelajaran<br />
bagi kita semua, sehingga ikhtilafiyah<br />
tersebut betul-betul menjadi rahmat<br />
bukan malah sebaliknya menjadi<br />
laknat. Hal ini akan terealisasikan apabila<br />
umat Islam tidak saling tuding dan<br />
menyalahkan pendapat-pendapat yang<br />
ada di antara mereka. n<br />
Penulis adalah Staf Pada Seksi<br />
Mapenda Kandepag Aceh Timur<br />
38 <strong>Santunan</strong> AGUSTUS <strong>2011</strong><br />
Anak yang unik, bagai mutiara<br />
itu, amanah di tangan kedua<br />
orang tuanya. Qalbu yang masih<br />
bersih, merupakan permata yang<br />
sangat berharga, mahal tak terkira. Jika<br />
dibiasakan untuk melakukan kebaikan,<br />
ia akan tumbuh menjadi baik, elok,<br />
dan menjadi orang yang bahagia di<br />
dunia dan akhirat. Akan jadi si ayeuem<br />
mata, pelipur lara bagi orang tua, guru,<br />
dan masyarakat. Sebaliknya, jika dia<br />
dibiasakan dengan keburukan serta<br />
ditelantarkan, dia akan menjadi orang<br />
yang celaka dan merugi, ‘penyakit’<br />
dan ‘beban sosial’. Di rumah, ayah<br />
ibu cerminannya, di madrasah, guru<br />
merupakan cerminan pribadi yang<br />
mulia bagi peserta didiknya.<br />
Peserta didik, ‘manusia unggul’<br />
dan terpilih dari komunitasnya, yang<br />
memiliki potensi. Sebagai manusia yang<br />
berkapasitas, maka dalam diri peserta<br />
didik, ada suatu daya yang dapat tumbuh<br />
dan berkembang di sepanjang usianya.<br />
Potensi peserta didik sebagai daya yang<br />
tersedia, sedangkan pendidikan sebagai<br />
alat yang ampuh untuk mengembangkan<br />
daya itu.<br />
Secara psikologis mereka mempunyai<br />
perbedaan dengan karakteristik mereka<br />
masing-masing. Ada yang, misal mudah<br />
senyum, pemarah, berjiwa sosial, egois,<br />
cengeng, bodoh, cerdas, pemalas,<br />
rajin, pemurung, dan periang. Gaya<br />
itu dipengaruhi oleh pembawaan dan<br />
lingkungan. Di sekolah perbedaan<br />
aspek psikologis ini tidak dapat dihindari,<br />
disebabkan pembawaan dan<br />
lingkungan anak didik yang berlainan<br />
antara yang satu dengan yang lainnya.<br />
Dalam pengelolaan pengajaran, aspek<br />
psikologis sering menjadi ajang per-