01.01.2015 Views

Majalah Warta Anggaran Edisi 21 - Direktorat Jenderal Anggaran ...

Majalah Warta Anggaran Edisi 21 - Direktorat Jenderal Anggaran ...

Majalah Warta Anggaran Edisi 21 - Direktorat Jenderal Anggaran ...

SHOW MORE
SHOW LESS

Create successful ePaper yourself

Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.

DAFTAR ISI<br />

warta anggaran | <strong>21</strong> Tahun 2011<br />

LAPORAN UTAMA 7<br />

PERENCANAAN ANGGARAN 22<br />

PNBP 25<br />

LAPORAN KHUSUS 29<br />

REFORMASI BIROKRASI 38<br />

SISTEM PENGANGGARAN 41<br />

BERITA 44<br />

RESENSI BUKU 45<br />

INTERMEZO 47<br />

PROFILE 48<br />

PERISTIWA 53<br />

PENATAAN<br />

ORGANISASI DJA:<br />

Mengantisipasi Kepakan<br />

Sayap Kupu-kupu di Brazil<br />

38<br />

Penataan Organisasi DJA: Di wilayah<br />

manajerial, tuntutan akan keterbukaan<br />

dan akuntabilitas direspon oleh DJA<br />

dengan penguatan di bidang kepatuhan<br />

internal, manajemen risiko, dan bantuan<br />

hukum. Dibentuknya Bagian Kepatuhan<br />

dan Bantuan Hukum merupakan bukti<br />

komitmen DJA terhadap keterbukaan<br />

dan akuntabilitas.<br />

LAPORAN UTAMA<br />

PEMBANGUNAN<br />

INFRASTRUKTUR:<br />

<strong>Anggaran</strong>, Capaian, dan<br />

Tantangan<br />

7<br />

Jika memang peran infrastruktur<br />

penting, tentu negara-negara<br />

yang ingin memajukan<br />

perekonomiannya akan<br />

menginvestasikan sebagian<br />

(besar) dari anggarannya untuk<br />

membangun jalan jembatan yang<br />

memfasilitasi.....<br />

LAPORAN<br />

KHUSUS<br />

29<br />

Pembiayaan 2011<br />

Mengandalkan<br />

Utang Sebagai<br />

Sumber<br />

Penerimaan<br />

Akar permasalahan berulangnya<br />

temuan BPK berupa Pungutan<br />

Tanpa Dasar Hukum bukan<br />

semata-mata terletak pada<br />

ketidakpatuhan K/L terhadap<br />

ketentuan di bidang PNBP, namun<br />

justru kekakuan ketentuan PNBP<br />

yang mengharuskan penetapan<br />

jenis dan tarif PNBP minimal<br />

dalam PP sedikit banyak turut<br />

menyebabkan.....<br />

Redaksi menerima kritik saran, pertanyaan, atau sanggahan<br />

terhadap masalah-masalah yang berkait dengan keuangan sektor publik


Salam Redaksi<br />

<strong>Edisi</strong> <strong>21</strong> Tahun 2011<br />

PENGARAH<br />

Direktur <strong>Jenderal</strong> <strong>Anggaran</strong><br />

PENANGGUNG JAWAB<br />

Sekretaris Ditjen <strong>Anggaran</strong><br />

REDAKTUR<br />

Kepala Bagian Ortala<br />

Kasubdit Data dan Dukungan Teknis <strong>Anggaran</strong> I<br />

Kasubdit Pengembangan Sistem Penganggaran<br />

Kasubdit Harmonisasi Kebijakan Penganggaran<br />

Kasubdit Data dan Dukungan Teknis Penyusunan APBN<br />

Kasubdit Data dan Dukungan Teknis <strong>Anggaran</strong> II<br />

Kasubdit Data dan Dukungan Teknis <strong>Anggaran</strong> III<br />

Kasubdit Data dan Dukungan Teknis PNBP<br />

REDAKTUR PELAKSANA<br />

I.G.A Krisna Murti - Agus Kuswantoro<br />

Puji Wibowo - Afrizal - Triana Ambarsari<br />

Rini Ariviani - Asrukhil Imro - Mujibuddawah<br />

Eko Widyasmoro - Sunawan Agung S. - Achmad<br />

Zunaidi - Arief Masdi - Sudadi<br />

Dyah Kusumawati - Hidayat Kusuma R.<br />

DESAIN GRAFIS DAN FOTOGRAPHER<br />

Mulyanto - Dana Hadi<br />

Mujono Basuki - Bayu Segara<br />

KEUANGAN<br />

Ferry Iskandar - Sis Sabani<br />

Arfan Udi Winasis - Rachmat Apriansyah<br />

TATA USAHA DAN DISTRIBUSI<br />

Achmad Purwo Hardjanto - Ihsan Maulana<br />

Niken Ajeng Lestari - Eko Prasetyo<br />

Alamat<br />

Gedung Sutikno Slamet Lt. 11<br />

Jl. Dr. Wahidin No.1<br />

Jakarta 10710<br />

Telepon : (0<strong>21</strong>) 3435 7505<br />

Redaksi menerima artikel untuk dimuat dalam<br />

majalah ini. Artikel ditulis dalam huruf Arial 11 spasi<br />

1.5 maksimal 5 hal. Artikel dapat dikirim<br />

ke www.wartaanggaran.yahoo.co.id<br />

Isi majalah tidak mencerminkan kebijakan<br />

<strong>Direktorat</strong> <strong>Jenderal</strong> <strong>Anggaran</strong><br />

Ketika kita meminta uang kepada<br />

orang tua kita apakah kita akan<br />

meminta sesuai dengan kebutuhan<br />

ataukah lebih dari yang kita perlukan<br />

Setelah uang di tangan apakah kita<br />

dapat membelanjakan uang tersebut<br />

sesuai rencana kebutuhan kita hingga<br />

uang kita habis. Kemudian, jika ternyata<br />

uang tersebut tidak habis apakah<br />

orang tua kita akan meminta kembali<br />

uang yang tersisa. Rasanya tidak, kita<br />

hanya akan menerima nasihat bahwa<br />

kalau kita meminta uang jumlahnya<br />

harus sesuai dengan kebutuhan.<br />

Analogi di atas rasanya dapat<br />

digunakan untuk melihat interaksi<br />

hubungan antara DJA dengan K/L.<br />

Sebagai “orang tua” yang harus<br />

menjaga anggaran pemerintah,<br />

sudah selayaknya DJA dapat<br />

membina semua K/L agar dapat<br />

merencanakan belanja nya dengan<br />

baik sehingga anggaran yang tersedia<br />

tidak menumpuk di akhir tahun.<br />

Rasanya Peraturan tentang reward<br />

and punishment kepada K/L atas<br />

penyerapan anggaran harus didukung<br />

penuh.<br />

Selain Reward and Punishment,<br />

kami juga menyajikan catatan tentang<br />

Peraturan Pemerintah Nomor 90<br />

Tahun 2010 tentang Penyusunan<br />

RKA-KL yang mengganti Peraturan<br />

Pemerintah Nomor <strong>21</strong> Tahun 2004.<br />

Anda juga dapat juga menikmati<br />

penjelasan tentang New Innitiative<br />

dan penyesuaian baseline. Selain itu,<br />

untuk mengetahui apa permasalahan<br />

yang dihadapi Kementerian/Lembaga<br />

dalam perencanaan anggaran, kami<br />

melakukan roadshow ke beberapa<br />

K/L.<br />

Dalam hal PNBP, kami mencoba<br />

menyoal mengenai kepatuhan K/L<br />

dalam melaporkan PNBP nya.<br />

Semoga perencanaan anggaran<br />

K/L ke depan lebih baik lagi. Selamat<br />

menikmati sajian <strong>Majalah</strong> <strong>Warta</strong><br />

<strong>Anggaran</strong> edisi <strong>21</strong>.<br />

4 <strong>Warta</strong> anggaran | <strong>21</strong> Tahun 2011


LAPORAN UTAMA<br />

Pembangunan<br />

Infrastruktur:<br />

<strong>Anggaran</strong>, Capaian, dan Tantangan<br />

Oleh: Purwanto<br />

Jika memang peran infrastruktur penting, tentu negara-negara yang ingin memajukan perekonomiannya akan menginvestasikan<br />

sebagian (besar) dari anggarannya untuk membangun jalan jembatan yang memfasilitasi transportasi orang, bahan baku/mentah<br />

(raw materials), bahan antara/setengah jadi (intermediate goods), dan produk akhir (final products), dan menghubungkan antara<br />

pabrik dan daerah produksi dengan pasar; pelabuhan dan bandara untuk pengiriman barang-barang tersebut dari dan ke luar<br />

negeri (impor/ekspor) serta antar pulau (interland transportasion); jaringan listrik sejak dari pembangkitan hingga distribusi yang<br />

memungkinkan beroperasinya pabrik dan kantor, pelabuhan dan bandara; sedangkan pembangunan jaringan telekomunikasi<br />

umumnya lebih banyak dibiayai oleh sektor swasta.<br />

<strong>Warta</strong> anggaran | <strong>21</strong> Tahun 2011 5


LAPORAN UTAMA<br />

Infrastruktur adalah segala sesuatu<br />

sarana dasar yang dibutuhkan agar<br />

suatu perekonomian atau masyarakat<br />

dapat berfungsi. Dalam hal ini terdapat<br />

dua kelompok infrastruktur yaitu<br />

infrastruktur ekonomi dan infrastruktur<br />

sosial. Infrastruktur ekonomi mencakup<br />

semua struktur teknis yang mendukung<br />

perekonomian seperti jalan dan jembatan,<br />

air bersih, saluran limbah, pasokan listrik, dan<br />

jaringan telekomunikasi. Fungsi infrastruktur<br />

ekonomi adalah memfasilitasi produksi<br />

dan distribusi barang dan jasa, seperti<br />

jalan yang memungkinkan pengangkutan<br />

bahan mentah ke pabrik, dan kemudian<br />

pengangkutan barang jadi ke pasar<br />

(Wikipedia). Infrastruktur ekonomi ini<br />

sangat berpengaruh terhadap efisiensi<br />

usaha, terutama biaya logistik dan<br />

transportasi, serta biaya produksi, yang<br />

pada akhirnya berpengaruh terhadap<br />

daya saing, baik daya saing produk lokal/<br />

domestik dalam berhadapan dengan<br />

produk luar negeri, maupun daya saing<br />

perekonomian dalam memperebutkan<br />

penanaman modal asing.<br />

Sementara itu infrastruktur sosial<br />

mencakup sarana kesehatan dan<br />

pendidikan. Selain itu, infrastruktur dapat<br />

pula dibedakan sebagai infrastruktur fisik<br />

dan non fisik. Infrastruktur fisik, disebut<br />

juga “hard” infrastructure adalah struktur<br />

fisik sarana dan prasarana yang dapat<br />

disentuh (tangible) seperti jalan-jembatan,<br />

pelabuhan, jaringan listrik; sedangkan<br />

infrastruktur dalam pengertian nonfisik<br />

mencakup infrastruktur yang tidak dapat<br />

disentuh (intangible) yang mendukung<br />

pembangunan dan beroperasinya<br />

infrastruktur fisik, seperti peraturan dan<br />

perundangan, sistem dan prosedur, serta<br />

mekanisme tatakelola, transparansi, dan<br />

akuntabilitas dalam pembiayaan dan<br />

pengadaannya (Bhattacharyay 2009).<br />

Infrastruktur nonfisik juga, disebut juga<br />

sebagai “soft” infrastructure mencakup<br />

sistem keuangan dan sistem hukum<br />

(Wikipedia). Pada perkembangannya<br />

kemudian, kata infrastruktur lebih sering<br />

dimaksudkan, termasuk dalam tulisan ini,<br />

sebagai infrastruktur ekonomi dan fisik.<br />

Mengingat fungsinya tersebut, peran<br />

infrastruktur dalam perekonomian<br />

sangatlah vital. Dari lintasan sejarah negaranegara<br />

yang kini disebut sebagai negara<br />

maju, serta negara-negara yang dijuluki the<br />

emerging markets dapat diambil pelajaran<br />

bahwa infrastruktur berperan fundamental<br />

dalam mendorong pertumbuhan ekonomi<br />

secara berkelanjutan. Peran infrastruktur<br />

<strong>Anggaran</strong> infrastruktur<br />

tersebut dialokasikan<br />

sebagian terbesar dalam<br />

bentuk belanja (spending),<br />

dan sebagian dalam bentuk<br />

pemberian pinjaman/kredit,<br />

penyertaan modal pada<br />

BUMN,serta penjaminan/<br />

kontijensi.<br />

dalam perekonomian mulai populer<br />

antara lain sebagaimana terlihat dalam<br />

sejarah Amerika Serikat saat dirintis dan<br />

dibangunnya jaringan kereta api dan<br />

telekomunikasi (pos dan telegram), pada<br />

awal abad ke-20.<br />

Melesatnya perkembangan ekonomi<br />

Jepang, Korea Selatan dan Singapura dari<br />

semula negara berkembang menjadi negara<br />

maju, juga didukung oleh pembangunan<br />

infrastruktur yang tidak tanggung-tanggung<br />

(WG Huff, 1995; Atkinson et al, 2009).<br />

Untuk contoh paling mutakhir, pesatnya<br />

perkembangan ekonomi China juga<br />

difasilitasi oleh pembangunan jaringan<br />

jalan-jembatan, pelabuhan, dan energi listrik<br />

secara massif di tahun 1980-an (Yoshimo<br />

dan Nakahigashi 2000; Sahoo, 2010), yang<br />

merupakan pengembangan lebih lanjut dari<br />

yang sudah dibangun mulai 1876 semasa<br />

Dinasti Qing (Wikipedia).<br />

Berbagai hasil kajian (antara lain Aschauer<br />

1989; World Bank 1994; Calderon dan<br />

Serven 2003; Estache 2006 dalam Sahoo,<br />

Dash, dan Nataraj 2010) membuktikan<br />

bahwa infrastruktur mempunyai peran<br />

penting dalam memajukan perekonomian,<br />

dan sebaliknya taraf perekonomian<br />

yang lebih tinggi berpengaruh terhadap<br />

ketersediaan infrastruktur yang lebih<br />

berkualitas.<br />

Namun demikian tulisan ini tidak<br />

mengasumsikan peran infrastruktur<br />

nonfisik dapat diabaikan. Dalam<br />

literatur mengenai pembangunan,<br />

infrastruktur nonfisik juga berperan<br />

penting, sehingga dapat diibaratkan<br />

sebagai “software”, sedangkan<br />

infrastruktur fisik sebagai “hardware”,<br />

dari sistem perekonomian. Dalam<br />

teori pertumbuhan, infrastruktur<br />

nonfisik berperan dalam<br />

meningkatkan produktivitas tenaga<br />

kerja (pendidikan dan kesehatan),<br />

inovasi teknologi (pendidikan &<br />

penelitian dasar, sistem hukum,<br />

khususnya terkait dengan hak paten/<br />

intellectual property), atau pembentukan<br />

kapital (sistem keuangan dan hukum,<br />

khususnya terkait dengan perlindungan<br />

properti dan perjanjian bisnis). Jika<br />

infrastruktur fisik berpengaruh terhadap<br />

perekonomian jangka pendek (1-2 tahun),<br />

menengah (3-5 tahun), dan panjang (20<br />

tahun atau lebih), maka infrastruktur<br />

nonfisik berpengaruh dalam jangka panjang.<br />

<strong>Anggaran</strong> infrastruktur<br />

Jika memang peran infrastruktur penting,<br />

tentu negara-negara yang ingin memajukan<br />

perekonomiannya akan menginvestasikan<br />

sebagian (besar) dari anggarannya<br />

untuk membangun jalan jembatan yang<br />

memfasilitasi transportasi orang, bahan<br />

6 <strong>Warta</strong> anggaran | <strong>21</strong> Tahun 2011


LAPORAN UTAMA<br />

baku/mentah (raw materials), bahan yang memadai, mereka bisa bekerjasama Dibandingkan dengan Produk Domestik<br />

antara/setengah jadi (intermediate goods),<br />

dan produk akhir (final products), dan<br />

dalam membangun infrastruktur, terutama<br />

infrastruktur yang bagi pihak swasta bisa<br />

Bruto (PDB), nilai dukungan tersebut setara<br />

dengan 0,9 persen dari PDB nominal 2005<br />

menghubungkan antara pabrik dan daerah mendatangkan keuntungan (profitable) (tidak disajikan dalam diagram). Dukungan<br />

produksi dengan pasar; pelabuhan dan<br />

bandara untuk pengiriman barang-barang<br />

dalam jangka panjang. Bentuk kerjasama<br />

tersebut antara lain pemberian penjaminan<br />

anggaran tersebut diinvestasikan pada<br />

berbagai proyek infrastruktur mencakup<br />

tersebut dari dan ke luar negeri (impor/ (guarantee, insurance), pinjaman, pembangunan dan perawatan jalanjembatan,<br />

ekspor) serta antar pulau (interland penyertaan modal pada BUMN, atau<br />

waduk dan berbagai bentuk<br />

transportasion); jaringan listrik sejak dari public private partnership (PPP). Dalam penampungan air berikut jaringan irigasi,<br />

pembangkitan hingga distribusi yang banyak hal, seringkali suatu infrastruktur pelabuhan kapal dan bandar udara, serta<br />

memungkinkan beroperasinya pabrik dan sangat dibutuhkan masyarakat dan jaringan listrik.<br />

kantor, pelabuhan dan bandara; sedangkan perekonomian regional bahkan nasional,<br />

Nilai nominal dan riil dari dukungan APBN<br />

pembangunan jaringan telekomunikasi namun membutuhkan modal yang sangat<br />

tersebut meningkat setiap tahunnya, kecuali<br />

umumnya lebih banyak dibiayai oleh sektor besar untuk pengadaannya sehingga sektor<br />

di tahun 2010 saat kenaikan anggaran<br />

swasta.<br />

swasta tidak berminat (terjadi apa yang<br />

infrastruktur tidak sebesar laju inflasi (lihat<br />

disebut sebagai market failure, ‘kegagalan<br />

Berbagai literatur ekonomi antara lain<br />

Diagram 2). Dalam tahun 2006, belanja<br />

pasar’), maka pemerintah dapat melakukan<br />

Rotner (1983), dan Aschauer (1989)<br />

infrastruktur naik pesat 111,6% menjadi<br />

intervensi dengan belanja APBN.<br />

dalam Yoshino & Nakahigashi (2000)<br />

Rp50,0 triliun (atau 7,5% dari Belanja<br />

Kemampuan pemerintah untuk menerima<br />

menemukan bahwa pemerintah berperan<br />

Negara, atau 1,5% dari PDB), sebagai<br />

pajak serta melakukan pinjaman domestik<br />

penting dalam mendorong pertumbuhan<br />

dampak dari penghematan subsidi energi<br />

dan internasional memungkinkannya untuk<br />

ekonomi, pengurangan pengangguran,<br />

yang sudah dilakukan pada tahun 2005.<br />

menerima mendanai pajak serta proyek melakukan infrastruktur pinjaman berskala domestik dan internasional memungkinkannya untuk<br />

dan pengentasan penduduk miskin mendanai proyek infrastruktur berskala besar. Dalam tahun 2011, anggaran infrastruktur<br />

besar.<br />

secara berkelanjutan, melalui intervensi<br />

naik 50% dari tahun sebelumnya Rp82,6<br />

Berapa besar dana yang telah diinvestasikan Pemerintah Indonesia untuk infrastruktur Seperti<br />

dalam bentuk belanja pembangunan Berapa besar dana yang telah diinvestasikan triliun menjadi Rp123,9 triliun (atau 10,1%<br />

disajikan dalam Diagram 1, pada tahun 2005 Pemerintah memberikan dukungan untuk infrastruktur<br />

infrastruktur. Pembangunan jalan dan Pemerintah Indonesia untuk infrastruktur dari Belanja Negara, dan 1,8% dari PDB).<br />

sebesar Rp23,7 triliun (nilai tahun 2005), atau 4,6 persen dari total Belanja Negara 2005.<br />

jembatan non-tol, serta waduk dan sistem Dibandingkan Seperti dengan disajikan Produk dalam Domestik Diagram Bruto 1, pada (PDB), nilai <strong>Anggaran</strong> dukungan infrastruktur tersebut tersebut setara dengan dialokasikan 0,9<br />

irigasi (pertanian) merupakan contoh persen dari tahun PDB 2005 nominal Pemerintah 2005 (tidak memberikan disajikan dalam diagram). Dukungan anggaran tersebut<br />

sebagian terbesar dalam bentuk belanja<br />

utama dari infrastruktur sebagai barang diinvestasikan dukungan pada berbagai untuk infrastruktur proyek infrastruktur sebesar mencakup pembangunan dan perawatan jalanjembatan,<br />

Rp23,7 waduk triliun dan berbagai (nilai tahun bentuk 2005), penampungan atau 4,6 air berikut jaringan irigasi, pelabuhan kapal<br />

(spending), dan sebagian dalam bentuk<br />

public (public goods) yang pemakaiannya<br />

dan bandar udara, serta jaringan listrik.<br />

pemberian pinjaman/kredit, penyertaan<br />

tidak dikenai biaya dan semua orang bisa persen dari total Belanja Negara 2005.<br />

menggunakannya (non-excludable).<br />

Diagram 1<br />

Sementara infrastruktur seperti jalan<br />

tol, telepon, listrik, gas, dan internet,<br />

<strong>Anggaran</strong> Infrastruktur,<br />

yang penggunanya harus membayar<br />

Nominal, triliun Rp (skala kiri),<br />

dan % thdp Belanja Negara (skala kanan)<br />

dengan tarif tertentu (excludable),<br />

140.0<br />

14.0<br />

123.9<br />

pengadaan dan pengelolaannya 120.0<br />

12.0<br />

dapat dilakukan sepenuhnya oleh<br />

82.6<br />

10.1<br />

100.0<br />

8.4<br />

10.0<br />

sektor swasta. Sektor swasta dapat<br />

7.5<br />

80.0<br />

7.1 7.1<br />

8.0<br />

melakukan investasi dalam proyek 60.0 4.6<br />

78.9<br />

70.0<br />

7.8<br />

6.0<br />

infrastruktur yang menjanjikan profit 40.0<br />

50.0 54.0<br />

4.0<br />

berkelanjutan, dengan dana dari 20.0<br />

2.0<br />

berbagai sumber seperti modal ‐<br />

23.7<br />

‐<br />

sendiri, pinjaman, atau patungan.<br />

2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011<br />

Dalam situasi di mana pemerintah<br />

dan sektor swasta masing-masing<br />

tidak memiliki anggaran atau modal<br />

<strong>Anggaran</strong> Infrastruktur (triliun)<br />

% thdp Belanja Negara (skala kanan)<br />

Sumber: Buku Saku APBN dan Indikator Ekonomi, DJA‐KemKeuangan, 22 Februari 2011<br />

Nilai nominal dan riil dari dukungan APBN tersebut meningkat setiap tahunnya, kecuali di tahun<br />

2010 saat kenaikan anggaran infrastruktur tidak sebesar laju inflasi (lihat Diagram 2). Dalam tahun<br />

2006, belanja infrastruktur naik pesat 111,6% menjadi <strong>Warta</strong> Rp50,0 anggaran triliun (atau | <strong>21</strong> 7,5% Tahun dari Belanja 2011 Negara, 7<br />

atau 1,5% dari PDB), sebagai dampak dari penghematan subsidi energi yang sudah dilakukan pada<br />

tahun 2005. Dalam tahun 2011, anggaran infrastruktur naik 50% dari tahun sebelumnya Rp82,6


LAPORAN UTAMA<br />

Diagram 2<br />

public private partnership (PPP).<br />

120.0<br />

Kenaikan <strong>Anggaran</strong> Infrastruktur & Inflasi<br />

111.6<br />

Sementara itu, dukungan pemerintah dalam<br />

bentuk investasi juga terlihat semakin besar.<br />

100.0<br />

Investasi tersebut dilaksanakan dalam<br />

bentuk suntikan modal untuk PT Sarana<br />

80.0<br />

Multi Infrastruktur (PT SMI), yang khusus<br />

60.0<br />

50.0<br />

didirikan dalam tahun 2009 dalam rangka<br />

34.7<br />

40.0<br />

29.8<br />

mempercepat pembangunan infrastruktur<br />

20.0<br />

12.6<br />

17.1<br />

7.8<br />

4.7<br />

serta bersinergi dengan pihak ketiga,<br />

6.6 6.6<br />

11.1<br />

2.8<br />

7.0<br />

0.0<br />

5.3 baik swasta, pemerintah daerah, BUMN,<br />

2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 maupun organisasi multilateral. PT SMI<br />

merupakan suatu holding company dan<br />

Kenaikan Angg. Infrastruktur (%) Kenaikan Inflasi (yoy) <strong>Anggaran</strong> Infrastruktur telah & mendirikan Inflasi anak perusahaan yaitu<br />

120.0<br />

111.6<br />

PT Indonesia Infrastructure Finance (PT<br />

<strong>Anggaran</strong> modal infrastruktur pada tersebut BUMN,serta dialokasikan penjaminan/ sebagian pemerintah terbesar dalam dalam bentuk bentuk penjaminan belanja &(spending),<br />

kontijensi. Sebagaimana disajikan dalam<br />

100.0<br />

IIF) pada tahun 2010, berpatungan dengan<br />

dan sebagian dalam bentuk pemberian pinjaman/kredit, kontijensi penyertaan (land capping, modal kontijensi pada PLN BUMN,serta<br />

ADB, International Finance Corporation<br />

penjaminan/kontijensi. Tabel 1, anggaran Sebagaimana infrastruktur disajikan dalam dalam dan 80.0 Tabel PDAM), 1, anggaran investasi infrastruktur pemerintah, serta dalam bentuk<br />

belanja (spending) bentuk belanja adalah (spending) sebesar adalah Rp115,1 sebesar triliun, atau pinjaman 93% dari dan kredit. total anggaran Dengan penjaminan, infrastruktur dalam (IFC), dan DEG-Badan Investasi dan<br />

60.0<br />

50.0<br />

tahun 2011 (APBN) sebesar Rp123,8 triliun. Belanja tersebut mencakup belanja infrastruktur Pembangunan yang Jerman. PT IIF merupakan<br />

Rp115,1 triliun, atau 93% dari total anggaran dana akan 34.7 dikeluarkan hanya jika resiko<br />

dikelola oleh kementerian/lembaga , dan belanja non 40.0kementerian/lembaga seperti public 29.8service<br />

perusahaan pembiayaan proyek-proyek<br />

infrastruktur dalam tahun 2011 (APBN) yang telah diperhitungkan (kenaikan harga<br />

obligation (PSO) kepada PT KAI dan PT Pelni, DAK Infrastruktur, dan Tambahan Otonomi Khusus<br />

sebesar Rp123,8 triliun. Belanja tersebut tanah, 20.0<br />

infrastruktur. 12.6<br />

BUMN 17.1 gagal bayar/default) 7.8 benarbenar<br />

terjadi. Guna mengelola penjaminan Selain 2.8<br />

4.7<br />

Infrastruktur, pengembangan Sabang dan Batam. Dalam Diagram 3 disajikan perkembangan total<br />

6.6 6.6<br />

11.1<br />

mencakup belanja infrastruktur yang<br />

7.0<br />

belanja infrastruktur kementerian/lembaga, sementara 0.0<br />

itu, dukungan untuk<br />

5.3<br />

dalam Tabel 2 ditampilkan data lebih rinci<br />

pembangunan<br />

mengenai dikelola anggaran oleh infrastruktur kementerian/lembaga di luar belanja , dan kementerian/lembaga.<br />

ini, pemerintah 2005 telah 2006 mendirikan 2007 PT 2008 infrastruktur 2009 juga 2010dilakukan 2011pemerintah<br />

belanja non kementerian/lembaga seperti Penjamin Infrastruktur Indonesia/Indonesia dengan membentuk suatu unit di<br />

Tabel 1<br />

Kenaikan Angg. Infrastruktur (%) Inflasi (yoy)<br />

public service obligation (PSO) kepada PT Infrastructure Guarantee Funda (PT PII/IIGF) Kementerian Keuangan, yaitu Pusat<br />

Komponen <strong>Anggaran</strong> Infrastruktur<br />

KAI dan PT Pelni, DAK Infrastruktur, (triliun dan rupiah) yang fungsinya adalah menangani proses Investasi Pemerintah (PIP) pada tahun<br />

<strong>Anggaran</strong> infrastruktur tersebut dialokasikan sebagian terbesar dalam bentuk belanja (spending),<br />

Tambahan Otonomi Khusus Infrastruktur, penjaminan bagi kewajiban finanasial sektor 2007 dan sejak tahun 2009 telah berstatus<br />

dan 2005 sebagian 2006 dalam 2007 bentuk 2008 pemberian 2009 2010 pinjaman/kredit, 2011 penyertaan modal pada BUMN,serta<br />

pengembangan Sabang dan Batam. Dalam publik (kementerian, BUMN, dan pemda) sebagai instansi badan layanan umum<br />

penjaminan/kontijensi. Sebagaimana disajikan dalam APBN Tabel 1, anggaran infrastruktur dalam bentuk<br />

Belanja Diagram Infrastruktur: 3 disajikan perkembangan total dalam kontrak kerjasama atau konsesi (BLU). PIP juga berfungsi sebagai pengelola<br />

belanja 23,5 (spending) 47,8 51,7 adalah 68,0 sebesar 76,2 Rp115,1 65,4 triliun, 115,1 atau 93% dari total anggaran infrastruktur dalam<br />

‐ belanja Belanja infrastruktur K/L kementerian/lembaga, <strong>21</strong>,4 42,2 dengan 45,1 sektor 59,4 swasta. 65,7 PT PII 57,6 diharapkan 105,1<br />

tahun 2011 (APBN) sebesar Rp123,8 triliun. Belanja tersebut<br />

Rekening<br />

mencakup<br />

Induk Dana<br />

belanja<br />

Investasi<br />

infrastruktur<br />

dan penilai<br />

yang<br />

‐ Belanja Non K/L 2,2 5,6 6,6 8,6 10,6 7,8 9,9<br />

sementara dalam Tabel 2 ditampilkan data dapat menunjang masuknya pendanaan dari kelayakan, manajemen resiko, divestasi,<br />

Pemberian Pinjaman/Kredit dikelola 0,1 oleh 2,3 kementerian/lembaga 2,3 1,8 1,3 , 13,8 belanja non 5,3 kementerian/lembaga seperti public service<br />

lebih rinci mengenai anggaran infrastruktur swasta untuk pembangunan infrastruktur di pengembangan instrumen, pengendalian,<br />

Penyertaan Modal obligation ‐ (PSO) ‐ kepada ‐ PT 1,0 KAI dan 1,0 PT Pelni, 2,0 DAK 1,5 Infrastruktur, dan Tambahan Otonomi Khusus<br />

Penjaminan di luar belanja & kementerian/lembaga.<br />

Kontijensi Infrastruktur, ‐ ‐ Indonesia pengembangan ‐ melalui 0,3 Sabang peningkatan 0,4 dan 1,4 Batam. kelayakan Dalam 1,9 pembiayaan, Diagram 3 dan disajikan masalah perkembangan hukum dan total<br />

<strong>Anggaran</strong> Infrastruktur belanja 23,7 infrastruktur 50,0 kredit 54,0 kementerian/lembaga, dan 71,0 kualitas 78,9 proyek-proyek 82,6 sementara 123,8 perjanjian dalam Tabel investasi 2 ditampilkan Pemerintah data lebih Pusat. rinci<br />

Dalam Diagram 3 terlihat bahwa<br />

Catatan: 2005‐2010 adalah data realisasi;<br />

mengenai<br />

sumber Buku<br />

anggaran<br />

Saku APBN dan Indikator Ekonomi, DJ, diolah.<br />

infrastruktur infrastruktur yang di menggunakan luar belanja kementerian/lembaga.<br />

skim Dengan fungsi tersebut, PIP melakukan<br />

Kementerian Pekerjaan Umum<br />

(PU), Kementerian Perhubungan,<br />

Tabel 1<br />

Dalam Diagram 3 terlihat bahwa Kementerian Pekerjaan Umum (PU), Kementerian Perhubungan,<br />

dan Kementerian ESDM<br />

Komponen <strong>Anggaran</strong> Infrastruktur<br />

dan Kementerian ESDM merupakan tiga kementerian yang menerima alokasi anggaran belanja<br />

(triliun rupiah)<br />

infrastruktur merupakan terbesar, tiga dengan kementerian total yang pagu 90,7 persen dari total pagu belanja infrastruktur<br />

kementerian/lembaga menerima alokasi dalam anggaran tahun belanja 2011. Dalam Tabel 2, terlihat peran dana 2005 alokasi 2006 khusus 2007 (DAK) 2008<br />

infrastruktur infrastruktur yang semakin terbesar, besar. dengan Selain total itu, menarik pula untuk dicermati, dukungan pemerintah<br />

dalam bentuk pagu 90,7 penjaminan persen dari & total kontijensi pagu (land Belanja capping, Infrastruktur: kontijensi PLN dan 23,5PDAM), 47,8 investasi 51,7 68,0<br />

2009<br />

76,2<br />

2010<br />

65,4<br />

2011<br />

APBN<br />

115,1<br />

belanja infrastruktur kementerian/<br />

‐ Belanja K/L <strong>21</strong>,4 42,2 45,1 59,4 65,7 57,6 105,1<br />

4<br />

‐ Belanja Non K/L 2,2 5,6 6,6 8,6 10,6 7,8 9,9<br />

lembaga dalam tahun 2011. Dalam<br />

Pemberian Pinjaman/Kredit 0,1 2,3 2,3 1,8 1,3 13,8 5,3<br />

Tabel 2, terlihat peran dana alokasi Penyertaan Modal ‐ ‐ ‐ 1,0 1,0 2,0 1,5<br />

khusus (DAK) infrastruktur yang<br />

semakin besar. Selain itu, menarik<br />

Penjaminan & Kontijensi<br />

<strong>Anggaran</strong> Infrastruktur<br />

‐<br />

23,7<br />

‐<br />

50,0<br />

‐<br />

54,0<br />

0,3<br />

71,0<br />

0,4<br />

78,9<br />

1,4<br />

82,6<br />

1,9<br />

123,8<br />

pula untuk dicermati, dukungan<br />

Catatan: 2005‐2010 adalah data realisasi; sumber Buku Saku APBN dan Indikator Ekonomi, DJ, diolah.<br />

8 <strong>Warta</strong> anggaran | <strong>21</strong> Tahun 2011<br />

Dalam Diagram 3 terlihat bahwa Kementerian Pekerjaan Umum (PU), Kementerian Perhubungan,<br />

dan Kementerian ESDM merupakan tiga kementerian yang menerima alokasi anggaran belanja<br />

infrastruktur terbesar, dengan total pagu 90,7 persen dari total pagu belanja infrastruktur


erfungsi sebagai pengelola Rekening Induk Dana Investasi dan penilai kelayakan, manajemen<br />

resiko, divestasi, pengembangan instrumen, pengendalian, pembiayaan, dan masalah hukum dan<br />

perjanjian investasi Pemerintah Pusat. Dengan fungsi tersebut, PIP melakukan penilaian kelayakan<br />

terhadap proyek‐proyek infrastruktur yang akan dilaksanakan oleh kementerian/lembaga. Selain itu,<br />

PIP juga dapat melakukan investasi selain di sektor infrastruktur.<br />

LAPORAN UTAMA<br />

32.11<br />

57.96<br />

22.11<br />

15.30<br />

15.42<br />

5.53<br />

Sumber: Buku Saku APBN, Feb 2011<br />

penilaian kelayakan terhadap proyekproyek<br />

infrastruktur yang akan dilaksanakan<br />

oleh kementerian/lembaga. Selain itu, PIP<br />

juga dapat melakukan investasi selain di<br />

sektor infrastruktur.<br />

Dibandingkan dengan anggaran fungsi<br />

pendidikan yang sekurang-kurangnya 20%<br />

dari belanja negara, anggaran infrastruktur<br />

dalam tahun 2011 adalah sekitar setengah<br />

dari belanja fungsi pendidikan.<br />

Diagram 3<br />

<strong>Anggaran</strong> Infrastruktur dalam Bentuk Belanja K/L (triliun Rp)<br />

2010 (Real) 2011 (APBN)<br />

3.45 2.76 0.81 1.29 1.16<br />

2.20 0.91 0.24 0.64 0.51 ‐ 0.29<br />

Capaian Pembangunan<br />

Infrastruktur<br />

Selain besaran anggaran, yang juga penting<br />

adalah desain (grand design) dari program<br />

dan kegiatan yang didanai dengan alokasi<br />

anggaran tersebut. Hal ini mengingat<br />

besaran dana yang sama dapat digunakan<br />

untuk berbagai alternatif program dan<br />

kegiatan. Hanya ketika program dan<br />

kegiatan yang dipilih adalah yang paling<br />

efektif dan efisien dalam mencapai sasasaran,<br />

Tabel 2<br />

<strong>Anggaran</strong> Infrastruktur Non‐Belanja K/L (triliun Rp)<br />

2010 (Real) 2011<br />

(APBN)<br />

1 Resiko kenaikan harga tanah (land capping) 0,35 0,89<br />

2 Investasi Pemerintah 3,61 4,57<br />

3 PMN 2,00 1,50<br />

4 PSO 0,37 1,88<br />

5 Kredit rumah (KPRSH & Rusunami) 0,42 0,70<br />

6 DAK 4,49 6,05<br />

7 Tambahan Otonomi 1,40 1,40<br />

8 Dana Kontijensi PLN 1,00 0,89<br />

9 Dana Kontijensi PDAM ‐ 0,15<br />

10 Pinjaman ke PLN 7,50 ‐<br />

11 Dana bergulir pengadaan tanah 2,30 ‐<br />

12 Pengembangan Kawasan Free Trade Sabang 0,42 0,39<br />

13 Pengembangan Otoritas Batam 0,14 0,14<br />

14<br />

Merauke Integrated Food and Energy Estate<br />

(MIFEE)<br />

‐ 0,16<br />

Total Non Belanja K/L (Triliun Rp) 25,01 18,72<br />

Sumber: Buku Saku APBN dan Indikator Ekonomi, DJA <strong>Edisi</strong> Februari 2011<br />

barulah dapat dinyatakan bahwa anggaran<br />

yang besar tersebut telah digunakan<br />

secara bertanggungjawab (accountable).<br />

Merupakan sebuah pertanyaan yang<br />

menarik untuk dikaji, apakah belanja<br />

infrastruktur dalam APBN telah digunakan<br />

untuk mendanai program/kegiatan/proyek<br />

infrastruktur yang paling efektif dan efisien<br />

dalam mendorong pertumbuhan ekonomi<br />

yang berkelanjutan serta meningkatkan<br />

daya saing<br />

Dalam Tabel 3, disajikan stok beberapa<br />

infrastruktur di Indonesia sampai dengan<br />

2010. Jalan nasional yang telah dibangun<br />

mencapai 5 38.569,49 km, sedangkan<br />

panjang rel kereta api mencapai 4.818,9<br />

km. Pertanyaan yang menarik terkait<br />

dengan data ini antara lain adalah berapa<br />

kilometerkah yang dianggap memadai Ini<br />

penting untuk memperoleh makna dari<br />

panjang jalan atau panjang rel KA yang<br />

telah dibangun tersebut. Dibandingkan<br />

dengan panjang pantai Indonesia sejauh<br />

95.181 Km (PBB, 2008), berarti panjang<br />

jalan nasional tersebut adalah sekitar 40<br />

persen dari jalan yang perlu dibangun agar<br />

seluruh wilayah/pulau mempunyai akses<br />

jalan (asumsi: pulau-pulau yang terlalu kecil<br />

untuk dibangun jalan tidak diperhitungkan).<br />

Namun, apakah pembandingan/rasio<br />

seperti demikian dapat digunakan untuk<br />

mengukur kecukupan penyediaan jalan<br />

Adakah standar mengenai kecukupan<br />

infrastruktur di suatu negara Untunglah,<br />

Bank Dunia telah mengembangkan<br />

Indikator Pembangunan Dunia (World<br />

Development Indicators/WDI) untuk<br />

membandingkan tingkat pembangunan<br />

antarnegara. Beberapa indikator<br />

diantaranya berkaitan dengan infrastruktur,<br />

salah satu diantaranya yang terkait dengan<br />

jalan adalah road density, yaitu rasio antara<br />

total panjang jaringan jalan (road network)<br />

terhadap luas wilayah (km jalan per<br />

km persegi luas wilayah). Jaringan jalan<br />

tersebut mencakup jalan nasional, propinsi,<br />

ibandingkan dengan anggaran fungsi pendidikan yang sekurang‐kurangnya 20% dari belanja<br />

egara, anggaran infrastruktur dalam tahun 2011 adalah sekitar setengah dari belanja fungsi<br />

endidikan.<br />

apaian Pembangunan Infrastruktur<br />

<strong>Warta</strong> anggaran | <strong>21</strong> Tahun 2011 9


telah dibangun tersebut. Dibandingkan dengan panjang pantai Indonesia sejauh 95.181 Tabel Km 3<br />

08), berarti panjang jalan nasional tersebut adalah sekitar 40 persen Beberapa dari jalan Capaian yang perlu Pembangunan Infrastruktur<br />

agar seluruh wilayah/pulau mempunyai akses jalan (asumsi: Infrastruktur pulau‐pulau yang terlalu kecil Capaian s/d 2009<br />

angun jalan tidak LAPORAN diperhitungkan). UTAMA<br />

Jalan nasional 38.569,49 Km<br />

Jembatan 17.964 Buah<br />

Tabel 3<br />

Panjang rel KA kapita berbagai model/skim 4.818,90 kerjasama. Km Pemerintah<br />

Beberapa Capaian Pembangunan Infrastruktur Bandar udara (kwh/ juga telah membentuk 190 beberapa Buah wahana<br />

Infrastruktur Capaian s/d 2009 Pelabuhan capita). untuk mempercepat 644 (debotlenecking) Buah<br />

Jalan nasional<br />

Sumber: Kompas<br />

38.569,49 Km<br />

(Lihat pembangunan infrastruktur, seperti PT SMI<br />

Jembatan Namun, apakah 17.964 pembandingan/rasio Buah<br />

Diagram<br />

seperti<br />

4,<br />

demikian<br />

dan PT IIF dan<br />

dapat<br />

PT PII.<br />

digunakan<br />

Lembaga-lembaga<br />

untuk menguk<br />

Panjang rel KA penyediaan 4.818,90 jalan Adakah Km standar 5, 6 mengenai dan 7). keuangan kecukupan internasional infrastruktur dan negara di seperti suatu negara<br />

Bandar udara Bank Dunia 190 telah Buah mengembangkan Indikator China juga Pembangunan telah banyak yang Dunia berminat (World<br />

Pelabuhan Indicators/WDI) 644untuk Buah membandingkan tingkat untuk memberikan pembangunan bantuan antarnegara. pendanaan dan Beber<br />

Sumber: Kompas diantaranya berkaitan dengan infrastruktur, salah teknis satu dalam diantaranya pembangunan infrastruktur yang terkait di denga<br />

road density, yaitu rasio antara total panjang Indonesia. jaringan Kesulitannya jalan (road justru network) dalam hal terhadap<br />

kabupaten/kota dan pedesaan.<br />

apakah pembandingan/rasio seperti demikian (km jalan dapat per digunakan km persegi untuk luas mengukur wilayah). kecukupan Jaringan regulasi jalan dan implementasinya. tersebut mencakup jalan nasio<br />

an jalan Dari Adakah Tabel standar terlihat, dalam mengenai hal kepadatan/ kabupaten/kota kecukupan Tantangan infrastruktur dan pedesaan. di suatu negara Untunglah,<br />

unia telah kerapatan mengembangkan jalan dibandingkan Indikator luas wilayah Pembangunan Dunia (World Development<br />

Sejak krisis<br />

(daratan), Indonesia menduduki ranking ke<br />

Tabel 4<br />

s/WDI) untuk membandingkan tingkat pembangunan antarnegara. Beberapa indikator<br />

ekonomi 1998, Ranking Kepadatan Jalan (Road Density/RD)<br />

ya berkaitan 91 (dari dengan 134 negara), infrastruktur, dengan RD salah sebesar satu diantaranya<br />

pembangunan<br />

yang terkait dengan jalan adalah<br />

sity, yaitu 20 rasio km jalan antara per kmtotal 2 wilayah. panjang Hal ini memang jaringan jalan infrastruktur (road network) terhadap luas wilayah Road Density<br />

Ranking Negara<br />

per km dipengaruhi persegi luas oleh wilayah). luas wilayah Jaringan daratan jalan tersebut berkurang mencakup jalan nasional, propinsi, (km/km 2 )<br />

n/kota dan Indonesia pedesaan. yang jauh lebih luas dibandingkan<br />

8 Singapore 471,68<br />

drastis dan<br />

dengan negara-negara tetangga di Asia<br />

57 Phillipine 67<br />

hingga kinipun<br />

Tenggara. Dengan wilayah daratan Tabel yang 4<br />

58 Brunei 63<br />

berjalan lambat,<br />

lebih luas tentu Ranking perlu Kepadatan dibangun jalan Jalan yang (Road Density/RD) 64 Vietnam 48,61<br />

terlebih bila 71 China 36,02<br />

lebih panjang, dan tentunya diperlukan<br />

dibandingkan Road Density 72 Thailand 35,24<br />

anggaran Ranking yang lebih Negara besar. Sebagai<br />

d e (km/km n g a n ) 87 Cambodia 22<br />

perbandingan, China (mainland China) dari Wikipedia).<br />

negara-negara<br />

Selain beberapa<br />

8 Singapore 471,68 91 indikator Indonesia berkaitan dengan jalan raya, seperti rasio 20panjang jalan<br />

dengan luas wilayah daratan 9.596.960 yang km2 diaspal dibandingkan<br />

57 Phillipine sekawasan. 67<br />

Sumber: keseluruhan World jalan, Development dalam WDI juga Indicators‐Infrastructure<br />

disiapkan data mengenai infrastruktur<br />

atau sekitar lima kali luas daratan Indonesia lain seperti ketersediaan air bersih di perkotaan dan pedesaan (diukur dengan persentase penduduk<br />

58 Brunei Menariknya, 63<br />

1.919.440 km2, memiliki RD sebesar<br />

Dari<br />

36,02 yang Tabel mempunyai terlihat, akses dalam ke air bersih hal kepadatan/kerapatan seperti PAM maupun sumber jalan lain dibandingkan seperti sumur penduduk, luas wilay<br />

64 Vietnam Indonesia sumur bor, persoalannya menduduki dan penampungan 48,61 bukan ranking pada air); ke ketersediaan kuantitas 91 (dari lalu 134 lintas Menurut negara), petikemas Wakil dengan dari Presiden pelabuhan RD sebesar Boediono ke transportasi 20 km<br />

km. Sedangkan India, dengan luas wilayah<br />

71 China wilayah. daratan Hal dana, ini sebaliknya/Container karena memang saat 36,02 ini justru dipengaruhi telah Port tersedia Traffic oleh (diukur (Tempo, luas dalam wilayah 10/3/2011) jumlah daratan petikemas ada tiga Indonesia faktor setara yang ukuran yang 20 ja<br />

sekitar 1,5 kali luas Indonesia, memiliki<br />

72 Thailand dibandingkan kaki), atau berbagai konsumsi dengan alternatif listrik 35,24 negara‐negara per pembiayaan, kapita (kwh/capita). baik tetangga dari (Lihat menyebabkan di Asia Diagram Tenggara. 4, kemacetan 5, 6 dan Dengan 7). pembangunan wilayah darat<br />

RD yang jauh lebih besar yaitu 1.001 km/<br />

87 Cambodia luas tentu perbankan, perlu dibangun pasar 22 modal/obligasi, jalan yang lebih dan panjang, infrastruktur. dan Pertama, tentunya masalah pembebasan diperlukan anggar<br />

km2; menduduki ranking ke-3 di dunia<br />

91 Indonesia besar. Sebagai kerjasama perbandingan, bilateral 20 serta multilateral, China (mainland serta lahan, China) yang tidak dengan mudah luas dilakukan wilayah karena daratan 9<br />

dalam hal RD (sumber data luas wilayah<br />

Sumber: World Development atau Indicators‐Infrastructure<br />

sekitar lima kali luas daratan Indonesia Diagram 4 1.919.440 km 2 , memiliki RD sebes<br />

dari Wikipedia). Selain beberapa<br />

Sedangkan<br />

indikator<br />

India, dengan luas wilayah sekitar 1,5 kali luas Indonesia, memiliki RD ya<br />

el terlihat, berkaitan dalam dengan hal kepadatan/kerapatan jalan raya, seperti besar rasio yaitu jalan 1.001 dibandingkan km/kmPersentase 2 ; menduduki luas wilayah Penduduk ranking (daratan), Kota yang ke‐3 Memiliki di dunia Akses dalam hal RD (sumber dat<br />

a menduduki panjang ranking jalan yang ke 91 diaspal (dari dibandingkan 134 negara), dengan RD sebesar 20 km ke jalan Sarana per Air km Bersih<br />

2<br />

Hal ini memang keseluruhan dipengaruhi jalan, dalam oleh WDI luas juga wilayah daratan Indonesia yang jauh lebih luas<br />

100<br />

gkan dengan disiapkan negara‐negara data mengenai tetangga infrastruktur di Asia lain Tenggara. Dengan wilayah daratan yang lebih<br />

u perlu dibangun seperti ketersediaan jalan yang air bersih lebih di panjang, perkotaan dan tentunya 95 diperlukan anggaran yang lebih<br />

bagai perbandingan,<br />

dan pedesaan (diukur<br />

China<br />

dengan<br />

(mainland<br />

persentase<br />

China) dengan luas wilayah daratan 9.596.960 km 2<br />

itar lima<br />

penduduk<br />

kali luas<br />

yang<br />

daratan<br />

mempunyai<br />

Indonesia<br />

akses ke<br />

1.919.440<br />

air 90<br />

km 2 92<br />

, memiliki RD sebesar 36,02 90 km.<br />

89<br />

bersih seperti PAM maupun sumber lain<br />

n India, dengan luas wilayah sekitar 1,5 kali luas Indonesia,<br />

85<br />

memiliki RD yang jauh lebih<br />

seperti sumur penduduk, sumur bor, dan<br />

tu 1.001 km/km 2 ; menduduki ranking ke‐3 di dunia dalam hal RD (sumber data luas wilayah<br />

penampungan air); kuantitas lalu lintas<br />

80<br />

petikemas dari pelabuhan ke transportasi<br />

7<br />

1990 2000 2008<br />

daratan dan sebaliknya/Container Port Traffic<br />

(diukur dalam jumlah petikemas setara<br />

ukuran 20 kaki), atau konsumsi listrik per<br />

Indonesia<br />

China<br />

Malaysia<br />

East Asia & Pacific *<br />

Thailand<br />

Lower middle income<br />

Sumber: World Development Indicators<br />

10 <strong>Warta</strong> anggaran | <strong>21</strong> Tahun 2011<br />

Diagram 5<br />

Persentase Penduduk Desa yang Memiliki Akses<br />

ke Sarana Air Bersih


9<br />

1990 2000 2008<br />

Indonesia Malaysia Thailand<br />

China East Asia & Pacific * Lower middle income<br />

Sumber: World Development Indicators<br />

LAPORAN UTAMA<br />

100<br />

75<br />

50<br />

25<br />

0<br />

Diagram 5<br />

Persentase Penduduk Desa yang Memiliki Akses<br />

ke Sarana Air Bersih<br />

62<br />

antara lain akibat dari iklim demokratis<br />

dan desentralisasi yang membuat proses<br />

pembebasan lahan ikut terhambat. Kedua,<br />

anggaran infrastruktur publik saat ini<br />

lebih terfokus pada perawatan. Hal ini<br />

menggambarkan adanya masalah dalam<br />

pemanfaatan anggaran. Faktor terakhir<br />

adalah kelemahan koordinasi di kalangan<br />

pemerintah. Koordinasi ini menjadi penting<br />

dan mendesak mengingat beberapa<br />

pembangunan infrastruktur melintasi<br />

lebih dari satu kabupaten dan bahkan<br />

lebih dari satu propinsi, yang tentunya<br />

memerlukan koordinasi dan sinergi antara<br />

pemerintah pusat dengan pemerintah<br />

daerah, antarpemerintah daerah, dan juga<br />

antarkementerian lembaga.<br />

Untuk mengatasi masalah tersebut,<br />

pemerintah (i) menyiapkan rancangan<br />

undang-undang mengenai pembebasan<br />

lahan yang akan segera dibahas bersama DPR,<br />

(ii) memperbaiki koordinasi perencanaan<br />

dan penganggaran serta pencairan, (iii)<br />

memperbaiki/menyederhanakan proses<br />

pengadaan barang dan jasa pemerintah<br />

dengan ditetapkannya Perpres 54/2010;<br />

(iv) mendesain dan memprioritaskan<br />

proyek infrastruktur yang strategis antara<br />

lain Domestic Connectivity, pengintegrasian<br />

pengelolaan transportasi Jabodetabek,<br />

pembangunan rel kereta api Jakarta-<br />

Bandara Soekarno-Hatta, dan perluasan<br />

pelabuhan Tanjung Priok, dan pembangunan<br />

67 71<br />

1990 2000 2008<br />

Indonesia Malaysia Thailand<br />

China East Asia & Pacific * Lower middle income<br />

Diagram 6<br />

Jumlah Lalu Lintas Kontainer Pelabuhan/ Container Port Traffic<br />

(TEUs) di 5<br />

8<br />

Negara Asean<br />

Jumlah Lalu Lintas Kontainer Pelabuhan/ Container Port Traffic<br />

30,250,000<br />

(TEUs) di 5 Negara Asean<br />

30,250,000<br />

25,250,000<br />

25,866,400<br />

25,866,400<br />

25,250,000<br />

20,250,000<br />

15,843,486<br />

20,250,000<br />

15,250,000<br />

15,843,486<br />

15,250,000<br />

10,250,000<br />

5,503,176<br />

6,394,190<br />

10,250,000<br />

5,250,000<br />

5,503,176<br />

6,394,190<br />

3,797,948<br />

5,250,000<br />

250,000<br />

3,797,948<br />

2000 2005 2009<br />

250,000<br />

Indonesia Thailand Malaysia Vietnam Singapura<br />

2000 2005 2009<br />

Indonesia Thailand Malaysia Vietnam Singapura<br />

4000<br />

4000<br />

3000<br />

3000<br />

2000<br />

2000<br />

1000<br />

1000<br />

0<br />

0<br />

listrik 10.000 MW, untuk sekedar menyebut<br />

beberapa contoh.<br />

Dalam tahun 2011 ini, dukungan swasta,<br />

BUMN, lembaga keuangan internasional<br />

dan beberapa negara sahabat (G to G)<br />

telah menyatakan siap untuk memberikan<br />

dukungan pendanaan, dan tentunya tenaga<br />

ahli. Namun apakah Indonesia mampu<br />

memanfaatkan kesempatan tersebut, tentu<br />

tergantung apakah Indonesia mampu<br />

mengatasi kendala-kendala yang disebut<br />

Diagram Wakil 6 Presiden tersebut di atas.<br />

TEUs: twenty‐feet Equivalent Units<br />

TEUs: twenty‐feet Equivalent Units<br />

Diagram 7<br />

Diagram 7<br />

Konsumsi Listrik (Kwh/capita)<br />

Konsumsi Listrik (Kwh/capita)<br />

3,489.9<br />

2,455.2<br />

2,455.2<br />

591.2 799.3<br />

1970 1980 1990 2000 2008 591.2<br />

Indonesia Malaysia Thailand<br />

1970 1980 1990 2000 2008<br />

Vietnam China East Asia & Pacific *<br />

Indonesia Lower & middle income Malaysia Thailand<br />

Vietnam China East Asia & Pacific *<br />

Lower & middle income<br />

3,489.9<br />

799.3<br />

<strong>Warta</strong> anggaran | <strong>21</strong> Tahun 2011 11


LAPORAN UTAMA<br />

Inisiatif Baru<br />

Oleh Achmad Zunaidi<br />

Jenis inisiatif baru yang terakhir adalah percepatan pencapaian target. Inisiatif<br />

baru jenis ini merupakan penambahan target baru yang menambah output<br />

pada tahun yang direncanakan karena percepatan pencapaian target (yang<br />

diambil dari target tahun yang akan datang, bisa 1 atau 2 tahun).<br />

12 <strong>Warta</strong> anggaran | <strong>21</strong> Tahun 2011


Peraturan Pemerintah Nomor 90 tahun<br />

2010 tetang RKA-K/L mendefinisikan Inisiatif<br />

Baru sebagai usulan tambahan rencana<br />

kinerja selain yang telah dicantumkan dalam<br />

prakiraan maju, baik berupa program,<br />

kegiatan, keluaran, dan/atau komponen.<br />

Selanjutnya definisi tersebut dijabarkan<br />

lebih lanjut dalam Peraturan Menteri<br />

Perencanaan Pembangunan Nasional/<br />

Kepala Badan Perencanaan Pembangunan<br />

Nasional Nomor 1 tahun 2011 tentang<br />

Tata Cara Penyusunan Inisiatif Baru: “Inisiatif<br />

Baru adalah kebijakan baru atau perubahan<br />

kebijakan berjalan yang menyebabkan<br />

adanya konsekuensi anggaran, baik pada<br />

anggaran baseline maupun anggaran<br />

ke depan. Inisiatif baru dapat berupa<br />

penambahan program (priority focus)/<br />

outcome/kegiatan/output baru, penambahan<br />

volume target, atau percepatan pencapaian<br />

target.”<br />

(on top), dari realokasi anggaran, atau<br />

kombinasi keduanya. Tambahan anggaran<br />

(on top) merupakan tambahan alokasi<br />

yang dapat berupa Rupiah Murni, Pinjaman<br />

atau Hibah. Penambahan anggaran ini akan<br />

menyebabkan bertambahnya anggaran<br />

baseline.<br />

Sumber pendanaan yang berasal dari<br />

realokasi anggaran didapat dari realokasi<br />

tahun yang direncanakan atau realokasi<br />

antar tahun. Realokasi tahun yang<br />

direncanakan merupakan realokasi dengan<br />

mengambil anggaran dari program/<br />

kegiatan lain pada tahun yang direncanakan,<br />

tanpa mengubah total anggaran tahun<br />

direncanakan. Syaratnya target program/<br />

kegiatan yang direalokasi tidak boleh<br />

berubah. Sedangkan realokasi antar tahun<br />

dilakukan dengan mengambil anggaran<br />

LAPORAN UTAMA<br />

Jenis yang kedua adalah penambahan<br />

volume target. Penambahan volume<br />

target yang menyebabkan dibutuhkan<br />

penambahan anggaran yang diakibatkan<br />

oleh perubahan kebijakan, baik kebijakan<br />

yang ada pada kegiatan prioritas nasional,<br />

prioritas bidang, atau prioritas K/L.<br />

Misal Kementerian Pekerjaan Umum<br />

melaksanakan pembangunan jalan pada<br />

tahun 2011 sepanjang 50 km dengan<br />

volume prakiraan maju: tahun 2012<br />

sepanjang 100 km; dan tahun 2013<br />

sepanjang 150 km. Saat penyusunan<br />

anggaran tahun 2012, ada perubahan<br />

kebijakan yang menyebabkan perubahan<br />

(mengalami penambahan) volume target<br />

menjadi 120 km. Penambahan volume<br />

sebanyak 20 km (semula 100 km menjadi<br />

120 km) diklasifikasikan sebagai inisiatif<br />

baru yang diajukan oleh Kementerian<br />

program yang sama di tahun selanjutnya.<br />

perubahan angka<br />

Namun<br />

dasar<br />

syaratnya<br />

(baseline).<br />

adalah<br />

Misalnya<br />

target<br />

Kementerian<br />

Pekerjaan<br />

jangka<br />

Y pada<br />

Umum.<br />

Tahun 2011 memiliki 3 Unit Eselon<br />

Adanya mekanisme Inisiatif<br />

I dan<br />

Baru<br />

melaksanakan<br />

menengah<br />

3 program<br />

tidak berubah.<br />

(Program<br />

Pendanaan<br />

A, B, dan<br />

ini<br />

C).<br />

Jenis<br />

Pada<br />

inisiatif<br />

tahun<br />

baru<br />

2012<br />

yang<br />

terjadi<br />

terakhir<br />

reorganisasi<br />

adalah<br />

pada<br />

merupakan penguatan penerapan<br />

Kementerian<br />

digunakan<br />

A yang berakibat<br />

untuk mendanai<br />

adanya<br />

usulan<br />

penambahan<br />

Inisiatif<br />

1<br />

percepatan<br />

(satu) Unit<br />

pencapaian<br />

Eselon I<br />

target.<br />

dengan<br />

Inisiatif<br />

melaksanakan<br />

baru<br />

pendekatan KPJM. KPJM adalah pendekatan<br />

suatu program<br />

Baru<br />

baru<br />

jenis<br />

(Program<br />

Percepatan<br />

D).<br />

Pencapaian<br />

Program<br />

Target.<br />

D ini diklasifikasikan<br />

jenis ini merupakan<br />

sebagai inisiatif<br />

penambahan<br />

baru (sebelumnya<br />

target<br />

yang digunakan oleh pembuat tidak kebijakan ada) termasuk kegiatan dan output yang dihasilkan baru pada yang tahun menambah 2012. output pada tahun<br />

dimaksudkan untuk memotret implikasi Jenis yang kedua adalah penambahan volume yang target. direncanakan Penambahan karena volume percepatan target yang<br />

kebijakan yang disusun dan ditetapkan menyebabkan saat Ruang dibutuhkan Lingkup penambahan Inisiatif Baru anggaran yang pencapaian diakibatkan target oleh perubahan (yang diambil kebijakan, dari baik<br />

ini terhadap besaran anggaran kebijakan yang yang ada pada kegiatan prioritas nasional, target prioritas tahun bidang, yang akan atau datang, prioritas bisa K/L. 1 Misal<br />

ditimbulkan pada tahun-tahun Kementerian anggaran Ruang Pekerjaan lingkup Umum inisiatif melaksanakan baru pembangunan dapat atau 2 jalan tahun). pada Penambahan tahun 2011 target sepanjang output 50 km<br />

berikutnya. Untuk sebuah kebijakan dengan akan volume dikelompokkan prakiraan maju: menjadi tahun tiga jenis. 2012 Jenis sepanjang yang disebabkan 100 km; dan oleh tahun perubahan 2013 kebijakan sepanjang baik 150 km.<br />

dihitung anggaran beserta perhitungan Saat penyusunan pertama anggaran adalah tahun program 2012, baru, ada kegiatan perubahan untuk kebijakan kegiatan yang prioritas menyebabkan nasional, prioritas perubahan<br />

biaya prakiraan maju-nya dalam (mengalami jangka penambahan) baru, atau output volume baru. target Inisiatif baru menjadi jenis 120 bidang km. Penambahan maupun prioritas volume K/L, sebanyak namun 20 km<br />

waktu 3 tahun ke depan. Angka (semula prakiraan 100 ini km dapat menjadi terjadi apabila 120 km) ada kebijakan diklasifikasikan baru percepatan sebagai inisiatif pencapaian baru target yang tidak diajukan boleh oleh<br />

maju tersebut merupakan angka Kementerian dasar atau Pekerjaan perubahan Umum. kebijakan yang sedang mengubah pagu anggaran baseline jangka<br />

(baseline) dalam rangka pengalokasian berlangsung (existing) yang berakibat menengah. Sebagai contoh, Kementerian<br />

Jenis inisiatif baru yang terakhir adalah percepatan pencapaian target. Inisiatif baru jenis ini<br />

anggaran tahun yang direncanakan. Angka perubahan angka dasar (baseline). Misalnya Pendidikan Nasional memberikan Bantuan<br />

merupakan penambahan target baru yang menambah output pada tahun yang direncanakan karena<br />

dasar tersebut selanjutnya disesuikan Kementerian Y pada Tahun 2011 memiliki 3 Operasional Sekolah (BOS) pada Tahun<br />

percepatan pencapaian target (yang diambil dari target tahun yang akan datang, bisa 1 atau 2 tahun).<br />

dengan parameter. Angka dasar yang telah Unit Eselon I dan melaksanakan 3 program 2011 kepada 1000 siswa dengan volume<br />

Penambahan target output disebabkan oleh perubahan kebijakan baik untuk kegiatan prioritas<br />

disesuaikan tersebut ditambah dengan (Program A, B, dan C). Pada tahun 2012 prakiraan maju: Tahun 2012 sebanyak 1200<br />

nasional, prioritas<br />

inisiatif baru menjadi anggaran tahun yang terjadi<br />

bidang<br />

reorganisasi<br />

maupun<br />

pada<br />

prioritas<br />

Kementerian<br />

K/L, namun percepatan pencapaian target tidak boleh<br />

siswa; dan Tahun 2013 sebanyak 1500<br />

mengubah pagu<br />

direncanakan. Jika tidak ada kebijakan A yang<br />

anggaran<br />

berakibat<br />

baseline<br />

adanya penambahan<br />

jangka menengah.<br />

1<br />

Sebagai contoh, Kementerian Pendidikan<br />

siswa (baseline 2011-2014 sebanyak 5000<br />

Nasional memberikan<br />

baru, maka prakiraan maju tersebut akan (satu) Unit<br />

Bantuan<br />

Eselon I dengan<br />

Operasional<br />

melaksanakan<br />

Sekolah (BOS) pada Tahun 2011 kepada 1000 siswa<br />

siswa). Saat penyusunan anggaran tahun<br />

dengan volume<br />

ditetapkan sebagai alokasi anggaran K/L suatu<br />

prakiraan<br />

program<br />

maju:<br />

baru (Program<br />

Tahun 2012<br />

D). Program<br />

sebanyak 1200 siswa; dan Tahun 2013 sebanyak 1500<br />

2012 terjadi perubahan kebijakan yang<br />

pada tahun berikutnya.<br />

siswa (baseline<br />

D ini<br />

2011-2014<br />

diklasifikasikan<br />

sebanyak<br />

sebagai<br />

5000<br />

inisiatif<br />

siswa).<br />

baru<br />

Saat<br />

mengharuskan<br />

penyusunan anggaran<br />

percepatan<br />

tahun<br />

pencapaian<br />

2012 terjadi<br />

perubahan kebijakan<br />

(sebelumnya<br />

yang<br />

tidak<br />

mengharuskan<br />

ada) termasuk<br />

percepatan<br />

kegiatan target<br />

pencapaian<br />

pemberian<br />

target<br />

BOS<br />

pemberian<br />

dengan perubahan<br />

BOS dengan<br />

Mekanisme Inisiatif Baru mengatur perubahan tata sebagai<br />

dan output<br />

berikut:<br />

yang dihasilkan pada tahun sebagai berikut:<br />

cara apabila ada kebijakan baru yang belum<br />

2012.<br />

masuk dalam perencanaan yang ada.<br />

Tahun<br />

Setiap K/L dapat mengajukan inisiatif<br />

2011<br />

2012<br />

2013<br />

2014<br />

Uraian<br />

baru sesuai dengan ketersediaan<br />

(Sebelumnya) (Tahun yang (Prakiraan Maju 1) (Prakiraan Maju 2)<br />

ruang fiskal untuk mendanai<br />

direncanakan<br />

inisiatif baru tersebut. Ketersediaan<br />

dana untuk Inisiatif Baru dapat<br />

bersumber dari tambahan anggaran<br />

Target BOS (lama)<br />

Target BOS (baru)<br />

1.000<br />

1.000<br />

1.200<br />

1.500<br />

1.500<br />

1.700<br />

1.300<br />

800<br />

(jadi matriks) Selain hal tersebut di atas, perubahan lain yang bukan merupakan inisiatif baru,<br />

adalah :<br />

<strong>Warta</strong> anggaran | <strong>21</strong> Tahun 2011 13<br />

1. Penyesuaian anggaran terhadap parameter ekonomi antara lain berupa penyesuaian terhadap<br />

inflasi, kurs;<br />

2. Penyesuaian anggaran terhadap parameter non-ekonomi, seperti perubahan SBU dan SBK


3. Menetapkan output mana yang bersifat on-going/non-on-going;<br />

4. Menetapkan Komponen Input mana yang dibutuhkan untuk menghasilkan output;<br />

5. Menetapkan Komponen Input mana yang bersifat on-going/non-on-going.<br />

LAPORAN UTAMA<br />

(jadi matriks) Selain hal tersebut di atas,<br />

perubahan lain yang bukan merupakan<br />

inisiatif baru, adalah :<br />

1. Penyesuaian anggaran terhadap<br />

parameter ekonomi antara lain berupa<br />

penyesuaian terhadap inflasi, kurs;<br />

2. Penyesuaian anggaran terhadap<br />

parameter non-ekonomi, seperti<br />

perubahan SBU dan SBK selama tidak<br />

mengubah total pagu K/L dan tetap<br />

menjaga output dan outcome yang<br />

sudah ditetapkan;<br />

3. Perubahan target tanpa mengubah<br />

Perhitungan Inisiatif Baru<br />

Inisiatif baru dapat dihitung setelah<br />

penyesuaian baseline dilakukan sehingga<br />

ruang fiskal diketahui. Penghitungan<br />

anggaran untuk inisiatif baru harus<br />

memperhatikan hal-hal sebagai berikut:<br />

Inisiatif Baru dan Alokasi <strong>Anggaran</strong> Tahun 2012<br />

Usulan angka inisiatif baru yang sudah mendapatkan persetujuan selanjutnya ditambahkan<br />

kedalam angka baseline yang telah disesuaikan sebelumnya. Angka gabungan merupakan angka atau<br />

jumlah alokasi anggaran untuk suatu program tahun 2012. Gambaran penghitungan menjadi angka<br />

gabungan atau alokasi anggaran tahun 2012, sebagai berikut:<br />

anggaran tahun 2012, sebagai berikut:<br />

Uraian<br />

Baru<br />

(B) /<br />

Lama<br />

(L)<br />

Tahun<br />

Awal<br />

1. Mengacu pada tujuan dari proposal<br />

yang diajukan. Tujuan yang terdapat<br />

dalam proposal mengacu atau harus<br />

sesuai dengan Arah Kebijakan dan<br />

Prioritas Pembangunan Nasional<br />

yang ditetapkan Presiden (di awal<br />

tahun berjalan). Tujuan tersebut juga<br />

menginformasikan mengenai rincian<br />

Tahun<br />

Akhir<br />

Sifat<br />

Biaya<br />

Indeks<br />

Biaya<br />

Tahun 2012 2013 2014<br />

Indeks 1,00 1,04 1,08<br />

2011<br />

sebelumnya<br />

2012<br />

Tahun yang<br />

direncanakan<br />

Program 3.140 3.584 7.617<br />

Kegiatan<br />

Output 1<br />

Volume Output 10 10 10 10<br />

Tanpa Sub-output<br />

Output 2<br />

2013<br />

PM 1<br />

Komponen 1 L 2011 utama Ya 100 1.000 1.040 1.080 1.125<br />

Volume Output 10 12 14<br />

Tanpa Sub-output<br />

Inisiatif Baru dan Alokasi<br />

<strong>Anggaran</strong> Tahun 2012<br />

Usulan angka inisiatif baru yang sudah<br />

mendapatkan persetujuan selanjutnya<br />

ditambahkan kedalam angka baseline<br />

yang telah disesuaikan sebelumnya. Angka<br />

gabungan merupakan angka atau jumlah<br />

alokasi anggaran untuk suatu program<br />

tahun 2012. Gambaran penghitungan<br />

menjadi angka gabungan atau alokasi<br />

Komponen 1 B 2012 utama tdk 200 - 2.000 2.400 2.800<br />

Komponen 2 B 2012 pendukung ya 100 100 104 108<br />

2014<br />

PM 2<br />

anggaran yang telah ditetapkan (diluar<br />

prioritas nasional, prioritas bidang dan<br />

prioritas K/L), seperti perubahan target<br />

program dan kegiatan non-prioritas;<br />

4. Penambahan target yang disebabkan<br />

tidak tercapainya target tahun<br />

sebelumnya, sehingga target tahun ini<br />

ditambahkan, tapi total pagu anggaran<br />

unit kerja tidak berubah, seperti<br />

Luncuran (carried over) target yang<br />

tidak tercapai pada tahun sebelumnya;<br />

5. Jenis-jenis perubahan kebijakan/<br />

anggaran lainnya.<br />

informasi kinerja dan rincian anggaran<br />

secara jelas, spesifik, dan terukur;<br />

2. Menetapkan output mana yang<br />

dibutuhkan untuk mencapai tujuan dan<br />

jumlah volumenya;<br />

3. Menetapkan output mana yang bersifat<br />

on-going/non-on-going;<br />

4. Menetapkan Komponen Input mana<br />

yang dibutuhkan untuk menghasilkan<br />

output;<br />

5. Menetapkan Komponen Input mana<br />

yang bersifat on-going/non-on-going.<br />

3<br />

14 <strong>Warta</strong> anggaran | <strong>21</strong> Tahun 2011


LAPORAN UTAMA<br />

Perbaikan Dan Penyesuaian<br />

Angka Dasar<br />

Oleh: M. Rifki, Dit. SP<br />

Penyesuaian Angka Dasar merupakan proses menjadikan Angka Dasar<br />

yang disusun tahun sebelumnya (misal tahun 2011) sesuai dengan asumsiasumsi<br />

atau parameter yang akan terjadi pada tahun yang direncanakan<br />

(misal tahun 2012).<br />

<strong>Warta</strong> anggaran | <strong>21</strong> Tahun 2011 15


LAPORAN UTAMA<br />

Penerapan pendekatan Penganggaran<br />

Berbasis Kinerja (PBK) dan Kerangka<br />

Pengeluaran Jangka Menengah (KPJM)<br />

secara penuh merupakan komitmen<br />

Pemerintah yang dilaksanakan<br />

Kementerian Negara dan Lembaga<br />

(K/L) sejak tahun 2011. Penerapan PBK<br />

memberikan kerangka dasar dalam<br />

penyusunan anggaran yang berdasarkan<br />

kinerja yang akan dihasilkan oleh K/L.<br />

Implementasinya diwujudkan dalam<br />

hasil restrukturisasi program dan<br />

kegiatan K/L. Keluaran (Output) yang<br />

dihasilkan dari pelaksanaan program<br />

dan kegiatan yang dilaksanakan K/L<br />

akan diproyeksikan menjadi Prakiraan<br />

Maju.<br />

Prakiraan Maju didefinisikan sebagai<br />

perhitungan kebutuhan dana untuk<br />

tahun anggaran berikutnya dari tahun<br />

Indikatif dari tahun anggaran yang<br />

direncanakan yang dibuat ketika<br />

menyusun anggaran.<br />

Angka Dasar yang dihasilkan ketika<br />

menyusun anggaran tahun sebelumnya<br />

(misal tahun 2011) kemungkinan masih<br />

memiliki beberapa kesalahan sehingga<br />

perlu diperbaiki saat penyusunan<br />

anggaran tahun yang direncanakan<br />

(tahun 2012). Perbaikan tersebut juga<br />

meliputi perubahan-perubahan asumsi<br />

pada tahun yang direncanakan yang<br />

berbeda dengan tahun sebelumnya dan<br />

menyebabkan angka dasar tersebut<br />

juga perlu disesuaikan.<br />

Angka Dasar merupakan<br />

angka awal ketika akan menyusun<br />

anggaran berdasarkan proyeksi<br />

KPJM. Keakuratan dari angka dasar<br />

akan menunjukkan secara jelas ruang<br />

disesuaikan ditambah dengan angka<br />

alokasi anggaran usulan inisiatif baru<br />

akan menjadi alokasi anggaran tahun<br />

yang direncanakan. Gambaran utuh<br />

hubungan antara angka prakiraan<br />

maju, penyesuaian angka dasar, inisiatif<br />

baru, dan alokasi anggaran tahun yang<br />

direncanakan sebagaimana diagram di<br />

bawah ini.<br />

Perbaikan Angka Dasar<br />

Penyempurnaan KPJM (Angka Dasar)<br />

harus dilakukan untuk memberikan<br />

dasar (benchmark) yang jelas dalam<br />

penyusunan anggaran tahun berkenaan.<br />

Tahap awal dari penyempurnaan Angka<br />

Dasar adalah memperbaiki Angka<br />

Dasar tersebut. Kesalahan-kesalahan<br />

yang mungkin terjadi disaat menetapkan<br />

yang direncanakan. Fungsinya adalah<br />

untuk memastikan kesinambungan<br />

program dan kegiatan yang telah<br />

disetujui dan menjadi dasar penyusunan<br />

anggaran tahun berikutnya. Total<br />

keseluruhan Prakiraan Maju suatu K/L<br />

akan menjadi indikasi pagu awal K/L<br />

untuk tahun berikutnya yang disebut<br />

juga dengan Angka Dasar (baseline).<br />

Angka Dasar merupakan indikasi pagu<br />

prakiraan maju dari kegiatan-kegiatan<br />

yang berulang dan/atau kegiatankegiatan<br />

tahun jamak berdasarkan<br />

kebijakan yang telah ditetapkan dan<br />

menjadi acuan penyusunan Pagu<br />

fiskal untuk tiap tahun anggaran yang<br />

selanjutnya digunakan untuk pendanaan<br />

Inisiatif Baru (New Initiative). Inisiatif Baru<br />

adalah usulan tambahan rencana kinerja<br />

selain yang telah dicantumkan dalam<br />

prakiraan maju, yang berupa program,<br />

kegiatan, keluaran, dan/atau komponen.<br />

Inisiatif Baru merupakan mekanisme<br />

yang dilaksanakan untuk menguatkan<br />

pelaksanaan KPJM. Mekanisme Inisiatif<br />

Baru dilaksanakan oleh K/L untuk<br />

melaksanakan kebijakan baru yang<br />

belum masuk dalam kebijakan yang<br />

telah ada.<br />

Penggabungan angka dasar yang telah<br />

angka dasar awal harus di perbaiki<br />

sehingga menunjukan angka yang dapat<br />

dipertanggungjawabkan (reliable).<br />

Alasan utama untuk memperbaiki<br />

angka dasar adalah kurang tepatnya<br />

K/L dalam mengklasifikasikan “berhenti”<br />

atau “berlanjut” untuk Output atau<br />

komponen, mengklasifikasikan<br />

komponen “utama” atau “pendukung”,<br />

atau ketika mencantumkan Volume<br />

Output pada Prakiraan Maju.<br />

Kesalahan pada Angka Dasar akan<br />

berdampak sangat besar dalam prakiraan<br />

maju ditahun berikutnya terutama<br />

kesalahan dalam pencantuman Volume<br />

16 <strong>Warta</strong> anggaran | <strong>21</strong> Tahun 2011


LAPORAN UTAMA<br />

Output<br />

belum<br />

atau pembiayaan oleh donor<br />

lainnya, dan tidak ada persetujuan<br />

untuk meneruskan pembiayaan<br />

tersebut; atau<br />

Output,<br />

contoh: kegiatan suatu K/L pada<br />

tahun 2011 menghasilkan Output<br />

100 dengan biaya per Output Rp.<br />

100.000 dan untuk tahun berikutnya<br />

direncanakan akan dilaksanakan 100<br />

Output lagi namun terjadi kesalahan<br />

teknis sehingga Volume Output pada<br />

Prakiraan Maju tercantum 10.000. Hal<br />

ini akan terjadi peningkatan Angka<br />

Dasar yang sangat signifikan, untuk itu<br />

perlu dilakukan perbaikan Angka Dasar.<br />

Langkah-langkah yang dilakukan K/L<br />

untuk menelusuri kesalahan atau<br />

kekurangtepatan Angka Dasar sebagai<br />

berikut:<br />

1. Pengecekan program/kegiatan<br />

Angka prakiraan maju (misal tahun<br />

2012) yang ditetapkan tahun<br />

sebelumnya, lebih besar atau lebih<br />

kecil dibandingkan pagu program/<br />

kegiatan tahun 2011 (misalnya<br />

dengan deviasi 10%)<br />

a. Jika nilainya jauh lebih besar, hal<br />

tersebut mungkin akibat kesalahan<br />

memasukkan Volume Output;<br />

b. Jika nilainya jauh lebih rendah, hal ini<br />

dapat diakibatkan karena Volume<br />

dimasukkan<br />

ke Prakiraan<br />

Maju atau<br />

O u t p u t<br />

salah diklasifikasikan sebagai<br />

“berhenti”.<br />

2. Lakukan pengecekan satker mana<br />

yang menyebabkan masalah<br />

tersebut<br />

Setelah pengecekan dan pemeriksaan<br />

sehingga kesalahan-kesalahan yang<br />

terjadi pada Angka Dasar dapat<br />

diidentifikasi maka, perbaikan Angka<br />

Dasar dapat dilakukan.<br />

Perbaikan kesalahan klasifikasi “berhenti”<br />

atau “berlanjut”<br />

Untuk dapat memperbaiki kesalahan<br />

karena salah mengklasifikasikan<br />

“berhenti” atau “berlanjut”, harus<br />

diketahui terlebih dahulu Output atau<br />

komponen input mana yang harus<br />

diklasifikasikan “berhenti”<br />

Klasifikasi berhenti diberikan kepada:<br />

1. Proyek jangka pendek atau proyek<br />

dengan waktu yang terbatas, seperti<br />

pembangunan gedung baru;<br />

2. Proyek yang didanai oleh Hutang<br />

3. Kegiatan yang didanai dari BA 999.<br />

K/L memiliki kesempatan untuk<br />

mereklasifikasi output yang telah<br />

diklasifikasikan sebagai output<br />

berhenti menjadi output berlanjut<br />

namun hal ini akan mengurangi<br />

ruang fiskal K/L dalam mengajukan<br />

inisiatif baru.<br />

Perbaikan kesalahan klasifikasi “utama”<br />

dan “pendukung”<br />

Reklasifikasi terhadap komponen<br />

input dari “komponen input utama”<br />

menjadi “komponen input pendukung”<br />

akan memberikan dampak terhadap<br />

angka dasar awal yang telah disusun.<br />

Karakteristik “komponen input<br />

pendukung” harus diindeks dan tidak<br />

terkait langsung dengan perubahan<br />

Volume Output. Jika hal tersebut<br />

diubah menjadi “komponen input<br />

utama” yang berkarakteristik terkait<br />

langsung dengan Volume Output (tidak<br />

diindeks) atau sebaliknya tentu akan<br />

merubah struktur anggaran (tahapan<br />

proses pencapaian Output). K/L bisa<br />

melakukan reklasifikasi ini sepanjang<br />

tidak menambah pagu anggaran.<br />

Perbaikan kesalahan dalam<br />

pencantuman Volume Output<br />

Beberapa K/L mungkin telah<br />

<strong>Warta</strong> anggaran | <strong>21</strong> Tahun 2011 17


LAPORAN UTAMA<br />

mencantumkan Volume Output lebih<br />

besar atau lebih kecil dari yang<br />

seharusnya direncanakan. Dalam<br />

memperbaiki Angka Dasar, K/L dapat<br />

memperbaiki pencantuman Volume<br />

Output tersebut. Pengecekan terhadap<br />

Volume Output dapat dibandingkan<br />

dengan Volume Output yang tercantum<br />

dalam Rencana Kerja Pemerintah<br />

(RKP).<br />

Penyesuaian Angka Dasar<br />

Penyesuaian Angka Dasar merupakan<br />

proses menjadikan Angka Dasar yang<br />

disusun tahun sebelumnya (misal tahun<br />

2011) sesuai dengan asumsi-asumsi<br />

atau parameter yang akan terjadi<br />

pada tahun yang direncanakan (misal<br />

tahun 2012). Parameter yang perlu<br />

disesuaikan yaitu parameter ekonomi<br />

yang secara otomatis dilakukan oleh<br />

sistem aplikasi dan parameter nonekonomi<br />

yang disesuaikan secara<br />

manual oleh perencana. Selain<br />

penyesuaian parameter, penyesuaian<br />

Angka Dasar juga meliputi penyusunan<br />

Prakiraan Maju baru untuk 2 (dua)<br />

tahun dari tahun yang direncanakan<br />

(tahun 2014). Penyesuaian tersebut<br />

meliputi :<br />

1. Penyesuaian parameter ekonomi<br />

Setiap tahun prakiraan inflasi<br />

berbeda dari tahun sebelumnya,<br />

oleh karena itu perlu dilakukan<br />

update terhadap asumsi inflasi yang<br />

akan digunakan pada tahun yang<br />

direncanakan (misal tahuan 2012).<br />

Asumsi inflasi digunakan sebagai<br />

parameter penyesuaian agar<br />

pengeluaran yang direncanakan di<br />

tahun 2012 menjadi lebih tepat.<br />

Ketika penyesuaian dilakukan<br />

dengan asumsi parameter<br />

inflasi baru untuk menyusun<br />

anggaran tahun 2012 prakiraan<br />

pengeluaran dapat meningkat atau<br />

berkurang sesuai dengan kenaikan<br />

atau penurunan asumsi inflasi.<br />

Penyesuaian parameter ekonomi<br />

secara otomatis akan dilakukan<br />

oleh sistem aplikasi.<br />

2. Penyesuaian parameter nonekonomi.<br />

Parameter ekonomi merupakan<br />

parameter yang berkaitan dengan<br />

kebijakan pemerintah atau K/L.<br />

Lingkup parameter ekonomi<br />

yang harus dilakukan penyesuaian<br />

adalah:<br />

a. Penyesuaian perhitungan belanja<br />

pegawai disesuaikan dengan<br />

perubahan database kepegawaian.<br />

b. Penambahan atau pengurangan<br />

target Volume Output.<br />

K/L dapat menaikan Volume Output<br />

untuk setiap kegiatan tapi tanpa<br />

menambah anggaran, sedangkan<br />

untuk penguragan target Volume<br />

Output hanya boleh untuk Output<br />

yang merupakan non-prioritas atau<br />

prioritas K/L<br />

c. Pengurangan anggaran.<br />

Sesuai peraturan Menteri Keuangan<br />

tentang penerapan Penghargaan<br />

dan sanksi tahun 2011 secara<br />

langsung akan mempengaruhi<br />

Angka Dasar yang telah disusun<br />

berdasarkan Prakiraan Maju.<br />

Pemberian sanksi kepada K/L<br />

yang yang tidak sepenuhnya<br />

melaksanakan anggaran tahun 2010<br />

akan mengakibatkan pengurangan<br />

anggaran ditahun 2011 yang<br />

akan memberikan efek terhadap<br />

pengurangan pada prakiraan maju<br />

di tahun 2012 (Angka Dasar).<br />

Pengurangan anggaran yang<br />

dikarenakan oleh sanksi tidak boleh<br />

mengurangi target Volume Output<br />

yang direncanakan.<br />

Selain diakibatkan oleh pemberian<br />

sanksi, pengurangan anggaran<br />

juga dapat terjadi jika K/L<br />

melakukan optimalisasi. Dalam hal<br />

pengurangan anggaran tersebut<br />

merupakan hasil optimalisasi K/L<br />

dapat mengajukan inisiatif baru<br />

yang dilaksanakan sesuai dengan<br />

mekanisme pengajuannya.<br />

d. Pengurangan target volume dan<br />

anggaran.<br />

Pengurangan Volume Output dan<br />

anggaran dapat dilakukan jika<br />

dalam evaluasi tahun sebelumnya<br />

Volume Output yang menjadi<br />

target tidak mampu dicapai oleh<br />

K/L atau K/L melakukan prioritas<br />

ulang pembiayaan untuk Output<br />

baru, atau menaikkan target Output<br />

lainnya. Pengurangan Volume Output<br />

dan anggaran hanya dapat dilakukan<br />

untuk kegiatan non-prioritas atau<br />

prioritas K/L.<br />

e. Realokasi anggaran dan target<br />

Output serta pagu K/L.<br />

18 <strong>Warta</strong> anggaran | <strong>21</strong> Tahun 2011


Dalam melaksanakan KPJM K/L<br />

diberikan fleksibelitas dalam<br />

melakukan realokasi target Output<br />

dalam melakukan penyesuaian<br />

sepanjang dalam pagu anggaran<br />

yang tetap. Realokasi dapat<br />

dilakukan antar program, kegiatan,<br />

output dan satker termasuk antar<br />

lokasi. Batasan yang diberikan<br />

adalah realokasi tidak dapat<br />

dilakukan dari priotas nasional atau<br />

prioritas bidang ke non-prioritas<br />

atau prioritas K/L.<br />

f. Memindahkan target Volume<br />

Output ke masa depan.<br />

Dalam melakukan penyesuaian<br />

Angka Dasar, K/L diberikan<br />

fleksibilitas untuk memindahkan<br />

Volume Output ke tahun anggaran<br />

berikutnya sesuai dengan<br />

pertimbangan-pertimbangan<br />

pencapaian Output tersebut.<br />

Memindah target Volume Output<br />

ke masa depan tidak diikuti dengan<br />

carried over anggarannya.<br />

g. Membuat prakiraan maju baru.<br />

No.<br />

1.<br />

2.<br />

Perbaikan Angka Dasar<br />

Kesalahan klasifikasi Output dan<br />

Komponen input “berhenti” atau<br />

“Berlanjut”.<br />

Kesalahan klasifikasi Komponen Input<br />

“utama” atau “Pendukung”.<br />

Output dalam melakukan penyesuaian sepanjang dalam pagu anggaran yang tetap.<br />

Realokasi dapat dilakukan antar program, kegiatan, output dan satker termasuk antar<br />

lokasi. Batasan yang diberikan adalah realokasi tidak dapat dilakukan dari priotas nasional<br />

atau prioritas bidang ke non-prioritas atau prioritas K/L.<br />

LAPORAN UTAMA<br />

f. Memindahkan target Volume Output ke masa depan.<br />

Dalam melakukan penyesuaian Angka Dasar, K/L diberikan fleksibilitas untuk<br />

memindahkan Volume Output ke tahun anggaran berikutnya sesuai dengan pertimbanganpertimbangan<br />

pencapaian Output tersebut. Memindah target Volume Output ke masa<br />

depan tidak diikuti dengan carried over anggarannya.<br />

Dasar utama dari penerapan KPJM<br />

adalah rolling budget. Sebagai<br />

bagian dari penyusunan anggaran<br />

setiap tahun maka prakiraan maju<br />

yang baru harus ditambahkan<br />

dalam Angka Dasar yang telah<br />

disusun sebelumnya.<br />

Contoh:<br />

dilakukan oleh K/L dilakukan dengan<br />

jangka waktu 3 (tiga) kali dalam setahun<br />

yaitu sebelum pagu indikatif, pagu<br />

angggaran, dan pagu definitif. Hal ini<br />

sejalan dengan waktu pengajuan Inisiatif<br />

Baru.<br />

Ringkasan<br />

Dalam rangka memperjelas hubungan<br />

antara perbaikan angka dasar,<br />

Prioitas Nasional, Bidang<br />

Penyesuaian Angka Dasar<br />

penyesuaian angka dasar, dan inisiatif<br />

baru, di bawah ini disajikan tabel<br />

ringkasan:<br />

Tabel Perbandingan Perbaikan Angka<br />

Dasar, Penyesuaian Angka Dasar, dan<br />

Inisiatif Baru<br />

g. Membuat prakiraan maju baru.<br />

Dasar utama dari penerapan KPJM adalah rolling budget. Sebagai bagian dari penyusunan<br />

anggaran setiap tahun maka prakiraan maju yang baru harus ditambahkan dalam Angka<br />

Dasar yang telah disusun sebelumnya.<br />

Contoh:<br />

2011<br />

2012<br />

2013<br />

Tahun<br />

TA<br />

PM 1<br />

PM 2<br />

<strong>Anggaran</strong> xx.xxx xx.xxx xx.xxx<br />

2011<br />

2012<br />

2013<br />

2014<br />

Tahun<br />

Realisasi<br />

TA<br />

PM 1<br />

PM 2<br />

<strong>Anggaran</strong> xx.xxx xx.xxx xx.xxx xx.xxx<br />

Penyesuaian Angka dasar yang dilakukan oleh K/L dilakukan dengan jangka waktu 3 (tiga) kali<br />

dalam setahun yaitu<br />

Penyesuaian<br />

sebelum pagu<br />

Angka<br />

indikatif,<br />

dasar<br />

pagu<br />

yang<br />

angggaran, dan pagu definitif. Hal ini sejalan<br />

dengan waktu pengajuan Inisiatif Baru.<br />

Non-prioritas, Prioritas K/L<br />

Inisiatif Baru<br />

Inflasi, Kurs Inflasi, Kurs Program baru<br />

Realokasi anggaran dalam pagu<br />

prioritas<br />

Perubahan Volume Output<br />

Kegiatan baru<br />

3. Kesalahan pencantuman Volume Output. Pengurangan anggaran Pengurangan anggaran Output Baru<br />

5<br />

4. Menaikkan Volume Output<br />

5.<br />

Memindahkan Volume Output<br />

ke masa depan<br />

6. Membuat prakiraan maju baru<br />

7.<br />

Pengurangan Volume<br />

Output dan anggaran<br />

Realokasi anggaran dalam<br />

pagu K/L<br />

Memindahkan Volume<br />

Output ke masa depan<br />

Membuat prakiraan maju<br />

baru<br />

Outcome Baru<br />

Penambahan target<br />

Volume Output<br />

Percepatan<br />

pencapaian target<br />

<strong>Warta</strong> anggaran | <strong>21</strong> Tahun 2011 19


PERENCANAAN ANGGARAN<br />

PP Nomor 90 Tahun 2010<br />

Tentang Penyusunan RKA-K/L<br />

Edy Sudarto : Kepala Seksi Evaluasi Kinerja Penganggaran<br />

Di akhir tahun 2010 telah terbit PP Nomor<br />

90 Tahun 2010 Penyusunan RKA-K/L<br />

sebagai pengganti PP Nomor <strong>21</strong> Tahun<br />

2004. PP Nomor 90 Tahun 2010 tersebut<br />

pada prinsipnya mengatur mekanisme<br />

dan business process perencanaan dan<br />

penganggaran yang merupakan hulu dari<br />

sistem pengelolaan keuangan. Meskipun<br />

demikian, di lingkungan para pengelola<br />

keuangan tersebut timbul beragam<br />

pendapat dan pandangan terhadap<br />

lahirnya PP 90 tahun 2010, sebagian<br />

menanti kehadirannya dan sebagian lagi<br />

lebih menunggu rencana operasionalisasi<br />

ketentuan tersebut sembari mereka-reka<br />

perubahan apa yang akan mempengaruhi<br />

pola kerjanya yang selama ini telah dijalani.<br />

Ibarat pepatah “tak kenal maka tak sayang”,<br />

maka tulisan ini dimaksudkan untuk<br />

mencoba mengenal sedikit beberapa<br />

materi yang termuat dalam PP 90 Tahun<br />

20 <strong>Warta</strong> anggaran | <strong>21</strong> Tahun 2011


PERENCANAAN ANGGARAN<br />

2010 tersebut. Dan sebagaimana lazimnya<br />

bahwa setiap orang mempunyai perspektif<br />

dan kacamata yang berbeda dalam melihat<br />

sesuatu yang baru, tergantung dari arah<br />

mana dia berdiri. Kebetulan Penulis saat ini<br />

dalam posisi yang tidak terlibat langsung<br />

dalam proses penanganan RKA-K/L dan<br />

hanya sedikit mengetahui beberapa hal<br />

terkait mekanisme penganggaran.<br />

Pengertian RKA-K/L<br />

Dalam PP Nomor <strong>21</strong> Tahun 2004, RKA-K/L<br />

diartikan sebagai dokumen perencanaan<br />

dan penganggaran yang berisi program<br />

dan kegiatan suatu kementerian/lembaga<br />

yang merupakan penjabaran dari RKP<br />

dan Renstra K/L yang bersangkutan dalam<br />

satu tahun anggaran serta anggaran<br />

yang diperlukan untuk melaksanakannya.<br />

Sementara, dalam PP Nomor 90 Tahun<br />

2010 pengertian RKA-K/L diubah menjadi<br />

dokumen rencana keuangan tahunan<br />

kementerian/lembaga yang disusun<br />

menurut Bagian <strong>Anggaran</strong> kementerian/<br />

lembaga. Perubahan ini sepintas terkesan<br />

biasa dan normatif, namun sepertinya PP<br />

Nomor 90 Tahun 2010 mencoba melakukan<br />

inisiasi efisiensi melalui perubahan dari sisi<br />

administrasi.<br />

Seperti diketahui bersama bahwa saat ini<br />

beragam jenis, bentuk, dan variasi dokumen<br />

yang dibuat oleh lementerian/lembaga<br />

yang apabila dicermati lebih seksama, pada<br />

prinsipnya memuat hal yang sama. Rencana<br />

Kerja Kementerian/Lembaga (Renja-K/L),<br />

Rencana Kerja dan <strong>Anggaran</strong> Kementerian/<br />

Lembaga (RKA-K/L), Daftar Isian<br />

Pelaksanaan <strong>Anggaran</strong> (DIPA), dan Laporan<br />

Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP)<br />

masing-masing memuat hal yang secara<br />

prinsip sama yaitu suatu rencana kinerja<br />

suatu Kementerian/Lembaga dalam satu<br />

tahun berikut anggaran yang dibutuhkan<br />

untuk mencapai kinerja tersebut.<br />

berbagai aplikasi software sehingga dalam<br />

suatu satker dapat dimungkinkan terdapat<br />

paling sedikit 3 (tiga) aplikasi yang masingmasing<br />

mempunyai perbedaan-perbedaan<br />

meskipun output-nya sama. Aplikasi itupun<br />

tentu membutuhkan cost, baik dari sisi<br />

pembuatannya maupun bagi satker yang<br />

kemungkinan mempunyai jumlah pegawai<br />

yang terbatas.<br />

PP Nomor 90 Tahun 2010 yang memaknai<br />

RKA-K/L sebagai suatu dokumen rencana<br />

keuangan tahunan Kementerian/Lembaga<br />

semoga dapat menjadi pintu masuk bagi<br />

integrasi berbagai dokumen yang secara<br />

prinsip mengandung muatan yang sama<br />

sehingga dapat menciptakan efisiensi<br />

pengelolaan anggaran pada tahap yang<br />

paling awal. Yang perlu digarisbawahi<br />

adalah pengintegrasian dokumen<br />

anggaran tersebut tidak serta merta akan<br />

menghilangkan fungsi bawaan dari jenisjenis<br />

dokumen sebelumnya. Pada tahap<br />

perencanaan, RKA-K/L berfungsi sebagai<br />

dokumen perencanaan dan penganggaran<br />

yang selanjutnya menjadi bahan dalam<br />

penyusunan Rancangan <strong>Anggaran</strong><br />

Pendapatan dan Belanja Negara (R-APBN).<br />

Pada tahap selanjutnya, RKA-K/L juga<br />

berfungsi sebagai dokumen pelaksanaan<br />

APBN apabila seluruh isinya telah disahkan<br />

oleh Menteri Keuangan. Pada tahapan yang<br />

lain, RKA-K/L juga menjadi bahan dalam<br />

melakukan audit, pemeriksaan, monitoring,<br />

dan evaluasi serta bahan dalam menyusun<br />

pertanggungjawaban APBN.<br />

Secara teori, satu dokumen dengan<br />

beragam fungsi akan dapat menciptakan<br />

efisiensi tanpa mengurangi aspek<br />

akuntabilitasnya dan tentu perubahan ke<br />

arah tersebut perlu dijadikan sebagai bahan<br />

diskusi lebih lanjut dalam rangka perbaikan<br />

dalam pengelolaan APBN.<br />

Proses Bisnis Penyusunan RKA-<br />

K/L<br />

Menurut Penulis, secara prinsip tidak ada<br />

perubahan siklus penyusunan RKA-K/L<br />

dalam PP Nomor 90 Tahun 2010 apabila<br />

dibandingkan dengan PP Nomor <strong>21</strong> Tahun<br />

2004. Perubahan justru terdapat pada<br />

content pada setiap siklus penyusunan RKA-<br />

K/L dimaksud. Perbandingan pengaturan<br />

proses bisnis penyusunan RKA-K/L dalam<br />

kedua peraturan pemerintah di atas dapat<br />

dipetakan sebagaimana dalam Gambar 1.<br />

Dari pemetaan pada Gambar 1 tersebut,<br />

terlihat bahwa dalam proses penyusunan<br />

RKA-K/L perlu adanya pengklasifikasian<br />

antara kebijakan berjalan dan kebijakan<br />

baru yang akan diusulkan pada tahun yang<br />

Berbagai macam dokumen tersebut<br />

mempunyai implikasi dibutuhkannya cost<br />

dalam penyusunannya, baik uang, waktu,<br />

bahan, dan tenaga. Selain itu, masingmasing<br />

dokumen tersebut diikuti dengan<br />

Gambar 1<br />

Dari pemetaan pada Gambar 1 tersebut, terlihat bahwa dalam proses<br />

penyusunan RKA-K/L perlu adanya pengklasifikasian antara kebijakan berjalan dan<br />

kebijakan baru yang akan diusulkan pada tahun yang direncanakan. Berdasarkan best<br />

practice, pengklasifikasian dimaksud sangat penting dan dapat menciptakan peluang<br />

<strong>Warta</strong> anggaran | <strong>21</strong> Tahun 2011 <strong>21</strong>


PERENCANAAN ANGGARAN<br />

direncanakan. Berdasarkan best practice,<br />

pengklasifikasian dimaksud sangat penting<br />

dan dapat menciptakan peluang efisiensi<br />

waktu dalam proses penyusunan RKA-<br />

K/L karena dalam setiap pembahasan,<br />

baik dalam proses pembahasan di internal<br />

Pemerintah maupun antara Pemerintah dan<br />

DPR, akan difokuskan pada usulan kebijakan<br />

baru. Namun demikian, pengaturan baru<br />

mengenai pengklasifikasi yang terdapat<br />

dalam PP Nomor 90 Tahun 2010 tersebut<br />

perlu dielaborasi lebih detail sehingga dapat<br />

mudah dipahami dan diterapkan oleh para<br />

pemangku kepentingan.<br />

Ketentuan lain dalam proses bisnis ini<br />

adalah dalam hal penelahaan RKA-<br />

K/L antara Kementerian/Lembaga dan<br />

Kementerian Keuangan serta Bappenas<br />

yang pengaturannya dibuat lebih berbobot.<br />

Dalam PP Nomor <strong>21</strong> Tahun 2004,<br />

penelahaan RKA-K/L dipersepsikan sebagai<br />

kegiatan yang lebih bersifat administratif<br />

karena hanya fakus pada kesesuaian RKA-<br />

K/L dengan pagu yang telah ditetapkan.<br />

Sementara, dalam PP Nomor 90 Tahun<br />

2010, penelaahan merupakan kegiatan<br />

dalam rangka menilai kelayakan anggaran<br />

atas kegiatan-kegiatan yang diusulkan dapat<br />

ditampung dalam RKA-K/L. Perubahan di<br />

atas sangat bagus namun tetap memerlukan<br />

pengaturan yang lebih detail mengenai<br />

mekanisme dan metode dalam menguji<br />

kelayakan dimaksud.<br />

Bagian <strong>Anggaran</strong> Bendahara<br />

Umum Negara<br />

Salah satu ketentuan baru yang diatur<br />

dalam PP Nomor 90 Tahun 2010 adalah<br />

mengenai mekanisme penyusunan<br />

anggaran Bandahara Umum Negara, atau<br />

yang lebih dikenal dengan BA-BUN.<br />

Pada intinya, pasal-pasal yang mengatur<br />

mengenai BA-BUN dalam PP Nomor<br />

90 Tahun 2010 ini mengadopsi pasalpasal<br />

sebelumnya dalam PP dimaksud<br />

yang mengatur RKA-K/L untuk Bagian<br />

<strong>Anggaran</strong> Kementerian/Lembaga, dimana<br />

ada ketentuan penetapan pagu indikasi,<br />

penetapan alokasi, sampai dengan<br />

penerbitan dokumen pelaksanaan<br />

anggaran. Perbedaan utama dibanding<br />

mekanisme yang berlaku dalam<br />

penyusunan RKA-K/L untuk BA K/L adalah<br />

adanya pejabat yang menjalankan fungsi<br />

sebagai Pembantu Pengguna <strong>Anggaran</strong><br />

(PPA) serta adanya ketentuan penerbitan<br />

dokumen pelaksanaan anggaran yang dapat<br />

diterbitkan pada tahun anggaran berjalan.<br />

Seluruh ketentuan yang menyangkut BA-<br />

BUN tersebut pada hakekatnya merupakan<br />

pengukuhan atas apa yang telah berjalan<br />

selama ini, misalnya fungsi PPA yang<br />

selama ini telah dijalankan oleh beberapa<br />

pejabat unit eselon I lingkup Kementerian<br />

Keuangan.<br />

Meskipun secara mekanisme mengadopsi<br />

pengaturan yang berlaku bagi penyusunan<br />

RKA-K/L, namun RKA BUN tetap memiliki<br />

karakteristik khusus sehingga dalam<br />

pengaturan pelaksanaan teknis nanti<br />

perlu memperhatikan karakteristik khusus<br />

tersebut. Itulah mengapa PP Nomor 90<br />

Tahun 2010 ini memberikan waktu 2 (dua)<br />

tahun bagi penerapan pasal-pasal terkait<br />

BA.<br />

Evaluasi Kinerja Penganggaran<br />

Pengaturan mengenai evaluasi kinerja<br />

penganggaran juga semakin dikembangkan<br />

dalam PP Nomor 90 Tahun 2010 dibanding<br />

dengan PP Nomor <strong>21</strong> Tahun 2004.<br />

Sebagaimana dipahami bersama bahwa<br />

salah satu elemen penting dalam penerapan<br />

penganggaran berbasis kinerja adalah<br />

adanya evaluasi kinerja penganggaran.<br />

Evaluasi kinerja penganggaran pada<br />

hakekatnya mengandung pengertian<br />

“melihat ke belakang untuk menentukan<br />

langkah terbaik ke depan”. Oleh karena<br />

itu, PP Nomor 90 Tahun 2010 telah<br />

mengatur beberapa indikator yang perlu<br />

diperhatikan dalam melakukan evaluasi<br />

yang antara lain meliputi tingkat keluaran,<br />

capaian hasil, tingkat efisiensi, konsistensi<br />

antara perencanaan dan implementasi,<br />

dan penyerapan anggaran. Tentu indikatorindikator<br />

tersebut dapat diperluas sesuai<br />

dengan kebutuhan pengukuran kinerja<br />

penganggaran suatu instansi.<br />

PP Nomor 90 Tahun 2010 ini telah mengatur<br />

bahwa hasil dari evaluasi tersebut akan<br />

digunakan sebagai bahan penetapan alokasi<br />

anggaran setiap Kementerian/Lembaga.<br />

Dengan demikian, kualitas hasil evaluasi<br />

sangat menentukan kualitas anggaran yang<br />

akan ditetapkan nanti. Mengingat evaluasi<br />

kinerja penganggaran ini mutlak dibutuhkan<br />

di berbagai tingkatan, mulai tingkat makro<br />

sampai dengan mikro dan mulai tingkat<br />

nasional sampai dengan tingkat satker, maka<br />

harus ada kesamaan mekanisme, parameter,<br />

ukuran, dan metode. Oleh karena itu, PP<br />

Nomor 90 Tahun 2010 mengamanatkan<br />

agar Menteri Keuangan perlu menyusun<br />

norma dan pedoman dalam melaksanakan<br />

evaluasi kinerja penganggaran tersebut.<br />

Penutup<br />

Selain mengatur ketentuan yang telah<br />

disebutkan di atas, PP Nomor 90 Tahun<br />

2010 ini juga memuat ketentuan-ketentuan<br />

baru mengenai perubahan RKA-K/L dalam<br />

pelaksanaan APBN dan sistem informasi<br />

yang terintegrasi.<br />

Meskipun PP Nomor 90 Tahun 2010<br />

memuat lebih banyak pengaturan<br />

dibanding PP Nomor <strong>21</strong> Tahun 2004,<br />

namun efektivitas pengaturan tersebut<br />

akan dilihat dari penerapannya. Penetapan<br />

PP Nomor 90 Tahun 2010 bagaimanapun<br />

merupakan upaya menuju penyempurnaan<br />

dan perbaikan bagi pengelolaan keuangan<br />

negara, khususnya dibidang penganggaran.<br />

Namun demikian, PP dimaksud baru<br />

sebuah landasan hukum dan norma<br />

umum. Langkah penting berikutnya<br />

adalah bagaimana mengoperasionalkan<br />

PP tersebut sehingga terwujud tujuan<br />

dari ditetapkan PP sebagaimana tertuang<br />

dalam Penjelasannya, yaitu meningkatkan<br />

kualitas belanja (quality of spending).<br />

Untuk itu, pekerjaan rumah yang harus<br />

segera diselesaikan adalah ditetapkannya<br />

berbagai petunjuk operasional atas norma<br />

umum sebagaimana telah diamanatkan di<br />

beberapa pasal dalam PP Nomor 90 Tahun<br />

2010.<br />

22 <strong>Warta</strong> anggaran | <strong>21</strong> Tahun 2011


LAPORAN UTAMA<br />

PNBP<br />

Menyoal Ketidakpatuhan<br />

Kementerian/Lembaga<br />

dalam Pengelolaan PNBP<br />

Oleh: Supriyadi & Wahyu Indrawan<br />

Akar permasalahan berulangnya temuan BPK berupa Pungutan Tanpa Dasar Hukum bukan semata-mata terletak<br />

pada ketidakpatuhan K/L terhadap ketentuan di bidang PNBP, namun justru kekakuan ketentuan PNBP yang<br />

mengharuskan penetapan jenis dan tarif PNBP minimal dalam PP sedikit banyak turut menyebabkan timbulnya<br />

permasalahan tersebut. Pendelegasian wewenang penetapan jenis dan tarif PNBP kepada Menteri sebagai alternatif<br />

solusi perlu dipertimbangkan, tetapi tetap perlu kajian lebih lanjut. Apabila berdasarkan hasil kajian ternyata<br />

pendelegasian wewenang penetapan jenis dan tarif PNBP tersebut lebih banyak manfaatnya daripada kerugiannya,<br />

maka revisi UU PNBP perlu dilakukan.<br />

<strong>Warta</strong> anggaran | <strong>21</strong> Tahun 2011 23


PNBP<br />

Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP)<br />

sesuai dengan UU Nomor 20 Tahun 1997<br />

tentang PNBP, didefinisikan sebagai seluruh<br />

penerimaan Pemerintah Pusat yang tidak<br />

berasal dari penerimaan perpajakan. PNBP<br />

memiliki kontribusi yang cukup signifikan<br />

bagi penerimaan negara. Selama lima tahun<br />

terakhir (2006-2010) rata-rata kontribusi<br />

PNBP bagi penerimaan negara sekitar 30%.<br />

Pada tahun 2010 penerimaan PNBP sekitar<br />

Rp270 triliun atau sebesar 27% dari total<br />

penerimaan negara, dengan komposisi<br />

sebagaimana grafik sebagai berikut dibawah<br />

ini.<br />

Kementerian/ Lembaga.<br />

Berbeda dengan penerimaan pajak yang<br />

hanya dikelola oleh satu kementerian<br />

yaitu Kementerian Keuangan dalam hal ini<br />

dikelola oleh Ditjen Pajak, PNBP dikelola<br />

oleh banyak Kementerian atau Lembaga,<br />

terutama untuk penerimaan PNBP Lainnya.<br />

Saat ini, PNBP dikelola oleh lebih dari<br />

3000 satker dengan jenis dari tarif PNBP<br />

sangat beragam yang jumlahnya lebih dari<br />

15.000 jenis. Oleh karena itu, wajar apabila<br />

penertiban pengelolaan PNBP sesuai<br />

ketentuan yang berlaku bukanlah suatu<br />

pekerjaan yang mudah.<br />

karena berada dibawah kisaran 1% (sebagai<br />

contoh dalam LKPP TA 2009 Penerimaan<br />

PNBP mencapai Rp227.174,42 Milyar).<br />

Namun, yang mengkhawatirkan adalah<br />

peningkatan temuan dari tahun ke tahun,<br />

baik dari sisi jumlah K/L maupun nilai<br />

nominal.<br />

Penyebab terjadinya temuan adalah<br />

a. Pungutan Tanpa Dasar Hukum<br />

Sesuai Pasal 2 dan 3 UU Nomor 20 Tahun<br />

1997 tentang PNBP diatur bahwa Jenis<br />

PNBP dan Tarif atas Jenis PNBP harus<br />

ditetapkan dalam Undang-Undang (UU)<br />

atau Peraturan Pemerintah (PP). Dari sisi<br />

kepastian hukum tentunya penetapan jenis<br />

dan tarif PNBP minimal dengan PP tersebut<br />

akan memberikan kepastian hukum<br />

yang lebih kuat dibandingkan dengan<br />

peraturan menteri, namun tidak dipungkiri<br />

proses pembentukan PP dimaksud sering<br />

membutuhkan waktu cukup panjang dan<br />

energi yang cukup besar serta biaya yang<br />

tidak sedikit.<br />

Penerimaan Sumber Daya Alam (SDA) Migas<br />

dan Dividen merupakan PNBP pada Bagian<br />

<strong>Anggaran</strong> Bendahara Umum Negara (BA<br />

BUN) yang dikelola di bawah Kementerian<br />

Keuangan. Penerimaan SDA Non Migas<br />

terutama dikelola oleh Kementerian<br />

Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM)<br />

dan Kementerian Kehutanan. Sementara<br />

itu, penerimaan PNBP Lainnya seperti<br />

penjualan aset, sewa aset, jasa, pendidikan,<br />

dan bunga pengelolaannya tersebar pada<br />

Temuan BPK terkait PNBP<br />

Hasil pemeriksaan BPK dari tahun ke tahun<br />

menunjukkan temuan yang sama yaitu<br />

tingginya Pungutan Tanpa Dasar Hukum<br />

atau Terlambat Setor, dan belum ada<br />

kecenderungan turun. Hal ini dapat dilihat<br />

pada tabel dibawah ini:<br />

Tahun Jenis Temuan Jumlah K/L Nilai Temuan<br />

2007<br />

2008<br />

2009<br />

(i) Pungutan Tanpa Dasar Hukum dan/atau<br />

dikelola di luar mekanisme APBN<br />

(ii) PNBP Terlambat/Belum Disetor ke Kas<br />

Negara<br />

Pungutan Tanpa Dasar Hukum dan/atau<br />

dikelola di luar mekanisme APBN<br />

(i) Pungutan Tanpa Dasar Hukum dan/atau<br />

dikelola di luar mekanisme APBN<br />

(ii) PNBP Terlambat/Belum Disetor ke Kas<br />

Negara<br />

11 Rp286,41 miliar<br />

10 Rp76,38 miliar<br />

11 Rp730,99 miliar<br />

13 Rp186,47 miliar<br />

18 Rp794,90 miliar<br />

Berdasarkan tabel diatas, apabila<br />

dibandingkan dengan total penerimaan<br />

PNBP tentu nilainya tidak begitu signifikan<br />

Sebagai gambaran PP Jenis dan Tarif atas<br />

Jenis PNBP yang Berlaku pada Kementerian<br />

Dalam Negeri (PP No 71 Tahun 2009),<br />

Kementerian Kesehatan (PP No 13<br />

Tahun 2009), Kementerian Kebudayaan<br />

dan Pariwisata (PP No 41 Tahun 2010)<br />

membutuhkan waktu penyelesaian sekitar<br />

2 tahun. Bahkan, untuk RPP Jenis dan<br />

Tarif atas Jenis PNBP yang Berlaku pada<br />

Kementerian Keuangan sendiri sudah lebih<br />

dari 3 tahun tetapi sampai dengan saat ini<br />

belum juga selesai. Beberapa Kementerian<br />

lain juga mengalami hal serupa seperti RPP<br />

Jenis dan Tarif atas Jenis PNBP yang Berlaku<br />

pada Kementerian ESDM dan Kementerian<br />

Pekerjaan Umum. Meskipun ada juga yang<br />

bisa selesai lebih cepat seperti PP Jenis<br />

dan Tarif PNBP pada Badan Pertanahan<br />

Nasional (PP No 13 Tahun 2010) yang<br />

diselesaikan kurang dalam 1 tahun, tetapi<br />

perlu dicatat PP tersebut menjadi Program<br />

Prioritas dari Pemerintah (Program 100<br />

Hari Presiden).<br />

Waktu, energi, dan biaya yang cukup<br />

24 <strong>Warta</strong> anggaran | <strong>21</strong> Tahun 2011


anyak dalam pembentukan PP tersebut<br />

pada gilirannya membuat keengganan bagi<br />

K/L untuk mengusulkan jenis PNBP baru<br />

atau mengusulkan perubahan atas jenis dan<br />

tarif yang dirasa sudah tidak sesuai dengan<br />

kondisi sekarang. Hal inilah yang pada<br />

akhirnya sering menyebabkan beberapa<br />

satker pengelola PNBP pada K/L melakukan<br />

pungutan PNBP tanpa dasar hukum yaitu<br />

dengan memungut jenis PNBP baru<br />

hanya dengan peraturan dibawah PP atau<br />

memungut jenis PNBP yang sebagaimana<br />

tercantum di PP namun dengan tarif tidak<br />

sesuai di PP.<br />

Sebagai contoh kasus, berdasarkan PP<br />

No 47 Tahun 2004 tentang Jenis<br />

dan Tarif atas Jenis PNBP yang<br />

berlaku pada Departemen Agama,<br />

antara lain ditetapkan bahwa tarif<br />

untuk Nikah sebesar Rp 30.000.<br />

Namun banyak KUA yang tidak<br />

menerapkan tarif tersebut karena<br />

dianggap sudah tidak sesuai dengan<br />

kondisi saat ini (dirasa terlalu<br />

murah). Oleh karena itu, merebak<br />

di beberapa daerah munculah yang<br />

namanya tarif “nikah bedolan” yang<br />

bisa diartikan sebagai biaya tambahan untuk<br />

transportasi dan uang lelah untuk penghulu/<br />

pembantu penghulu yang menikahkan<br />

pasangan pengantin di luar kantor dan<br />

biasanya di luar hari kerja, dengan besaran<br />

tarif bervariasi, bahkan di kota Bandung ada<br />

yang tarifnya hingga Rp 500.000.<br />

Selain itu, PP juga dipandang kurang mampu<br />

mengakomodir adanya jenis PNBP yang<br />

tarifnya memiliki karakter khusus seperti<br />

tarif mudah berubah dan tarif dalam<br />

bentuk kontrak. Sebagai contoh kasus, PP<br />

Nomor 13 Tahun 2009 tentang Jenis dan<br />

Tarif atas Jenis PNBP yang Berlaku pada<br />

Departemen Kesehatan, yang mengatur<br />

sekitar 500 jenis dan tarif PNBP, ditetapkan<br />

tanggal 16 Januari 2009, tetapi Kementerian<br />

Kesehatan pada tanggal 13 Juli 2010 telah<br />

mengusulkan kembali perubahan atas PP<br />

dimaksud mengingat banyak jenis tarifnya<br />

yang mempunyai karakter mudah berubah,<br />

seperti tarif jasa pengujian laboratorium<br />

yang besaran tarifnya sangat dipengaruhi<br />

oleh harga bahan baku (bahan kimia) yang<br />

digunakan untuk pengujian, dimana harga<br />

bahan kimia tersebut sangat fluktuatif.<br />

Melihat permasalahan tersebut di atas, maka<br />

waktu untuk penyelesaian PP jelas menjadi<br />

salah satu kunci permasalahan. Dengan<br />

demikian, sepenuhnya menyalahkan<br />

Kementerian/Lembaga sebagai biang<br />

permasalahan pungutan tanpa dasar hukum<br />

menjadi tidak fair. Tentunya, hal tersebut<br />

juga tidak bisa dijadikan pembenaran<br />

bagi Kementerian/Lembaga untuk tidak<br />

menunda atau menempatkan jenis dan tarif<br />

PNBP pada PP, mengingat ketentuan yang<br />

Sebagai gambaran PP<br />

Jenis dan Tarif atas Jenis<br />

PNBP yang Berlaku pada<br />

Kementerian Dalam Negeri<br />

(PP No 71 Tahun 2009),<br />

Kementerian Kesehatan (PP<br />

No 13 Tahun 2009)<br />

masih berlaku saat ini menetapkan bahwa<br />

jenis dan tarif PNBP minimal harus dengan<br />

PP. Namun demikian, perlu dilakukan<br />

kajian mengenai pendelegasian wewenang<br />

penetapan jenis dan tarif PNBP kepada<br />

peraturan yang lebih rendah seperti<br />

peraturan menteri sebagai alternatif solusi<br />

atas permasalahan di atas.<br />

b. PNBP dikelola di luar APBN<br />

(Penggunaan Langsung)<br />

Sesuai Pasal 4 dan 5 Undang-Undang No.<br />

20 Tahun 1997 tentang PNBP antara lain<br />

diatur bahwa seluruh PNBP wajib disetor<br />

langsung secepatnya ke Kas Negara dan<br />

dikelola dalam sistem APBN. Hal tersebut<br />

sejalan dengan Undang-Pasal 3 Undang No.<br />

17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara,<br />

semua penerimaan yang menjadi hak dan<br />

pengeluaran yang menjadi kewajiban negara<br />

dalam tahun anggaran yang bersangkutan<br />

PNBP<br />

harus dimasukkan dalam APBN dan<br />

dipertegas dalam Pasal 16 Undang-Undang<br />

No. 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan<br />

Negara, penerimaan kementerian negara/<br />

lembaga/satuan kerja perangkat daerah<br />

tidak boleh digunakan langsung untuk<br />

membiayai pengeluaran.<br />

Tiga undang-undang tersebut di atas secara<br />

tegas melarang K/L menggunakan langsung<br />

penerimaan negara untuk membiayai<br />

kegiatan operasionalnya, namun mengapa<br />

masih banyak K/L pengelola PNBP yang<br />

berani melanggar 3 undang-undang<br />

tersebut. Hal ini tentunya perlu analisis<br />

lebih dalam terhadap temuan BPK tersebut.<br />

Dari temuan BPK berupa<br />

penggunaan langsung tersebut<br />

sebagian besar merupakan<br />

penggunaan langsung dari<br />

penerimaan sewa ruangan atau<br />

gedung. Seperti Kementerian<br />

Tenaga Kerja dan Transmigrasi<br />

menggunakan langsung<br />

penerimaan sewa Wisma<br />

Karya Jasa Ciloto atau Badan<br />

Koordinasi Keluarga Berencana<br />

Nasional (BKKBN) menggunakan<br />

langsung penerimaan dari Pengelolaan<br />

guest house. Penerimaan sewa tersebut<br />

antara lain untuk membiayai pembayaran<br />

listrik, gaji karyawan, pemeliharaan gedung<br />

dan bangunan serta untuk kesejahteraan<br />

anggota. Selain itu, terjadi juga terhadap<br />

penggunaan langsung terhadap penerimaan<br />

jasa penelitian, seperti di Kementerian<br />

ESDM yang menggunakan langsung<br />

terhadap penerimaan jasa Pusat Penelitian<br />

dan Pengembangan (Puslitbang) Teknologi<br />

Mineral dan Batubara.<br />

Dari kasus di atas, tentunya permasalahan<br />

alokasi dana yang cukup menjadi kunci<br />

penting untuk penyelesaian masalah<br />

tersebut. Namun, hal tersebut mengapa<br />

bisa terjadi pada PNBP yang menerapkan<br />

earmarking, dimana penerimaan bisa<br />

digunakan kembali oleh Satker penghasil<br />

PNBP setelah tentunya terlebih dahulu<br />

harus disetor ke Kas Negara. Setelah diteliti,<br />

<strong>Warta</strong> anggaran | <strong>21</strong> Tahun 2011 25


PNBP<br />

ternyata earmarking hanya diterapkan untuk<br />

penerimaan PNBP fungsional, sementara<br />

untuk penerimaan sewa yang merupakan<br />

penerimaan bersifat umum tidak bisa diearmark<br />

atau digunakan kembali oleh K/L<br />

penghasil PNBP.<br />

Faktor lainnya penyebab penggunaan<br />

langsung adalah adanya pembatasan waktu<br />

pengajuan revisi anggaran hanya sampai<br />

dengan pertengahan bulan Oktober.<br />

Ketentuan ini membuat dilema bagi<br />

Kementerian/Lembaga khususnya pada<br />

saat ada permintaan pelayanan di bulan<br />

November dan Desember. Dilema terjadi<br />

mengingat pelayanan dimaksud harus tetap<br />

diberikan sedangkan di sisi lain hal ini akan<br />

mengakibatkan adanya kelebihan<br />

realisasi penerimaan PNBP<br />

tetapi biaya pelayanan tidak bisa<br />

dicairkan mengingat DIPA sudah<br />

tidak bisa dilakukan revisi lagi.<br />

Untuk mengatasi hal ini, sebagian<br />

satuan kerja mengambil jalan pintas<br />

menggunakan secara langsung<br />

seluruh penerimaan untuk<br />

membiayai kegiatan pelayanan<br />

dimaksud, dimana jalan pintas ini<br />

tidak sesuai dengan ketentuan dan<br />

pada akhirnya menjadi temuan<br />

oleh aparat pengawas fungsional<br />

(BPK).<br />

c. PNBP Terlambat/Belum<br />

Disetor ke Kas Negara<br />

Ketidaktertiban atau “pelanggaran”<br />

berikutnya dalam pengelolaan PNBP<br />

berupa keterlambatan dalam penyetoran<br />

PNBP. Keterlambatan disini diartikan suatu<br />

dana PNBP yang telah diterima oleh<br />

Bendahara Penerima dari masyarakat tetapi<br />

tidak segera disetorkan ke Kas Negara<br />

secara tepat waktu.<br />

Kriteria yang digunakan oleh auditor<br />

yang dalam hal ini BPK adalah ketentuan<br />

perundangan di bidang PNBP dan Keuangan<br />

Negara, yaitu Pasal 4 Undang-Undang<br />

No. 20 Tahun 1997 tentang PNBP yang<br />

menyatakan bahwa seluruh PNBP wajib<br />

disetor langsung secepatnya ke Kas Negara,<br />

Pasal 16 ayat 2 Undang-Undang No. 1 Tahun<br />

2004 tentang Perbendaharaan Negara<br />

yang menyatakan bahwa penerimaan harus<br />

disetor seluruhnya ke Kas Negara/Daerah<br />

pada waktunya yang selanjutnya diatur<br />

dalam peraturan pemerintah.<br />

Selanjutnya, dalam Pasal 26 ayat (3)<br />

Peraturan Pemerintah No. 39 Tahun 2007<br />

tentang Pengelolaan Uang Negara/Daerah,<br />

yang merupakan peraturan pelaksanaan<br />

dari Undang-Undang No. 1 Tahun<br />

2004 tentang Perbendaharaan Negara,<br />

menyatakan bahwa Penerimaan Negara<br />

yang ditampung pada rekening penerimaan<br />

Faktor lainnya penyebab<br />

penggunaan langsung adalah<br />

adanya pembatasan waktu<br />

pengajuan revisi anggaran<br />

hanya sampai dengan<br />

pertengahan bulan Oktober.<br />

Ketentuan ini membuat<br />

dilema bagi Kementerian/<br />

Lembaga khususnya pada saat<br />

ada permintaan pelayanan<br />

di bulan November dan<br />

Desember.<br />

setiap hari disetor seluruhnya ke Rekening<br />

Kas Umum Negara.<br />

Berdasarkan ketentuan di atas, seluruh<br />

jenis PNBP tanpa kecuali harus disetor<br />

langsung ke Kas Negara atau maksimal satu<br />

hari di rekening Bendahara dan selanjutnya<br />

harus disetor seluruhnya ke Rekening Kas<br />

Umum Negara. Ketentuan inilah yang<br />

mengakibatkan munculnya temuan BPK<br />

berupa PNBP terlambat setor ke Kas<br />

Negara. Hal ini terjadi karena Bendahara<br />

Penerima Kementerian/Lembaga umumnya<br />

menampung terlebih dahulu setoran<br />

PNBP dari Wajib Bayar/masyarakat baru<br />

kemudian disetorkan ke Kas Negara.<br />

Seperti temuan BPK yang lain, temuan<br />

ini terjadi juga tidak sepenuhnya karena<br />

kesalahan atau kealpaan Bendahara<br />

Penerima K/L. Jenis PNBP yang jumlahnya<br />

mencapai puluhan ribu tentu juga diiringi<br />

dengan beragamnya karakteristik PNBP. Hal<br />

ini berdampak juga terhadap penyetoran<br />

masing-masing jenis PNBP tersebut.<br />

Kendala waktu dan biaya mungkin tidak<br />

terlalu mengganggu untuk Satuan Kerja<br />

yang berdomisili di daerah perkotaan.<br />

Namun, hal ini akan menjadi berbeda bagi<br />

Satuan Kerja yang berdomisili di daerah<br />

terpencil.<br />

Sebagai contoh, agar lebih mudah<br />

ilustrasinya kita gunakan lagi kasus<br />

PNBP berupa biaya nikah pada<br />

Kementerian Agama sebesar Rp<br />

30.000, apabila dalam suatu hari<br />

atau bahkan dalam suatu minggu<br />

di suatu kecamatan terpencil<br />

di Kepulauan Aru hanya terjadi<br />

satu kali peristiwa pernikahan<br />

dan harus disetorkan langsung<br />

pada satu hari berikutnya, maka<br />

petugas Kantor Urusan Agama<br />

setempat akan mengeluarkan<br />

biaya transportasi yang lebih<br />

besar daripada PNBP akan yang<br />

disetorkan ke Kas Negara karena<br />

Bank Persepsi tidak tersedia di<br />

seluruh Kecamatan atau bahkan<br />

Bank Persepsi terletak di pulau<br />

lain yang terpisah laut.<br />

Kasus ini tidak dimaksudkan sebagai<br />

dasar pembenaran untuk menunda<br />

penyetoran PNBP ke Kas Negara secara<br />

umum, tetapi seyogianya dijadikan salah<br />

satu pertimbangan dalam penentuan<br />

batas waktu penyetoran. Oleh karena itu,<br />

diperlukan suatu peraturan yang beragam<br />

untuk jenis PNBP yang beragam pula.<br />

26 <strong>Warta</strong> anggaran | <strong>21</strong> Tahun 2011


PNBP<br />

LAPORAN KHUSUS<br />

Pembiayaan 2011,<br />

Mengandalkan Utang<br />

Sebagai Sumber Penerimaan<br />

Oleh Agus Kuswantoro<br />

Sebagai konsekuensi kebijakan APBN<br />

yang defisit, Pemerintah harus berusaha<br />

mencari sumber penerimaan pembiayaan<br />

yang digunakan untuk menutup “financing<br />

gap” tersebut. Namun, besaran pembiayan<br />

defisit tersebut terlihat semakin menurun<br />

dibandingkan defisit tahun sebelumnya,<br />

dalam APBN-P 2010 ditetapkan besaran<br />

defisit adalah sebesar 2,1 persen terhadap<br />

PDB, sedangkan pada tahun 2011 dalam<br />

APBN ditetapkan besaran defisit adalah<br />

sebesar 1,8 persen terhadap PDB.<br />

Pada APBN 2011, Total Pendapatan Negara<br />

dan hibah mencapai Rp1.104,9 triliun,<br />

sedangkan total belanja Negara mencapai<br />

Rp1.229,6 triliun, sehingga terjadi defisit<br />

sebesar Rp124,7 triliun. Untuk menutup<br />

besaran tersebut akan ditutup dari sumber<br />

non utang dan utang. Untuk jelasnya dapat<br />

dilihat pada tabel berikut.<br />

Penerimaan cicilan pengembalian<br />

penerusan pinjaman: Penerimaan<br />

cicilan pengembalian penerusan pinjaman<br />

terhadap APBN pada tahun-tahun<br />

sebelumnya diklasifikasikan ke dalam RDI.<br />

Perubahan klasifikasi ini dimaksudkan untuk<br />

perbaikan sistem dan penertiban rekening<br />

<strong>Warta</strong> anggaran | <strong>21</strong> Tahun 2011 27


LAPORAN KHUSUS<br />

PEMBIAYAAN, 2010-2011<br />

(miliar rupiah)<br />

2010 2011<br />

Keterangan<br />

APBN-P<br />

% thd<br />

PDB<br />

Real 31 Des<br />

(Rev II)<br />

% thd<br />

APBN-P<br />

APBN<br />

% thd<br />

PDB<br />

I. Pembiayaan Nonutang 25,402.8 0.4 3,910.9 15.4 (2,387.9) (0.0)<br />

A. Perbankan Dalam Negeri 45,477.1 0.7 <strong>21</strong>,477.9 47.2 12,657.2 0.2<br />

1. Rekening Dana Investasi 5,504.2 0.1 4,130.0 75.0 6,803.4 0.1<br />

2. Rekening Pembangunan Hutan 625.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0<br />

3. Saldo <strong>Anggaran</strong> Lebih 39,347.9 0.6 17,347.9 44.1 5,000.0 0.1<br />

4. Rek.KUN untuk Pemb. Kredit Invest. Pem. 0.0 0.0 0.0 0.0 853.9 0.0<br />

B. Non Perbankan Dalam Negeri (20,074.2) (0.3) (17,567.0) 87.5 (15,045.2) (0.2)<br />

1. Privatisasi 1,200.0 0.0 2,098.7 174.9 340.0 0.0<br />

2. Hasil Pengelolaan Aset 1,200.0 0.0 1,133.4 94.5 583.1 0.0<br />

3. Dana Investasi Pemerintah dan PMN (12,924.2) (0.2) (12,299.1) 95.2 (13,932.3) (0.2)<br />

4. Dana Pengembangan Pendidikan Nasional (1,000.0) (0.0) (1,000.0) 100.0 (1,000.0) (0.0)<br />

5. Kewajiban Penjaminan (1,050.0) (0.0) 0.0 0.0 (1,036.0) (0.0)<br />

6. Pinjaman kepada PT PLN (7,500.0) (0.1) (7,500.0) 100.0 0.0 0.0<br />

II. Pembiayaan Utang 108,344.8 1.7 85,633.7 79.0 127,044.4 1.8<br />

A. Pembiayaan Luar Negeri (Neto) (155.5) (0.0) (5,837.9) 3,753.2 (609.5) (0.0)<br />

1. Penarikan Pinjaman Luar Negeri (Bruto) 70,777.1 1.1 50,616.6 71.5 58,933.0 0.8<br />

2. Penerusan Pinjaman (16,796.6) (0.3) (5,822.0) 34.7 (11,724.8) (0.2)<br />

3. Pembayaran Cicilan Pokok Utang LN (54,136.0) (0.9) (50,632.5) 93.5 (47,817.7) (0.7)<br />

B. Surat Berharga Negara (neto) 107,500.4 1.7 91,113.8 84.8 126,653.9 1.8<br />

C. Pinjaman Dalam Negeri 1,000.0 0.0 357.7 35.8 1,000.0 0.0<br />

Total Pembiayaan <strong>Anggaran</strong><br />

133,747.7 2.1 89,544.6 67.0 124,656.5 1.8<br />

yang dikelola oleh Pemerintah, khususnya<br />

yang dikelola oleh Menteri Keuangan<br />

selaku BUN. Oleh karena itu, mulai tahun<br />

2011 pengembalian dari debitur tidak<br />

lagi melalui rekening RDI tetapi langsung<br />

disetorkan kepada Rekening Kas Umum<br />

Negara (RKUN). Target penerimaan cicilan<br />

pengembalian penerusan pinjaman dalam<br />

APBN 2011 adalah sebesar Rp6,8 triliun<br />

dimana didalamnya termasuk adanya<br />

konversi piutang penerusan pinjaman pada<br />

PT Pupuk Iskandar Muda (PT PIM) sebesar<br />

Rp1,4 triliun.<br />

Rekening KUN untuk pembiayaan<br />

kredit investasi pemerintah:<br />

Penerimaan ini bersifat in-out, yaitu in pada<br />

rekening KUN untuk pembiayaan kredit<br />

investasi pemerintah, dan out pada investasi<br />

pemerintah untuk pembiayaan kredit<br />

investasi pemerintah. Target setoran adalah<br />

sebesar Rp853,9 miliar.<br />

Saldo anggaran lebih (SAL):<br />

Penggunaan SAL antara lain ditujukan untuk<br />

mengurangi idle cash sehubungan besarnya<br />

posisi SAL yang terdapat dalam Rekening<br />

Pemerintah. Target SAL yang digunakan<br />

dalam APBN 2011 adalah sebesar Rp5,0<br />

triliun.<br />

Privatisasi: Kebijakan privatisasi dalam<br />

APBN 2011 adalah privatisasi ditujukan<br />

untuk memperbaiki kinerja dan nilai<br />

tambah perusahaan, perbaikan struktur<br />

keuangan dan manajemen, penciptaan<br />

struktur industri yang sehat dan kompetitif,<br />

serta perkembangan BUMN yang mampu<br />

bersaing dan berorientasi global. Target<br />

privatisasi APBN 2011 ditetapkan tidak<br />

terlalu besar yaitu hanya Rp340,0 miliar,<br />

karena privatisasi tidak ditujukan untuk<br />

menutup defisit.<br />

Hasil pengelolaan asset (HPA): Hasil<br />

pengelolaan Aset berasal dari penerimaan<br />

Ditjen Kekayaan Negara (DJKN) dan PT<br />

PPA. Penerimaan DJKN berasal dari aset<br />

eks bank dalam likuidasi (BDL), aset eks PT<br />

PPA. aset eks BPPN, dan hak tagih terhadap<br />

PT DI (sebagai akibat dari konversi utang<br />

menjadi PMN). Penerimaan PT PPA berasal<br />

dari percepatan pelunasan Multi Years Bond<br />

(MYB) PT Tuban Petrochemical Industries<br />

(PT TPI). Adapun target HPA pada tahun<br />

2011 adalah sebesar Rp583,1 miliar. Namun,<br />

HPA ini sudah tidak dapat menjadi andalan<br />

penerimaan pembiayaan berhubung aset<br />

yang dikelola makin menurun baik kualitas<br />

maupun kuantitasnya.<br />

Sumber utang yang digunakan sebagai<br />

penerimaan pembiayaan pada tahun<br />

2011 adalah berasal dari surat berharga<br />

Negara (SBN), pinjaman dalam negeri,<br />

dan penarikan pinjaman luar negeri.<br />

Dalam mengelola utang tersebut, terdapat<br />

kebijakan umum pengelolaan utang yaitu:<br />

mengoptimalkan potensi utang domestik<br />

melalui penerbitan SBN dan PDN;<br />

melakukan pengembangan instrumen<br />

utang agar diperoleh fleksibilitas dalam<br />

memilih berbagai instrumen yang lebih<br />

cost-efficient dan risiko minimal; pengadaan<br />

PLN dilakukan untuk pembiayaan kegiatan<br />

prioritas yang memberikan terms and<br />

conditions yang wajar, dan tanpa agenda<br />

politik dari kreditur; mempertahankan<br />

kebijakan pengurangan PLN dalam periode<br />

jangka menengah; meningkatkan koordinasi<br />

dengan otoritas moneter dan otoritas<br />

28 <strong>Warta</strong> anggaran | <strong>21</strong> Tahun 2011


pasar modal, untuk mendorong financial<br />

deepening; meningkatkan koordinasi dan<br />

komunikasi untuk meningkatkan efisiensi<br />

pengelolaan pinjaman dan sovereign credit<br />

rating.<br />

Surat berharga negara (SBN): Setelah<br />

penerimaan dari HPA menurun, Pemerintah<br />

selalu mengandalkan penerbitan SBN<br />

sebagai sandaran dalam menutup defisit<br />

dan membiayai pengeluaran pembiayaan.<br />

Pada APBN 2011, target penerbitan SBN<br />

(neto) adalah sebesar Rp126,7 triliun, yang<br />

nantinya akan ditutup dari SBN dalam<br />

negeri dan SBN internasional.<br />

Pinjaman dalam negeri (PDN):<br />

Pinjaman dalam negeri merupakan sumber<br />

penerimaan pembiayaan yang relatif baru,<br />

yaitu mulai tahun 2010. Pinjaman ini berasal<br />

dari bank pemerintah yang digunakan untuk<br />

membiayai pengadaan alat utama sistem<br />

pertahanan pada Kementerian Pertahanan<br />

dan Kepolisian Negara dalam rangka<br />

pemberdayaan industri dalam negeri. Target<br />

penerimaan PDN pada APBN 2011 adalah<br />

sebesar Rp1,0 triliun.<br />

Penarikan pinjaman luar negeri<br />

(PLN): Pengadaan pinjaman luar negeri<br />

dilakukan hanya untuk pembiayaan kegiatan<br />

prioritas dan dalam rangka budget support.<br />

Sumber pembiayaan PLN ini berasal dari<br />

lender baik multilateral, bilateral, maupun<br />

lembaga keuangan komersial. Sedangkan<br />

prioritas pengadaan utang diarahkan<br />

bagi (i) lender yang memberikan terms<br />

and condition yang favorable (wajar), (ii)<br />

tidak adanya agenda politik tertentu,<br />

dan (iii) ketersediaan sumber pinjaman<br />

yang disesuaikan dengan karakteristik<br />

kegiatannya. Penarikan PLN ini dibedakan<br />

menjadi pinjaman program (untuk budget<br />

support) dan pinjaman proyek (earmark<br />

dengan kegiatan pada K/L). Pada APBN<br />

2011, target pinjaman program adalah<br />

sebesar Rp19,8 triliun sedangkan pinjaman<br />

proyek sebesar Rp39,1 triliun. Dalam<br />

pinjaman proyek tersebut termasuk<br />

penerimaan penerusan pinjaman sebesar<br />

Rp11,7 triliun.<br />

Selain penerimaan, pada pembiayaan juga<br />

terdapat pengeluaran pembiayaan<br />

baik pada non utang maupun utang.<br />

Pengeluaran Pembiayaan yang terdapat<br />

pada non utang meliputi Dana investasi<br />

pemerintah & penyertaan modal Negara<br />

(PMN), dana pengembangan pendidikan<br />

nasional, serta kewajiban penjaminan.<br />

Sedangkan pengeluaran pembiayaan<br />

yang terdapat pada utang yaitu berupa<br />

penerusan pinjaman dan pembayaran<br />

cicilan pokok Utang LN.<br />

Dana investasi pemerintah &<br />

penyertaan modal Negara (PMN):<br />

Pembiayaan dalam bentuk dana investasi<br />

Pemerintah & PMN bersifat cash outflow<br />

atau berupa pengeluaran pembiayaan,<br />

serta bersifat ad-hoc tergantung pada<br />

kebijakan Pemerintah. Pengeluaran dana<br />

untuk investasi Pemerintah dan PMN<br />

dalam APBN 2011, dialokasikan sebesar<br />

Rp13,9 triliun yang digunakan untuk: (a)<br />

Investasi Pemerintah Rp1,9 triliun, (b)<br />

PMN sebesar Rp7,1 triliun, yang dirinci<br />

PMN kepada BUMN Rp6,4 triliun dan<br />

organisasi/lembaga keuangan internasional<br />

Rp7<strong>21</strong>,5 miliar, dan (d) dana bergulir<br />

Rp4,9 triliun, yang terdiri dari LPDB<br />

KUKM Rp250,0 miliar, Fasilitas Likuiditas<br />

Pembiayaan Perumahan Rp3.571,6 miliar,<br />

dan Geothermal Rp1.126,5 miliar.<br />

Dana pengembangan pendidikan<br />

nasional: Dana pengembangan<br />

pendidikan nasional merupakan bagian<br />

dari anggaran pendidikan nasional secara<br />

keseluruhan, yang dialokasikan untuk<br />

pembentukan endowment fund dan dana<br />

cadangan pendidikan untuk mengantisipasi<br />

keperluan rehabilitasi fasilitas pendidikan<br />

yang rusak akibat bencana alam. Dalam<br />

APBN 2011, alokasi anggaran untuk<br />

dana pengembangan pendidikan nasional<br />

dialokasikan sebesar Rp1,0 triliun.<br />

Kewajiban penjaminan: Dana<br />

ini ditujukan untuk mengantisipasi<br />

kemungkinan gagal bayar PT PLN (persero)<br />

LAPORAN KHUSUS<br />

maupun PDAM terhadap kreditur sesuai<br />

dengan perjanjian pinjaman. Pada APBN<br />

2011, Pemerintah mengalokasikan anggaran<br />

untuk dana kewajiban penjaminan sebesar<br />

Rp1.036,0 triliun, yang terdiri dari untuk PT<br />

PLN (Persero) sebesar Rp889,0 miliar dan<br />

PDAM sebesar Rp147,0 miliar.<br />

Penerusan pinjaman: Merupakan PLN<br />

atau PDN yang diterima Pemerintah Pusat<br />

dan diteruspinjamkan kepada pemerintah<br />

daerah atau BUMN. Penerusan pinjaman<br />

ini bersifat in-out, yaitu in pada pinjaman<br />

proyek dan out pada penerusan pinjaman.<br />

Sedangkan pada APBN 2011, alokasi<br />

penerusan pinjaman adalah sebesar Rp11,7<br />

triliun.<br />

Pembayaran cicilan pokok Utang<br />

LN: Salah satu kewajiban pembayaran<br />

apabila Pemerintah menarik PLN adalah<br />

pembayaran cicilan pokok kepada lender.<br />

Pada APBN 2011, alokasi pembayaran ini<br />

adalah sebesar Rp47,8 triliun. Sedangkan<br />

kebijakan Pemerintah adalah selalu<br />

berupaya untuk membayar kewajiban ini<br />

tepat waktu.<br />

Kesimpulan:<br />

Sumber utama penerimaan pembiayaan<br />

adalah berasal dari utang, dalam<br />

perencanaan utang tersebut selalu<br />

mempertimbangkan “fiscal sustainability“<br />

sehingga tambahan utang tersebut tidak<br />

membebani APBN dimasa mendatang.<br />

Salah satu indikator yang dipercaya adalah<br />

debt to GDP ratio yang semakin menurun,<br />

yaitu dari 47% pada tahun 2005 menjadi<br />

26% pada tahun 2011. Sedangkan dari sisi<br />

pengeluaran pembiayaan, PMN merupakan<br />

pengeluaran terbesar serta diharapkan<br />

penggunaannya dapat dilakukan dengan<br />

efektif dan efisien.<br />

Referensi: Disarikan dari Nota Keuangan dan APBN 2011<br />

<strong>Warta</strong> anggaran | <strong>21</strong> Tahun 2011 29


REFORMASI BIROKRASI<br />

Penataan Organisasi DJA:<br />

Mengantisipasi Kepakan Sayap<br />

Kupu-kupu di Brazil<br />

Oleh Eko Widyasmoro<br />

Di wilayah manajerial, tuntutan akan keterbukaan dan akuntabilitas direspon oleh DJA dengan<br />

penguatan di bidang kepatuhan internal, manajemen risiko, dan bantuan hukum. Dibentuknya<br />

Bagian Kepatuhan dan Bantuan Hukum merupakan bukti komitmen DJA terhadap keterbukaan<br />

dan akuntabilitas.<br />

30 <strong>Warta</strong> anggaran | <strong>21</strong> Tahun 2011


Pada tahun 1972, Edward Lorenz,<br />

seorang ahli meteorologi, menyampaikan<br />

pidatonya yang terkenal dengan judul<br />

‘Apakah kepakan sayap seekor kupu-kupu<br />

di Brazil dapat menyebabkan badai di<br />

Texas’. Pertanyaan bersayap ini tentu saja<br />

mengandung makna bahwa dalam suatu<br />

sistem yang kompleks, dalam hal ini cuaca,<br />

perubahan kecil di suatu tempat dapat<br />

memicu perubahan besar di tempat lain.<br />

Jika di lihat secara seksama, sepertinya<br />

kita akan sepakat bahwa <strong>Direktorat</strong><br />

<strong>Jenderal</strong> <strong>Anggaran</strong> merupakan bagian dari<br />

suatu sistem yang luar biasa kompleks<br />

yang dinamakan keuangan negara. Dalam<br />

sistem ini setiap perubahan<br />

berpotensi membawa dampak<br />

yang hebat. Contoh sederhana<br />

misalnya pergolakan di kawasan<br />

Timur Tengah berdampak kepada<br />

perubahan harga minyak yang<br />

memicu perubahan asumsi<br />

ekonomi makro di APBN kita,<br />

demikian seterusnya sehingga<br />

seorang Kepala Puskesmas di<br />

pedalaman Mamuju akhirnya<br />

hanya menerima 6 box<br />

Parasetamol dari 10 yang dia<br />

ajukan.<br />

Dari kaca mata organisasi,<br />

lingkungan yang sangat dinamis menuntut<br />

suatu desain organisasi yang responsif.<br />

Responsif dalam arti tidak membentengi<br />

dirinya terhadap serbuan perubahan,<br />

melainkan menyesuaikan diri dengan<br />

tuntutan perubahan, untuk tetap berkinerja<br />

prima di tengah dinamika.<br />

Selain sebagai upaya untuk<br />

mengejawantahkan core values DJA,<br />

semangat untuk tetap responsif merupakan<br />

hal penting yang mendasari penataan<br />

organisasi di <strong>Direktorat</strong> <strong>Jenderal</strong> <strong>Anggaran</strong>.<br />

Sejak awal perancangannya, piranti yang<br />

digunakan untuk mendiagnosa kebutuhan<br />

akan perubahan adalah metode PETS yang<br />

dikembangkan oleh Johnson dan Scholes.<br />

Metode ini memetakan faktor-faktor Politik,<br />

Ekonomi, Teknologi, dan Sosial yang menjadi<br />

pemicu berubahnya struktur organisasi.<br />

Faktor politik dalam hal ini diantaranya<br />

adalah terbitnya peraturan maupun inisiatif<br />

tentang Reformasi Birokrasi, Reformasi<br />

Penganggaran dan program-program<br />

seperti Program Legislasi Nasional. Dari<br />

segi ekonomi, organisasi DJA dihadapkan<br />

kepada mengemukanya isu-isu strategis<br />

nasional dan kebijakan yang berdampak<br />

kepada APBN seperti Sistem Jaminan<br />

Sosial Nasional, pembangunan infrastruktur,<br />

perubahan iklim, dan, secara internal,<br />

efesiensi operasional DJA sendiri.<br />

Perkembangan teknologi menuntut<br />

DJA untuk melakukan integrasi Teknologi<br />

Penataan ulang juga<br />

dilakukan di <strong>Direktorat</strong><br />

PNBP. Pendekatan struktur<br />

organisasi yang semula<br />

menggunakan pendekatan<br />

jenis penerimaan PNBP,<br />

yaitu kementerian dari nonkementerian<br />

dianggap tidak<br />

sesuai lagi.<br />

Informasi ke dalam mekanisme kerja<br />

DJA, baik dalam proses bisnisnya sendiri<br />

maupun ketika bisnis proses tersebut<br />

berkaitan erat dengan organisasi lain. Dan<br />

yang tak kalah pentingnya adalah faktor<br />

sosial. Tuntutan publik akan keterbukaan<br />

dan akuntabilitas merupakan suatu faktor<br />

pemicu yang tidak dapat diabaikan. DJA<br />

perlu didesain sedemikan rupa setiap<br />

kebijakan dirumuskan dalam suatu proses<br />

yang transparan dan hasilnya dapat<br />

dipertanggungjawabkan.<br />

Dengan mempertimbangkan faktorfaktor<br />

di atas DJA menata kembali<br />

organisasinya. Untuk mengantisipasi Sistem<br />

Jaminan Sosial Nasional, isu Remunerasi<br />

dan Program Legislasi Nasional 2010-2014<br />

yang didalamnya terdapat 247 RUU yang<br />

REFORMASI BIROKRASI<br />

harus disahkan, sebuah direktorat baru pun<br />

dibentuk. <strong>Direktorat</strong> Harmonisasi Peraturan<br />

Penganggaran bertugas menyelaraskan<br />

peraturan-peraturan yang diterbitkan oleh<br />

DJA maupun instansi-instansi lain dengan<br />

peraturan yang telah ada dan kaidah-kaidah<br />

penganggaran yang telah disepakati.<br />

Terdiri dari empat subdirektorat,<br />

wilayah kerja direktorat baru ini mencakup<br />

harmonisasi peraturan penganggaran<br />

yang terkait kementerian dan lembaga,<br />

harmonisasi peraturan jaminan sosial,<br />

harmonisasi peraturan PNBP, dan<br />

harmonisasi penganggaran remunerasi.<br />

Keempat bidang tersebut merupakan<br />

wilayah yang terus berkembang dan<br />

perlu perhatian khusus. Diharapkan<br />

dengan ditangani secara tersendiri,<br />

keamanan APBN menjadi semakin<br />

terjaga dan remunerasi aparatur<br />

negara kedepan dapat mengacu<br />

pada pola yang lebih rasional dan<br />

berkeadilan.<br />

Masih dengan semangat untuk<br />

mengantisipasi perkembangan,<br />

DJA membenahi kembali sistem<br />

monitoring dan evaluasi yang selama<br />

ini melekat ke dalam tugasnya.<br />

Sebelum penataan, monitoring<br />

dan evaluasi penganggaran kurang<br />

optimal karena belum adanya kerangka<br />

yang dapat dijadikan acuan dan tingginya<br />

beban kerja unit teknis. Akibatnya,<br />

pelaksanaan monitoring dan evaluasi<br />

cenderung terfragmentasi dan hasilnya<br />

belum dapat dijadikan pertimbangan dalam<br />

pengambilan keputusan.<br />

Penguatan fungsi monitoring dan<br />

evaluasi dilakukan dengan membentuk<br />

suatu unit eselon III di bawah <strong>Direktorat</strong><br />

Sistem Penganggaran, yaitu Subdirektorat<br />

Evaluasi Kinerja Penganggaran. Tugas unit<br />

ini adalah mempersiapkan kerangka kerja<br />

monitoring dan evaluasi yang dilaksanakan<br />

oleh unit-unit teknis sekaligus mengolah<br />

hasilnya sehingga dapat dijadikan referensi<br />

bagi pimpinan DJA maupun unit-unit teknis<br />

tersebut. Hasil kajian unit ini diharapkan<br />

<strong>Warta</strong> anggaran | <strong>21</strong> Tahun 2011 31


REFORMASI BIROKRASI<br />

mampu memberikan gambaran mengenai<br />

sejauh mana kementerian dan lembaga<br />

mampu secara optimal memanfaatkan<br />

anggaran yang dimiliki untuk menghasilkan<br />

output yang direncanakan. Hal ini menjadi<br />

penting karena dalam implementasi<br />

penganggaran berbasis kinerja, posisi DJA<br />

ke depan tidak hanya berkutat dengan<br />

‘posting dan costing’ melainkan juga sebagai<br />

unit yang mampu menganalisis output<br />

kementerian dan lembaga.<br />

Dari sisi perencanaan anggaran,<br />

perkembangan sistem penganggaran dan<br />

perubahan struktur APBN membawa<br />

dampak langsung kepada DJA. Kini, DJA<br />

dituntut juga untuk menangani bidang<br />

anggaran strategis nasional, antara lain<br />

perubahan iklim, pengembangan alutsista,<br />

dan ketahanan pangan. Belum lagi ditambah<br />

dengan bertambahnya beban kerja di<br />

bidang belanja negara akibat penerapan<br />

belanja prioritas, serta kewajiban yang<br />

terkait dengan dampak implementasi<br />

sistem jaminan sosial nasional terhadap<br />

APBN.<br />

Mencermati perkembangan tersebut,<br />

DJA memutuskan untuk menata ulang<br />

pembagian tugas di <strong>Direktorat</strong> Penyusunan<br />

APBN dan merombak strukturnya<br />

untuk menyesuaikan dengan postur<br />

APBN. Dalam struktur yang baru, belanja<br />

negara ditangani oleh tiga subdirektorat<br />

sementara demi efisiensi tugas yang terkait<br />

dengan pendapatan negara digabung ke<br />

dalam subdirektorat yang menangani<br />

asumsi ekonomi makro. Di tingkat eselon<br />

IV, pembagian tugas dan pemberian<br />

nomenklatur dilakukan sehingga setiap<br />

seksi merupakan cerminan dari aspek<br />

tertentu dalam postur APBN. Semua ini<br />

dilakukan untuk memastikan agar DJA<br />

dapat memberikan respon yang cepat dan<br />

akurat terhadap setiap pergerakan APBN.<br />

Penataan ulang juga dilakukan di<br />

<strong>Direktorat</strong> PNBP. Pendekatan struktur<br />

organisasi yang semula menggunakan<br />

pendekatan jenis penerimaan PNBP,<br />

yaitu kementerian dari non-kementerian<br />

dianggap tidak sesuai lagi. Kini tugas<br />

pengelolaan penerimaan PNBP terkait<br />

kementerian dan lembaga dibagi habis<br />

oleh dua subdirektorat. Hal ini untuk<br />

membagi beban kerja agar lebih seimbang,<br />

meningkatkan efisiensi operasional dan<br />

memudahkan koordinasi dengan mitra<br />

kerja.<br />

Hal serupa juga dilakukan untuk<br />

mempertajam tugas dan fungsi DJA di bidang<br />

pengembangan sistem penganggaran.<br />

Nomenklatur pengembangan sistem<br />

penganggaran disesuaikan menjadi<br />

transformasi sistem penganggaran,<br />

dalam hal ini Subdirektorat Transformasi<br />

Sistem Penganggaran, <strong>Direktorat</strong> Sistem<br />

Penganggaran. Hal ini dimaksudkan untuk<br />

menjadi titik tolak perubahan pola pikir DJA<br />

dari upaya pengembangan sistem menjadi<br />

upaya transformasi sistem sehingga nuansa<br />

implementasinya menjadi semakin kuat.<br />

Sebagai salah satu core product DJA,<br />

Standar Biaya juga menjadi pusat perhatian<br />

dalam upaya penataan organisasi DJA.<br />

Kendala-kendala yang dihadapi dalam<br />

implementasi selama ini seperti belum<br />

memadainya standar biaya masukan baik<br />

jumlah maupun besarannya serta belum<br />

tersedianya suatu norma atau pedoman<br />

yang mengatur metodologi pembiayaan<br />

yang sesuai dengan karakteristik maupun<br />

jenis kegiatan yang ada di masing-masing<br />

Kementerian /Lembaga adalah tantangan<br />

besar bagi DJA. Untuk menjawabnya,<br />

DJA menata ulang Subdirektorat Standar<br />

Biaya agar kementerian dan lembaga<br />

dapat mendapatkan layanan yang lebih<br />

customized. Lebih jauh lagi, DJA membentuk<br />

Seksi Riset dan Pengembangan Standar<br />

Biaya untuk mengantisipasi perkembanganperkembangan<br />

di masa depan.<br />

Di wilayah manajerial, tuntutan akan<br />

keterbukaan dan akuntabilitas direspon<br />

oleh DJA dengan penguatan di bidang<br />

kepatuhan internal, manajemen risiko,<br />

dan bantuan hukum. Dibentuknya Bagian<br />

Kepatuhan dan Bantuan Hukum merupakan<br />

bukti komitmen DJA terhadap keterbukaan<br />

dan akuntabilitas. Bagian ini bertugas antara<br />

lain melakukan internalisasi kode etik di<br />

lingkungan DJA mengingat pengembangan<br />

sistem dan manusia yang melaksanakan<br />

sistem tersebut harus berjalan seiring.<br />

Peningkatan integritas pegawai dan<br />

akuntabilitas proses merupakan salah satu<br />

tanggungjawab bagian baru ini.<br />

Tugas yang lain mencakup<br />

pengembangan dan implementasi<br />

manajemen resiko untuk memastikan<br />

kelancaran pelaksanaan tugas DJA secara<br />

umum. Hal lain yang tak kalah penting<br />

adalah untuk memberikan pertimbangan<br />

dari sisi hukum kepada pimpinan DJA agar<br />

setiap keputusan yang diambil, terutama<br />

yang menyangkut wilayah abu-abu (grey<br />

area), mempunyai landasan yang kuat.<br />

Unit ini juga akan memberikan dukungan<br />

kepada pagawai dan pejabat DJA ketika<br />

dihadapkan kepada permasalahan hukum<br />

akibat pelaksanaan tugas.<br />

Bisa dikatakan, pada tahun 2010 yang<br />

lalu DJA melakukan suatu perombakan<br />

struktur yang cukup signifikan. Hampir<br />

di semua lini terjadi perubahan. Namun<br />

dari semua ini, benang merah yang dapat<br />

ditarik adalah DJA berupaya untuk selalu<br />

responsif terhadap perubahan-perubahan<br />

yang terjadi di lingkungan. Lebih jauh<br />

lagi, jika dicermati, maka dapat dilihat<br />

upaya-upaya DJA dalam mengantisipasi<br />

perubahan itu sendiri, misalnya perubahan<br />

struktur di <strong>Direktorat</strong> Penyusunan APBN<br />

dan pembentukan <strong>Direktorat</strong> Harmonisasi<br />

Peraturan Penganggaran.<br />

Dan tentu saja, semua itu dilakukan agar<br />

DJA dapat memberikan layanan yang terbaik<br />

kepada segenap pemangku kepentingan<br />

dan mitra kerjanya. Sedemikian sehingga<br />

walaupun seribu kupu-kupu mengepakkan<br />

sayapnya di Brazil, sang Kepala Puskesmas<br />

di pedalaman Mamuju tetap menerima 10<br />

boks Parasetamol.<br />

32 <strong>Warta</strong> anggaran | <strong>21</strong> Tahun 2011


PERENCANAAN ANGGARAN<br />

SISTEM PENGANGGARAN<br />

Implementasi Reward<br />

and Punishment<br />

pada Tahun <strong>Anggaran</strong> 2011<br />

Oleh: Jati Wibowo, Dit. SP<br />

Meski evaluasi atas penyerapan anggaran<br />

selama ini telah dilakukan, namun terkesan<br />

tidak ada tindak lanjut dari hasil evaluasi<br />

itu sendiri. Seiring dengan pelaksanaan<br />

reformasi penganggaran di Indonesia,<br />

ada keinginan kuat Pemerintah untuk<br />

mengaitkan hasil evaluasi atas pelaksanaan<br />

anggaran dengan besaran alokasi anggaran<br />

tahun berikutnya. Semangat tersebut<br />

tercermin pada UU Nomor 2 Tahun 2010<br />

tentang APBN-P TA 2010 dan UU No 10<br />

Tahun 2010 tentang APBN TA 2011. Kedua<br />

UU tersebut memayungi mekanisme<br />

penambahan dan pengurangan pagu<br />

anggaran sebagai akibat dari hasil kinerja<br />

Kementerian Negara/Lembaga (K/L) atas<br />

pelaksanaan anggaran belanja Tahun 2010.<br />

Mekanisme tersebut lazim dikenal dengan<br />

istilah reward and punishment system.<br />

Implementasi pemberian penghargaan<br />

(reward) pada tahun 2011 ini diilhami<br />

oleh amanat Pasal 16A UU Nomor 2<br />

Tahun 2010 tentang APBN-P TA 2010,<br />

yang menyatakan bahwa hasil optimalisasi<br />

pada TA 2010 dapat digunakan pada TA<br />

2011. Sedangkan implementasi pengenaan<br />

sanksi (punishment) pada TA 2011 ini<br />

merupakan penjabaran dari amanat Pasal<br />

20 UU Nomor 10 Tahun 2010 tentang<br />

APBN TA 2011, yang menyebutkan adanya<br />

mekanisme pemotongan pagu belanja<br />

K/L pada TA 2011 yang tidak sepenuhnya<br />

melaksanakan anggaran belanja TA 2010<br />

diatur oleh Pemerintah.<br />

Dari Amanat Kedua UU tersebut, pada<br />

Triwulan pertama 2011 ini Menteri<br />

<strong>Warta</strong> anggaran | <strong>21</strong> Tahun 2011 33


SISTEM PENGANGGARAN<br />

Keuangan Telah Menerbitkan PMK No<br />

38/PMK.02/2011 tentang Tata Cara<br />

Penggunaan Hasil Optimalisasi <strong>Anggaran</strong><br />

Belanja Kementerian Negara/Lembaga TA<br />

2010 pada TA 2011 dan Pemotongan Pagu<br />

Belanja Kementerian Negara/Lembaga<br />

pada TA 2011 yang Tidak Sepenuhnya<br />

Melaksanakan <strong>Anggaran</strong> Belanja TA 2010.<br />

KMK tersebut telah ditandatangani oleh<br />

Menteri Keuangan pada tanggal 2 Maret<br />

2011.<br />

Mengingat TA 2010 belum mengenal<br />

anggaran berbasis kinerja, maka tingkat<br />

penyerapan anggaran selama TA 2010 yang<br />

menjadi satu-satunya parameter dalam<br />

PMK reward and punishment tersebut.<br />

Dari tingkat penyerapan anggaran, yang<br />

menjadi fokus penilaian ada dua hal yaitu<br />

sisa anggaran yang merupakan Hasil<br />

Optimalisasi dan sisa anggaran yang<br />

tidak disertai dengan alasan yang dapat<br />

dipertanggungjawabkan.<br />

Untuk memudahkan dalam memahami<br />

substansi PMK reward and punishment,<br />

disajikan tabel sebagai berikut:<br />

Sebagaimana dijelaskan pada tabel diatas,<br />

adapun kriteria alasan yang tidak dapat<br />

dipertanggungjawabkan meliputi:<br />

1. tidak dipenuhinya kriteria-kriteria<br />

kegiatan yang dapat dibiayai dari<br />

anggaran belanja Tahun <strong>Anggaran</strong> 2010;<br />

2. tidak diikutinya peraturan perundangan<br />

di bidang pengadaan barang/jasa<br />

pemerintah;<br />

3. keterlambatan penunjukan kepala<br />

satuan kerja dan/atau pelaksana<br />

kegiatan; dan/atau<br />

4. tidak mencantumkan penjelasan atas<br />

laporan yang disampaikan.<br />

Sedangkan hal-hal yang bukan<br />

termasuk alasan yang tidak dapat<br />

dipertanggungjawabkan alias yang termasuk<br />

alasan yang dapat dipertanggungjawabkan<br />

diantaranya yaitu:<br />

Penghargaan (Reward)<br />

1. mempunyai Hasil Optimalisasi di<br />

Tahun <strong>Anggaran</strong> 2010 dan belum<br />

digunakan pada Tahun <strong>Anggaran</strong> 2010;<br />

dan<br />

2. hasil perhitungan dari Hasil Optimalisasi<br />

setelah dikurangi sisa anggaran yang<br />

tidak disertai dengan alasan yang dapat<br />

dipertanggungjawabkan, menghasilkan<br />

nilai positif.<br />

1. tambahan alokasi anggaran pada<br />

Tahun <strong>Anggaran</strong> 2011;<br />

2. prioritas dalam mendapatkan dana<br />

atas Inisiatif Baru (new initiative) yang<br />

diajukan;<br />

3. prioritas dalam mendapatkan anggaran<br />

belanja tambahan apabila kondisi<br />

keuangan negara memungkinkan;<br />

4. pemberian piagam penghargaan<br />

(award) kepada menteri/ pimpinan<br />

lembaga atau kepala satuan kerja; dan/<br />

atau<br />

5. publikasi ke mass media.<br />

maksimal tambahan dana yang diberikan<br />

yaitu sama dengan Hasil Optimalisasi yang<br />

belum digunakan pada Tahun <strong>Anggaran</strong><br />

2010.<br />

tambahan dana tersebut digunakan untuk<br />

Inisiatif Baru (new initiative) atau untuk<br />

penambahan volume keluaran yang sama<br />

diberikan kepada satuan kerja yang<br />

memberikan kontribusi terhadap<br />

perolehan penghargaan (reward) yang<br />

bersangkutan.<br />

Syarat yang harus dipenuhi:<br />

Wujudnya dapat berupa:<br />

Tambahan (Pengurangan) Pagu<br />

Peruntukan<br />

Sanksi (Punishment)<br />

1. terdapat sisa anggaran yang tidak<br />

disertai dengan alasan yang dapat<br />

dipertanggungjawabkan; dan<br />

2. hasil perhitungan dari sisa anggaran<br />

yang tidak disertai dengan alasan<br />

yang dapat dipertanggungjawabkan<br />

setelah dikurangi Hasil Optimalisasi<br />

yang belum digunakan pada tahun<br />

anggaran 2010, menghasilkan nilai<br />

positif.<br />

Pemotongan pagu belanja pada Tahun<br />

<strong>Anggaran</strong> 2011.<br />

maksimal sebesar anggaran belanja Tahun<br />

<strong>Anggaran</strong> 2010 yang tidak terserap dan<br />

tidak disertai dengan alasan yang dapat<br />

dipertanggungjawabkan.<br />

Tidak diatur<br />

Pembebanan<br />

Pengecualian<br />

1. Sanksi (punishment) dibebankan<br />

kepada satuan kerja yang<br />

menyebabkan pengurangan pagu K/L<br />

yang bersangkutan.<br />

2. Pembebanan sanksi (punishment)<br />

kepada satuan kerja tidak boleh<br />

menghambat pencapaian target<br />

pembangunan nasional dan<br />

menurunkan pelayanan kepada publik.<br />

1. alokasi anggaran yang bersumber<br />

34 <strong>Warta</strong> anggaran | <strong>21</strong> Tahun 2011<br />

Tidak diatur<br />

Sanksi (punishment) tidak diberikan apabila<br />

K/L mampu mencapai seluruh target<br />

kinerjanya.


dari Pinjaman dan Hibah Luar<br />

Negeri (PHLN), Pinjaman dan Hibah<br />

Dalam Negeri (PHDN), Penerimaan<br />

Negara Bukan Pajak (PNBP)/Badan<br />

Layanan Umum (BLU), Rupiah Murni<br />

Pendamping;<br />

tanggal 31 Maret 2011”, maka dari tanggal<br />

tersebut, mekanisme ini dihitung mundur<br />

sehingga menghasilkan jadwal pelaksanaan<br />

penilaian reward and punishment sebagai<br />

berikut:<br />

SISTEM PENGANGGARAN<br />

penyusunan mekanisme evaluasi kinerja<br />

yang berdasarkan penganggaran berbasis<br />

kinerja. Payung hukum pelaksanaannya<br />

jelas, yaitu Pasal 19 dan 20 Peraturan<br />

Pemerintah Nomor 90 Tahun 2010<br />

tentang Penyusunan RKA-K/L. Sedangkan<br />

Uraian Kegiatan<br />

K/L menyampaikan laporan realisasi anggaran beserta ADK kepada DJA<br />

Catatan:<br />

Jika K/L tidak mencantumkan penjelasan, sisa anggaran belanja tersebut dikategorikan sebagai alasan<br />

yang tidak dapat dipertanggungjawabkan.<br />

DJA melakukan penilaian atas laporan tersebut<br />

Menteri Keuangan menetapkan KMK atas Reward and Punishment<br />

Penyesuaian RKA Satker dan DIPA Satker<br />

Catatan:<br />

Harus memperhatikan realisasi DIPA Satker berkenaan sehingga tidak mengakibatkan pagu minus,<br />

dengan melampirkan data realisasi yang diketahui oleh KPPN setempat.<br />

Periode Waktu<br />

Paling lambat<br />

11 Maret 2011<br />

Paling lambat<br />

25 Maret 2011<br />

Paling lambat<br />

31 Maret 2011<br />

Paling lambat<br />

30 April 2011<br />

2. alokasi anggaran yang penggunaannya<br />

harus mendapatkan persetujuan<br />

Dewan Perwakilan Rakyat terlebih<br />

dahulu; atau<br />

Kondisi Pagu Realisasi Sisa <strong>Anggaran</strong> HO<br />

Sebagai gambaran sederhana tata cara<br />

penilaian atas pelaksanaan anggaran<br />

belanja K/L, berikut disampaikan contoh<br />

perhitungannya.<br />

Non HO<br />

SAYTD SAYDD<br />

variabel yang digunakan tidak lagi hanya<br />

menitikberatkan pada penyerapan anggaran,<br />

namun mempertimbangkan aspek lain<br />

yaitu minimal harus memperhitungkan<br />

tingkat keluaran (output), capaian hasil<br />

Reward/<br />

(Punishment)<br />

Keterangan<br />

(1) (2) (3) (4) = (2) – (3) (5) (6) (7) (8)=(5)-(6) (9)<br />

Kondisi 1 178 158 20 20 0 0 20 Reward = 20 M<br />

Kondisi 2 178 158 20 12 6 2 6 Reward = 6 M<br />

Kondisi 3 178 158 20 5 11 4 (6) Punishment = 6 M<br />

Non HO Reward/<br />

Kondisi Pagu Realisasi Sisa <strong>Anggaran</strong> HO<br />

Keterangan<br />

SAYTD SAYDD (Punishment)<br />

(1) (2) (3) (4) = (2) – (3) (5) (6) (7) (8)=(5)-(6) (9)<br />

Kondisi 4 178 158 20 5 10 5 (5) Punishment = 5 M<br />

Kondisi 5 178 158 20 10 10 0 0 No Reward No Punishment<br />

3. akibat keadaan kahar (force majeure)<br />

antara lain meliputi bencana alam,<br />

terjadi konflik/berpotensi terjadi<br />

konflik sosial, dan cuaca.<br />

Dengan mempertimbangkan amanat pasal<br />

20 ayat (3) uu No 10 tahun 2010 tentang<br />

APBN 2011 yang menyatakan bahwa<br />

“pengurangan pagu kepada Kementerian<br />

Negara/Lembaga (K/L) ditetapkan dengan<br />

Keputusan Menteri Keuangan paling lambat<br />

Keterangan:<br />

HO<br />

: Hasil Optimalisasi<br />

SAYDD : Sisa <strong>Anggaran</strong> yang Dapat<br />

Dipertanggungjawabkan<br />

SAYTDD : Sisa <strong>Anggaran</strong> Yang Tidak<br />

Dapat Dipertanggungjawabkan<br />

Alhasil, PMK tersebut merupakan<br />

langkah awal pelaksanaan evaluasi kinerja<br />

penganggaran. Kedepan, akan dilakukan<br />

(outcome), tingkat efisiensi, dan konsistensi<br />

antara perencanaan dan impelementasi.<br />

Diharapkan dengan menjadikan hasil dari<br />

evaluasi atas pelaksanaan anggaran K/L<br />

sebagai pertimbangan dalam penyusunan<br />

anggaran pada tahun berikutnya, K/L<br />

terdorong untuk terus meningkatkan<br />

efisiensi dan efektivitas kinerja<br />

penganggaran.<br />

<strong>Warta</strong> anggaran | <strong>21</strong> Tahun 2011 35


Serah Terima Jabatan Direktur <strong>Jenderal</strong> <strong>Anggaran</strong><br />

Menteri Keuangan pada tanggal 16 Februari 2011 secara resmi<br />

telah melantik Herry Purnomo sebagai Direktur <strong>Jenderal</strong> <strong>Anggaran</strong>,<br />

menggantikan Anny Ratnawaty yang kini menjabat Wakil Menteri<br />

Keuangan. Herry Purnomo sebelumnya menjabat sebagai Direktur<br />

<strong>Jenderal</strong> Perbendaharaan.<br />

Sebelum secara resmi dijabat oleh Herry Purnomo, jabatan Direktur<br />

<strong>Jenderal</strong> <strong>Anggaran</strong> telah diserah terimakan oleh Anny Ratnawaty<br />

kepada Kiagus Ahmad Badaruddin sebagai Pelaksana Tugas Direktur<br />

<strong>Jenderal</strong> <strong>Anggaran</strong>. Kiagus Ahmad Badaruddin menjalankan tugasnya<br />

dari 27 Januari 2011 hingga 16 Februari 2011.<br />

Serah terima jabatan dari Kiagus Ahmad Badaruddin sebagai<br />

Pelaksana Tugas Direktur <strong>Jenderal</strong> <strong>Anggaran</strong> kepada Herry Purnomo<br />

dilakukan sehari setelah pelantikannya sebagai Direktur <strong>Jenderal</strong><br />

<strong>Anggaran</strong> oleh Menteri Keuangan, bertempat di Ruang Rapat<br />

Direktur <strong>Jenderal</strong> <strong>Anggaran</strong> Gedung Sutikno Slamet.<br />

36 <strong>Warta</strong> anggaran | <strong>21</strong> Tahun 2011


RESENSI BUKU<br />

Resensi Buku<br />

The Shallows:<br />

How the internet<br />

is changing the way<br />

we think, read and<br />

remember<br />

Penulis Nicholas Carr<br />

Oleh Agus Kuswantoro<br />

Internet bukan merupakan hal yang<br />

asing bagi kita, kalau kita sedang ingin<br />

mencari tahu tentang hal tertentu,<br />

maka kita ketik kata kunci tentang apa<br />

yang kita cari dengan menggunakan<br />

search engine seperti Google, Mozilla<br />

Firefox, Internet Explorer, Opera, dll maka<br />

akan muncul websites yang membahas<br />

tentang hal yang kita cari tersebut. Itu<br />

merupakan salah satu manfaat dengan<br />

adanya Internet tersebut, bayangkan<br />

apabila kita harus mencari hal tersebut<br />

di perpustakaan, berapa hari waktu<br />

yang kita perlukan Menurut Nicholas<br />

Carr, ternyata internet tersebut<br />

membawa dampak yang kurang baik<br />

terhadap otak kita, ini yang diulas dalam<br />

buku Carr tersebut.<br />

Sedangkan latar belakang dari Nicholas<br />

Carr sendiri yaitu, dia adalah penulis<br />

buku The Big Switch: Rewiring the<br />

World, from Edison to Google, seorang<br />

kontributor pada New York Times,<br />

Guardian, Fiancial Times, dan Wired,<br />

serta sebelumnya sebagai executive<br />

editor di Harvard Business Review.<br />

Dalam buku tersebut, Nicholas Carr<br />

menggambarkan hasil riset yang<br />

paling baru untuk menunjukkan<br />

bahwa internet secara harafiah telah<br />

mengubah saluran otak kita, yang hanya<br />

menginduksi pemahaman yang dangkal<br />

(superficial). Sebagai konsekuensinya,<br />

banyak perubahan yang sangat besar<br />

dalam cara hidup kita dan komunikasi,<br />

mengingat dan sosialisasi. Terdapat<br />

pergeseran cara berpikir dari yang<br />

dalam menjadi yang dangkal, serta web<br />

menyebabkan ketidaktahuan menyebar<br />

kemana-mana.<br />

Internet telah membuat informasi<br />

menyebar secara luas. Pada waktu yang<br />

bersamaan telah mengubah cara kita<br />

membaca dan cara kita memperhatikan<br />

sesuatu. Thesis utama pada pekerjaan<br />

ini adalah membuat kita menjadi<br />

makluk yang lebih dangkal. Berdasarkan<br />

kata Carr “kita ingin diinterupsi<br />

karena tiap interupsi membawa ke<br />

kita informasi yang sangat berharga.<br />

Dan kita sering bertanya ke internet<br />

agar tetap menginterupsi kita bahkan<br />

dalam frekuensi yang lebih dan cara<br />

yang berbeda. Kita mau menerima<br />

untuk kehilangan konsentrasi dan focus,<br />

bagian dari perhatian kita dan pecahan<br />

<strong>Warta</strong> anggaran | <strong>21</strong> Tahun 2011 37


RESENSI BUKU<br />

dari pikiran kita, sebagai balasan dari<br />

informasi yang kita terima”. Hal ini<br />

menyebabkan bahwa kekuatan kita<br />

untuk konsentrasi dan kontemplasi<br />

semakin jarang kita gunakan. Hal ini<br />

berarti, kita menjadi tidak terlalu<br />

memperhatikan apa yang kita lihat dan<br />

baca, tetapi hanya melihat sesuatu yang<br />

baru yang menarik dan mengganggu<br />

kita. Berdasarkan Carr transformation,<br />

hal seperti itu sangat merugikan<br />

struktur otak yang sebenarnya. Dan<br />

Carr menggunakan riset otak cognitive<br />

untuk menunjukkan bagaimana<br />

penggunaan internet yang sangat<br />

berlebihan akan mengubah bentuk dari<br />

struktur otak kita.<br />

Riset yang ditulis oleh Carr<br />

menggambarkan adanya suatu<br />

masalah, dari perjalanan hidup telah<br />

dikumpulkan ingatan sedikit demi<br />

sedikit, dan otak mempertahankan<br />

jumlah tertentu yang dilihat selama<br />

hidup, yang dapat diubah bentuknya,<br />

dan dapat mengubah bagaimana kita<br />

berpikir, serta dapat digunakan untuk<br />

yang bagus atau yang jahat. Jadi, jika otak<br />

dilatih untuk merespon dalam waktu<br />

yang lebih cepat dalam dunia digital,<br />

itu akan merubah bentuk tentang<br />

pengalaman dunia secara keseluruhan.<br />

Carr menyatakan bahwa hal ini sangat<br />

berbeda apabila dibandingkan dengan<br />

membaca buku. Pikiran tertuju pada<br />

buku daripada mencari beberapa kata<br />

kunci kata dan paragraph. Pikiran yang<br />

berkembang melalui kontemplasi yang<br />

tenang dan mendalam, menggali ide<br />

secara utuh, dan terus berkembang.<br />

Hal ini menyebabkan kematangan<br />

pikiran dengan lebih mendasarkan<br />

pada kemungkinan dan konsekuensi<br />

daripada mendasarkan sekilas atas hal<br />

yang menarik dalam arus digital. Selain<br />

itu, karena beberapa aspek kehidupan,<br />

sering yang sangat berarti dan berharga<br />

mensyaratkan waktu dan kedalaman<br />

yang lebih. Dalam dunia digital membuat<br />

hal itu terpecah menjadi potonganpotongan,<br />

dimana kita tidak mempunyai<br />

waktu untuk memperhentikannya dan<br />

berpikir, serta kita tidak mengetahui<br />

“true self awareness’ dalam kontek yang<br />

sebenarnya.<br />

Carr berpendapat bahwa dengan<br />

membaca akan mengembangkan<br />

bentuk lain dari struktur syaraf.<br />

Membaca dengan bercerita<br />

memungkinkan kita untuk mulai bicara<br />

dengan kita sendiri, untuk kontemplasi<br />

berdasarkan realitas dengan cara lebih<br />

mendalam. Selain itu, Carr menyatakan<br />

bahwa bookman mind lebih merupakan<br />

deeper mind dibandingkan electronic<br />

mind.<br />

Selanjutnya, Carr menyatakan bahwa<br />

berdasarkan penelitian, orang yang<br />

sering menghabiskan waktu di taman<br />

akan menyebabkan hasil tes cognitivenya<br />

meningkat, dibandingkan orang<br />

yang berjalan dikota. Sehingga dapat<br />

disimpulkan bahwa menghabiskan<br />

waktu di alam terbuka (back to nature)<br />

merupakan cara yang paling baik dalam<br />

upaya agar cognitive dapat berfungsi<br />

secara efektif.<br />

Selain itu, Nicholas Carr juga<br />

mengutarakan pendapatnya tentang<br />

internet yang mendasari penulisan<br />

bukunya yaitu:<br />

• greater access to knowledge is not<br />

the same as greater knowledge,<br />

• an ever-increasing plethora of facts<br />

& data is not the same as wisdom,<br />

• breadth of knowledge is not the<br />

same as depth of knowledge, dan<br />

• multitasking is not the same as<br />

complexity.<br />

Kesimpulan:<br />

Buku tersebut sangat bermanfaat bagi<br />

kita, bahkan menurut Chris Anderson,<br />

pengarang The Long Tail, The Shallows<br />

merupakan one of the most insightful<br />

thinkers about technology’s impact on the<br />

world. Namun, apakah dengan adanya<br />

internet menyebabkan kerugian yang<br />

jauh lebih besar daripada keuntungan<br />

yang kita terima Hal ini mungkin<br />

menjadi pertanyaan kita. Tetapi<br />

saya yakin sebagian besar dari kita<br />

sependapat bahwa banyak keuntungan<br />

yang kita terima dengan adanya internet<br />

tersebut. Namun terdapat sesuatu yang<br />

tidak boleh kita lupakan, yaitu membaca<br />

buku, agar kemampuan otak cognitive<br />

kita tidak menghilang. Semoga kita tidak<br />

pernah mengabaikan hal tersebut.<br />

Product Details<br />

• Paperback: 276 pages<br />

• Publisher: Atlantic Books<br />

London (2010)<br />

• Language: English<br />

• Hardback ISBN: 978 I 84887<br />

225 7<br />

• Trade Paperback ISBN: 978 I<br />

84887 226 4<br />

• Product Dimensions: 9.3 x 6.2<br />

x 1.1 inches<br />

38 <strong>Warta</strong> anggaran | <strong>21</strong> Tahun 2011


RENUNGAN<br />

PENDEKAR TAKO<br />

Oleh : Satya Susanto<br />

Bila kita menyaksikan film-film Kungfu<br />

Shaolin, gerakan-gerakan indah nan<br />

dahsyat diperagakan saat menghadapi<br />

lawan. Dan hebatnya, mereka biasanya<br />

tangan kosong, tanpa membawa senjata.<br />

Kalaupun bersenjata, maka senjatanya<br />

hanya sebuah tongkat yang sebenarnya<br />

tidak mematikan. Aura yang terpancar<br />

dari setiap gerakannya adalah keanggunan.<br />

Aura yang terpancar dari<br />

wajahnya adalah wibawa dan kearifan.<br />

Tidak mau menyakiti, tidak mau curang<br />

meski dalam perang. Selalu menjura pada<br />

siapa saja meski pada lawan sekalipun<br />

juga.<br />

Keindahan Kungfu Shaolin tiba-tiba<br />

terbayang saat Bapak Direktur <strong>Jenderal</strong><br />

<strong>Anggaran</strong> menyampaikan arahan kepada<br />

pegawai DJA pada Rapat Pimpinan yang<br />

lalu. Beliau berpesan agar pegawai DJA<br />

siap menjadi Pendekar Tako. Pendekar<br />

Tangan Kosong. Yaitu pendekar yang<br />

datang melayani bangsa dengan tangan<br />

kosong, dan pulangpun tetap bertangan<br />

kosong. Tidak datang dengan senjata<br />

dan tidak pula pulang membawa hasil<br />

jarahannya.<br />

Pesan itu memicu angan.<br />

Membangkitkan khayalan liar<br />

yang menari-nari di udara.<br />

Membayangkan pegawai<br />

DJA yang sedang<br />

memperagakan<br />

jurus-jurus yang<br />

bernama<br />

“ketentuan dan peraturan”. Berdiri<br />

tegak diatas kuda-kuda yang bernama<br />

“Moralitas dan integritas”.<br />

Membayangkan pegawai DJA, pendekarpendekar<br />

Keuangan Negara, meliuk-liuk<br />

menyelamatkan uang rakyat dari tindakan<br />

oknum yang tercela. Gerakannya<br />

begitu indah, jumawa, sehingga tidak<br />

ada hati yang terluka. Sehingga mampu<br />

menyadarkan oknum yang berniat<br />

berbuat dusta pada negara.<br />

Ya, peran DJA sangat strategis untuk<br />

mencegah terjadinya korupsi sejak<br />

dini. Dengan seluruh kemampuan<br />

kanuragan, dengan penguasaan pada<br />

jurus “ketentuan dan peraturan”, dengan<br />

kokohnya kuda-kuda “moralitas dan<br />

integritas”, pegawai DJA bak pendekar<br />

Shaolin yang amanat menjaga uang rakyat.<br />

Bak pendekar Shaolin yang menjaga biara<br />

kedamaian. Menjaga biara kemakmuran.<br />

Menjaga biara kesejahteraan bersama.<br />

Dengan keahliannya menari-nari<br />

membela Ibu Pertiwi, pendekar Shaolin<br />

yang Tako, yang kalaupun bersenjata,<br />

hanyalah dengan sebuah pena, meliuk-liuk<br />

diatas kertas Rencana Kerja Kementerian<br />

Lembaga (RKA-KL), menorehkan goresan<br />

disana sini bukan untuk kepentingan<br />

pribadi. Mencorat-coret disana sini hanya<br />

untuk kepentingan Ibu Pertiwi.<br />

Gerakannya indah. Penuh hormat dan<br />

sahaja. Tidak ada mitra kerja yang merasa<br />

dizalimi. Lewat gerakan indahnya mitra<br />

kerja menjadi mengerti. Lewat aura<br />

yang terpancar dari seluruh tubuhnya,<br />

mitra kerja menjadi sadar akan prioritas<br />

negara. Sehingga<br />

sang Pendekar Tako tidak pernah<br />

membinasakan asa. Dikagumi karena<br />

jurus-jurusnya. Dihormati karena kudakudanya.<br />

Khayalan ini semakin liar, membayangkan<br />

pembangunan pesat bak cendana<br />

dimusim hujan. Membayangkan rakyat<br />

jelata tersenyum bahagia. Membayangkan<br />

orang papa mulai bisa tertawa. Karena<br />

mereka merasakan pembelaan yang<br />

nyata. Karena mereka merasakan alokasi<br />

anggaran yang berpihak kepadanya.<br />

Pendekar Tako terus meliuk-liuk indah.<br />

Berpijak pada kokohnya kuda-kuda<br />

yang bernama “integritas-moralitas”.<br />

Mengabaikan goresan luka yang terkadang<br />

menimpa jiwanya. Setiap gerakannya<br />

menebarkan kemakmuran. Setiap<br />

coretan penanya menggambarkan<br />

pembelaan negara. Sepak terjangnya<br />

menutup ruang-ruang hampa. Ruangruang<br />

hampa yang biasanya dipenuhi<br />

hawa kolusi, hawa korupsi.<br />

Arahan Bapak Direktur <strong>Jenderal</strong><br />

<strong>Anggaran</strong> menggelorakan jiwa.<br />

Membakar asa. Ayo kawan-kawan DJA,<br />

olah terus kemampuan kanuragan<br />

kita. Belajar, belajar dan terus belajar<br />

meningkatkan kapasitas, integritas<br />

dan moralitas kita. Karena kita<br />

adalah Sang Pendekar Tako.<br />

Sang Pendekar Tangan<br />

Kosong yang menjaga<br />

keuangan negara.<br />

Ciiiiaaaaattttt.<br />

<strong>Warta</strong> anggaran | <strong>21</strong> Tahun 2011 39


PROFIL<br />

Wawancara Dengan Dirjen <strong>Anggaran</strong> Herry Purnomo<br />

Change Management<br />

Untuk Dja Lebih Baik<br />

<strong>Warta</strong> anggaran | <strong>21</strong> Tahun 2011 41


PROFIL<br />

Sebagai orang nomor satu di DJA, Herry<br />

Purnomo sangatlah sibuk. Kesibukanya<br />

sebagai Dirjen <strong>Anggaran</strong> dalam mengelola<br />

keuangan negara khususnya APBN dan<br />

belanja pemerintah pusat menyita banyak<br />

energinya. Untuk mengisi kembali energi<br />

yang hilang, Bapak dari tiga orang cucu<br />

ini menyeimbangkan hidupnya dengan<br />

kegiatan lain di luar kantor. Salah satunya<br />

adalah bermain golf bersama temantemannya.<br />

Bagi beliau bermain golf adalah<br />

bagian dari upaya untuk melepaskan diri<br />

dari rutinitas kantor, mengisi paru-parunya<br />

dengan udara segar dan menikmati alam<br />

terbuka. Selain itu, waktu liburnya beliau<br />

khususkan untuk keluarga dan bermain<br />

dengan cucu-cucunya yang lucu.<br />

Ditengah kesibukannya, beliau berkenan<br />

menerima redaktur <strong>Majalah</strong> <strong>Warta</strong><br />

<strong>Anggaran</strong> untuk wawancara khusus, berikut<br />

petikannya.<br />

Sesuai dengan PMK No. 184/<br />

PMK.01/2010 tentang Organisasi dan<br />

Tata Kerja Kementerian Keuangan,<br />

DJA mengalami perubahan struktur<br />

organisasi. Bagaimana Bapak melihat<br />

peran strategis DJA sebagai pengelola<br />

anggaran dengan struktur baru<br />

tersebut<br />

Pertama yang ingin saya katakan bahwa<br />

reorganisasi ini sudah dipikirkan secara<br />

intens oleh pimpinan sebelumnya yaitu<br />

Ibu Anny Ratnawati untuk mengantisipasi<br />

kebutuhan dan perkembangan di masa<br />

datang untuk tugas dan fungsi yang<br />

ditangani oleh DJA. Salah satu hal yang<br />

harus saya apresiasi adalah terbentuknya<br />

satu direktorat baru yaitu <strong>Direktorat</strong><br />

Harmonisasi Peraturan Penganggaran (Dit.<br />

HPP) yang fokus terhadap harmonisasi<br />

peraturan terkait dengan penganggaran.<br />

Kalau saya coba merangkum dengan kalimat<br />

adalah karena banyaknya peraturan yang<br />

dibuat oleh Kementerian/Lembaga (K/L)<br />

baik dalam bentuk UU, PP, Perpres yang<br />

sedikit banyak mengganggu atau melanggar<br />

kaidah atau prinsip-prinsip penganggaran.<br />

Peran direktorat HPP menjadi penting<br />

untuk menjaga hal ini. Contohnya, banyak<br />

UU yang tidak mengindahkan kaidah<br />

penganggaran karena dalam UU tersebut<br />

mencantumkan persentase tertentu dari<br />

APBN untuk membiayai bidang tertentu<br />

diluar yang ditetapkan dalam UUD yakni<br />

20 persen untuk pendidikan.<br />

Dalam perkembangannya, saya mengikuti<br />

ada beberapa UU yang sudah ditetapkan<br />

dan mencantumkan persentase tertentu<br />

untuk membiayai bidang tertentu karena kita<br />

tidak dilibatkan dalam proses pembahasan.<br />

Terakhir RUU Desa minta sekian persen<br />

dari UU. Nah, saya kira ini yang menjadi<br />

DJA dengan direktorat baru ini menjadi<br />

strategis yaitu mewakili pemerintah untuk<br />

menjaga agar jangan sampai keluar suatu<br />

peraturan yang mengkapling-kapling APBN.<br />

Karena kalau penyusunan peraturan tidak<br />

diharmonisasi dengan prinsip-prinsip atau<br />

kaidah APBN bisa jebol APBN kita. Apalagi<br />

kalau kita melihat postur APBN, space yang<br />

tersedia untuk pemerintah bisa bergerak,<br />

katakanlah untuk membangun infrastruktur<br />

sangat kecil. Sebagian postur APBN kita<br />

untuk membayar utang, sebagain besar<br />

sudah dikapling untuk DAU dan pendidikan.<br />

Padahal ada hal-hal lain yang masih banyak<br />

perlu perhatian, apa jadinya kalau banyak<br />

UU atau Peraturan yang mengklaim atau<br />

mengkaplingkan diri dalam APBN .<br />

Oleh karena itu, saya sangat mendukung<br />

dan mempunyai banyak harapan bahwa<br />

direktorat baru ini dapat berfungsi<br />

dengan baik sesuai dengan harapan dari<br />

dibentuknya direktorat ini.<br />

Bagaiamana menurut Bapak fungsi Dit<br />

HPP dan DSP untuk mengantisipasi<br />

perkembangan sistem penganggaran<br />

Saya melihat unit di dalam DJA ada unit DSP<br />

dan Dit HPP. Saya ingin menterjemahkan<br />

Dit HPP fokus kepada peraturan-peraturan<br />

sedangkan sistem penganggaran menjadi<br />

tugas DSP. DSP berbicara tentang bisnis<br />

proses atau desain sistem penganggaran<br />

yang akan kita buat, menjaga dan<br />

mengembangkan sistem pengangaran<br />

yang ada kemudian mengembangkannya<br />

dengan kaidah-kaidah sistem penganggaran<br />

yang akan kita pakai. Misanya dalam sistem<br />

penganggaran kita mulai menerapkan<br />

sistem anggaran berbasis kinerja sesuai<br />

amanat UU Nomor 17/2003. Demikian<br />

pula dalam merencanakan anggaran yang<br />

tahunan juga harus memperhatikan MTEF<br />

tiga tahu ke depan. Tugas mendesain dan<br />

menyempurnakan adalah DSP. sedangkan<br />

untuk menyusun bisnis proses dan aturan<br />

main bekerja sama dengan Dit. HPP. Jadi<br />

ada pembagian tugas, Dengan demikian<br />

dua direktiorat ini dalam mengembangkan<br />

sistem penganggaran harus berkolaborasi.<br />

Termasuk dalam sistem penganggaran<br />

adalah pengembangan Infomasi Teknologi<br />

(IT)-nya karena sekarang kecenderunganya<br />

adalah proses bisnis harus didukung atau<br />

diwadahi dengan IT.<br />

Terkait dengan SPAN, Bapak<br />

berulang kali mengatakan bahwa<br />

DJA harus mempunyai peran yang<br />

lebih banyak dalam implemtasi SPAN,<br />

selama ini peran DJA agak tertinggal<br />

dibandingkan dengan DJPB dalam<br />

implemetasi SPAN. Apa yang harus<br />

dilakukan oleh DJAl dalam mengejar<br />

ketertinggalan dalam SPAN<br />

Kita harus menyadari, memahami, dan<br />

mempunyai rasa memiliki bahwa justru<br />

DJA harus memainkan peran yang sangat<br />

penting dalam SPAN karena produk yang<br />

dihasilkan oleh DJA menjadi dasar bagi<br />

Ditjen Perbendaharaan (DJPB) dan satker<br />

dalam bekerja kemudian. Kalau kita tidak<br />

mengisi dengan benar, peran dalam SPAN<br />

atau katakanlah, ya… sudahlah kita tidak<br />

ikutan SPAN. Berarti DJPB dan satker tidak<br />

bisa melakukan apa-apa. Karena produk<br />

DJA menjadi dasar sistem SPAN yang<br />

menjadi landasan bagi DJPB dan satker<br />

untuk bekerja dalam sistem SPAN.<br />

Produk DJA adalah RKA-KL yang<br />

merupakan wujud operasional dari<br />

penyusunan APBN. RKA-KL ini menjadi<br />

tanggung jawab DJA, kalau RKA-KL ini tidak<br />

bisa disediakan dengan benar dan tepat<br />

waktu, DJPB tidak bisa memulai dengan<br />

menerbitkan DIPA. Penerbitan, pencairan<br />

DIPA, pertanggungjawaban DIPA, dan<br />

revisi DIPA akan difasilitasi dengan sistem<br />

terintegrasi. Sistem terintegrasi bukan<br />

hanya menyangkut sisi pelaksanaan, which<br />

is menjadi tanggung jawab DJPB. Tetapi<br />

dimulai dari awal yaitu perencanaan<br />

anggaran yaitu penyusunan RKA-KL. Jadi<br />

42 <strong>Warta</strong> anggaran | <strong>21</strong> Tahun 2011


posisi DJA itu paling depan. Oleh karena<br />

itu, saya mendorong.<br />

Memang agak ketinggalan penyiapannya,<br />

tetapi kita sudah memulai langkah dengan<br />

duduk bersama di Rapimtas Yogya.<br />

Saya mendorong bahwa ini tanggung<br />

jawab kita bersama. Nah, kembali saya<br />

mengajak teman-teman untuk mengajak<br />

ketertinggalan. Apa yang harus dilakukan<br />

teman-teman DJA Menyelesaikan bisnis<br />

proses dari sisi segmentasi SPAN yang<br />

menjadi tanggung jawab DJA yaitu agar bisa<br />

menjamin tersedianya RKA-KL yang kredibel<br />

agar dapat menjadi dasar penerbitan DIPA<br />

kemudian menjadi dasar pelaksanaan<br />

anggaran oleh satker sampai dengan<br />

pembukuannya, pertanggungjawabannya,<br />

dan cash management. Kita harus segera<br />

menyelesaikan bisnis proses yang telah<br />

disepakati di Yogya.<br />

Sebenarnya saya melihat sudah ada rasa<br />

memiliki dan memahami atas sesuatu yang<br />

akan kita bangun tetapi masih kurang. Oleh<br />

karena itu, saya ajak teman-teman untuk<br />

menyelesaikan bisnis proses dari sisi DJA,<br />

ada sekitar tujuh butir. Paling tidak ada tiga<br />

hal, pertama dari sisi perencanaan anggaran<br />

murni yaitu penyusunan RAPBN 2012, ada<br />

bisnis prosesnya. Kedua, sisi pelaksanaan<br />

anggaran ada dua menyangkut penyusunan<br />

R-APBNP kalau sekarang RAPBNP 2011<br />

dan menyangkut revisi. Dari sisi pelaksanaan<br />

DJA ada kaitannya karena revisi di DJA.<br />

Kemudian yang akan kita kembangkan<br />

adalah monev. Jadi saya kira ada empat<br />

segmentasi bisnis proses yang harus segera<br />

diselesaikan DJA.<br />

Bisnis proses ini kita sepakati bersama,<br />

kemudian kita terjemahkan ke dalam<br />

sistem IT memakai hyperion. Kita harus<br />

bekerja keras karena deadline-nya bulan<br />

Mei 2011. Karena prinsip buat saya dalam<br />

membangun IT, kita sendiri yang harus<br />

menyusun bisnis prosesnya sedangkan<br />

konsultan hanya membantu, mereka tidak<br />

tahu. Seperti pengalaman Australia pada<br />

saat membangun IT SPAN, Mereka punya<br />

pengalaman buruk. Kenapa Kata mereka,<br />

pada waktu membangun sistem terpadu ini<br />

kami serahkan ke orang IT, diborongin, kita<br />

tidak mau tahulah… pokoknya kita tunjuk.<br />

Mereka yang mengerjakan tetapi ternyata<br />

dalam waktu tiga tahun tidak selesai karena<br />

mereka tidak tahu bisnis prosesnya. Dari<br />

pengalaman ini saya selalu mengatakan<br />

bisnis proses selalu kita susun dahulu.<br />

Demikian pula pada saat SPAN awal,<br />

pada waktu itu saya sebagai Dirjen<br />

Perbendaharaan, pihak World Bank<br />

mengejar-ngejar saya untuk segera<br />

melaksanakan SPAN. Saya bilang apa yang<br />

harus segera dilaksanakan. Padahal menurut<br />

kita tidak. Setelah melalui diskusi dan Rapim<br />

dengan Menteri Keuangan ternyata tidak.<br />

Karena yang harus diselesaikan adalah<br />

bisnis prosesnya. Bisnis proses selesai baru<br />

kemudian kita masukan ke dalam IT sistem.<br />

Jadi yang harus dicermati teman-teman<br />

DJA, bisnis proses harus kita selesaikan.<br />

Bagaimana rencana pengembangan<br />

RKA-KL Online oleh DJA dengan<br />

keterkaitannya dengan SPAN<br />

Saya mendukung pengembangan RKA-<br />

KL Online apalagi diintegrasikan dengan<br />

SPAN. RKA-KL Online adalah sarana untuk<br />

perencanaan anggaran K/L. Penyusunan<br />

anggaran K/L adalah domain dari DJA. Dalam<br />

perkembangannya, karena program SPAN<br />

dikembangkan sistem yang terintergrasi<br />

ke dalam satker, maka untuk kepraktisan,<br />

pendanaan, dan pengembangan sistem<br />

yang terintegrasi di satker maka kita sepakat<br />

untuk pengembangan RKA-KL Online oleh<br />

tim SPAN yang mengembangkan aplikasi<br />

dan bisnis proses di satker.<br />

Kita membayangkan ke depan sistem<br />

penganggaran harusnya bottom up yang<br />

dimulai dari ujungnya adalah satker.<br />

Sekarangkan ditengah-tengah, karena kita<br />

berhubungan dengan K/L padahal yang kita<br />

minta penyusunannya dari satker-satker.<br />

Makanya fasilitasinya dimulai dari satker.<br />

Walaupun pengembangnya ada di tim SPAN<br />

tetapi tanggung jawab pengembangan bisnis<br />

proses ada di DJA. Karena teman-teman<br />

DJPB tidak tahu bisnis prosesnya RKA-KL<br />

itu. Ini tetap menjadi tanggung jawab DJA,<br />

disinilah kita berkolaborasi. Pengembangan<br />

PROFIL<br />

IT masuk ke dalam pengembangan IT satker<br />

yang namanya SAKTI tetapi pengembangan<br />

bisnis proses ada di DJA. Jadi yang ingin saya<br />

katakan disini adalah kita tidak kehilangan<br />

tanggung jawab atau kehilangan pekerjaan<br />

terkait dengan pengembangan RKA-KL<br />

Online. Ini yang perlu kita sadari, sekarang<br />

jamannya kolaborasi. Dari segi kepraktisan<br />

dan efisiensi kita sepakati kontraktornya<br />

satu, kita tidak perlu repot lagi mencari<br />

kontraktor. Kita menggunakan kontraktor<br />

yang mengembangkan SAKTI. Inilah yang<br />

saya sebut simbiosis mutualistis, kita tidak<br />

bisa hidup menyendiri.<br />

Kemudian ke depan, RKA-KL Online<br />

sebagai sarana dalam rangka melakukan<br />

penyusunan anggaran. Pertama orang<br />

menyusun RKA-KL dari satker-satker,<br />

saya ingat waktu di daerah satker-satker<br />

menyusun RKA-KL disampaikan ke K/L,<br />

kemudian K/L yang akan membahas dengan<br />

DJA. Saya mencoba menterjemahkan ide<br />

dari Ibu Anny Ratnawati, RKA-KL Online<br />

dikembangkan lebih jauh lagi dalam arti<br />

melalui RKA-KL Online suatu hari nanti<br />

penelahaan RKA-KL tidak saling bertemu.<br />

Orang tidak perlu berbondong-bondong<br />

datang ke DJA membawa berkas.<br />

Dengan dikembangknnya RKA-KL Online<br />

ini, kita memakai sarana modern, orang<br />

menelaah di kantor masing-masing saja.<br />

Demikian pula DJA baik di <strong>Direktorat</strong><br />

<strong>Anggaran</strong> I, <strong>Direktorat</strong> <strong>Anggaran</strong> II, dan<br />

<strong>Direktorat</strong> <strong>Anggaran</strong> III bekerja dibelakang<br />

komputer. Semua indeks harga dan semua<br />

parameter dimasukkan ke dalam data<br />

base komputer. Kita bermain dalam sarana<br />

komputer. Saya ingin mewujudkan RKA-<br />

KL Online itu seperti itu. Tidak hanya<br />

memasukan data ke komputer atau<br />

membawa soft copy data. Kalau seperti itu<br />

dari dulu juga sudah ada. Bukan sekedar<br />

transfer data, karena kalau seperti itu<br />

jamannya saya masih menjadi Kasubdit<br />

sudah ada.<br />

Padahal ketika itu diinginkan waktu<br />

pembahasan sudah di depan komputer,<br />

meskipun aplikasi komputer belum<br />

secanggih saat ini. Karena sistem belum<br />

<strong>Warta</strong> anggaran | <strong>21</strong> Tahun 2011 43


PROFIL<br />

mendukung makanya transfer data<br />

berupa soft copy ke komputer kemudian<br />

di tayangkan dan pembahasannya masih<br />

bertemu. Satker membawa hardcopy<br />

kemudian dicoret-coret. Setelah dicoretcoret<br />

baru diedit dalam komputer. Itu<br />

memang lebih cepat dibandingkan<br />

mengetik tetapi ke depan tentu bukan<br />

seperti ini yang diharapkan.<br />

Oleh karena itu, perlu kesiapan kita untuk<br />

mengubah paradigma dan mindset. Kalau<br />

selama ini kita menunggu-nunggu tamu<br />

datang saat penelaahan dengan segala<br />

“implikasinya” sehingga Ibu Anny Ratnawati<br />

harus memasng CCTV untuk memonitor.<br />

Apakah seperti itu kelakuan kita…<br />

Ide brilliant dari pimpinan yang lama untuk<br />

membentuk satu tenaga pengkaji PNBP<br />

dengan Eselon II/b. Hal ini menunjukan<br />

bahwa ke depan PNBP akan menjadi<br />

primadona penerimaan APBN. Tentu<br />

akan menjadi tantangan buat kita semua,<br />

bagaimana mengembangkan <strong>Direktorat</strong><br />

PNBP dan tenaga pengkaji untuk bisa<br />

menggali potensi-potensi PNBP agar bisa<br />

diwujudkan menjadi realitas penerimaan<br />

APBN.<br />

Sesuai dengan arahan Menteri Keuangan<br />

ada sisi PNBP SDA yang harus didorong<br />

peningkatannya. Karena untuk PNBP SDA<br />

migas sudah jelas penanganannya meskipun<br />

tertatih-tatih untuk peningkatnnya. Sisi<br />

diupayakan untuk ditertibkan agar tidak<br />

menjadi temuan kembali. Fungsi DJA adalah<br />

kebijakan dan mendorong, bagaimana K/L<br />

bisa mematuhi ketentuan yang ada. Nah,<br />

di sini kita berfungsi sebagai regulator.<br />

Kitalah yang memproses regulasi PNBP<br />

K/L. Bagaiman K/L menyetorkan PNBP<br />

nya, dan agar sumber-sumber PNBP K/L<br />

di landasi peraturan serta bagaimana DJA<br />

memonitor laporan PNBP K/L.<br />

Bagaimana Bapak melihat SDM DJA<br />

saat ini Apa harapan Bapak terhadap<br />

pengembangan SDM DJA<br />

Saya melihat SDM DJA dalam menangani<br />

reformasi penganggaran berdasarkan UU<br />

Nomor 17/20003 dan UU Nomor 1/2004<br />

Nantinya tidak ada lagi yang seperti itu.<br />

Kita harus melakukan transformasi<br />

atau reformasi yang meliputi tiga hal.<br />

Pertama, perbaikan bisnis proses. Kedua,<br />

pengembangan IT dan ketiga changes<br />

management meliputi perubahan sikap dan<br />

peningkatan kapasitas. Yang berat adalah<br />

ketiga yakni merubah mentalitas kita dan<br />

satker.<br />

Peranan PNBP dalam penerimaan<br />

negara semakin penting. Bagaimana<br />

upaya yang akan dilakukan Bapak<br />

untuk meningkatkan peran PNBP<br />

dalam penerimaan negara<br />

lain yang harus didorong adalah PNBP<br />

SDA non migas seperti batubara dan hasil<br />

tambang lain seperti nikel.<br />

Peran DJA adalah dalam peningkatan dari<br />

segi kebijakan karena DJA tidak operasional.<br />

Bagaimana konsep yang dirumuskan oleh<br />

DJA dari segi kebijakan dan pengaturan<br />

inilah yang diharapkan oleh K/L dan<br />

stakeholder. Seperti batubara, eksekutor ada<br />

di kementerian lain, sedangkan peran DJA<br />

adalah bagaimana membuat desain-desain<br />

kebijakan agar PNBP dari sektor ini bisa<br />

ditingkatkan.<br />

Terkait dengan temuan BPK atas<br />

pengelolaan PNBP oleh K/L, harus<br />

sudah kelihatan profesionalismenya. Saya<br />

berinteraksi langsung dengan para direktur<br />

dan para kasubdit. Berdasarkan pengamatan<br />

saya, penguasaan mereka terhadap tugas<br />

yang menjadi tanggung jawabnya sudah<br />

bagus. Demikian pula penguasaan terhadap<br />

peraturan juga bagus artinya dalam setiap<br />

pengajuan penyelesaian masalah selalu<br />

dipertimbangkan landasan hukumnya<br />

sehingga jalan keluar yang diusulkan cukup<br />

kuat. Ini menunjukan sikap profesionalisme.<br />

Tantangan ke depan tentu akan terus<br />

berkembang karena kita belum sepenuhnya<br />

menjalankan anggaran berbasis kinerja. Dari<br />

sisi peran, selama ini kita baru menjaga sisi<br />

keuangannya atau lebih kecil lagi sisi SBU<br />

44 <strong>Warta</strong> anggaran | <strong>21</strong> Tahun 2011


dan SBK. Padahal berdasarkan anggaran<br />

berbasis kinerja kita juga harus menguasai<br />

program-program dari masing-masing<br />

K/L dalam penyusunan anggaran serta<br />

dalam berinteraksi dengan K/L. Dengan<br />

memahami program-program K/L maka<br />

akan ketahuan kinerja yang akan menjadi<br />

target. Tanpa memahami program-program<br />

dan kebijakan K/L, kita tidak akan bisa<br />

membuat judgment atas target kinerja,<br />

output, dan outcame yang akan dicapai.<br />

Dengan demikian, dalam rangka untuk<br />

mengantisipasi tuntutan perubahan dalam<br />

rangka implementasi PBB dan MTEF, kita<br />

perlu peningkatan kapasitas seluruh jajaran.<br />

Bukan hanya pelaksana tetapi juga para<br />

direktur, kasubdit, kasie bahkan saya juga<br />

harus meng- improve diri untuk menguasai<br />

ilmu-ilmu yang terkait dengan perubahan.<br />

Dalam rangka perubahan ini, saya berharap<br />

dari Sekretaris Ditjen <strong>Anggaran</strong> dan para<br />

direktur untuk bersama-sama merumuskan<br />

konsep capacity building keseluruh jajaran<br />

dengan segmentasi untuk eselon II, III, IV,<br />

dan pelaksana.<br />

Dan yang lebih penting lagi untuk fresh<br />

graduate kita harus menyiapkan konsep<br />

capacity building yang baik dan terarah<br />

buat mereka karena kader masa depan kita<br />

adalah anak-anak muda ini. Karena saya terus<br />

terang masuk DJA dulu menggelundung<br />

begitu saja, didiamkan begitu saja. Kamu<br />

mau belajar apa dan menjadi apa terserah.<br />

Nah, saya tidak ingin pengalaman itu kita<br />

wariskan.<br />

Saya sudah melihat di sini sudah<br />

dipersiapkan pembekalan untuk anak-anak<br />

baru. Di depan tentu harus ada programprogram<br />

yang terarah untuk menyiapkan<br />

kader-kader masa depan. Karena saya<br />

sendiri tinggal dua tahun lagi pensiun,<br />

demikian pula para direktur juga ada yang<br />

tinggal dua sampai tiga tahun lagi pensiun.<br />

Nah, yang muda-muda inilah yang akan<br />

menggantikan kita. Mereka harus diberikan<br />

bekal.<br />

Apa filosofi Bapak dalam menjalani<br />

kehidupan ini<br />

Saya tidak mempunyai filosofi khusus. Palingpaling<br />

saya mengatakan bahwa saya rasakan<br />

hidup itu menggelundung saja, pasrah, lepas<br />

tetapi tetap berusaha yang terbaik. Tidak<br />

tahu bagaimana harus merumuskannya.<br />

Tetapi saya merasa hidup mengalir saja.<br />

Kalau dalam bekerja saya bekerja sebaikbaiknya,<br />

amanah yang diberikan pimpinan<br />

saya laksanakan sebaik mungkin dengan<br />

dilandasi kejujuran dan keikhlasan karena<br />

saya yakin manusia diminta untuk berusaha<br />

dan berdoa kemudian hasilnya kita<br />

serahkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa.<br />

Kita serahkan kepada yang gawe urip, Allah<br />

SWT. Saya tidak begitu ngoyo karena<br />

menurut saya, hidup sudah mempunyai<br />

bagiannya masing-masing. Dalam arti kata<br />

kita harus berbuat yang terbaik. Do the best<br />

and lets God take the rest.<br />

Apa yang melatarbelakangi hubungan<br />

personal Bapak dengan staf dalam<br />

suasana yang lebih informal dalam<br />

Rapimtas di Yogyakarta<br />

Karena saya merasakan bekerja terusmenerus<br />

dalam ruangan seperti ini dengan<br />

pakaian formal, sudah terlalu terkungkung<br />

oleh batasan-batasan formal. Kita biasa<br />

melakukan rapat ruangan tertutup, antar<br />

meja jaraknya jauh, pakaiannya formal,<br />

duduknya pun harus formal. Untuk<br />

mencari penyegaran agar materi rapat yang<br />

berat menjadi kelihatan ringan sehingga<br />

diharapkan pemahamanpun menjadi lebih<br />

enak. Maka kita ajak keluar, biar ada suasana<br />

lain. Pakaian pun bebas, pokoknya santailah.<br />

Secara psikologis akan mempengaruhi kita<br />

dalam bersikap dan dalam memahami<br />

sesuatu.<br />

Karena tidak mempunyai tekanan dan beban<br />

sehingga dalam menerima penjelasanpun<br />

akan menjadi santai dan enak. Suasana<br />

hubungan atasan dan bawahanpun cair.<br />

Saya salut dengan teman-teman masih<br />

bisa menjaga unggah-ungguh dan saya juga<br />

dalam berinteraksi dengan siapapun tidak<br />

membedakan diri. Saya sebagai Dirjen<br />

<strong>Anggaran</strong> dan kamu sebagai pelaksana<br />

mencoba membaur, karena jabatan kan<br />

hanya sarana saja. Kembali ke filosofi saya,<br />

walau bagaimanapun seorang dirjen tidak<br />

dapat melaksanakan tugas sendirian tetapi<br />

sangat tergantung dan dibantu oleh temanteman<br />

yang lain.<br />

Siapa tokoh idola Bapak<br />

PROFIL<br />

Sebagai seorang muslim tokoh idola saya<br />

adalah satu yaitu Kanjeng Nabi Muhamad<br />

SAW. Saya tidak akan mengidolakan orang<br />

lain karena mengkultuskan orang kan tidak<br />

boleh. Nabi Muhamad bagi saya dan orangorang<br />

muslin yang lain adalah He is the best<br />

dari sudut apapun kita melihatnya. Dari<br />

sudut akhlaqnya, leadership-nya, hubungan<br />

dengan orang lain tanpa membedabedakan<br />

hubungan dengan orang lain,<br />

bahkan hubungan dengan non muslim juga<br />

luar biasa.<br />

Di tengah kesibukan Bapak,<br />

bagaimana Bapak menyeimbangkan<br />

hidup antara pekerjaan, hobi dan<br />

keluarga<br />

Saya sudah tidak mempunyai hobi khusus.<br />

Saya paling-paling mencoba untuk bisa<br />

menikmati udara segar kalau hari libur<br />

sambil jalan menikmati pemandangan<br />

indah di lapangan golf. Di lapangan kita<br />

bisa melepakan unek-unek, bahkan<br />

teriakpun bisa walaupun rule-nya katanya<br />

tidak boleh teriak-teriak. He he he….saya<br />

berusaha untuk rileks di lapangan atau di<br />

alam terbuka meskipun permainan golf<br />

saya tidak bagus. Tetapi saya harus mengisi<br />

sesuatu diluar dan berinteraksi dengan<br />

teman-teman. Saya kalau main golf tidak<br />

dengan teman-teman kantor, tetapi dengan<br />

grup khusus tanpa ada vested interest. Saya<br />

juga menghindari bermain dengan orang<br />

yang punya kepentingan.<br />

Selain itu saya juga berinteraksi dengan<br />

keluarga, anak dan cucu, karena waktunya<br />

sudah terbatas sekali dari hari Senin sampai<br />

dengan Jumat bekerja sampai malam<br />

kadang-kadang sampai pagi. Hari Sabtu<br />

dan Minggu kita manfaatkan untuk mencari<br />

udara segar dan berkumpul dengan<br />

keluarga, anak dan cucu.<br />

Rini Ariviani F dan Asrukhil Imro.<br />

Fotografer Dana Hadi<br />

<strong>Warta</strong> anggaran | <strong>21</strong> Tahun 2011 45


PERISTIWA<br />

SOSIALISASI PMK REVISI<br />

Bertempat di Auditorium Dhanapala, <strong>Direktorat</strong> <strong>Jenderal</strong> <strong>Anggaran</strong> bersama dengan <strong>Direktorat</strong> <strong>Jenderal</strong><br />

Perbendaharaan memberikan sosialisasi Peraturan Menteri Keuangan Nomor 49/PMK.02/2011 tentang Tata Cara<br />

Revisi <strong>Anggaran</strong> Tahun <strong>Anggaran</strong> 2011 kepada Kementerian Negara/Lembaga.<br />

Pada dasarnya, revisi anggaran bertujuan untuk antisipasi terhadap perubahan kondisi dan prioritas kebutuhan, mempercepat pencapaian<br />

kinerja, dan meningkatkan efektivitas, kualitas belanja dan optimalisasi penggunaan anggaran yang terbatas. Peraturan Menteri Keuangan<br />

tersebut mengatur bahwa revisi dapat dilaksanakan sepanjang tidak mengakibatkan pengurangan alokasi anggaran terhadap kebutuhan biaya<br />

operasional satuan kerja, tunjangan profesi dan tunjangan kehormatan, kebutuhan pengadaan bahan makanan untuk tahanan, pembayaran<br />

berbagai tunggakan, kegiatan multiyears dan paket pekerjaan yang sudah dikontrakkan atau direalisasikan dananya sehingga menjadi minus.<br />

Selain itu, revisi dapat pula dilakukan sepanjang tidak mengurangi volume keluaran kegiatan prioritas nasional dan mengurangi spesifikasi<br />

keluaran (output).<br />

PENELAAHAN TARGET DAN PAGU PENGGUNAAN PNBP<br />

Penerimaan Negara Bukan Pajak kini menjadi salah satu andalan sumber pendapatan bagi negara selain dari<br />

pendapatan perpajakan.<br />

Sebagai salah satu andalan pendapatan bagi negara untuk membantu membiayai jalannya roda pemerintahan, diperlukan perhatian yang<br />

lebih dari semua pihak dalam menentukan<br />

besaran target PNBP dari masing-masing Kementerian/Lembaga. Dari dana PNBP yang terkumpul tersebut, tidak semuanya dapat dipakai<br />

oleh Kementerian/Lembaga bersangkutan, hal ini harus sesuai dengan prinsip penggunaan PNBP yang bersifat earmark.


PENANDATANGANAN KONTRAK<br />

KINERJA PEJABAT ESELON II DJA<br />

Diharapkan keseriusan dan kesungguhan<br />

dari para Pejabat Eselon II untuk memenuhi<br />

target-target yang telah ditetapkan dalam<br />

kontrak kinerja yang baru ditandatangani ini,<br />

demikian pesan singkat Direktur <strong>Jenderal</strong><br />

<strong>Anggaran</strong> pada acara penadatanganan<br />

kontrak kinerja Pejabat Eselon II di<br />

lingkungan <strong>Direktorat</strong> <strong>Jenderal</strong> <strong>Anggaran</strong>.<br />

Kontrak kinerja ini dibuat sebagai bentuk komitmen<br />

<strong>Direktorat</strong> <strong>Jenderal</strong> <strong>Anggaran</strong> dalam mendukung<br />

pelaksanaan program reformasi birokrasi di<br />

Kementerian Keuangan yang telah memasuki tahun<br />

keempat sejak digulirkan pada tahun 2007.<br />

Pada acara yang dihadiri pula oleh para Pejabat Eselon<br />

III tersebut, Direktur <strong>Jenderal</strong> <strong>Anggaran</strong> menghimbau<br />

kepada seluruh jajaran di lingkungan <strong>Direktorat</strong><br />

<strong>Jenderal</strong> <strong>Anggaran</strong> untuk menghilangkan “kebiasaankebiasaan”<br />

pada masa lalu demi peningkatan citra<br />

<strong>Direktorat</strong> <strong>Jenderal</strong> <strong>Anggaran</strong> yang lebih baik di mata<br />

para stakeholder.<br />

Pelantikan Pejabat Eselon III dan IV<br />

Seluruh jajaran pejabat <strong>Direktorat</strong> <strong>Jenderal</strong> <strong>Anggaran</strong> diharapkan terus meningkatkan capacity masing-masing<br />

sehingga dapat mengubah mindset tentang DJA tidak hanya sebagai budget administrator tetapi juga sebagai<br />

budget analyst. Hal ini disampaikan oleh Dirjen <strong>Anggaran</strong>, Herry Purnomo dalam sambutannya pada acara<br />

pelantikan pejabat eselon III dan IV di lingkungan DJA (24/03).<br />

Sebanyak 51 orang pejabat dilantik, berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 149/KM.1/UP/11/2011 tentang Mutasi Para Pejabat<br />

Eselon III di Lingkungan Kementerian Keuangan. Satu orang pejabat eselon III berotasi ke unit eselon III lain dan 12 orang pejabat eselon IV<br />

mendapat promosi menjadi eselon III. Selanjutnya, pada kesempatan yang sama juga dilantik 10 orang pejabat eselon IV yang berotasi ke unit<br />

eselon IV lainnya dalam rangka agenda rutin mutasi organisasi di Lingkungan DJA dan 28 orang pejabat mendapat promosi menjadi eselon IV.<br />

Pada tanggal 1 s.d. 3 April yang lalu, dilaksanakan Rapat Pimpinan DJA di Yogyakarta.<br />

Dalam kesempatan tersebut, Dirjen <strong>Anggaran</strong> beserta para pejabat eselon II dan pejabat eselon III melakukan kunjungan ke Kanwil Ditjen<br />

Perbendaharaan Yogyakarta dan KPPN Yogyakarta.

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!