Majalah Warta Anggaran Edisi 21 - Direktorat Jenderal Anggaran ...
Majalah Warta Anggaran Edisi 21 - Direktorat Jenderal Anggaran ...
Majalah Warta Anggaran Edisi 21 - Direktorat Jenderal Anggaran ...
Create successful ePaper yourself
Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.
DAFTAR ISI<br />
warta anggaran | <strong>21</strong> Tahun 2011<br />
LAPORAN UTAMA 7<br />
PERENCANAAN ANGGARAN 22<br />
PNBP 25<br />
LAPORAN KHUSUS 29<br />
REFORMASI BIROKRASI 38<br />
SISTEM PENGANGGARAN 41<br />
BERITA 44<br />
RESENSI BUKU 45<br />
INTERMEZO 47<br />
PROFILE 48<br />
PERISTIWA 53<br />
PENATAAN<br />
ORGANISASI DJA:<br />
Mengantisipasi Kepakan<br />
Sayap Kupu-kupu di Brazil<br />
38<br />
Penataan Organisasi DJA: Di wilayah<br />
manajerial, tuntutan akan keterbukaan<br />
dan akuntabilitas direspon oleh DJA<br />
dengan penguatan di bidang kepatuhan<br />
internal, manajemen risiko, dan bantuan<br />
hukum. Dibentuknya Bagian Kepatuhan<br />
dan Bantuan Hukum merupakan bukti<br />
komitmen DJA terhadap keterbukaan<br />
dan akuntabilitas.<br />
LAPORAN UTAMA<br />
PEMBANGUNAN<br />
INFRASTRUKTUR:<br />
<strong>Anggaran</strong>, Capaian, dan<br />
Tantangan<br />
7<br />
Jika memang peran infrastruktur<br />
penting, tentu negara-negara<br />
yang ingin memajukan<br />
perekonomiannya akan<br />
menginvestasikan sebagian<br />
(besar) dari anggarannya untuk<br />
membangun jalan jembatan yang<br />
memfasilitasi.....<br />
LAPORAN<br />
KHUSUS<br />
29<br />
Pembiayaan 2011<br />
Mengandalkan<br />
Utang Sebagai<br />
Sumber<br />
Penerimaan<br />
Akar permasalahan berulangnya<br />
temuan BPK berupa Pungutan<br />
Tanpa Dasar Hukum bukan<br />
semata-mata terletak pada<br />
ketidakpatuhan K/L terhadap<br />
ketentuan di bidang PNBP, namun<br />
justru kekakuan ketentuan PNBP<br />
yang mengharuskan penetapan<br />
jenis dan tarif PNBP minimal<br />
dalam PP sedikit banyak turut<br />
menyebabkan.....<br />
Redaksi menerima kritik saran, pertanyaan, atau sanggahan<br />
terhadap masalah-masalah yang berkait dengan keuangan sektor publik
Salam Redaksi<br />
<strong>Edisi</strong> <strong>21</strong> Tahun 2011<br />
PENGARAH<br />
Direktur <strong>Jenderal</strong> <strong>Anggaran</strong><br />
PENANGGUNG JAWAB<br />
Sekretaris Ditjen <strong>Anggaran</strong><br />
REDAKTUR<br />
Kepala Bagian Ortala<br />
Kasubdit Data dan Dukungan Teknis <strong>Anggaran</strong> I<br />
Kasubdit Pengembangan Sistem Penganggaran<br />
Kasubdit Harmonisasi Kebijakan Penganggaran<br />
Kasubdit Data dan Dukungan Teknis Penyusunan APBN<br />
Kasubdit Data dan Dukungan Teknis <strong>Anggaran</strong> II<br />
Kasubdit Data dan Dukungan Teknis <strong>Anggaran</strong> III<br />
Kasubdit Data dan Dukungan Teknis PNBP<br />
REDAKTUR PELAKSANA<br />
I.G.A Krisna Murti - Agus Kuswantoro<br />
Puji Wibowo - Afrizal - Triana Ambarsari<br />
Rini Ariviani - Asrukhil Imro - Mujibuddawah<br />
Eko Widyasmoro - Sunawan Agung S. - Achmad<br />
Zunaidi - Arief Masdi - Sudadi<br />
Dyah Kusumawati - Hidayat Kusuma R.<br />
DESAIN GRAFIS DAN FOTOGRAPHER<br />
Mulyanto - Dana Hadi<br />
Mujono Basuki - Bayu Segara<br />
KEUANGAN<br />
Ferry Iskandar - Sis Sabani<br />
Arfan Udi Winasis - Rachmat Apriansyah<br />
TATA USAHA DAN DISTRIBUSI<br />
Achmad Purwo Hardjanto - Ihsan Maulana<br />
Niken Ajeng Lestari - Eko Prasetyo<br />
Alamat<br />
Gedung Sutikno Slamet Lt. 11<br />
Jl. Dr. Wahidin No.1<br />
Jakarta 10710<br />
Telepon : (0<strong>21</strong>) 3435 7505<br />
Redaksi menerima artikel untuk dimuat dalam<br />
majalah ini. Artikel ditulis dalam huruf Arial 11 spasi<br />
1.5 maksimal 5 hal. Artikel dapat dikirim<br />
ke www.wartaanggaran.yahoo.co.id<br />
Isi majalah tidak mencerminkan kebijakan<br />
<strong>Direktorat</strong> <strong>Jenderal</strong> <strong>Anggaran</strong><br />
Ketika kita meminta uang kepada<br />
orang tua kita apakah kita akan<br />
meminta sesuai dengan kebutuhan<br />
ataukah lebih dari yang kita perlukan<br />
Setelah uang di tangan apakah kita<br />
dapat membelanjakan uang tersebut<br />
sesuai rencana kebutuhan kita hingga<br />
uang kita habis. Kemudian, jika ternyata<br />
uang tersebut tidak habis apakah<br />
orang tua kita akan meminta kembali<br />
uang yang tersisa. Rasanya tidak, kita<br />
hanya akan menerima nasihat bahwa<br />
kalau kita meminta uang jumlahnya<br />
harus sesuai dengan kebutuhan.<br />
Analogi di atas rasanya dapat<br />
digunakan untuk melihat interaksi<br />
hubungan antara DJA dengan K/L.<br />
Sebagai “orang tua” yang harus<br />
menjaga anggaran pemerintah,<br />
sudah selayaknya DJA dapat<br />
membina semua K/L agar dapat<br />
merencanakan belanja nya dengan<br />
baik sehingga anggaran yang tersedia<br />
tidak menumpuk di akhir tahun.<br />
Rasanya Peraturan tentang reward<br />
and punishment kepada K/L atas<br />
penyerapan anggaran harus didukung<br />
penuh.<br />
Selain Reward and Punishment,<br />
kami juga menyajikan catatan tentang<br />
Peraturan Pemerintah Nomor 90<br />
Tahun 2010 tentang Penyusunan<br />
RKA-KL yang mengganti Peraturan<br />
Pemerintah Nomor <strong>21</strong> Tahun 2004.<br />
Anda juga dapat juga menikmati<br />
penjelasan tentang New Innitiative<br />
dan penyesuaian baseline. Selain itu,<br />
untuk mengetahui apa permasalahan<br />
yang dihadapi Kementerian/Lembaga<br />
dalam perencanaan anggaran, kami<br />
melakukan roadshow ke beberapa<br />
K/L.<br />
Dalam hal PNBP, kami mencoba<br />
menyoal mengenai kepatuhan K/L<br />
dalam melaporkan PNBP nya.<br />
Semoga perencanaan anggaran<br />
K/L ke depan lebih baik lagi. Selamat<br />
menikmati sajian <strong>Majalah</strong> <strong>Warta</strong><br />
<strong>Anggaran</strong> edisi <strong>21</strong>.<br />
4 <strong>Warta</strong> anggaran | <strong>21</strong> Tahun 2011
LAPORAN UTAMA<br />
Pembangunan<br />
Infrastruktur:<br />
<strong>Anggaran</strong>, Capaian, dan Tantangan<br />
Oleh: Purwanto<br />
Jika memang peran infrastruktur penting, tentu negara-negara yang ingin memajukan perekonomiannya akan menginvestasikan<br />
sebagian (besar) dari anggarannya untuk membangun jalan jembatan yang memfasilitasi transportasi orang, bahan baku/mentah<br />
(raw materials), bahan antara/setengah jadi (intermediate goods), dan produk akhir (final products), dan menghubungkan antara<br />
pabrik dan daerah produksi dengan pasar; pelabuhan dan bandara untuk pengiriman barang-barang tersebut dari dan ke luar<br />
negeri (impor/ekspor) serta antar pulau (interland transportasion); jaringan listrik sejak dari pembangkitan hingga distribusi yang<br />
memungkinkan beroperasinya pabrik dan kantor, pelabuhan dan bandara; sedangkan pembangunan jaringan telekomunikasi<br />
umumnya lebih banyak dibiayai oleh sektor swasta.<br />
<strong>Warta</strong> anggaran | <strong>21</strong> Tahun 2011 5
LAPORAN UTAMA<br />
Infrastruktur adalah segala sesuatu<br />
sarana dasar yang dibutuhkan agar<br />
suatu perekonomian atau masyarakat<br />
dapat berfungsi. Dalam hal ini terdapat<br />
dua kelompok infrastruktur yaitu<br />
infrastruktur ekonomi dan infrastruktur<br />
sosial. Infrastruktur ekonomi mencakup<br />
semua struktur teknis yang mendukung<br />
perekonomian seperti jalan dan jembatan,<br />
air bersih, saluran limbah, pasokan listrik, dan<br />
jaringan telekomunikasi. Fungsi infrastruktur<br />
ekonomi adalah memfasilitasi produksi<br />
dan distribusi barang dan jasa, seperti<br />
jalan yang memungkinkan pengangkutan<br />
bahan mentah ke pabrik, dan kemudian<br />
pengangkutan barang jadi ke pasar<br />
(Wikipedia). Infrastruktur ekonomi ini<br />
sangat berpengaruh terhadap efisiensi<br />
usaha, terutama biaya logistik dan<br />
transportasi, serta biaya produksi, yang<br />
pada akhirnya berpengaruh terhadap<br />
daya saing, baik daya saing produk lokal/<br />
domestik dalam berhadapan dengan<br />
produk luar negeri, maupun daya saing<br />
perekonomian dalam memperebutkan<br />
penanaman modal asing.<br />
Sementara itu infrastruktur sosial<br />
mencakup sarana kesehatan dan<br />
pendidikan. Selain itu, infrastruktur dapat<br />
pula dibedakan sebagai infrastruktur fisik<br />
dan non fisik. Infrastruktur fisik, disebut<br />
juga “hard” infrastructure adalah struktur<br />
fisik sarana dan prasarana yang dapat<br />
disentuh (tangible) seperti jalan-jembatan,<br />
pelabuhan, jaringan listrik; sedangkan<br />
infrastruktur dalam pengertian nonfisik<br />
mencakup infrastruktur yang tidak dapat<br />
disentuh (intangible) yang mendukung<br />
pembangunan dan beroperasinya<br />
infrastruktur fisik, seperti peraturan dan<br />
perundangan, sistem dan prosedur, serta<br />
mekanisme tatakelola, transparansi, dan<br />
akuntabilitas dalam pembiayaan dan<br />
pengadaannya (Bhattacharyay 2009).<br />
Infrastruktur nonfisik juga, disebut juga<br />
sebagai “soft” infrastructure mencakup<br />
sistem keuangan dan sistem hukum<br />
(Wikipedia). Pada perkembangannya<br />
kemudian, kata infrastruktur lebih sering<br />
dimaksudkan, termasuk dalam tulisan ini,<br />
sebagai infrastruktur ekonomi dan fisik.<br />
Mengingat fungsinya tersebut, peran<br />
infrastruktur dalam perekonomian<br />
sangatlah vital. Dari lintasan sejarah negaranegara<br />
yang kini disebut sebagai negara<br />
maju, serta negara-negara yang dijuluki the<br />
emerging markets dapat diambil pelajaran<br />
bahwa infrastruktur berperan fundamental<br />
dalam mendorong pertumbuhan ekonomi<br />
secara berkelanjutan. Peran infrastruktur<br />
<strong>Anggaran</strong> infrastruktur<br />
tersebut dialokasikan<br />
sebagian terbesar dalam<br />
bentuk belanja (spending),<br />
dan sebagian dalam bentuk<br />
pemberian pinjaman/kredit,<br />
penyertaan modal pada<br />
BUMN,serta penjaminan/<br />
kontijensi.<br />
dalam perekonomian mulai populer<br />
antara lain sebagaimana terlihat dalam<br />
sejarah Amerika Serikat saat dirintis dan<br />
dibangunnya jaringan kereta api dan<br />
telekomunikasi (pos dan telegram), pada<br />
awal abad ke-20.<br />
Melesatnya perkembangan ekonomi<br />
Jepang, Korea Selatan dan Singapura dari<br />
semula negara berkembang menjadi negara<br />
maju, juga didukung oleh pembangunan<br />
infrastruktur yang tidak tanggung-tanggung<br />
(WG Huff, 1995; Atkinson et al, 2009).<br />
Untuk contoh paling mutakhir, pesatnya<br />
perkembangan ekonomi China juga<br />
difasilitasi oleh pembangunan jaringan<br />
jalan-jembatan, pelabuhan, dan energi listrik<br />
secara massif di tahun 1980-an (Yoshimo<br />
dan Nakahigashi 2000; Sahoo, 2010), yang<br />
merupakan pengembangan lebih lanjut dari<br />
yang sudah dibangun mulai 1876 semasa<br />
Dinasti Qing (Wikipedia).<br />
Berbagai hasil kajian (antara lain Aschauer<br />
1989; World Bank 1994; Calderon dan<br />
Serven 2003; Estache 2006 dalam Sahoo,<br />
Dash, dan Nataraj 2010) membuktikan<br />
bahwa infrastruktur mempunyai peran<br />
penting dalam memajukan perekonomian,<br />
dan sebaliknya taraf perekonomian<br />
yang lebih tinggi berpengaruh terhadap<br />
ketersediaan infrastruktur yang lebih<br />
berkualitas.<br />
Namun demikian tulisan ini tidak<br />
mengasumsikan peran infrastruktur<br />
nonfisik dapat diabaikan. Dalam<br />
literatur mengenai pembangunan,<br />
infrastruktur nonfisik juga berperan<br />
penting, sehingga dapat diibaratkan<br />
sebagai “software”, sedangkan<br />
infrastruktur fisik sebagai “hardware”,<br />
dari sistem perekonomian. Dalam<br />
teori pertumbuhan, infrastruktur<br />
nonfisik berperan dalam<br />
meningkatkan produktivitas tenaga<br />
kerja (pendidikan dan kesehatan),<br />
inovasi teknologi (pendidikan &<br />
penelitian dasar, sistem hukum,<br />
khususnya terkait dengan hak paten/<br />
intellectual property), atau pembentukan<br />
kapital (sistem keuangan dan hukum,<br />
khususnya terkait dengan perlindungan<br />
properti dan perjanjian bisnis). Jika<br />
infrastruktur fisik berpengaruh terhadap<br />
perekonomian jangka pendek (1-2 tahun),<br />
menengah (3-5 tahun), dan panjang (20<br />
tahun atau lebih), maka infrastruktur<br />
nonfisik berpengaruh dalam jangka panjang.<br />
<strong>Anggaran</strong> infrastruktur<br />
Jika memang peran infrastruktur penting,<br />
tentu negara-negara yang ingin memajukan<br />
perekonomiannya akan menginvestasikan<br />
sebagian (besar) dari anggarannya<br />
untuk membangun jalan jembatan yang<br />
memfasilitasi transportasi orang, bahan<br />
6 <strong>Warta</strong> anggaran | <strong>21</strong> Tahun 2011
LAPORAN UTAMA<br />
baku/mentah (raw materials), bahan yang memadai, mereka bisa bekerjasama Dibandingkan dengan Produk Domestik<br />
antara/setengah jadi (intermediate goods),<br />
dan produk akhir (final products), dan<br />
dalam membangun infrastruktur, terutama<br />
infrastruktur yang bagi pihak swasta bisa<br />
Bruto (PDB), nilai dukungan tersebut setara<br />
dengan 0,9 persen dari PDB nominal 2005<br />
menghubungkan antara pabrik dan daerah mendatangkan keuntungan (profitable) (tidak disajikan dalam diagram). Dukungan<br />
produksi dengan pasar; pelabuhan dan<br />
bandara untuk pengiriman barang-barang<br />
dalam jangka panjang. Bentuk kerjasama<br />
tersebut antara lain pemberian penjaminan<br />
anggaran tersebut diinvestasikan pada<br />
berbagai proyek infrastruktur mencakup<br />
tersebut dari dan ke luar negeri (impor/ (guarantee, insurance), pinjaman, pembangunan dan perawatan jalanjembatan,<br />
ekspor) serta antar pulau (interland penyertaan modal pada BUMN, atau<br />
waduk dan berbagai bentuk<br />
transportasion); jaringan listrik sejak dari public private partnership (PPP). Dalam penampungan air berikut jaringan irigasi,<br />
pembangkitan hingga distribusi yang banyak hal, seringkali suatu infrastruktur pelabuhan kapal dan bandar udara, serta<br />
memungkinkan beroperasinya pabrik dan sangat dibutuhkan masyarakat dan jaringan listrik.<br />
kantor, pelabuhan dan bandara; sedangkan perekonomian regional bahkan nasional,<br />
Nilai nominal dan riil dari dukungan APBN<br />
pembangunan jaringan telekomunikasi namun membutuhkan modal yang sangat<br />
tersebut meningkat setiap tahunnya, kecuali<br />
umumnya lebih banyak dibiayai oleh sektor besar untuk pengadaannya sehingga sektor<br />
di tahun 2010 saat kenaikan anggaran<br />
swasta.<br />
swasta tidak berminat (terjadi apa yang<br />
infrastruktur tidak sebesar laju inflasi (lihat<br />
disebut sebagai market failure, ‘kegagalan<br />
Berbagai literatur ekonomi antara lain<br />
Diagram 2). Dalam tahun 2006, belanja<br />
pasar’), maka pemerintah dapat melakukan<br />
Rotner (1983), dan Aschauer (1989)<br />
infrastruktur naik pesat 111,6% menjadi<br />
intervensi dengan belanja APBN.<br />
dalam Yoshino & Nakahigashi (2000)<br />
Rp50,0 triliun (atau 7,5% dari Belanja<br />
Kemampuan pemerintah untuk menerima<br />
menemukan bahwa pemerintah berperan<br />
Negara, atau 1,5% dari PDB), sebagai<br />
pajak serta melakukan pinjaman domestik<br />
penting dalam mendorong pertumbuhan<br />
dampak dari penghematan subsidi energi<br />
dan internasional memungkinkannya untuk<br />
ekonomi, pengurangan pengangguran,<br />
yang sudah dilakukan pada tahun 2005.<br />
menerima mendanai pajak serta proyek melakukan infrastruktur pinjaman berskala domestik dan internasional memungkinkannya untuk<br />
dan pengentasan penduduk miskin mendanai proyek infrastruktur berskala besar. Dalam tahun 2011, anggaran infrastruktur<br />
besar.<br />
secara berkelanjutan, melalui intervensi<br />
naik 50% dari tahun sebelumnya Rp82,6<br />
Berapa besar dana yang telah diinvestasikan Pemerintah Indonesia untuk infrastruktur Seperti<br />
dalam bentuk belanja pembangunan Berapa besar dana yang telah diinvestasikan triliun menjadi Rp123,9 triliun (atau 10,1%<br />
disajikan dalam Diagram 1, pada tahun 2005 Pemerintah memberikan dukungan untuk infrastruktur<br />
infrastruktur. Pembangunan jalan dan Pemerintah Indonesia untuk infrastruktur dari Belanja Negara, dan 1,8% dari PDB).<br />
sebesar Rp23,7 triliun (nilai tahun 2005), atau 4,6 persen dari total Belanja Negara 2005.<br />
jembatan non-tol, serta waduk dan sistem Dibandingkan Seperti dengan disajikan Produk dalam Domestik Diagram Bruto 1, pada (PDB), nilai <strong>Anggaran</strong> dukungan infrastruktur tersebut tersebut setara dengan dialokasikan 0,9<br />
irigasi (pertanian) merupakan contoh persen dari tahun PDB 2005 nominal Pemerintah 2005 (tidak memberikan disajikan dalam diagram). Dukungan anggaran tersebut<br />
sebagian terbesar dalam bentuk belanja<br />
utama dari infrastruktur sebagai barang diinvestasikan dukungan pada berbagai untuk infrastruktur proyek infrastruktur sebesar mencakup pembangunan dan perawatan jalanjembatan,<br />
Rp23,7 waduk triliun dan berbagai (nilai tahun bentuk 2005), penampungan atau 4,6 air berikut jaringan irigasi, pelabuhan kapal<br />
(spending), dan sebagian dalam bentuk<br />
public (public goods) yang pemakaiannya<br />
dan bandar udara, serta jaringan listrik.<br />
pemberian pinjaman/kredit, penyertaan<br />
tidak dikenai biaya dan semua orang bisa persen dari total Belanja Negara 2005.<br />
menggunakannya (non-excludable).<br />
Diagram 1<br />
Sementara infrastruktur seperti jalan<br />
tol, telepon, listrik, gas, dan internet,<br />
<strong>Anggaran</strong> Infrastruktur,<br />
yang penggunanya harus membayar<br />
Nominal, triliun Rp (skala kiri),<br />
dan % thdp Belanja Negara (skala kanan)<br />
dengan tarif tertentu (excludable),<br />
140.0<br />
14.0<br />
123.9<br />
pengadaan dan pengelolaannya 120.0<br />
12.0<br />
dapat dilakukan sepenuhnya oleh<br />
82.6<br />
10.1<br />
100.0<br />
8.4<br />
10.0<br />
sektor swasta. Sektor swasta dapat<br />
7.5<br />
80.0<br />
7.1 7.1<br />
8.0<br />
melakukan investasi dalam proyek 60.0 4.6<br />
78.9<br />
70.0<br />
7.8<br />
6.0<br />
infrastruktur yang menjanjikan profit 40.0<br />
50.0 54.0<br />
4.0<br />
berkelanjutan, dengan dana dari 20.0<br />
2.0<br />
berbagai sumber seperti modal ‐<br />
23.7<br />
‐<br />
sendiri, pinjaman, atau patungan.<br />
2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011<br />
Dalam situasi di mana pemerintah<br />
dan sektor swasta masing-masing<br />
tidak memiliki anggaran atau modal<br />
<strong>Anggaran</strong> Infrastruktur (triliun)<br />
% thdp Belanja Negara (skala kanan)<br />
Sumber: Buku Saku APBN dan Indikator Ekonomi, DJA‐KemKeuangan, 22 Februari 2011<br />
Nilai nominal dan riil dari dukungan APBN tersebut meningkat setiap tahunnya, kecuali di tahun<br />
2010 saat kenaikan anggaran infrastruktur tidak sebesar laju inflasi (lihat Diagram 2). Dalam tahun<br />
2006, belanja infrastruktur naik pesat 111,6% menjadi <strong>Warta</strong> Rp50,0 anggaran triliun (atau | <strong>21</strong> 7,5% Tahun dari Belanja 2011 Negara, 7<br />
atau 1,5% dari PDB), sebagai dampak dari penghematan subsidi energi yang sudah dilakukan pada<br />
tahun 2005. Dalam tahun 2011, anggaran infrastruktur naik 50% dari tahun sebelumnya Rp82,6
LAPORAN UTAMA<br />
Diagram 2<br />
public private partnership (PPP).<br />
120.0<br />
Kenaikan <strong>Anggaran</strong> Infrastruktur & Inflasi<br />
111.6<br />
Sementara itu, dukungan pemerintah dalam<br />
bentuk investasi juga terlihat semakin besar.<br />
100.0<br />
Investasi tersebut dilaksanakan dalam<br />
bentuk suntikan modal untuk PT Sarana<br />
80.0<br />
Multi Infrastruktur (PT SMI), yang khusus<br />
60.0<br />
50.0<br />
didirikan dalam tahun 2009 dalam rangka<br />
34.7<br />
40.0<br />
29.8<br />
mempercepat pembangunan infrastruktur<br />
20.0<br />
12.6<br />
17.1<br />
7.8<br />
4.7<br />
serta bersinergi dengan pihak ketiga,<br />
6.6 6.6<br />
11.1<br />
2.8<br />
7.0<br />
0.0<br />
5.3 baik swasta, pemerintah daerah, BUMN,<br />
2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 maupun organisasi multilateral. PT SMI<br />
merupakan suatu holding company dan<br />
Kenaikan Angg. Infrastruktur (%) Kenaikan Inflasi (yoy) <strong>Anggaran</strong> Infrastruktur telah & mendirikan Inflasi anak perusahaan yaitu<br />
120.0<br />
111.6<br />
PT Indonesia Infrastructure Finance (PT<br />
<strong>Anggaran</strong> modal infrastruktur pada tersebut BUMN,serta dialokasikan penjaminan/ sebagian pemerintah terbesar dalam dalam bentuk bentuk penjaminan belanja &(spending),<br />
kontijensi. Sebagaimana disajikan dalam<br />
100.0<br />
IIF) pada tahun 2010, berpatungan dengan<br />
dan sebagian dalam bentuk pemberian pinjaman/kredit, kontijensi penyertaan (land capping, modal kontijensi pada PLN BUMN,serta<br />
ADB, International Finance Corporation<br />
penjaminan/kontijensi. Tabel 1, anggaran Sebagaimana infrastruktur disajikan dalam dalam dan 80.0 Tabel PDAM), 1, anggaran investasi infrastruktur pemerintah, serta dalam bentuk<br />
belanja (spending) bentuk belanja adalah (spending) sebesar adalah Rp115,1 sebesar triliun, atau pinjaman 93% dari dan kredit. total anggaran Dengan penjaminan, infrastruktur dalam (IFC), dan DEG-Badan Investasi dan<br />
60.0<br />
50.0<br />
tahun 2011 (APBN) sebesar Rp123,8 triliun. Belanja tersebut mencakup belanja infrastruktur Pembangunan yang Jerman. PT IIF merupakan<br />
Rp115,1 triliun, atau 93% dari total anggaran dana akan 34.7 dikeluarkan hanya jika resiko<br />
dikelola oleh kementerian/lembaga , dan belanja non 40.0kementerian/lembaga seperti public 29.8service<br />
perusahaan pembiayaan proyek-proyek<br />
infrastruktur dalam tahun 2011 (APBN) yang telah diperhitungkan (kenaikan harga<br />
obligation (PSO) kepada PT KAI dan PT Pelni, DAK Infrastruktur, dan Tambahan Otonomi Khusus<br />
sebesar Rp123,8 triliun. Belanja tersebut tanah, 20.0<br />
infrastruktur. 12.6<br />
BUMN 17.1 gagal bayar/default) 7.8 benarbenar<br />
terjadi. Guna mengelola penjaminan Selain 2.8<br />
4.7<br />
Infrastruktur, pengembangan Sabang dan Batam. Dalam Diagram 3 disajikan perkembangan total<br />
6.6 6.6<br />
11.1<br />
mencakup belanja infrastruktur yang<br />
7.0<br />
belanja infrastruktur kementerian/lembaga, sementara 0.0<br />
itu, dukungan untuk<br />
5.3<br />
dalam Tabel 2 ditampilkan data lebih rinci<br />
pembangunan<br />
mengenai dikelola anggaran oleh infrastruktur kementerian/lembaga di luar belanja , dan kementerian/lembaga.<br />
ini, pemerintah 2005 telah 2006 mendirikan 2007 PT 2008 infrastruktur 2009 juga 2010dilakukan 2011pemerintah<br />
belanja non kementerian/lembaga seperti Penjamin Infrastruktur Indonesia/Indonesia dengan membentuk suatu unit di<br />
Tabel 1<br />
Kenaikan Angg. Infrastruktur (%) Inflasi (yoy)<br />
public service obligation (PSO) kepada PT Infrastructure Guarantee Funda (PT PII/IIGF) Kementerian Keuangan, yaitu Pusat<br />
Komponen <strong>Anggaran</strong> Infrastruktur<br />
KAI dan PT Pelni, DAK Infrastruktur, (triliun dan rupiah) yang fungsinya adalah menangani proses Investasi Pemerintah (PIP) pada tahun<br />
<strong>Anggaran</strong> infrastruktur tersebut dialokasikan sebagian terbesar dalam bentuk belanja (spending),<br />
Tambahan Otonomi Khusus Infrastruktur, penjaminan bagi kewajiban finanasial sektor 2007 dan sejak tahun 2009 telah berstatus<br />
dan 2005 sebagian 2006 dalam 2007 bentuk 2008 pemberian 2009 2010 pinjaman/kredit, 2011 penyertaan modal pada BUMN,serta<br />
pengembangan Sabang dan Batam. Dalam publik (kementerian, BUMN, dan pemda) sebagai instansi badan layanan umum<br />
penjaminan/kontijensi. Sebagaimana disajikan dalam APBN Tabel 1, anggaran infrastruktur dalam bentuk<br />
Belanja Diagram Infrastruktur: 3 disajikan perkembangan total dalam kontrak kerjasama atau konsesi (BLU). PIP juga berfungsi sebagai pengelola<br />
belanja 23,5 (spending) 47,8 51,7 adalah 68,0 sebesar 76,2 Rp115,1 65,4 triliun, 115,1 atau 93% dari total anggaran infrastruktur dalam<br />
‐ belanja Belanja infrastruktur K/L kementerian/lembaga, <strong>21</strong>,4 42,2 dengan 45,1 sektor 59,4 swasta. 65,7 PT PII 57,6 diharapkan 105,1<br />
tahun 2011 (APBN) sebesar Rp123,8 triliun. Belanja tersebut<br />
Rekening<br />
mencakup<br />
Induk Dana<br />
belanja<br />
Investasi<br />
infrastruktur<br />
dan penilai<br />
yang<br />
‐ Belanja Non K/L 2,2 5,6 6,6 8,6 10,6 7,8 9,9<br />
sementara dalam Tabel 2 ditampilkan data dapat menunjang masuknya pendanaan dari kelayakan, manajemen resiko, divestasi,<br />
Pemberian Pinjaman/Kredit dikelola 0,1 oleh 2,3 kementerian/lembaga 2,3 1,8 1,3 , 13,8 belanja non 5,3 kementerian/lembaga seperti public service<br />
lebih rinci mengenai anggaran infrastruktur swasta untuk pembangunan infrastruktur di pengembangan instrumen, pengendalian,<br />
Penyertaan Modal obligation ‐ (PSO) ‐ kepada ‐ PT 1,0 KAI dan 1,0 PT Pelni, 2,0 DAK 1,5 Infrastruktur, dan Tambahan Otonomi Khusus<br />
Penjaminan di luar belanja & kementerian/lembaga.<br />
Kontijensi Infrastruktur, ‐ ‐ Indonesia pengembangan ‐ melalui 0,3 Sabang peningkatan 0,4 dan 1,4 Batam. kelayakan Dalam 1,9 pembiayaan, Diagram 3 dan disajikan masalah perkembangan hukum dan total<br />
<strong>Anggaran</strong> Infrastruktur belanja 23,7 infrastruktur 50,0 kredit 54,0 kementerian/lembaga, dan 71,0 kualitas 78,9 proyek-proyek 82,6 sementara 123,8 perjanjian dalam Tabel investasi 2 ditampilkan Pemerintah data lebih Pusat. rinci<br />
Dalam Diagram 3 terlihat bahwa<br />
Catatan: 2005‐2010 adalah data realisasi;<br />
mengenai<br />
sumber Buku<br />
anggaran<br />
Saku APBN dan Indikator Ekonomi, DJ, diolah.<br />
infrastruktur infrastruktur yang di menggunakan luar belanja kementerian/lembaga.<br />
skim Dengan fungsi tersebut, PIP melakukan<br />
Kementerian Pekerjaan Umum<br />
(PU), Kementerian Perhubungan,<br />
Tabel 1<br />
Dalam Diagram 3 terlihat bahwa Kementerian Pekerjaan Umum (PU), Kementerian Perhubungan,<br />
dan Kementerian ESDM<br />
Komponen <strong>Anggaran</strong> Infrastruktur<br />
dan Kementerian ESDM merupakan tiga kementerian yang menerima alokasi anggaran belanja<br />
(triliun rupiah)<br />
infrastruktur merupakan terbesar, tiga dengan kementerian total yang pagu 90,7 persen dari total pagu belanja infrastruktur<br />
kementerian/lembaga menerima alokasi dalam anggaran tahun belanja 2011. Dalam Tabel 2, terlihat peran dana 2005 alokasi 2006 khusus 2007 (DAK) 2008<br />
infrastruktur infrastruktur yang semakin terbesar, besar. dengan Selain total itu, menarik pula untuk dicermati, dukungan pemerintah<br />
dalam bentuk pagu 90,7 penjaminan persen dari & total kontijensi pagu (land Belanja capping, Infrastruktur: kontijensi PLN dan 23,5PDAM), 47,8 investasi 51,7 68,0<br />
2009<br />
76,2<br />
2010<br />
65,4<br />
2011<br />
APBN<br />
115,1<br />
belanja infrastruktur kementerian/<br />
‐ Belanja K/L <strong>21</strong>,4 42,2 45,1 59,4 65,7 57,6 105,1<br />
4<br />
‐ Belanja Non K/L 2,2 5,6 6,6 8,6 10,6 7,8 9,9<br />
lembaga dalam tahun 2011. Dalam<br />
Pemberian Pinjaman/Kredit 0,1 2,3 2,3 1,8 1,3 13,8 5,3<br />
Tabel 2, terlihat peran dana alokasi Penyertaan Modal ‐ ‐ ‐ 1,0 1,0 2,0 1,5<br />
khusus (DAK) infrastruktur yang<br />
semakin besar. Selain itu, menarik<br />
Penjaminan & Kontijensi<br />
<strong>Anggaran</strong> Infrastruktur<br />
‐<br />
23,7<br />
‐<br />
50,0<br />
‐<br />
54,0<br />
0,3<br />
71,0<br />
0,4<br />
78,9<br />
1,4<br />
82,6<br />
1,9<br />
123,8<br />
pula untuk dicermati, dukungan<br />
Catatan: 2005‐2010 adalah data realisasi; sumber Buku Saku APBN dan Indikator Ekonomi, DJ, diolah.<br />
8 <strong>Warta</strong> anggaran | <strong>21</strong> Tahun 2011<br />
Dalam Diagram 3 terlihat bahwa Kementerian Pekerjaan Umum (PU), Kementerian Perhubungan,<br />
dan Kementerian ESDM merupakan tiga kementerian yang menerima alokasi anggaran belanja<br />
infrastruktur terbesar, dengan total pagu 90,7 persen dari total pagu belanja infrastruktur
erfungsi sebagai pengelola Rekening Induk Dana Investasi dan penilai kelayakan, manajemen<br />
resiko, divestasi, pengembangan instrumen, pengendalian, pembiayaan, dan masalah hukum dan<br />
perjanjian investasi Pemerintah Pusat. Dengan fungsi tersebut, PIP melakukan penilaian kelayakan<br />
terhadap proyek‐proyek infrastruktur yang akan dilaksanakan oleh kementerian/lembaga. Selain itu,<br />
PIP juga dapat melakukan investasi selain di sektor infrastruktur.<br />
LAPORAN UTAMA<br />
32.11<br />
57.96<br />
22.11<br />
15.30<br />
15.42<br />
5.53<br />
Sumber: Buku Saku APBN, Feb 2011<br />
penilaian kelayakan terhadap proyekproyek<br />
infrastruktur yang akan dilaksanakan<br />
oleh kementerian/lembaga. Selain itu, PIP<br />
juga dapat melakukan investasi selain di<br />
sektor infrastruktur.<br />
Dibandingkan dengan anggaran fungsi<br />
pendidikan yang sekurang-kurangnya 20%<br />
dari belanja negara, anggaran infrastruktur<br />
dalam tahun 2011 adalah sekitar setengah<br />
dari belanja fungsi pendidikan.<br />
Diagram 3<br />
<strong>Anggaran</strong> Infrastruktur dalam Bentuk Belanja K/L (triliun Rp)<br />
2010 (Real) 2011 (APBN)<br />
3.45 2.76 0.81 1.29 1.16<br />
2.20 0.91 0.24 0.64 0.51 ‐ 0.29<br />
Capaian Pembangunan<br />
Infrastruktur<br />
Selain besaran anggaran, yang juga penting<br />
adalah desain (grand design) dari program<br />
dan kegiatan yang didanai dengan alokasi<br />
anggaran tersebut. Hal ini mengingat<br />
besaran dana yang sama dapat digunakan<br />
untuk berbagai alternatif program dan<br />
kegiatan. Hanya ketika program dan<br />
kegiatan yang dipilih adalah yang paling<br />
efektif dan efisien dalam mencapai sasasaran,<br />
Tabel 2<br />
<strong>Anggaran</strong> Infrastruktur Non‐Belanja K/L (triliun Rp)<br />
2010 (Real) 2011<br />
(APBN)<br />
1 Resiko kenaikan harga tanah (land capping) 0,35 0,89<br />
2 Investasi Pemerintah 3,61 4,57<br />
3 PMN 2,00 1,50<br />
4 PSO 0,37 1,88<br />
5 Kredit rumah (KPRSH & Rusunami) 0,42 0,70<br />
6 DAK 4,49 6,05<br />
7 Tambahan Otonomi 1,40 1,40<br />
8 Dana Kontijensi PLN 1,00 0,89<br />
9 Dana Kontijensi PDAM ‐ 0,15<br />
10 Pinjaman ke PLN 7,50 ‐<br />
11 Dana bergulir pengadaan tanah 2,30 ‐<br />
12 Pengembangan Kawasan Free Trade Sabang 0,42 0,39<br />
13 Pengembangan Otoritas Batam 0,14 0,14<br />
14<br />
Merauke Integrated Food and Energy Estate<br />
(MIFEE)<br />
‐ 0,16<br />
Total Non Belanja K/L (Triliun Rp) 25,01 18,72<br />
Sumber: Buku Saku APBN dan Indikator Ekonomi, DJA <strong>Edisi</strong> Februari 2011<br />
barulah dapat dinyatakan bahwa anggaran<br />
yang besar tersebut telah digunakan<br />
secara bertanggungjawab (accountable).<br />
Merupakan sebuah pertanyaan yang<br />
menarik untuk dikaji, apakah belanja<br />
infrastruktur dalam APBN telah digunakan<br />
untuk mendanai program/kegiatan/proyek<br />
infrastruktur yang paling efektif dan efisien<br />
dalam mendorong pertumbuhan ekonomi<br />
yang berkelanjutan serta meningkatkan<br />
daya saing<br />
Dalam Tabel 3, disajikan stok beberapa<br />
infrastruktur di Indonesia sampai dengan<br />
2010. Jalan nasional yang telah dibangun<br />
mencapai 5 38.569,49 km, sedangkan<br />
panjang rel kereta api mencapai 4.818,9<br />
km. Pertanyaan yang menarik terkait<br />
dengan data ini antara lain adalah berapa<br />
kilometerkah yang dianggap memadai Ini<br />
penting untuk memperoleh makna dari<br />
panjang jalan atau panjang rel KA yang<br />
telah dibangun tersebut. Dibandingkan<br />
dengan panjang pantai Indonesia sejauh<br />
95.181 Km (PBB, 2008), berarti panjang<br />
jalan nasional tersebut adalah sekitar 40<br />
persen dari jalan yang perlu dibangun agar<br />
seluruh wilayah/pulau mempunyai akses<br />
jalan (asumsi: pulau-pulau yang terlalu kecil<br />
untuk dibangun jalan tidak diperhitungkan).<br />
Namun, apakah pembandingan/rasio<br />
seperti demikian dapat digunakan untuk<br />
mengukur kecukupan penyediaan jalan<br />
Adakah standar mengenai kecukupan<br />
infrastruktur di suatu negara Untunglah,<br />
Bank Dunia telah mengembangkan<br />
Indikator Pembangunan Dunia (World<br />
Development Indicators/WDI) untuk<br />
membandingkan tingkat pembangunan<br />
antarnegara. Beberapa indikator<br />
diantaranya berkaitan dengan infrastruktur,<br />
salah satu diantaranya yang terkait dengan<br />
jalan adalah road density, yaitu rasio antara<br />
total panjang jaringan jalan (road network)<br />
terhadap luas wilayah (km jalan per<br />
km persegi luas wilayah). Jaringan jalan<br />
tersebut mencakup jalan nasional, propinsi,<br />
ibandingkan dengan anggaran fungsi pendidikan yang sekurang‐kurangnya 20% dari belanja<br />
egara, anggaran infrastruktur dalam tahun 2011 adalah sekitar setengah dari belanja fungsi<br />
endidikan.<br />
apaian Pembangunan Infrastruktur<br />
<strong>Warta</strong> anggaran | <strong>21</strong> Tahun 2011 9
telah dibangun tersebut. Dibandingkan dengan panjang pantai Indonesia sejauh 95.181 Tabel Km 3<br />
08), berarti panjang jalan nasional tersebut adalah sekitar 40 persen Beberapa dari jalan Capaian yang perlu Pembangunan Infrastruktur<br />
agar seluruh wilayah/pulau mempunyai akses jalan (asumsi: Infrastruktur pulau‐pulau yang terlalu kecil Capaian s/d 2009<br />
angun jalan tidak LAPORAN diperhitungkan). UTAMA<br />
Jalan nasional 38.569,49 Km<br />
Jembatan 17.964 Buah<br />
Tabel 3<br />
Panjang rel KA kapita berbagai model/skim 4.818,90 kerjasama. Km Pemerintah<br />
Beberapa Capaian Pembangunan Infrastruktur Bandar udara (kwh/ juga telah membentuk 190 beberapa Buah wahana<br />
Infrastruktur Capaian s/d 2009 Pelabuhan capita). untuk mempercepat 644 (debotlenecking) Buah<br />
Jalan nasional<br />
Sumber: Kompas<br />
38.569,49 Km<br />
(Lihat pembangunan infrastruktur, seperti PT SMI<br />
Jembatan Namun, apakah 17.964 pembandingan/rasio Buah<br />
Diagram<br />
seperti<br />
4,<br />
demikian<br />
dan PT IIF dan<br />
dapat<br />
PT PII.<br />
digunakan<br />
Lembaga-lembaga<br />
untuk menguk<br />
Panjang rel KA penyediaan 4.818,90 jalan Adakah Km standar 5, 6 mengenai dan 7). keuangan kecukupan internasional infrastruktur dan negara di seperti suatu negara<br />
Bandar udara Bank Dunia 190 telah Buah mengembangkan Indikator China juga Pembangunan telah banyak yang Dunia berminat (World<br />
Pelabuhan Indicators/WDI) 644untuk Buah membandingkan tingkat untuk memberikan pembangunan bantuan antarnegara. pendanaan dan Beber<br />
Sumber: Kompas diantaranya berkaitan dengan infrastruktur, salah teknis satu dalam diantaranya pembangunan infrastruktur yang terkait di denga<br />
road density, yaitu rasio antara total panjang Indonesia. jaringan Kesulitannya jalan (road justru network) dalam hal terhadap<br />
kabupaten/kota dan pedesaan.<br />
apakah pembandingan/rasio seperti demikian (km jalan dapat per digunakan km persegi untuk luas mengukur wilayah). kecukupan Jaringan regulasi jalan dan implementasinya. tersebut mencakup jalan nasio<br />
an jalan Dari Adakah Tabel standar terlihat, dalam mengenai hal kepadatan/ kabupaten/kota kecukupan Tantangan infrastruktur dan pedesaan. di suatu negara Untunglah,<br />
unia telah kerapatan mengembangkan jalan dibandingkan Indikator luas wilayah Pembangunan Dunia (World Development<br />
Sejak krisis<br />
(daratan), Indonesia menduduki ranking ke<br />
Tabel 4<br />
s/WDI) untuk membandingkan tingkat pembangunan antarnegara. Beberapa indikator<br />
ekonomi 1998, Ranking Kepadatan Jalan (Road Density/RD)<br />
ya berkaitan 91 (dari dengan 134 negara), infrastruktur, dengan RD salah sebesar satu diantaranya<br />
pembangunan<br />
yang terkait dengan jalan adalah<br />
sity, yaitu 20 rasio km jalan antara per kmtotal 2 wilayah. panjang Hal ini memang jaringan jalan infrastruktur (road network) terhadap luas wilayah Road Density<br />
Ranking Negara<br />
per km dipengaruhi persegi luas oleh wilayah). luas wilayah Jaringan daratan jalan tersebut berkurang mencakup jalan nasional, propinsi, (km/km 2 )<br />
n/kota dan Indonesia pedesaan. yang jauh lebih luas dibandingkan<br />
8 Singapore 471,68<br />
drastis dan<br />
dengan negara-negara tetangga di Asia<br />
57 Phillipine 67<br />
hingga kinipun<br />
Tenggara. Dengan wilayah daratan Tabel yang 4<br />
58 Brunei 63<br />
berjalan lambat,<br />
lebih luas tentu Ranking perlu Kepadatan dibangun jalan Jalan yang (Road Density/RD) 64 Vietnam 48,61<br />
terlebih bila 71 China 36,02<br />
lebih panjang, dan tentunya diperlukan<br />
dibandingkan Road Density 72 Thailand 35,24<br />
anggaran Ranking yang lebih Negara besar. Sebagai<br />
d e (km/km n g a n ) 87 Cambodia 22<br />
perbandingan, China (mainland China) dari Wikipedia).<br />
negara-negara<br />
Selain beberapa<br />
8 Singapore 471,68 91 indikator Indonesia berkaitan dengan jalan raya, seperti rasio 20panjang jalan<br />
dengan luas wilayah daratan 9.596.960 yang km2 diaspal dibandingkan<br />
57 Phillipine sekawasan. 67<br />
Sumber: keseluruhan World jalan, Development dalam WDI juga Indicators‐Infrastructure<br />
disiapkan data mengenai infrastruktur<br />
atau sekitar lima kali luas daratan Indonesia lain seperti ketersediaan air bersih di perkotaan dan pedesaan (diukur dengan persentase penduduk<br />
58 Brunei Menariknya, 63<br />
1.919.440 km2, memiliki RD sebesar<br />
Dari<br />
36,02 yang Tabel mempunyai terlihat, akses dalam ke air bersih hal kepadatan/kerapatan seperti PAM maupun sumber jalan lain dibandingkan seperti sumur penduduk, luas wilay<br />
64 Vietnam Indonesia sumur bor, persoalannya menduduki dan penampungan 48,61 bukan ranking pada air); ke ketersediaan kuantitas 91 (dari lalu 134 lintas Menurut negara), petikemas Wakil dengan dari Presiden pelabuhan RD sebesar Boediono ke transportasi 20 km<br />
km. Sedangkan India, dengan luas wilayah<br />
71 China wilayah. daratan Hal dana, ini sebaliknya/Container karena memang saat 36,02 ini justru dipengaruhi telah Port tersedia Traffic oleh (diukur (Tempo, luas dalam wilayah 10/3/2011) jumlah daratan petikemas ada tiga Indonesia faktor setara yang ukuran yang 20 ja<br />
sekitar 1,5 kali luas Indonesia, memiliki<br />
72 Thailand dibandingkan kaki), atau berbagai konsumsi dengan alternatif listrik 35,24 negara‐negara per pembiayaan, kapita (kwh/capita). baik tetangga dari (Lihat menyebabkan di Asia Diagram Tenggara. 4, kemacetan 5, 6 dan Dengan 7). pembangunan wilayah darat<br />
RD yang jauh lebih besar yaitu 1.001 km/<br />
87 Cambodia luas tentu perbankan, perlu dibangun pasar 22 modal/obligasi, jalan yang lebih dan panjang, infrastruktur. dan Pertama, tentunya masalah pembebasan diperlukan anggar<br />
km2; menduduki ranking ke-3 di dunia<br />
91 Indonesia besar. Sebagai kerjasama perbandingan, bilateral 20 serta multilateral, China (mainland serta lahan, China) yang tidak dengan mudah luas dilakukan wilayah karena daratan 9<br />
dalam hal RD (sumber data luas wilayah<br />
Sumber: World Development atau Indicators‐Infrastructure<br />
sekitar lima kali luas daratan Indonesia Diagram 4 1.919.440 km 2 , memiliki RD sebes<br />
dari Wikipedia). Selain beberapa<br />
Sedangkan<br />
indikator<br />
India, dengan luas wilayah sekitar 1,5 kali luas Indonesia, memiliki RD ya<br />
el terlihat, berkaitan dalam dengan hal kepadatan/kerapatan jalan raya, seperti besar rasio yaitu jalan 1.001 dibandingkan km/kmPersentase 2 ; menduduki luas wilayah Penduduk ranking (daratan), Kota yang ke‐3 Memiliki di dunia Akses dalam hal RD (sumber dat<br />
a menduduki panjang ranking jalan yang ke 91 diaspal (dari dibandingkan 134 negara), dengan RD sebesar 20 km ke jalan Sarana per Air km Bersih<br />
2<br />
Hal ini memang keseluruhan dipengaruhi jalan, dalam oleh WDI luas juga wilayah daratan Indonesia yang jauh lebih luas<br />
100<br />
gkan dengan disiapkan negara‐negara data mengenai tetangga infrastruktur di Asia lain Tenggara. Dengan wilayah daratan yang lebih<br />
u perlu dibangun seperti ketersediaan jalan yang air bersih lebih di panjang, perkotaan dan tentunya 95 diperlukan anggaran yang lebih<br />
bagai perbandingan,<br />
dan pedesaan (diukur<br />
China<br />
dengan<br />
(mainland<br />
persentase<br />
China) dengan luas wilayah daratan 9.596.960 km 2<br />
itar lima<br />
penduduk<br />
kali luas<br />
yang<br />
daratan<br />
mempunyai<br />
Indonesia<br />
akses ke<br />
1.919.440<br />
air 90<br />
km 2 92<br />
, memiliki RD sebesar 36,02 90 km.<br />
89<br />
bersih seperti PAM maupun sumber lain<br />
n India, dengan luas wilayah sekitar 1,5 kali luas Indonesia,<br />
85<br />
memiliki RD yang jauh lebih<br />
seperti sumur penduduk, sumur bor, dan<br />
tu 1.001 km/km 2 ; menduduki ranking ke‐3 di dunia dalam hal RD (sumber data luas wilayah<br />
penampungan air); kuantitas lalu lintas<br />
80<br />
petikemas dari pelabuhan ke transportasi<br />
7<br />
1990 2000 2008<br />
daratan dan sebaliknya/Container Port Traffic<br />
(diukur dalam jumlah petikemas setara<br />
ukuran 20 kaki), atau konsumsi listrik per<br />
Indonesia<br />
China<br />
Malaysia<br />
East Asia & Pacific *<br />
Thailand<br />
Lower middle income<br />
Sumber: World Development Indicators<br />
10 <strong>Warta</strong> anggaran | <strong>21</strong> Tahun 2011<br />
Diagram 5<br />
Persentase Penduduk Desa yang Memiliki Akses<br />
ke Sarana Air Bersih
9<br />
1990 2000 2008<br />
Indonesia Malaysia Thailand<br />
China East Asia & Pacific * Lower middle income<br />
Sumber: World Development Indicators<br />
LAPORAN UTAMA<br />
100<br />
75<br />
50<br />
25<br />
0<br />
Diagram 5<br />
Persentase Penduduk Desa yang Memiliki Akses<br />
ke Sarana Air Bersih<br />
62<br />
antara lain akibat dari iklim demokratis<br />
dan desentralisasi yang membuat proses<br />
pembebasan lahan ikut terhambat. Kedua,<br />
anggaran infrastruktur publik saat ini<br />
lebih terfokus pada perawatan. Hal ini<br />
menggambarkan adanya masalah dalam<br />
pemanfaatan anggaran. Faktor terakhir<br />
adalah kelemahan koordinasi di kalangan<br />
pemerintah. Koordinasi ini menjadi penting<br />
dan mendesak mengingat beberapa<br />
pembangunan infrastruktur melintasi<br />
lebih dari satu kabupaten dan bahkan<br />
lebih dari satu propinsi, yang tentunya<br />
memerlukan koordinasi dan sinergi antara<br />
pemerintah pusat dengan pemerintah<br />
daerah, antarpemerintah daerah, dan juga<br />
antarkementerian lembaga.<br />
Untuk mengatasi masalah tersebut,<br />
pemerintah (i) menyiapkan rancangan<br />
undang-undang mengenai pembebasan<br />
lahan yang akan segera dibahas bersama DPR,<br />
(ii) memperbaiki koordinasi perencanaan<br />
dan penganggaran serta pencairan, (iii)<br />
memperbaiki/menyederhanakan proses<br />
pengadaan barang dan jasa pemerintah<br />
dengan ditetapkannya Perpres 54/2010;<br />
(iv) mendesain dan memprioritaskan<br />
proyek infrastruktur yang strategis antara<br />
lain Domestic Connectivity, pengintegrasian<br />
pengelolaan transportasi Jabodetabek,<br />
pembangunan rel kereta api Jakarta-<br />
Bandara Soekarno-Hatta, dan perluasan<br />
pelabuhan Tanjung Priok, dan pembangunan<br />
67 71<br />
1990 2000 2008<br />
Indonesia Malaysia Thailand<br />
China East Asia & Pacific * Lower middle income<br />
Diagram 6<br />
Jumlah Lalu Lintas Kontainer Pelabuhan/ Container Port Traffic<br />
(TEUs) di 5<br />
8<br />
Negara Asean<br />
Jumlah Lalu Lintas Kontainer Pelabuhan/ Container Port Traffic<br />
30,250,000<br />
(TEUs) di 5 Negara Asean<br />
30,250,000<br />
25,250,000<br />
25,866,400<br />
25,866,400<br />
25,250,000<br />
20,250,000<br />
15,843,486<br />
20,250,000<br />
15,250,000<br />
15,843,486<br />
15,250,000<br />
10,250,000<br />
5,503,176<br />
6,394,190<br />
10,250,000<br />
5,250,000<br />
5,503,176<br />
6,394,190<br />
3,797,948<br />
5,250,000<br />
250,000<br />
3,797,948<br />
2000 2005 2009<br />
250,000<br />
Indonesia Thailand Malaysia Vietnam Singapura<br />
2000 2005 2009<br />
Indonesia Thailand Malaysia Vietnam Singapura<br />
4000<br />
4000<br />
3000<br />
3000<br />
2000<br />
2000<br />
1000<br />
1000<br />
0<br />
0<br />
listrik 10.000 MW, untuk sekedar menyebut<br />
beberapa contoh.<br />
Dalam tahun 2011 ini, dukungan swasta,<br />
BUMN, lembaga keuangan internasional<br />
dan beberapa negara sahabat (G to G)<br />
telah menyatakan siap untuk memberikan<br />
dukungan pendanaan, dan tentunya tenaga<br />
ahli. Namun apakah Indonesia mampu<br />
memanfaatkan kesempatan tersebut, tentu<br />
tergantung apakah Indonesia mampu<br />
mengatasi kendala-kendala yang disebut<br />
Diagram Wakil 6 Presiden tersebut di atas.<br />
TEUs: twenty‐feet Equivalent Units<br />
TEUs: twenty‐feet Equivalent Units<br />
Diagram 7<br />
Diagram 7<br />
Konsumsi Listrik (Kwh/capita)<br />
Konsumsi Listrik (Kwh/capita)<br />
3,489.9<br />
2,455.2<br />
2,455.2<br />
591.2 799.3<br />
1970 1980 1990 2000 2008 591.2<br />
Indonesia Malaysia Thailand<br />
1970 1980 1990 2000 2008<br />
Vietnam China East Asia & Pacific *<br />
Indonesia Lower & middle income Malaysia Thailand<br />
Vietnam China East Asia & Pacific *<br />
Lower & middle income<br />
3,489.9<br />
799.3<br />
<strong>Warta</strong> anggaran | <strong>21</strong> Tahun 2011 11
LAPORAN UTAMA<br />
Inisiatif Baru<br />
Oleh Achmad Zunaidi<br />
Jenis inisiatif baru yang terakhir adalah percepatan pencapaian target. Inisiatif<br />
baru jenis ini merupakan penambahan target baru yang menambah output<br />
pada tahun yang direncanakan karena percepatan pencapaian target (yang<br />
diambil dari target tahun yang akan datang, bisa 1 atau 2 tahun).<br />
12 <strong>Warta</strong> anggaran | <strong>21</strong> Tahun 2011
Peraturan Pemerintah Nomor 90 tahun<br />
2010 tetang RKA-K/L mendefinisikan Inisiatif<br />
Baru sebagai usulan tambahan rencana<br />
kinerja selain yang telah dicantumkan dalam<br />
prakiraan maju, baik berupa program,<br />
kegiatan, keluaran, dan/atau komponen.<br />
Selanjutnya definisi tersebut dijabarkan<br />
lebih lanjut dalam Peraturan Menteri<br />
Perencanaan Pembangunan Nasional/<br />
Kepala Badan Perencanaan Pembangunan<br />
Nasional Nomor 1 tahun 2011 tentang<br />
Tata Cara Penyusunan Inisiatif Baru: “Inisiatif<br />
Baru adalah kebijakan baru atau perubahan<br />
kebijakan berjalan yang menyebabkan<br />
adanya konsekuensi anggaran, baik pada<br />
anggaran baseline maupun anggaran<br />
ke depan. Inisiatif baru dapat berupa<br />
penambahan program (priority focus)/<br />
outcome/kegiatan/output baru, penambahan<br />
volume target, atau percepatan pencapaian<br />
target.”<br />
(on top), dari realokasi anggaran, atau<br />
kombinasi keduanya. Tambahan anggaran<br />
(on top) merupakan tambahan alokasi<br />
yang dapat berupa Rupiah Murni, Pinjaman<br />
atau Hibah. Penambahan anggaran ini akan<br />
menyebabkan bertambahnya anggaran<br />
baseline.<br />
Sumber pendanaan yang berasal dari<br />
realokasi anggaran didapat dari realokasi<br />
tahun yang direncanakan atau realokasi<br />
antar tahun. Realokasi tahun yang<br />
direncanakan merupakan realokasi dengan<br />
mengambil anggaran dari program/<br />
kegiatan lain pada tahun yang direncanakan,<br />
tanpa mengubah total anggaran tahun<br />
direncanakan. Syaratnya target program/<br />
kegiatan yang direalokasi tidak boleh<br />
berubah. Sedangkan realokasi antar tahun<br />
dilakukan dengan mengambil anggaran<br />
LAPORAN UTAMA<br />
Jenis yang kedua adalah penambahan<br />
volume target. Penambahan volume<br />
target yang menyebabkan dibutuhkan<br />
penambahan anggaran yang diakibatkan<br />
oleh perubahan kebijakan, baik kebijakan<br />
yang ada pada kegiatan prioritas nasional,<br />
prioritas bidang, atau prioritas K/L.<br />
Misal Kementerian Pekerjaan Umum<br />
melaksanakan pembangunan jalan pada<br />
tahun 2011 sepanjang 50 km dengan<br />
volume prakiraan maju: tahun 2012<br />
sepanjang 100 km; dan tahun 2013<br />
sepanjang 150 km. Saat penyusunan<br />
anggaran tahun 2012, ada perubahan<br />
kebijakan yang menyebabkan perubahan<br />
(mengalami penambahan) volume target<br />
menjadi 120 km. Penambahan volume<br />
sebanyak 20 km (semula 100 km menjadi<br />
120 km) diklasifikasikan sebagai inisiatif<br />
baru yang diajukan oleh Kementerian<br />
program yang sama di tahun selanjutnya.<br />
perubahan angka<br />
Namun<br />
dasar<br />
syaratnya<br />
(baseline).<br />
adalah<br />
Misalnya<br />
target<br />
Kementerian<br />
Pekerjaan<br />
jangka<br />
Y pada<br />
Umum.<br />
Tahun 2011 memiliki 3 Unit Eselon<br />
Adanya mekanisme Inisiatif<br />
I dan<br />
Baru<br />
melaksanakan<br />
menengah<br />
3 program<br />
tidak berubah.<br />
(Program<br />
Pendanaan<br />
A, B, dan<br />
ini<br />
C).<br />
Jenis<br />
Pada<br />
inisiatif<br />
tahun<br />
baru<br />
2012<br />
yang<br />
terjadi<br />
terakhir<br />
reorganisasi<br />
adalah<br />
pada<br />
merupakan penguatan penerapan<br />
Kementerian<br />
digunakan<br />
A yang berakibat<br />
untuk mendanai<br />
adanya<br />
usulan<br />
penambahan<br />
Inisiatif<br />
1<br />
percepatan<br />
(satu) Unit<br />
pencapaian<br />
Eselon I<br />
target.<br />
dengan<br />
Inisiatif<br />
melaksanakan<br />
baru<br />
pendekatan KPJM. KPJM adalah pendekatan<br />
suatu program<br />
Baru<br />
baru<br />
jenis<br />
(Program<br />
Percepatan<br />
D).<br />
Pencapaian<br />
Program<br />
Target.<br />
D ini diklasifikasikan<br />
jenis ini merupakan<br />
sebagai inisiatif<br />
penambahan<br />
baru (sebelumnya<br />
target<br />
yang digunakan oleh pembuat tidak kebijakan ada) termasuk kegiatan dan output yang dihasilkan baru pada yang tahun menambah 2012. output pada tahun<br />
dimaksudkan untuk memotret implikasi Jenis yang kedua adalah penambahan volume yang target. direncanakan Penambahan karena volume percepatan target yang<br />
kebijakan yang disusun dan ditetapkan menyebabkan saat Ruang dibutuhkan Lingkup penambahan Inisiatif Baru anggaran yang pencapaian diakibatkan target oleh perubahan (yang diambil kebijakan, dari baik<br />
ini terhadap besaran anggaran kebijakan yang yang ada pada kegiatan prioritas nasional, target prioritas tahun bidang, yang akan atau datang, prioritas bisa K/L. 1 Misal<br />
ditimbulkan pada tahun-tahun Kementerian anggaran Ruang Pekerjaan lingkup Umum inisiatif melaksanakan baru pembangunan dapat atau 2 jalan tahun). pada Penambahan tahun 2011 target sepanjang output 50 km<br />
berikutnya. Untuk sebuah kebijakan dengan akan volume dikelompokkan prakiraan maju: menjadi tahun tiga jenis. 2012 Jenis sepanjang yang disebabkan 100 km; dan oleh tahun perubahan 2013 kebijakan sepanjang baik 150 km.<br />
dihitung anggaran beserta perhitungan Saat penyusunan pertama anggaran adalah tahun program 2012, baru, ada kegiatan perubahan untuk kebijakan kegiatan yang prioritas menyebabkan nasional, prioritas perubahan<br />
biaya prakiraan maju-nya dalam (mengalami jangka penambahan) baru, atau output volume baru. target Inisiatif baru menjadi jenis 120 bidang km. Penambahan maupun prioritas volume K/L, sebanyak namun 20 km<br />
waktu 3 tahun ke depan. Angka (semula prakiraan 100 ini km dapat menjadi terjadi apabila 120 km) ada kebijakan diklasifikasikan baru percepatan sebagai inisiatif pencapaian baru target yang tidak diajukan boleh oleh<br />
maju tersebut merupakan angka Kementerian dasar atau Pekerjaan perubahan Umum. kebijakan yang sedang mengubah pagu anggaran baseline jangka<br />
(baseline) dalam rangka pengalokasian berlangsung (existing) yang berakibat menengah. Sebagai contoh, Kementerian<br />
Jenis inisiatif baru yang terakhir adalah percepatan pencapaian target. Inisiatif baru jenis ini<br />
anggaran tahun yang direncanakan. Angka perubahan angka dasar (baseline). Misalnya Pendidikan Nasional memberikan Bantuan<br />
merupakan penambahan target baru yang menambah output pada tahun yang direncanakan karena<br />
dasar tersebut selanjutnya disesuikan Kementerian Y pada Tahun 2011 memiliki 3 Operasional Sekolah (BOS) pada Tahun<br />
percepatan pencapaian target (yang diambil dari target tahun yang akan datang, bisa 1 atau 2 tahun).<br />
dengan parameter. Angka dasar yang telah Unit Eselon I dan melaksanakan 3 program 2011 kepada 1000 siswa dengan volume<br />
Penambahan target output disebabkan oleh perubahan kebijakan baik untuk kegiatan prioritas<br />
disesuaikan tersebut ditambah dengan (Program A, B, dan C). Pada tahun 2012 prakiraan maju: Tahun 2012 sebanyak 1200<br />
nasional, prioritas<br />
inisiatif baru menjadi anggaran tahun yang terjadi<br />
bidang<br />
reorganisasi<br />
maupun<br />
pada<br />
prioritas<br />
Kementerian<br />
K/L, namun percepatan pencapaian target tidak boleh<br />
siswa; dan Tahun 2013 sebanyak 1500<br />
mengubah pagu<br />
direncanakan. Jika tidak ada kebijakan A yang<br />
anggaran<br />
berakibat<br />
baseline<br />
adanya penambahan<br />
jangka menengah.<br />
1<br />
Sebagai contoh, Kementerian Pendidikan<br />
siswa (baseline 2011-2014 sebanyak 5000<br />
Nasional memberikan<br />
baru, maka prakiraan maju tersebut akan (satu) Unit<br />
Bantuan<br />
Eselon I dengan<br />
Operasional<br />
melaksanakan<br />
Sekolah (BOS) pada Tahun 2011 kepada 1000 siswa<br />
siswa). Saat penyusunan anggaran tahun<br />
dengan volume<br />
ditetapkan sebagai alokasi anggaran K/L suatu<br />
prakiraan<br />
program<br />
maju:<br />
baru (Program<br />
Tahun 2012<br />
D). Program<br />
sebanyak 1200 siswa; dan Tahun 2013 sebanyak 1500<br />
2012 terjadi perubahan kebijakan yang<br />
pada tahun berikutnya.<br />
siswa (baseline<br />
D ini<br />
2011-2014<br />
diklasifikasikan<br />
sebanyak<br />
sebagai<br />
5000<br />
inisiatif<br />
siswa).<br />
baru<br />
Saat<br />
mengharuskan<br />
penyusunan anggaran<br />
percepatan<br />
tahun<br />
pencapaian<br />
2012 terjadi<br />
perubahan kebijakan<br />
(sebelumnya<br />
yang<br />
tidak<br />
mengharuskan<br />
ada) termasuk<br />
percepatan<br />
kegiatan target<br />
pencapaian<br />
pemberian<br />
target<br />
BOS<br />
pemberian<br />
dengan perubahan<br />
BOS dengan<br />
Mekanisme Inisiatif Baru mengatur perubahan tata sebagai<br />
dan output<br />
berikut:<br />
yang dihasilkan pada tahun sebagai berikut:<br />
cara apabila ada kebijakan baru yang belum<br />
2012.<br />
masuk dalam perencanaan yang ada.<br />
Tahun<br />
Setiap K/L dapat mengajukan inisiatif<br />
2011<br />
2012<br />
2013<br />
2014<br />
Uraian<br />
baru sesuai dengan ketersediaan<br />
(Sebelumnya) (Tahun yang (Prakiraan Maju 1) (Prakiraan Maju 2)<br />
ruang fiskal untuk mendanai<br />
direncanakan<br />
inisiatif baru tersebut. Ketersediaan<br />
dana untuk Inisiatif Baru dapat<br />
bersumber dari tambahan anggaran<br />
Target BOS (lama)<br />
Target BOS (baru)<br />
1.000<br />
1.000<br />
1.200<br />
1.500<br />
1.500<br />
1.700<br />
1.300<br />
800<br />
(jadi matriks) Selain hal tersebut di atas, perubahan lain yang bukan merupakan inisiatif baru,<br />
adalah :<br />
<strong>Warta</strong> anggaran | <strong>21</strong> Tahun 2011 13<br />
1. Penyesuaian anggaran terhadap parameter ekonomi antara lain berupa penyesuaian terhadap<br />
inflasi, kurs;<br />
2. Penyesuaian anggaran terhadap parameter non-ekonomi, seperti perubahan SBU dan SBK
3. Menetapkan output mana yang bersifat on-going/non-on-going;<br />
4. Menetapkan Komponen Input mana yang dibutuhkan untuk menghasilkan output;<br />
5. Menetapkan Komponen Input mana yang bersifat on-going/non-on-going.<br />
LAPORAN UTAMA<br />
(jadi matriks) Selain hal tersebut di atas,<br />
perubahan lain yang bukan merupakan<br />
inisiatif baru, adalah :<br />
1. Penyesuaian anggaran terhadap<br />
parameter ekonomi antara lain berupa<br />
penyesuaian terhadap inflasi, kurs;<br />
2. Penyesuaian anggaran terhadap<br />
parameter non-ekonomi, seperti<br />
perubahan SBU dan SBK selama tidak<br />
mengubah total pagu K/L dan tetap<br />
menjaga output dan outcome yang<br />
sudah ditetapkan;<br />
3. Perubahan target tanpa mengubah<br />
Perhitungan Inisiatif Baru<br />
Inisiatif baru dapat dihitung setelah<br />
penyesuaian baseline dilakukan sehingga<br />
ruang fiskal diketahui. Penghitungan<br />
anggaran untuk inisiatif baru harus<br />
memperhatikan hal-hal sebagai berikut:<br />
Inisiatif Baru dan Alokasi <strong>Anggaran</strong> Tahun 2012<br />
Usulan angka inisiatif baru yang sudah mendapatkan persetujuan selanjutnya ditambahkan<br />
kedalam angka baseline yang telah disesuaikan sebelumnya. Angka gabungan merupakan angka atau<br />
jumlah alokasi anggaran untuk suatu program tahun 2012. Gambaran penghitungan menjadi angka<br />
gabungan atau alokasi anggaran tahun 2012, sebagai berikut:<br />
anggaran tahun 2012, sebagai berikut:<br />
Uraian<br />
Baru<br />
(B) /<br />
Lama<br />
(L)<br />
Tahun<br />
Awal<br />
1. Mengacu pada tujuan dari proposal<br />
yang diajukan. Tujuan yang terdapat<br />
dalam proposal mengacu atau harus<br />
sesuai dengan Arah Kebijakan dan<br />
Prioritas Pembangunan Nasional<br />
yang ditetapkan Presiden (di awal<br />
tahun berjalan). Tujuan tersebut juga<br />
menginformasikan mengenai rincian<br />
Tahun<br />
Akhir<br />
Sifat<br />
Biaya<br />
Indeks<br />
Biaya<br />
Tahun 2012 2013 2014<br />
Indeks 1,00 1,04 1,08<br />
2011<br />
sebelumnya<br />
2012<br />
Tahun yang<br />
direncanakan<br />
Program 3.140 3.584 7.617<br />
Kegiatan<br />
Output 1<br />
Volume Output 10 10 10 10<br />
Tanpa Sub-output<br />
Output 2<br />
2013<br />
PM 1<br />
Komponen 1 L 2011 utama Ya 100 1.000 1.040 1.080 1.125<br />
Volume Output 10 12 14<br />
Tanpa Sub-output<br />
Inisiatif Baru dan Alokasi<br />
<strong>Anggaran</strong> Tahun 2012<br />
Usulan angka inisiatif baru yang sudah<br />
mendapatkan persetujuan selanjutnya<br />
ditambahkan kedalam angka baseline<br />
yang telah disesuaikan sebelumnya. Angka<br />
gabungan merupakan angka atau jumlah<br />
alokasi anggaran untuk suatu program<br />
tahun 2012. Gambaran penghitungan<br />
menjadi angka gabungan atau alokasi<br />
Komponen 1 B 2012 utama tdk 200 - 2.000 2.400 2.800<br />
Komponen 2 B 2012 pendukung ya 100 100 104 108<br />
2014<br />
PM 2<br />
anggaran yang telah ditetapkan (diluar<br />
prioritas nasional, prioritas bidang dan<br />
prioritas K/L), seperti perubahan target<br />
program dan kegiatan non-prioritas;<br />
4. Penambahan target yang disebabkan<br />
tidak tercapainya target tahun<br />
sebelumnya, sehingga target tahun ini<br />
ditambahkan, tapi total pagu anggaran<br />
unit kerja tidak berubah, seperti<br />
Luncuran (carried over) target yang<br />
tidak tercapai pada tahun sebelumnya;<br />
5. Jenis-jenis perubahan kebijakan/<br />
anggaran lainnya.<br />
informasi kinerja dan rincian anggaran<br />
secara jelas, spesifik, dan terukur;<br />
2. Menetapkan output mana yang<br />
dibutuhkan untuk mencapai tujuan dan<br />
jumlah volumenya;<br />
3. Menetapkan output mana yang bersifat<br />
on-going/non-on-going;<br />
4. Menetapkan Komponen Input mana<br />
yang dibutuhkan untuk menghasilkan<br />
output;<br />
5. Menetapkan Komponen Input mana<br />
yang bersifat on-going/non-on-going.<br />
3<br />
14 <strong>Warta</strong> anggaran | <strong>21</strong> Tahun 2011
LAPORAN UTAMA<br />
Perbaikan Dan Penyesuaian<br />
Angka Dasar<br />
Oleh: M. Rifki, Dit. SP<br />
Penyesuaian Angka Dasar merupakan proses menjadikan Angka Dasar<br />
yang disusun tahun sebelumnya (misal tahun 2011) sesuai dengan asumsiasumsi<br />
atau parameter yang akan terjadi pada tahun yang direncanakan<br />
(misal tahun 2012).<br />
<strong>Warta</strong> anggaran | <strong>21</strong> Tahun 2011 15
LAPORAN UTAMA<br />
Penerapan pendekatan Penganggaran<br />
Berbasis Kinerja (PBK) dan Kerangka<br />
Pengeluaran Jangka Menengah (KPJM)<br />
secara penuh merupakan komitmen<br />
Pemerintah yang dilaksanakan<br />
Kementerian Negara dan Lembaga<br />
(K/L) sejak tahun 2011. Penerapan PBK<br />
memberikan kerangka dasar dalam<br />
penyusunan anggaran yang berdasarkan<br />
kinerja yang akan dihasilkan oleh K/L.<br />
Implementasinya diwujudkan dalam<br />
hasil restrukturisasi program dan<br />
kegiatan K/L. Keluaran (Output) yang<br />
dihasilkan dari pelaksanaan program<br />
dan kegiatan yang dilaksanakan K/L<br />
akan diproyeksikan menjadi Prakiraan<br />
Maju.<br />
Prakiraan Maju didefinisikan sebagai<br />
perhitungan kebutuhan dana untuk<br />
tahun anggaran berikutnya dari tahun<br />
Indikatif dari tahun anggaran yang<br />
direncanakan yang dibuat ketika<br />
menyusun anggaran.<br />
Angka Dasar yang dihasilkan ketika<br />
menyusun anggaran tahun sebelumnya<br />
(misal tahun 2011) kemungkinan masih<br />
memiliki beberapa kesalahan sehingga<br />
perlu diperbaiki saat penyusunan<br />
anggaran tahun yang direncanakan<br />
(tahun 2012). Perbaikan tersebut juga<br />
meliputi perubahan-perubahan asumsi<br />
pada tahun yang direncanakan yang<br />
berbeda dengan tahun sebelumnya dan<br />
menyebabkan angka dasar tersebut<br />
juga perlu disesuaikan.<br />
Angka Dasar merupakan<br />
angka awal ketika akan menyusun<br />
anggaran berdasarkan proyeksi<br />
KPJM. Keakuratan dari angka dasar<br />
akan menunjukkan secara jelas ruang<br />
disesuaikan ditambah dengan angka<br />
alokasi anggaran usulan inisiatif baru<br />
akan menjadi alokasi anggaran tahun<br />
yang direncanakan. Gambaran utuh<br />
hubungan antara angka prakiraan<br />
maju, penyesuaian angka dasar, inisiatif<br />
baru, dan alokasi anggaran tahun yang<br />
direncanakan sebagaimana diagram di<br />
bawah ini.<br />
Perbaikan Angka Dasar<br />
Penyempurnaan KPJM (Angka Dasar)<br />
harus dilakukan untuk memberikan<br />
dasar (benchmark) yang jelas dalam<br />
penyusunan anggaran tahun berkenaan.<br />
Tahap awal dari penyempurnaan Angka<br />
Dasar adalah memperbaiki Angka<br />
Dasar tersebut. Kesalahan-kesalahan<br />
yang mungkin terjadi disaat menetapkan<br />
yang direncanakan. Fungsinya adalah<br />
untuk memastikan kesinambungan<br />
program dan kegiatan yang telah<br />
disetujui dan menjadi dasar penyusunan<br />
anggaran tahun berikutnya. Total<br />
keseluruhan Prakiraan Maju suatu K/L<br />
akan menjadi indikasi pagu awal K/L<br />
untuk tahun berikutnya yang disebut<br />
juga dengan Angka Dasar (baseline).<br />
Angka Dasar merupakan indikasi pagu<br />
prakiraan maju dari kegiatan-kegiatan<br />
yang berulang dan/atau kegiatankegiatan<br />
tahun jamak berdasarkan<br />
kebijakan yang telah ditetapkan dan<br />
menjadi acuan penyusunan Pagu<br />
fiskal untuk tiap tahun anggaran yang<br />
selanjutnya digunakan untuk pendanaan<br />
Inisiatif Baru (New Initiative). Inisiatif Baru<br />
adalah usulan tambahan rencana kinerja<br />
selain yang telah dicantumkan dalam<br />
prakiraan maju, yang berupa program,<br />
kegiatan, keluaran, dan/atau komponen.<br />
Inisiatif Baru merupakan mekanisme<br />
yang dilaksanakan untuk menguatkan<br />
pelaksanaan KPJM. Mekanisme Inisiatif<br />
Baru dilaksanakan oleh K/L untuk<br />
melaksanakan kebijakan baru yang<br />
belum masuk dalam kebijakan yang<br />
telah ada.<br />
Penggabungan angka dasar yang telah<br />
angka dasar awal harus di perbaiki<br />
sehingga menunjukan angka yang dapat<br />
dipertanggungjawabkan (reliable).<br />
Alasan utama untuk memperbaiki<br />
angka dasar adalah kurang tepatnya<br />
K/L dalam mengklasifikasikan “berhenti”<br />
atau “berlanjut” untuk Output atau<br />
komponen, mengklasifikasikan<br />
komponen “utama” atau “pendukung”,<br />
atau ketika mencantumkan Volume<br />
Output pada Prakiraan Maju.<br />
Kesalahan pada Angka Dasar akan<br />
berdampak sangat besar dalam prakiraan<br />
maju ditahun berikutnya terutama<br />
kesalahan dalam pencantuman Volume<br />
16 <strong>Warta</strong> anggaran | <strong>21</strong> Tahun 2011
LAPORAN UTAMA<br />
Output<br />
belum<br />
atau pembiayaan oleh donor<br />
lainnya, dan tidak ada persetujuan<br />
untuk meneruskan pembiayaan<br />
tersebut; atau<br />
Output,<br />
contoh: kegiatan suatu K/L pada<br />
tahun 2011 menghasilkan Output<br />
100 dengan biaya per Output Rp.<br />
100.000 dan untuk tahun berikutnya<br />
direncanakan akan dilaksanakan 100<br />
Output lagi namun terjadi kesalahan<br />
teknis sehingga Volume Output pada<br />
Prakiraan Maju tercantum 10.000. Hal<br />
ini akan terjadi peningkatan Angka<br />
Dasar yang sangat signifikan, untuk itu<br />
perlu dilakukan perbaikan Angka Dasar.<br />
Langkah-langkah yang dilakukan K/L<br />
untuk menelusuri kesalahan atau<br />
kekurangtepatan Angka Dasar sebagai<br />
berikut:<br />
1. Pengecekan program/kegiatan<br />
Angka prakiraan maju (misal tahun<br />
2012) yang ditetapkan tahun<br />
sebelumnya, lebih besar atau lebih<br />
kecil dibandingkan pagu program/<br />
kegiatan tahun 2011 (misalnya<br />
dengan deviasi 10%)<br />
a. Jika nilainya jauh lebih besar, hal<br />
tersebut mungkin akibat kesalahan<br />
memasukkan Volume Output;<br />
b. Jika nilainya jauh lebih rendah, hal ini<br />
dapat diakibatkan karena Volume<br />
dimasukkan<br />
ke Prakiraan<br />
Maju atau<br />
O u t p u t<br />
salah diklasifikasikan sebagai<br />
“berhenti”.<br />
2. Lakukan pengecekan satker mana<br />
yang menyebabkan masalah<br />
tersebut<br />
Setelah pengecekan dan pemeriksaan<br />
sehingga kesalahan-kesalahan yang<br />
terjadi pada Angka Dasar dapat<br />
diidentifikasi maka, perbaikan Angka<br />
Dasar dapat dilakukan.<br />
Perbaikan kesalahan klasifikasi “berhenti”<br />
atau “berlanjut”<br />
Untuk dapat memperbaiki kesalahan<br />
karena salah mengklasifikasikan<br />
“berhenti” atau “berlanjut”, harus<br />
diketahui terlebih dahulu Output atau<br />
komponen input mana yang harus<br />
diklasifikasikan “berhenti”<br />
Klasifikasi berhenti diberikan kepada:<br />
1. Proyek jangka pendek atau proyek<br />
dengan waktu yang terbatas, seperti<br />
pembangunan gedung baru;<br />
2. Proyek yang didanai oleh Hutang<br />
3. Kegiatan yang didanai dari BA 999.<br />
K/L memiliki kesempatan untuk<br />
mereklasifikasi output yang telah<br />
diklasifikasikan sebagai output<br />
berhenti menjadi output berlanjut<br />
namun hal ini akan mengurangi<br />
ruang fiskal K/L dalam mengajukan<br />
inisiatif baru.<br />
Perbaikan kesalahan klasifikasi “utama”<br />
dan “pendukung”<br />
Reklasifikasi terhadap komponen<br />
input dari “komponen input utama”<br />
menjadi “komponen input pendukung”<br />
akan memberikan dampak terhadap<br />
angka dasar awal yang telah disusun.<br />
Karakteristik “komponen input<br />
pendukung” harus diindeks dan tidak<br />
terkait langsung dengan perubahan<br />
Volume Output. Jika hal tersebut<br />
diubah menjadi “komponen input<br />
utama” yang berkarakteristik terkait<br />
langsung dengan Volume Output (tidak<br />
diindeks) atau sebaliknya tentu akan<br />
merubah struktur anggaran (tahapan<br />
proses pencapaian Output). K/L bisa<br />
melakukan reklasifikasi ini sepanjang<br />
tidak menambah pagu anggaran.<br />
Perbaikan kesalahan dalam<br />
pencantuman Volume Output<br />
Beberapa K/L mungkin telah<br />
<strong>Warta</strong> anggaran | <strong>21</strong> Tahun 2011 17
LAPORAN UTAMA<br />
mencantumkan Volume Output lebih<br />
besar atau lebih kecil dari yang<br />
seharusnya direncanakan. Dalam<br />
memperbaiki Angka Dasar, K/L dapat<br />
memperbaiki pencantuman Volume<br />
Output tersebut. Pengecekan terhadap<br />
Volume Output dapat dibandingkan<br />
dengan Volume Output yang tercantum<br />
dalam Rencana Kerja Pemerintah<br />
(RKP).<br />
Penyesuaian Angka Dasar<br />
Penyesuaian Angka Dasar merupakan<br />
proses menjadikan Angka Dasar yang<br />
disusun tahun sebelumnya (misal tahun<br />
2011) sesuai dengan asumsi-asumsi<br />
atau parameter yang akan terjadi<br />
pada tahun yang direncanakan (misal<br />
tahun 2012). Parameter yang perlu<br />
disesuaikan yaitu parameter ekonomi<br />
yang secara otomatis dilakukan oleh<br />
sistem aplikasi dan parameter nonekonomi<br />
yang disesuaikan secara<br />
manual oleh perencana. Selain<br />
penyesuaian parameter, penyesuaian<br />
Angka Dasar juga meliputi penyusunan<br />
Prakiraan Maju baru untuk 2 (dua)<br />
tahun dari tahun yang direncanakan<br />
(tahun 2014). Penyesuaian tersebut<br />
meliputi :<br />
1. Penyesuaian parameter ekonomi<br />
Setiap tahun prakiraan inflasi<br />
berbeda dari tahun sebelumnya,<br />
oleh karena itu perlu dilakukan<br />
update terhadap asumsi inflasi yang<br />
akan digunakan pada tahun yang<br />
direncanakan (misal tahuan 2012).<br />
Asumsi inflasi digunakan sebagai<br />
parameter penyesuaian agar<br />
pengeluaran yang direncanakan di<br />
tahun 2012 menjadi lebih tepat.<br />
Ketika penyesuaian dilakukan<br />
dengan asumsi parameter<br />
inflasi baru untuk menyusun<br />
anggaran tahun 2012 prakiraan<br />
pengeluaran dapat meningkat atau<br />
berkurang sesuai dengan kenaikan<br />
atau penurunan asumsi inflasi.<br />
Penyesuaian parameter ekonomi<br />
secara otomatis akan dilakukan<br />
oleh sistem aplikasi.<br />
2. Penyesuaian parameter nonekonomi.<br />
Parameter ekonomi merupakan<br />
parameter yang berkaitan dengan<br />
kebijakan pemerintah atau K/L.<br />
Lingkup parameter ekonomi<br />
yang harus dilakukan penyesuaian<br />
adalah:<br />
a. Penyesuaian perhitungan belanja<br />
pegawai disesuaikan dengan<br />
perubahan database kepegawaian.<br />
b. Penambahan atau pengurangan<br />
target Volume Output.<br />
K/L dapat menaikan Volume Output<br />
untuk setiap kegiatan tapi tanpa<br />
menambah anggaran, sedangkan<br />
untuk penguragan target Volume<br />
Output hanya boleh untuk Output<br />
yang merupakan non-prioritas atau<br />
prioritas K/L<br />
c. Pengurangan anggaran.<br />
Sesuai peraturan Menteri Keuangan<br />
tentang penerapan Penghargaan<br />
dan sanksi tahun 2011 secara<br />
langsung akan mempengaruhi<br />
Angka Dasar yang telah disusun<br />
berdasarkan Prakiraan Maju.<br />
Pemberian sanksi kepada K/L<br />
yang yang tidak sepenuhnya<br />
melaksanakan anggaran tahun 2010<br />
akan mengakibatkan pengurangan<br />
anggaran ditahun 2011 yang<br />
akan memberikan efek terhadap<br />
pengurangan pada prakiraan maju<br />
di tahun 2012 (Angka Dasar).<br />
Pengurangan anggaran yang<br />
dikarenakan oleh sanksi tidak boleh<br />
mengurangi target Volume Output<br />
yang direncanakan.<br />
Selain diakibatkan oleh pemberian<br />
sanksi, pengurangan anggaran<br />
juga dapat terjadi jika K/L<br />
melakukan optimalisasi. Dalam hal<br />
pengurangan anggaran tersebut<br />
merupakan hasil optimalisasi K/L<br />
dapat mengajukan inisiatif baru<br />
yang dilaksanakan sesuai dengan<br />
mekanisme pengajuannya.<br />
d. Pengurangan target volume dan<br />
anggaran.<br />
Pengurangan Volume Output dan<br />
anggaran dapat dilakukan jika<br />
dalam evaluasi tahun sebelumnya<br />
Volume Output yang menjadi<br />
target tidak mampu dicapai oleh<br />
K/L atau K/L melakukan prioritas<br />
ulang pembiayaan untuk Output<br />
baru, atau menaikkan target Output<br />
lainnya. Pengurangan Volume Output<br />
dan anggaran hanya dapat dilakukan<br />
untuk kegiatan non-prioritas atau<br />
prioritas K/L.<br />
e. Realokasi anggaran dan target<br />
Output serta pagu K/L.<br />
18 <strong>Warta</strong> anggaran | <strong>21</strong> Tahun 2011
Dalam melaksanakan KPJM K/L<br />
diberikan fleksibelitas dalam<br />
melakukan realokasi target Output<br />
dalam melakukan penyesuaian<br />
sepanjang dalam pagu anggaran<br />
yang tetap. Realokasi dapat<br />
dilakukan antar program, kegiatan,<br />
output dan satker termasuk antar<br />
lokasi. Batasan yang diberikan<br />
adalah realokasi tidak dapat<br />
dilakukan dari priotas nasional atau<br />
prioritas bidang ke non-prioritas<br />
atau prioritas K/L.<br />
f. Memindahkan target Volume<br />
Output ke masa depan.<br />
Dalam melakukan penyesuaian<br />
Angka Dasar, K/L diberikan<br />
fleksibilitas untuk memindahkan<br />
Volume Output ke tahun anggaran<br />
berikutnya sesuai dengan<br />
pertimbangan-pertimbangan<br />
pencapaian Output tersebut.<br />
Memindah target Volume Output<br />
ke masa depan tidak diikuti dengan<br />
carried over anggarannya.<br />
g. Membuat prakiraan maju baru.<br />
No.<br />
1.<br />
2.<br />
Perbaikan Angka Dasar<br />
Kesalahan klasifikasi Output dan<br />
Komponen input “berhenti” atau<br />
“Berlanjut”.<br />
Kesalahan klasifikasi Komponen Input<br />
“utama” atau “Pendukung”.<br />
Output dalam melakukan penyesuaian sepanjang dalam pagu anggaran yang tetap.<br />
Realokasi dapat dilakukan antar program, kegiatan, output dan satker termasuk antar<br />
lokasi. Batasan yang diberikan adalah realokasi tidak dapat dilakukan dari priotas nasional<br />
atau prioritas bidang ke non-prioritas atau prioritas K/L.<br />
LAPORAN UTAMA<br />
f. Memindahkan target Volume Output ke masa depan.<br />
Dalam melakukan penyesuaian Angka Dasar, K/L diberikan fleksibilitas untuk<br />
memindahkan Volume Output ke tahun anggaran berikutnya sesuai dengan pertimbanganpertimbangan<br />
pencapaian Output tersebut. Memindah target Volume Output ke masa<br />
depan tidak diikuti dengan carried over anggarannya.<br />
Dasar utama dari penerapan KPJM<br />
adalah rolling budget. Sebagai<br />
bagian dari penyusunan anggaran<br />
setiap tahun maka prakiraan maju<br />
yang baru harus ditambahkan<br />
dalam Angka Dasar yang telah<br />
disusun sebelumnya.<br />
Contoh:<br />
dilakukan oleh K/L dilakukan dengan<br />
jangka waktu 3 (tiga) kali dalam setahun<br />
yaitu sebelum pagu indikatif, pagu<br />
angggaran, dan pagu definitif. Hal ini<br />
sejalan dengan waktu pengajuan Inisiatif<br />
Baru.<br />
Ringkasan<br />
Dalam rangka memperjelas hubungan<br />
antara perbaikan angka dasar,<br />
Prioitas Nasional, Bidang<br />
Penyesuaian Angka Dasar<br />
penyesuaian angka dasar, dan inisiatif<br />
baru, di bawah ini disajikan tabel<br />
ringkasan:<br />
Tabel Perbandingan Perbaikan Angka<br />
Dasar, Penyesuaian Angka Dasar, dan<br />
Inisiatif Baru<br />
g. Membuat prakiraan maju baru.<br />
Dasar utama dari penerapan KPJM adalah rolling budget. Sebagai bagian dari penyusunan<br />
anggaran setiap tahun maka prakiraan maju yang baru harus ditambahkan dalam Angka<br />
Dasar yang telah disusun sebelumnya.<br />
Contoh:<br />
2011<br />
2012<br />
2013<br />
Tahun<br />
TA<br />
PM 1<br />
PM 2<br />
<strong>Anggaran</strong> xx.xxx xx.xxx xx.xxx<br />
2011<br />
2012<br />
2013<br />
2014<br />
Tahun<br />
Realisasi<br />
TA<br />
PM 1<br />
PM 2<br />
<strong>Anggaran</strong> xx.xxx xx.xxx xx.xxx xx.xxx<br />
Penyesuaian Angka dasar yang dilakukan oleh K/L dilakukan dengan jangka waktu 3 (tiga) kali<br />
dalam setahun yaitu<br />
Penyesuaian<br />
sebelum pagu<br />
Angka<br />
indikatif,<br />
dasar<br />
pagu<br />
yang<br />
angggaran, dan pagu definitif. Hal ini sejalan<br />
dengan waktu pengajuan Inisiatif Baru.<br />
Non-prioritas, Prioritas K/L<br />
Inisiatif Baru<br />
Inflasi, Kurs Inflasi, Kurs Program baru<br />
Realokasi anggaran dalam pagu<br />
prioritas<br />
Perubahan Volume Output<br />
Kegiatan baru<br />
3. Kesalahan pencantuman Volume Output. Pengurangan anggaran Pengurangan anggaran Output Baru<br />
5<br />
4. Menaikkan Volume Output<br />
5.<br />
Memindahkan Volume Output<br />
ke masa depan<br />
6. Membuat prakiraan maju baru<br />
7.<br />
Pengurangan Volume<br />
Output dan anggaran<br />
Realokasi anggaran dalam<br />
pagu K/L<br />
Memindahkan Volume<br />
Output ke masa depan<br />
Membuat prakiraan maju<br />
baru<br />
Outcome Baru<br />
Penambahan target<br />
Volume Output<br />
Percepatan<br />
pencapaian target<br />
<strong>Warta</strong> anggaran | <strong>21</strong> Tahun 2011 19
PERENCANAAN ANGGARAN<br />
PP Nomor 90 Tahun 2010<br />
Tentang Penyusunan RKA-K/L<br />
Edy Sudarto : Kepala Seksi Evaluasi Kinerja Penganggaran<br />
Di akhir tahun 2010 telah terbit PP Nomor<br />
90 Tahun 2010 Penyusunan RKA-K/L<br />
sebagai pengganti PP Nomor <strong>21</strong> Tahun<br />
2004. PP Nomor 90 Tahun 2010 tersebut<br />
pada prinsipnya mengatur mekanisme<br />
dan business process perencanaan dan<br />
penganggaran yang merupakan hulu dari<br />
sistem pengelolaan keuangan. Meskipun<br />
demikian, di lingkungan para pengelola<br />
keuangan tersebut timbul beragam<br />
pendapat dan pandangan terhadap<br />
lahirnya PP 90 tahun 2010, sebagian<br />
menanti kehadirannya dan sebagian lagi<br />
lebih menunggu rencana operasionalisasi<br />
ketentuan tersebut sembari mereka-reka<br />
perubahan apa yang akan mempengaruhi<br />
pola kerjanya yang selama ini telah dijalani.<br />
Ibarat pepatah “tak kenal maka tak sayang”,<br />
maka tulisan ini dimaksudkan untuk<br />
mencoba mengenal sedikit beberapa<br />
materi yang termuat dalam PP 90 Tahun<br />
20 <strong>Warta</strong> anggaran | <strong>21</strong> Tahun 2011
PERENCANAAN ANGGARAN<br />
2010 tersebut. Dan sebagaimana lazimnya<br />
bahwa setiap orang mempunyai perspektif<br />
dan kacamata yang berbeda dalam melihat<br />
sesuatu yang baru, tergantung dari arah<br />
mana dia berdiri. Kebetulan Penulis saat ini<br />
dalam posisi yang tidak terlibat langsung<br />
dalam proses penanganan RKA-K/L dan<br />
hanya sedikit mengetahui beberapa hal<br />
terkait mekanisme penganggaran.<br />
Pengertian RKA-K/L<br />
Dalam PP Nomor <strong>21</strong> Tahun 2004, RKA-K/L<br />
diartikan sebagai dokumen perencanaan<br />
dan penganggaran yang berisi program<br />
dan kegiatan suatu kementerian/lembaga<br />
yang merupakan penjabaran dari RKP<br />
dan Renstra K/L yang bersangkutan dalam<br />
satu tahun anggaran serta anggaran<br />
yang diperlukan untuk melaksanakannya.<br />
Sementara, dalam PP Nomor 90 Tahun<br />
2010 pengertian RKA-K/L diubah menjadi<br />
dokumen rencana keuangan tahunan<br />
kementerian/lembaga yang disusun<br />
menurut Bagian <strong>Anggaran</strong> kementerian/<br />
lembaga. Perubahan ini sepintas terkesan<br />
biasa dan normatif, namun sepertinya PP<br />
Nomor 90 Tahun 2010 mencoba melakukan<br />
inisiasi efisiensi melalui perubahan dari sisi<br />
administrasi.<br />
Seperti diketahui bersama bahwa saat ini<br />
beragam jenis, bentuk, dan variasi dokumen<br />
yang dibuat oleh lementerian/lembaga<br />
yang apabila dicermati lebih seksama, pada<br />
prinsipnya memuat hal yang sama. Rencana<br />
Kerja Kementerian/Lembaga (Renja-K/L),<br />
Rencana Kerja dan <strong>Anggaran</strong> Kementerian/<br />
Lembaga (RKA-K/L), Daftar Isian<br />
Pelaksanaan <strong>Anggaran</strong> (DIPA), dan Laporan<br />
Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP)<br />
masing-masing memuat hal yang secara<br />
prinsip sama yaitu suatu rencana kinerja<br />
suatu Kementerian/Lembaga dalam satu<br />
tahun berikut anggaran yang dibutuhkan<br />
untuk mencapai kinerja tersebut.<br />
berbagai aplikasi software sehingga dalam<br />
suatu satker dapat dimungkinkan terdapat<br />
paling sedikit 3 (tiga) aplikasi yang masingmasing<br />
mempunyai perbedaan-perbedaan<br />
meskipun output-nya sama. Aplikasi itupun<br />
tentu membutuhkan cost, baik dari sisi<br />
pembuatannya maupun bagi satker yang<br />
kemungkinan mempunyai jumlah pegawai<br />
yang terbatas.<br />
PP Nomor 90 Tahun 2010 yang memaknai<br />
RKA-K/L sebagai suatu dokumen rencana<br />
keuangan tahunan Kementerian/Lembaga<br />
semoga dapat menjadi pintu masuk bagi<br />
integrasi berbagai dokumen yang secara<br />
prinsip mengandung muatan yang sama<br />
sehingga dapat menciptakan efisiensi<br />
pengelolaan anggaran pada tahap yang<br />
paling awal. Yang perlu digarisbawahi<br />
adalah pengintegrasian dokumen<br />
anggaran tersebut tidak serta merta akan<br />
menghilangkan fungsi bawaan dari jenisjenis<br />
dokumen sebelumnya. Pada tahap<br />
perencanaan, RKA-K/L berfungsi sebagai<br />
dokumen perencanaan dan penganggaran<br />
yang selanjutnya menjadi bahan dalam<br />
penyusunan Rancangan <strong>Anggaran</strong><br />
Pendapatan dan Belanja Negara (R-APBN).<br />
Pada tahap selanjutnya, RKA-K/L juga<br />
berfungsi sebagai dokumen pelaksanaan<br />
APBN apabila seluruh isinya telah disahkan<br />
oleh Menteri Keuangan. Pada tahapan yang<br />
lain, RKA-K/L juga menjadi bahan dalam<br />
melakukan audit, pemeriksaan, monitoring,<br />
dan evaluasi serta bahan dalam menyusun<br />
pertanggungjawaban APBN.<br />
Secara teori, satu dokumen dengan<br />
beragam fungsi akan dapat menciptakan<br />
efisiensi tanpa mengurangi aspek<br />
akuntabilitasnya dan tentu perubahan ke<br />
arah tersebut perlu dijadikan sebagai bahan<br />
diskusi lebih lanjut dalam rangka perbaikan<br />
dalam pengelolaan APBN.<br />
Proses Bisnis Penyusunan RKA-<br />
K/L<br />
Menurut Penulis, secara prinsip tidak ada<br />
perubahan siklus penyusunan RKA-K/L<br />
dalam PP Nomor 90 Tahun 2010 apabila<br />
dibandingkan dengan PP Nomor <strong>21</strong> Tahun<br />
2004. Perubahan justru terdapat pada<br />
content pada setiap siklus penyusunan RKA-<br />
K/L dimaksud. Perbandingan pengaturan<br />
proses bisnis penyusunan RKA-K/L dalam<br />
kedua peraturan pemerintah di atas dapat<br />
dipetakan sebagaimana dalam Gambar 1.<br />
Dari pemetaan pada Gambar 1 tersebut,<br />
terlihat bahwa dalam proses penyusunan<br />
RKA-K/L perlu adanya pengklasifikasian<br />
antara kebijakan berjalan dan kebijakan<br />
baru yang akan diusulkan pada tahun yang<br />
Berbagai macam dokumen tersebut<br />
mempunyai implikasi dibutuhkannya cost<br />
dalam penyusunannya, baik uang, waktu,<br />
bahan, dan tenaga. Selain itu, masingmasing<br />
dokumen tersebut diikuti dengan<br />
Gambar 1<br />
Dari pemetaan pada Gambar 1 tersebut, terlihat bahwa dalam proses<br />
penyusunan RKA-K/L perlu adanya pengklasifikasian antara kebijakan berjalan dan<br />
kebijakan baru yang akan diusulkan pada tahun yang direncanakan. Berdasarkan best<br />
practice, pengklasifikasian dimaksud sangat penting dan dapat menciptakan peluang<br />
<strong>Warta</strong> anggaran | <strong>21</strong> Tahun 2011 <strong>21</strong>
PERENCANAAN ANGGARAN<br />
direncanakan. Berdasarkan best practice,<br />
pengklasifikasian dimaksud sangat penting<br />
dan dapat menciptakan peluang efisiensi<br />
waktu dalam proses penyusunan RKA-<br />
K/L karena dalam setiap pembahasan,<br />
baik dalam proses pembahasan di internal<br />
Pemerintah maupun antara Pemerintah dan<br />
DPR, akan difokuskan pada usulan kebijakan<br />
baru. Namun demikian, pengaturan baru<br />
mengenai pengklasifikasi yang terdapat<br />
dalam PP Nomor 90 Tahun 2010 tersebut<br />
perlu dielaborasi lebih detail sehingga dapat<br />
mudah dipahami dan diterapkan oleh para<br />
pemangku kepentingan.<br />
Ketentuan lain dalam proses bisnis ini<br />
adalah dalam hal penelahaan RKA-<br />
K/L antara Kementerian/Lembaga dan<br />
Kementerian Keuangan serta Bappenas<br />
yang pengaturannya dibuat lebih berbobot.<br />
Dalam PP Nomor <strong>21</strong> Tahun 2004,<br />
penelahaan RKA-K/L dipersepsikan sebagai<br />
kegiatan yang lebih bersifat administratif<br />
karena hanya fakus pada kesesuaian RKA-<br />
K/L dengan pagu yang telah ditetapkan.<br />
Sementara, dalam PP Nomor 90 Tahun<br />
2010, penelaahan merupakan kegiatan<br />
dalam rangka menilai kelayakan anggaran<br />
atas kegiatan-kegiatan yang diusulkan dapat<br />
ditampung dalam RKA-K/L. Perubahan di<br />
atas sangat bagus namun tetap memerlukan<br />
pengaturan yang lebih detail mengenai<br />
mekanisme dan metode dalam menguji<br />
kelayakan dimaksud.<br />
Bagian <strong>Anggaran</strong> Bendahara<br />
Umum Negara<br />
Salah satu ketentuan baru yang diatur<br />
dalam PP Nomor 90 Tahun 2010 adalah<br />
mengenai mekanisme penyusunan<br />
anggaran Bandahara Umum Negara, atau<br />
yang lebih dikenal dengan BA-BUN.<br />
Pada intinya, pasal-pasal yang mengatur<br />
mengenai BA-BUN dalam PP Nomor<br />
90 Tahun 2010 ini mengadopsi pasalpasal<br />
sebelumnya dalam PP dimaksud<br />
yang mengatur RKA-K/L untuk Bagian<br />
<strong>Anggaran</strong> Kementerian/Lembaga, dimana<br />
ada ketentuan penetapan pagu indikasi,<br />
penetapan alokasi, sampai dengan<br />
penerbitan dokumen pelaksanaan<br />
anggaran. Perbedaan utama dibanding<br />
mekanisme yang berlaku dalam<br />
penyusunan RKA-K/L untuk BA K/L adalah<br />
adanya pejabat yang menjalankan fungsi<br />
sebagai Pembantu Pengguna <strong>Anggaran</strong><br />
(PPA) serta adanya ketentuan penerbitan<br />
dokumen pelaksanaan anggaran yang dapat<br />
diterbitkan pada tahun anggaran berjalan.<br />
Seluruh ketentuan yang menyangkut BA-<br />
BUN tersebut pada hakekatnya merupakan<br />
pengukuhan atas apa yang telah berjalan<br />
selama ini, misalnya fungsi PPA yang<br />
selama ini telah dijalankan oleh beberapa<br />
pejabat unit eselon I lingkup Kementerian<br />
Keuangan.<br />
Meskipun secara mekanisme mengadopsi<br />
pengaturan yang berlaku bagi penyusunan<br />
RKA-K/L, namun RKA BUN tetap memiliki<br />
karakteristik khusus sehingga dalam<br />
pengaturan pelaksanaan teknis nanti<br />
perlu memperhatikan karakteristik khusus<br />
tersebut. Itulah mengapa PP Nomor 90<br />
Tahun 2010 ini memberikan waktu 2 (dua)<br />
tahun bagi penerapan pasal-pasal terkait<br />
BA.<br />
Evaluasi Kinerja Penganggaran<br />
Pengaturan mengenai evaluasi kinerja<br />
penganggaran juga semakin dikembangkan<br />
dalam PP Nomor 90 Tahun 2010 dibanding<br />
dengan PP Nomor <strong>21</strong> Tahun 2004.<br />
Sebagaimana dipahami bersama bahwa<br />
salah satu elemen penting dalam penerapan<br />
penganggaran berbasis kinerja adalah<br />
adanya evaluasi kinerja penganggaran.<br />
Evaluasi kinerja penganggaran pada<br />
hakekatnya mengandung pengertian<br />
“melihat ke belakang untuk menentukan<br />
langkah terbaik ke depan”. Oleh karena<br />
itu, PP Nomor 90 Tahun 2010 telah<br />
mengatur beberapa indikator yang perlu<br />
diperhatikan dalam melakukan evaluasi<br />
yang antara lain meliputi tingkat keluaran,<br />
capaian hasil, tingkat efisiensi, konsistensi<br />
antara perencanaan dan implementasi,<br />
dan penyerapan anggaran. Tentu indikatorindikator<br />
tersebut dapat diperluas sesuai<br />
dengan kebutuhan pengukuran kinerja<br />
penganggaran suatu instansi.<br />
PP Nomor 90 Tahun 2010 ini telah mengatur<br />
bahwa hasil dari evaluasi tersebut akan<br />
digunakan sebagai bahan penetapan alokasi<br />
anggaran setiap Kementerian/Lembaga.<br />
Dengan demikian, kualitas hasil evaluasi<br />
sangat menentukan kualitas anggaran yang<br />
akan ditetapkan nanti. Mengingat evaluasi<br />
kinerja penganggaran ini mutlak dibutuhkan<br />
di berbagai tingkatan, mulai tingkat makro<br />
sampai dengan mikro dan mulai tingkat<br />
nasional sampai dengan tingkat satker, maka<br />
harus ada kesamaan mekanisme, parameter,<br />
ukuran, dan metode. Oleh karena itu, PP<br />
Nomor 90 Tahun 2010 mengamanatkan<br />
agar Menteri Keuangan perlu menyusun<br />
norma dan pedoman dalam melaksanakan<br />
evaluasi kinerja penganggaran tersebut.<br />
Penutup<br />
Selain mengatur ketentuan yang telah<br />
disebutkan di atas, PP Nomor 90 Tahun<br />
2010 ini juga memuat ketentuan-ketentuan<br />
baru mengenai perubahan RKA-K/L dalam<br />
pelaksanaan APBN dan sistem informasi<br />
yang terintegrasi.<br />
Meskipun PP Nomor 90 Tahun 2010<br />
memuat lebih banyak pengaturan<br />
dibanding PP Nomor <strong>21</strong> Tahun 2004,<br />
namun efektivitas pengaturan tersebut<br />
akan dilihat dari penerapannya. Penetapan<br />
PP Nomor 90 Tahun 2010 bagaimanapun<br />
merupakan upaya menuju penyempurnaan<br />
dan perbaikan bagi pengelolaan keuangan<br />
negara, khususnya dibidang penganggaran.<br />
Namun demikian, PP dimaksud baru<br />
sebuah landasan hukum dan norma<br />
umum. Langkah penting berikutnya<br />
adalah bagaimana mengoperasionalkan<br />
PP tersebut sehingga terwujud tujuan<br />
dari ditetapkan PP sebagaimana tertuang<br />
dalam Penjelasannya, yaitu meningkatkan<br />
kualitas belanja (quality of spending).<br />
Untuk itu, pekerjaan rumah yang harus<br />
segera diselesaikan adalah ditetapkannya<br />
berbagai petunjuk operasional atas norma<br />
umum sebagaimana telah diamanatkan di<br />
beberapa pasal dalam PP Nomor 90 Tahun<br />
2010.<br />
22 <strong>Warta</strong> anggaran | <strong>21</strong> Tahun 2011
LAPORAN UTAMA<br />
PNBP<br />
Menyoal Ketidakpatuhan<br />
Kementerian/Lembaga<br />
dalam Pengelolaan PNBP<br />
Oleh: Supriyadi & Wahyu Indrawan<br />
Akar permasalahan berulangnya temuan BPK berupa Pungutan Tanpa Dasar Hukum bukan semata-mata terletak<br />
pada ketidakpatuhan K/L terhadap ketentuan di bidang PNBP, namun justru kekakuan ketentuan PNBP yang<br />
mengharuskan penetapan jenis dan tarif PNBP minimal dalam PP sedikit banyak turut menyebabkan timbulnya<br />
permasalahan tersebut. Pendelegasian wewenang penetapan jenis dan tarif PNBP kepada Menteri sebagai alternatif<br />
solusi perlu dipertimbangkan, tetapi tetap perlu kajian lebih lanjut. Apabila berdasarkan hasil kajian ternyata<br />
pendelegasian wewenang penetapan jenis dan tarif PNBP tersebut lebih banyak manfaatnya daripada kerugiannya,<br />
maka revisi UU PNBP perlu dilakukan.<br />
<strong>Warta</strong> anggaran | <strong>21</strong> Tahun 2011 23
PNBP<br />
Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP)<br />
sesuai dengan UU Nomor 20 Tahun 1997<br />
tentang PNBP, didefinisikan sebagai seluruh<br />
penerimaan Pemerintah Pusat yang tidak<br />
berasal dari penerimaan perpajakan. PNBP<br />
memiliki kontribusi yang cukup signifikan<br />
bagi penerimaan negara. Selama lima tahun<br />
terakhir (2006-2010) rata-rata kontribusi<br />
PNBP bagi penerimaan negara sekitar 30%.<br />
Pada tahun 2010 penerimaan PNBP sekitar<br />
Rp270 triliun atau sebesar 27% dari total<br />
penerimaan negara, dengan komposisi<br />
sebagaimana grafik sebagai berikut dibawah<br />
ini.<br />
Kementerian/ Lembaga.<br />
Berbeda dengan penerimaan pajak yang<br />
hanya dikelola oleh satu kementerian<br />
yaitu Kementerian Keuangan dalam hal ini<br />
dikelola oleh Ditjen Pajak, PNBP dikelola<br />
oleh banyak Kementerian atau Lembaga,<br />
terutama untuk penerimaan PNBP Lainnya.<br />
Saat ini, PNBP dikelola oleh lebih dari<br />
3000 satker dengan jenis dari tarif PNBP<br />
sangat beragam yang jumlahnya lebih dari<br />
15.000 jenis. Oleh karena itu, wajar apabila<br />
penertiban pengelolaan PNBP sesuai<br />
ketentuan yang berlaku bukanlah suatu<br />
pekerjaan yang mudah.<br />
karena berada dibawah kisaran 1% (sebagai<br />
contoh dalam LKPP TA 2009 Penerimaan<br />
PNBP mencapai Rp227.174,42 Milyar).<br />
Namun, yang mengkhawatirkan adalah<br />
peningkatan temuan dari tahun ke tahun,<br />
baik dari sisi jumlah K/L maupun nilai<br />
nominal.<br />
Penyebab terjadinya temuan adalah<br />
a. Pungutan Tanpa Dasar Hukum<br />
Sesuai Pasal 2 dan 3 UU Nomor 20 Tahun<br />
1997 tentang PNBP diatur bahwa Jenis<br />
PNBP dan Tarif atas Jenis PNBP harus<br />
ditetapkan dalam Undang-Undang (UU)<br />
atau Peraturan Pemerintah (PP). Dari sisi<br />
kepastian hukum tentunya penetapan jenis<br />
dan tarif PNBP minimal dengan PP tersebut<br />
akan memberikan kepastian hukum<br />
yang lebih kuat dibandingkan dengan<br />
peraturan menteri, namun tidak dipungkiri<br />
proses pembentukan PP dimaksud sering<br />
membutuhkan waktu cukup panjang dan<br />
energi yang cukup besar serta biaya yang<br />
tidak sedikit.<br />
Penerimaan Sumber Daya Alam (SDA) Migas<br />
dan Dividen merupakan PNBP pada Bagian<br />
<strong>Anggaran</strong> Bendahara Umum Negara (BA<br />
BUN) yang dikelola di bawah Kementerian<br />
Keuangan. Penerimaan SDA Non Migas<br />
terutama dikelola oleh Kementerian<br />
Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM)<br />
dan Kementerian Kehutanan. Sementara<br />
itu, penerimaan PNBP Lainnya seperti<br />
penjualan aset, sewa aset, jasa, pendidikan,<br />
dan bunga pengelolaannya tersebar pada<br />
Temuan BPK terkait PNBP<br />
Hasil pemeriksaan BPK dari tahun ke tahun<br />
menunjukkan temuan yang sama yaitu<br />
tingginya Pungutan Tanpa Dasar Hukum<br />
atau Terlambat Setor, dan belum ada<br />
kecenderungan turun. Hal ini dapat dilihat<br />
pada tabel dibawah ini:<br />
Tahun Jenis Temuan Jumlah K/L Nilai Temuan<br />
2007<br />
2008<br />
2009<br />
(i) Pungutan Tanpa Dasar Hukum dan/atau<br />
dikelola di luar mekanisme APBN<br />
(ii) PNBP Terlambat/Belum Disetor ke Kas<br />
Negara<br />
Pungutan Tanpa Dasar Hukum dan/atau<br />
dikelola di luar mekanisme APBN<br />
(i) Pungutan Tanpa Dasar Hukum dan/atau<br />
dikelola di luar mekanisme APBN<br />
(ii) PNBP Terlambat/Belum Disetor ke Kas<br />
Negara<br />
11 Rp286,41 miliar<br />
10 Rp76,38 miliar<br />
11 Rp730,99 miliar<br />
13 Rp186,47 miliar<br />
18 Rp794,90 miliar<br />
Berdasarkan tabel diatas, apabila<br />
dibandingkan dengan total penerimaan<br />
PNBP tentu nilainya tidak begitu signifikan<br />
Sebagai gambaran PP Jenis dan Tarif atas<br />
Jenis PNBP yang Berlaku pada Kementerian<br />
Dalam Negeri (PP No 71 Tahun 2009),<br />
Kementerian Kesehatan (PP No 13<br />
Tahun 2009), Kementerian Kebudayaan<br />
dan Pariwisata (PP No 41 Tahun 2010)<br />
membutuhkan waktu penyelesaian sekitar<br />
2 tahun. Bahkan, untuk RPP Jenis dan<br />
Tarif atas Jenis PNBP yang Berlaku pada<br />
Kementerian Keuangan sendiri sudah lebih<br />
dari 3 tahun tetapi sampai dengan saat ini<br />
belum juga selesai. Beberapa Kementerian<br />
lain juga mengalami hal serupa seperti RPP<br />
Jenis dan Tarif atas Jenis PNBP yang Berlaku<br />
pada Kementerian ESDM dan Kementerian<br />
Pekerjaan Umum. Meskipun ada juga yang<br />
bisa selesai lebih cepat seperti PP Jenis<br />
dan Tarif PNBP pada Badan Pertanahan<br />
Nasional (PP No 13 Tahun 2010) yang<br />
diselesaikan kurang dalam 1 tahun, tetapi<br />
perlu dicatat PP tersebut menjadi Program<br />
Prioritas dari Pemerintah (Program 100<br />
Hari Presiden).<br />
Waktu, energi, dan biaya yang cukup<br />
24 <strong>Warta</strong> anggaran | <strong>21</strong> Tahun 2011
anyak dalam pembentukan PP tersebut<br />
pada gilirannya membuat keengganan bagi<br />
K/L untuk mengusulkan jenis PNBP baru<br />
atau mengusulkan perubahan atas jenis dan<br />
tarif yang dirasa sudah tidak sesuai dengan<br />
kondisi sekarang. Hal inilah yang pada<br />
akhirnya sering menyebabkan beberapa<br />
satker pengelola PNBP pada K/L melakukan<br />
pungutan PNBP tanpa dasar hukum yaitu<br />
dengan memungut jenis PNBP baru<br />
hanya dengan peraturan dibawah PP atau<br />
memungut jenis PNBP yang sebagaimana<br />
tercantum di PP namun dengan tarif tidak<br />
sesuai di PP.<br />
Sebagai contoh kasus, berdasarkan PP<br />
No 47 Tahun 2004 tentang Jenis<br />
dan Tarif atas Jenis PNBP yang<br />
berlaku pada Departemen Agama,<br />
antara lain ditetapkan bahwa tarif<br />
untuk Nikah sebesar Rp 30.000.<br />
Namun banyak KUA yang tidak<br />
menerapkan tarif tersebut karena<br />
dianggap sudah tidak sesuai dengan<br />
kondisi saat ini (dirasa terlalu<br />
murah). Oleh karena itu, merebak<br />
di beberapa daerah munculah yang<br />
namanya tarif “nikah bedolan” yang<br />
bisa diartikan sebagai biaya tambahan untuk<br />
transportasi dan uang lelah untuk penghulu/<br />
pembantu penghulu yang menikahkan<br />
pasangan pengantin di luar kantor dan<br />
biasanya di luar hari kerja, dengan besaran<br />
tarif bervariasi, bahkan di kota Bandung ada<br />
yang tarifnya hingga Rp 500.000.<br />
Selain itu, PP juga dipandang kurang mampu<br />
mengakomodir adanya jenis PNBP yang<br />
tarifnya memiliki karakter khusus seperti<br />
tarif mudah berubah dan tarif dalam<br />
bentuk kontrak. Sebagai contoh kasus, PP<br />
Nomor 13 Tahun 2009 tentang Jenis dan<br />
Tarif atas Jenis PNBP yang Berlaku pada<br />
Departemen Kesehatan, yang mengatur<br />
sekitar 500 jenis dan tarif PNBP, ditetapkan<br />
tanggal 16 Januari 2009, tetapi Kementerian<br />
Kesehatan pada tanggal 13 Juli 2010 telah<br />
mengusulkan kembali perubahan atas PP<br />
dimaksud mengingat banyak jenis tarifnya<br />
yang mempunyai karakter mudah berubah,<br />
seperti tarif jasa pengujian laboratorium<br />
yang besaran tarifnya sangat dipengaruhi<br />
oleh harga bahan baku (bahan kimia) yang<br />
digunakan untuk pengujian, dimana harga<br />
bahan kimia tersebut sangat fluktuatif.<br />
Melihat permasalahan tersebut di atas, maka<br />
waktu untuk penyelesaian PP jelas menjadi<br />
salah satu kunci permasalahan. Dengan<br />
demikian, sepenuhnya menyalahkan<br />
Kementerian/Lembaga sebagai biang<br />
permasalahan pungutan tanpa dasar hukum<br />
menjadi tidak fair. Tentunya, hal tersebut<br />
juga tidak bisa dijadikan pembenaran<br />
bagi Kementerian/Lembaga untuk tidak<br />
menunda atau menempatkan jenis dan tarif<br />
PNBP pada PP, mengingat ketentuan yang<br />
Sebagai gambaran PP<br />
Jenis dan Tarif atas Jenis<br />
PNBP yang Berlaku pada<br />
Kementerian Dalam Negeri<br />
(PP No 71 Tahun 2009),<br />
Kementerian Kesehatan (PP<br />
No 13 Tahun 2009)<br />
masih berlaku saat ini menetapkan bahwa<br />
jenis dan tarif PNBP minimal harus dengan<br />
PP. Namun demikian, perlu dilakukan<br />
kajian mengenai pendelegasian wewenang<br />
penetapan jenis dan tarif PNBP kepada<br />
peraturan yang lebih rendah seperti<br />
peraturan menteri sebagai alternatif solusi<br />
atas permasalahan di atas.<br />
b. PNBP dikelola di luar APBN<br />
(Penggunaan Langsung)<br />
Sesuai Pasal 4 dan 5 Undang-Undang No.<br />
20 Tahun 1997 tentang PNBP antara lain<br />
diatur bahwa seluruh PNBP wajib disetor<br />
langsung secepatnya ke Kas Negara dan<br />
dikelola dalam sistem APBN. Hal tersebut<br />
sejalan dengan Undang-Pasal 3 Undang No.<br />
17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara,<br />
semua penerimaan yang menjadi hak dan<br />
pengeluaran yang menjadi kewajiban negara<br />
dalam tahun anggaran yang bersangkutan<br />
PNBP<br />
harus dimasukkan dalam APBN dan<br />
dipertegas dalam Pasal 16 Undang-Undang<br />
No. 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan<br />
Negara, penerimaan kementerian negara/<br />
lembaga/satuan kerja perangkat daerah<br />
tidak boleh digunakan langsung untuk<br />
membiayai pengeluaran.<br />
Tiga undang-undang tersebut di atas secara<br />
tegas melarang K/L menggunakan langsung<br />
penerimaan negara untuk membiayai<br />
kegiatan operasionalnya, namun mengapa<br />
masih banyak K/L pengelola PNBP yang<br />
berani melanggar 3 undang-undang<br />
tersebut. Hal ini tentunya perlu analisis<br />
lebih dalam terhadap temuan BPK tersebut.<br />
Dari temuan BPK berupa<br />
penggunaan langsung tersebut<br />
sebagian besar merupakan<br />
penggunaan langsung dari<br />
penerimaan sewa ruangan atau<br />
gedung. Seperti Kementerian<br />
Tenaga Kerja dan Transmigrasi<br />
menggunakan langsung<br />
penerimaan sewa Wisma<br />
Karya Jasa Ciloto atau Badan<br />
Koordinasi Keluarga Berencana<br />
Nasional (BKKBN) menggunakan<br />
langsung penerimaan dari Pengelolaan<br />
guest house. Penerimaan sewa tersebut<br />
antara lain untuk membiayai pembayaran<br />
listrik, gaji karyawan, pemeliharaan gedung<br />
dan bangunan serta untuk kesejahteraan<br />
anggota. Selain itu, terjadi juga terhadap<br />
penggunaan langsung terhadap penerimaan<br />
jasa penelitian, seperti di Kementerian<br />
ESDM yang menggunakan langsung<br />
terhadap penerimaan jasa Pusat Penelitian<br />
dan Pengembangan (Puslitbang) Teknologi<br />
Mineral dan Batubara.<br />
Dari kasus di atas, tentunya permasalahan<br />
alokasi dana yang cukup menjadi kunci<br />
penting untuk penyelesaian masalah<br />
tersebut. Namun, hal tersebut mengapa<br />
bisa terjadi pada PNBP yang menerapkan<br />
earmarking, dimana penerimaan bisa<br />
digunakan kembali oleh Satker penghasil<br />
PNBP setelah tentunya terlebih dahulu<br />
harus disetor ke Kas Negara. Setelah diteliti,<br />
<strong>Warta</strong> anggaran | <strong>21</strong> Tahun 2011 25
PNBP<br />
ternyata earmarking hanya diterapkan untuk<br />
penerimaan PNBP fungsional, sementara<br />
untuk penerimaan sewa yang merupakan<br />
penerimaan bersifat umum tidak bisa diearmark<br />
atau digunakan kembali oleh K/L<br />
penghasil PNBP.<br />
Faktor lainnya penyebab penggunaan<br />
langsung adalah adanya pembatasan waktu<br />
pengajuan revisi anggaran hanya sampai<br />
dengan pertengahan bulan Oktober.<br />
Ketentuan ini membuat dilema bagi<br />
Kementerian/Lembaga khususnya pada<br />
saat ada permintaan pelayanan di bulan<br />
November dan Desember. Dilema terjadi<br />
mengingat pelayanan dimaksud harus tetap<br />
diberikan sedangkan di sisi lain hal ini akan<br />
mengakibatkan adanya kelebihan<br />
realisasi penerimaan PNBP<br />
tetapi biaya pelayanan tidak bisa<br />
dicairkan mengingat DIPA sudah<br />
tidak bisa dilakukan revisi lagi.<br />
Untuk mengatasi hal ini, sebagian<br />
satuan kerja mengambil jalan pintas<br />
menggunakan secara langsung<br />
seluruh penerimaan untuk<br />
membiayai kegiatan pelayanan<br />
dimaksud, dimana jalan pintas ini<br />
tidak sesuai dengan ketentuan dan<br />
pada akhirnya menjadi temuan<br />
oleh aparat pengawas fungsional<br />
(BPK).<br />
c. PNBP Terlambat/Belum<br />
Disetor ke Kas Negara<br />
Ketidaktertiban atau “pelanggaran”<br />
berikutnya dalam pengelolaan PNBP<br />
berupa keterlambatan dalam penyetoran<br />
PNBP. Keterlambatan disini diartikan suatu<br />
dana PNBP yang telah diterima oleh<br />
Bendahara Penerima dari masyarakat tetapi<br />
tidak segera disetorkan ke Kas Negara<br />
secara tepat waktu.<br />
Kriteria yang digunakan oleh auditor<br />
yang dalam hal ini BPK adalah ketentuan<br />
perundangan di bidang PNBP dan Keuangan<br />
Negara, yaitu Pasal 4 Undang-Undang<br />
No. 20 Tahun 1997 tentang PNBP yang<br />
menyatakan bahwa seluruh PNBP wajib<br />
disetor langsung secepatnya ke Kas Negara,<br />
Pasal 16 ayat 2 Undang-Undang No. 1 Tahun<br />
2004 tentang Perbendaharaan Negara<br />
yang menyatakan bahwa penerimaan harus<br />
disetor seluruhnya ke Kas Negara/Daerah<br />
pada waktunya yang selanjutnya diatur<br />
dalam peraturan pemerintah.<br />
Selanjutnya, dalam Pasal 26 ayat (3)<br />
Peraturan Pemerintah No. 39 Tahun 2007<br />
tentang Pengelolaan Uang Negara/Daerah,<br />
yang merupakan peraturan pelaksanaan<br />
dari Undang-Undang No. 1 Tahun<br />
2004 tentang Perbendaharaan Negara,<br />
menyatakan bahwa Penerimaan Negara<br />
yang ditampung pada rekening penerimaan<br />
Faktor lainnya penyebab<br />
penggunaan langsung adalah<br />
adanya pembatasan waktu<br />
pengajuan revisi anggaran<br />
hanya sampai dengan<br />
pertengahan bulan Oktober.<br />
Ketentuan ini membuat<br />
dilema bagi Kementerian/<br />
Lembaga khususnya pada saat<br />
ada permintaan pelayanan<br />
di bulan November dan<br />
Desember.<br />
setiap hari disetor seluruhnya ke Rekening<br />
Kas Umum Negara.<br />
Berdasarkan ketentuan di atas, seluruh<br />
jenis PNBP tanpa kecuali harus disetor<br />
langsung ke Kas Negara atau maksimal satu<br />
hari di rekening Bendahara dan selanjutnya<br />
harus disetor seluruhnya ke Rekening Kas<br />
Umum Negara. Ketentuan inilah yang<br />
mengakibatkan munculnya temuan BPK<br />
berupa PNBP terlambat setor ke Kas<br />
Negara. Hal ini terjadi karena Bendahara<br />
Penerima Kementerian/Lembaga umumnya<br />
menampung terlebih dahulu setoran<br />
PNBP dari Wajib Bayar/masyarakat baru<br />
kemudian disetorkan ke Kas Negara.<br />
Seperti temuan BPK yang lain, temuan<br />
ini terjadi juga tidak sepenuhnya karena<br />
kesalahan atau kealpaan Bendahara<br />
Penerima K/L. Jenis PNBP yang jumlahnya<br />
mencapai puluhan ribu tentu juga diiringi<br />
dengan beragamnya karakteristik PNBP. Hal<br />
ini berdampak juga terhadap penyetoran<br />
masing-masing jenis PNBP tersebut.<br />
Kendala waktu dan biaya mungkin tidak<br />
terlalu mengganggu untuk Satuan Kerja<br />
yang berdomisili di daerah perkotaan.<br />
Namun, hal ini akan menjadi berbeda bagi<br />
Satuan Kerja yang berdomisili di daerah<br />
terpencil.<br />
Sebagai contoh, agar lebih mudah<br />
ilustrasinya kita gunakan lagi kasus<br />
PNBP berupa biaya nikah pada<br />
Kementerian Agama sebesar Rp<br />
30.000, apabila dalam suatu hari<br />
atau bahkan dalam suatu minggu<br />
di suatu kecamatan terpencil<br />
di Kepulauan Aru hanya terjadi<br />
satu kali peristiwa pernikahan<br />
dan harus disetorkan langsung<br />
pada satu hari berikutnya, maka<br />
petugas Kantor Urusan Agama<br />
setempat akan mengeluarkan<br />
biaya transportasi yang lebih<br />
besar daripada PNBP akan yang<br />
disetorkan ke Kas Negara karena<br />
Bank Persepsi tidak tersedia di<br />
seluruh Kecamatan atau bahkan<br />
Bank Persepsi terletak di pulau<br />
lain yang terpisah laut.<br />
Kasus ini tidak dimaksudkan sebagai<br />
dasar pembenaran untuk menunda<br />
penyetoran PNBP ke Kas Negara secara<br />
umum, tetapi seyogianya dijadikan salah<br />
satu pertimbangan dalam penentuan<br />
batas waktu penyetoran. Oleh karena itu,<br />
diperlukan suatu peraturan yang beragam<br />
untuk jenis PNBP yang beragam pula.<br />
26 <strong>Warta</strong> anggaran | <strong>21</strong> Tahun 2011
PNBP<br />
LAPORAN KHUSUS<br />
Pembiayaan 2011,<br />
Mengandalkan Utang<br />
Sebagai Sumber Penerimaan<br />
Oleh Agus Kuswantoro<br />
Sebagai konsekuensi kebijakan APBN<br />
yang defisit, Pemerintah harus berusaha<br />
mencari sumber penerimaan pembiayaan<br />
yang digunakan untuk menutup “financing<br />
gap” tersebut. Namun, besaran pembiayan<br />
defisit tersebut terlihat semakin menurun<br />
dibandingkan defisit tahun sebelumnya,<br />
dalam APBN-P 2010 ditetapkan besaran<br />
defisit adalah sebesar 2,1 persen terhadap<br />
PDB, sedangkan pada tahun 2011 dalam<br />
APBN ditetapkan besaran defisit adalah<br />
sebesar 1,8 persen terhadap PDB.<br />
Pada APBN 2011, Total Pendapatan Negara<br />
dan hibah mencapai Rp1.104,9 triliun,<br />
sedangkan total belanja Negara mencapai<br />
Rp1.229,6 triliun, sehingga terjadi defisit<br />
sebesar Rp124,7 triliun. Untuk menutup<br />
besaran tersebut akan ditutup dari sumber<br />
non utang dan utang. Untuk jelasnya dapat<br />
dilihat pada tabel berikut.<br />
Penerimaan cicilan pengembalian<br />
penerusan pinjaman: Penerimaan<br />
cicilan pengembalian penerusan pinjaman<br />
terhadap APBN pada tahun-tahun<br />
sebelumnya diklasifikasikan ke dalam RDI.<br />
Perubahan klasifikasi ini dimaksudkan untuk<br />
perbaikan sistem dan penertiban rekening<br />
<strong>Warta</strong> anggaran | <strong>21</strong> Tahun 2011 27
LAPORAN KHUSUS<br />
PEMBIAYAAN, 2010-2011<br />
(miliar rupiah)<br />
2010 2011<br />
Keterangan<br />
APBN-P<br />
% thd<br />
PDB<br />
Real 31 Des<br />
(Rev II)<br />
% thd<br />
APBN-P<br />
APBN<br />
% thd<br />
PDB<br />
I. Pembiayaan Nonutang 25,402.8 0.4 3,910.9 15.4 (2,387.9) (0.0)<br />
A. Perbankan Dalam Negeri 45,477.1 0.7 <strong>21</strong>,477.9 47.2 12,657.2 0.2<br />
1. Rekening Dana Investasi 5,504.2 0.1 4,130.0 75.0 6,803.4 0.1<br />
2. Rekening Pembangunan Hutan 625.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0<br />
3. Saldo <strong>Anggaran</strong> Lebih 39,347.9 0.6 17,347.9 44.1 5,000.0 0.1<br />
4. Rek.KUN untuk Pemb. Kredit Invest. Pem. 0.0 0.0 0.0 0.0 853.9 0.0<br />
B. Non Perbankan Dalam Negeri (20,074.2) (0.3) (17,567.0) 87.5 (15,045.2) (0.2)<br />
1. Privatisasi 1,200.0 0.0 2,098.7 174.9 340.0 0.0<br />
2. Hasil Pengelolaan Aset 1,200.0 0.0 1,133.4 94.5 583.1 0.0<br />
3. Dana Investasi Pemerintah dan PMN (12,924.2) (0.2) (12,299.1) 95.2 (13,932.3) (0.2)<br />
4. Dana Pengembangan Pendidikan Nasional (1,000.0) (0.0) (1,000.0) 100.0 (1,000.0) (0.0)<br />
5. Kewajiban Penjaminan (1,050.0) (0.0) 0.0 0.0 (1,036.0) (0.0)<br />
6. Pinjaman kepada PT PLN (7,500.0) (0.1) (7,500.0) 100.0 0.0 0.0<br />
II. Pembiayaan Utang 108,344.8 1.7 85,633.7 79.0 127,044.4 1.8<br />
A. Pembiayaan Luar Negeri (Neto) (155.5) (0.0) (5,837.9) 3,753.2 (609.5) (0.0)<br />
1. Penarikan Pinjaman Luar Negeri (Bruto) 70,777.1 1.1 50,616.6 71.5 58,933.0 0.8<br />
2. Penerusan Pinjaman (16,796.6) (0.3) (5,822.0) 34.7 (11,724.8) (0.2)<br />
3. Pembayaran Cicilan Pokok Utang LN (54,136.0) (0.9) (50,632.5) 93.5 (47,817.7) (0.7)<br />
B. Surat Berharga Negara (neto) 107,500.4 1.7 91,113.8 84.8 126,653.9 1.8<br />
C. Pinjaman Dalam Negeri 1,000.0 0.0 357.7 35.8 1,000.0 0.0<br />
Total Pembiayaan <strong>Anggaran</strong><br />
133,747.7 2.1 89,544.6 67.0 124,656.5 1.8<br />
yang dikelola oleh Pemerintah, khususnya<br />
yang dikelola oleh Menteri Keuangan<br />
selaku BUN. Oleh karena itu, mulai tahun<br />
2011 pengembalian dari debitur tidak<br />
lagi melalui rekening RDI tetapi langsung<br />
disetorkan kepada Rekening Kas Umum<br />
Negara (RKUN). Target penerimaan cicilan<br />
pengembalian penerusan pinjaman dalam<br />
APBN 2011 adalah sebesar Rp6,8 triliun<br />
dimana didalamnya termasuk adanya<br />
konversi piutang penerusan pinjaman pada<br />
PT Pupuk Iskandar Muda (PT PIM) sebesar<br />
Rp1,4 triliun.<br />
Rekening KUN untuk pembiayaan<br />
kredit investasi pemerintah:<br />
Penerimaan ini bersifat in-out, yaitu in pada<br />
rekening KUN untuk pembiayaan kredit<br />
investasi pemerintah, dan out pada investasi<br />
pemerintah untuk pembiayaan kredit<br />
investasi pemerintah. Target setoran adalah<br />
sebesar Rp853,9 miliar.<br />
Saldo anggaran lebih (SAL):<br />
Penggunaan SAL antara lain ditujukan untuk<br />
mengurangi idle cash sehubungan besarnya<br />
posisi SAL yang terdapat dalam Rekening<br />
Pemerintah. Target SAL yang digunakan<br />
dalam APBN 2011 adalah sebesar Rp5,0<br />
triliun.<br />
Privatisasi: Kebijakan privatisasi dalam<br />
APBN 2011 adalah privatisasi ditujukan<br />
untuk memperbaiki kinerja dan nilai<br />
tambah perusahaan, perbaikan struktur<br />
keuangan dan manajemen, penciptaan<br />
struktur industri yang sehat dan kompetitif,<br />
serta perkembangan BUMN yang mampu<br />
bersaing dan berorientasi global. Target<br />
privatisasi APBN 2011 ditetapkan tidak<br />
terlalu besar yaitu hanya Rp340,0 miliar,<br />
karena privatisasi tidak ditujukan untuk<br />
menutup defisit.<br />
Hasil pengelolaan asset (HPA): Hasil<br />
pengelolaan Aset berasal dari penerimaan<br />
Ditjen Kekayaan Negara (DJKN) dan PT<br />
PPA. Penerimaan DJKN berasal dari aset<br />
eks bank dalam likuidasi (BDL), aset eks PT<br />
PPA. aset eks BPPN, dan hak tagih terhadap<br />
PT DI (sebagai akibat dari konversi utang<br />
menjadi PMN). Penerimaan PT PPA berasal<br />
dari percepatan pelunasan Multi Years Bond<br />
(MYB) PT Tuban Petrochemical Industries<br />
(PT TPI). Adapun target HPA pada tahun<br />
2011 adalah sebesar Rp583,1 miliar. Namun,<br />
HPA ini sudah tidak dapat menjadi andalan<br />
penerimaan pembiayaan berhubung aset<br />
yang dikelola makin menurun baik kualitas<br />
maupun kuantitasnya.<br />
Sumber utang yang digunakan sebagai<br />
penerimaan pembiayaan pada tahun<br />
2011 adalah berasal dari surat berharga<br />
Negara (SBN), pinjaman dalam negeri,<br />
dan penarikan pinjaman luar negeri.<br />
Dalam mengelola utang tersebut, terdapat<br />
kebijakan umum pengelolaan utang yaitu:<br />
mengoptimalkan potensi utang domestik<br />
melalui penerbitan SBN dan PDN;<br />
melakukan pengembangan instrumen<br />
utang agar diperoleh fleksibilitas dalam<br />
memilih berbagai instrumen yang lebih<br />
cost-efficient dan risiko minimal; pengadaan<br />
PLN dilakukan untuk pembiayaan kegiatan<br />
prioritas yang memberikan terms and<br />
conditions yang wajar, dan tanpa agenda<br />
politik dari kreditur; mempertahankan<br />
kebijakan pengurangan PLN dalam periode<br />
jangka menengah; meningkatkan koordinasi<br />
dengan otoritas moneter dan otoritas<br />
28 <strong>Warta</strong> anggaran | <strong>21</strong> Tahun 2011
pasar modal, untuk mendorong financial<br />
deepening; meningkatkan koordinasi dan<br />
komunikasi untuk meningkatkan efisiensi<br />
pengelolaan pinjaman dan sovereign credit<br />
rating.<br />
Surat berharga negara (SBN): Setelah<br />
penerimaan dari HPA menurun, Pemerintah<br />
selalu mengandalkan penerbitan SBN<br />
sebagai sandaran dalam menutup defisit<br />
dan membiayai pengeluaran pembiayaan.<br />
Pada APBN 2011, target penerbitan SBN<br />
(neto) adalah sebesar Rp126,7 triliun, yang<br />
nantinya akan ditutup dari SBN dalam<br />
negeri dan SBN internasional.<br />
Pinjaman dalam negeri (PDN):<br />
Pinjaman dalam negeri merupakan sumber<br />
penerimaan pembiayaan yang relatif baru,<br />
yaitu mulai tahun 2010. Pinjaman ini berasal<br />
dari bank pemerintah yang digunakan untuk<br />
membiayai pengadaan alat utama sistem<br />
pertahanan pada Kementerian Pertahanan<br />
dan Kepolisian Negara dalam rangka<br />
pemberdayaan industri dalam negeri. Target<br />
penerimaan PDN pada APBN 2011 adalah<br />
sebesar Rp1,0 triliun.<br />
Penarikan pinjaman luar negeri<br />
(PLN): Pengadaan pinjaman luar negeri<br />
dilakukan hanya untuk pembiayaan kegiatan<br />
prioritas dan dalam rangka budget support.<br />
Sumber pembiayaan PLN ini berasal dari<br />
lender baik multilateral, bilateral, maupun<br />
lembaga keuangan komersial. Sedangkan<br />
prioritas pengadaan utang diarahkan<br />
bagi (i) lender yang memberikan terms<br />
and condition yang favorable (wajar), (ii)<br />
tidak adanya agenda politik tertentu,<br />
dan (iii) ketersediaan sumber pinjaman<br />
yang disesuaikan dengan karakteristik<br />
kegiatannya. Penarikan PLN ini dibedakan<br />
menjadi pinjaman program (untuk budget<br />
support) dan pinjaman proyek (earmark<br />
dengan kegiatan pada K/L). Pada APBN<br />
2011, target pinjaman program adalah<br />
sebesar Rp19,8 triliun sedangkan pinjaman<br />
proyek sebesar Rp39,1 triliun. Dalam<br />
pinjaman proyek tersebut termasuk<br />
penerimaan penerusan pinjaman sebesar<br />
Rp11,7 triliun.<br />
Selain penerimaan, pada pembiayaan juga<br />
terdapat pengeluaran pembiayaan<br />
baik pada non utang maupun utang.<br />
Pengeluaran Pembiayaan yang terdapat<br />
pada non utang meliputi Dana investasi<br />
pemerintah & penyertaan modal Negara<br />
(PMN), dana pengembangan pendidikan<br />
nasional, serta kewajiban penjaminan.<br />
Sedangkan pengeluaran pembiayaan<br />
yang terdapat pada utang yaitu berupa<br />
penerusan pinjaman dan pembayaran<br />
cicilan pokok Utang LN.<br />
Dana investasi pemerintah &<br />
penyertaan modal Negara (PMN):<br />
Pembiayaan dalam bentuk dana investasi<br />
Pemerintah & PMN bersifat cash outflow<br />
atau berupa pengeluaran pembiayaan,<br />
serta bersifat ad-hoc tergantung pada<br />
kebijakan Pemerintah. Pengeluaran dana<br />
untuk investasi Pemerintah dan PMN<br />
dalam APBN 2011, dialokasikan sebesar<br />
Rp13,9 triliun yang digunakan untuk: (a)<br />
Investasi Pemerintah Rp1,9 triliun, (b)<br />
PMN sebesar Rp7,1 triliun, yang dirinci<br />
PMN kepada BUMN Rp6,4 triliun dan<br />
organisasi/lembaga keuangan internasional<br />
Rp7<strong>21</strong>,5 miliar, dan (d) dana bergulir<br />
Rp4,9 triliun, yang terdiri dari LPDB<br />
KUKM Rp250,0 miliar, Fasilitas Likuiditas<br />
Pembiayaan Perumahan Rp3.571,6 miliar,<br />
dan Geothermal Rp1.126,5 miliar.<br />
Dana pengembangan pendidikan<br />
nasional: Dana pengembangan<br />
pendidikan nasional merupakan bagian<br />
dari anggaran pendidikan nasional secara<br />
keseluruhan, yang dialokasikan untuk<br />
pembentukan endowment fund dan dana<br />
cadangan pendidikan untuk mengantisipasi<br />
keperluan rehabilitasi fasilitas pendidikan<br />
yang rusak akibat bencana alam. Dalam<br />
APBN 2011, alokasi anggaran untuk<br />
dana pengembangan pendidikan nasional<br />
dialokasikan sebesar Rp1,0 triliun.<br />
Kewajiban penjaminan: Dana<br />
ini ditujukan untuk mengantisipasi<br />
kemungkinan gagal bayar PT PLN (persero)<br />
LAPORAN KHUSUS<br />
maupun PDAM terhadap kreditur sesuai<br />
dengan perjanjian pinjaman. Pada APBN<br />
2011, Pemerintah mengalokasikan anggaran<br />
untuk dana kewajiban penjaminan sebesar<br />
Rp1.036,0 triliun, yang terdiri dari untuk PT<br />
PLN (Persero) sebesar Rp889,0 miliar dan<br />
PDAM sebesar Rp147,0 miliar.<br />
Penerusan pinjaman: Merupakan PLN<br />
atau PDN yang diterima Pemerintah Pusat<br />
dan diteruspinjamkan kepada pemerintah<br />
daerah atau BUMN. Penerusan pinjaman<br />
ini bersifat in-out, yaitu in pada pinjaman<br />
proyek dan out pada penerusan pinjaman.<br />
Sedangkan pada APBN 2011, alokasi<br />
penerusan pinjaman adalah sebesar Rp11,7<br />
triliun.<br />
Pembayaran cicilan pokok Utang<br />
LN: Salah satu kewajiban pembayaran<br />
apabila Pemerintah menarik PLN adalah<br />
pembayaran cicilan pokok kepada lender.<br />
Pada APBN 2011, alokasi pembayaran ini<br />
adalah sebesar Rp47,8 triliun. Sedangkan<br />
kebijakan Pemerintah adalah selalu<br />
berupaya untuk membayar kewajiban ini<br />
tepat waktu.<br />
Kesimpulan:<br />
Sumber utama penerimaan pembiayaan<br />
adalah berasal dari utang, dalam<br />
perencanaan utang tersebut selalu<br />
mempertimbangkan “fiscal sustainability“<br />
sehingga tambahan utang tersebut tidak<br />
membebani APBN dimasa mendatang.<br />
Salah satu indikator yang dipercaya adalah<br />
debt to GDP ratio yang semakin menurun,<br />
yaitu dari 47% pada tahun 2005 menjadi<br />
26% pada tahun 2011. Sedangkan dari sisi<br />
pengeluaran pembiayaan, PMN merupakan<br />
pengeluaran terbesar serta diharapkan<br />
penggunaannya dapat dilakukan dengan<br />
efektif dan efisien.<br />
Referensi: Disarikan dari Nota Keuangan dan APBN 2011<br />
<strong>Warta</strong> anggaran | <strong>21</strong> Tahun 2011 29
REFORMASI BIROKRASI<br />
Penataan Organisasi DJA:<br />
Mengantisipasi Kepakan Sayap<br />
Kupu-kupu di Brazil<br />
Oleh Eko Widyasmoro<br />
Di wilayah manajerial, tuntutan akan keterbukaan dan akuntabilitas direspon oleh DJA dengan<br />
penguatan di bidang kepatuhan internal, manajemen risiko, dan bantuan hukum. Dibentuknya<br />
Bagian Kepatuhan dan Bantuan Hukum merupakan bukti komitmen DJA terhadap keterbukaan<br />
dan akuntabilitas.<br />
30 <strong>Warta</strong> anggaran | <strong>21</strong> Tahun 2011
Pada tahun 1972, Edward Lorenz,<br />
seorang ahli meteorologi, menyampaikan<br />
pidatonya yang terkenal dengan judul<br />
‘Apakah kepakan sayap seekor kupu-kupu<br />
di Brazil dapat menyebabkan badai di<br />
Texas’. Pertanyaan bersayap ini tentu saja<br />
mengandung makna bahwa dalam suatu<br />
sistem yang kompleks, dalam hal ini cuaca,<br />
perubahan kecil di suatu tempat dapat<br />
memicu perubahan besar di tempat lain.<br />
Jika di lihat secara seksama, sepertinya<br />
kita akan sepakat bahwa <strong>Direktorat</strong><br />
<strong>Jenderal</strong> <strong>Anggaran</strong> merupakan bagian dari<br />
suatu sistem yang luar biasa kompleks<br />
yang dinamakan keuangan negara. Dalam<br />
sistem ini setiap perubahan<br />
berpotensi membawa dampak<br />
yang hebat. Contoh sederhana<br />
misalnya pergolakan di kawasan<br />
Timur Tengah berdampak kepada<br />
perubahan harga minyak yang<br />
memicu perubahan asumsi<br />
ekonomi makro di APBN kita,<br />
demikian seterusnya sehingga<br />
seorang Kepala Puskesmas di<br />
pedalaman Mamuju akhirnya<br />
hanya menerima 6 box<br />
Parasetamol dari 10 yang dia<br />
ajukan.<br />
Dari kaca mata organisasi,<br />
lingkungan yang sangat dinamis menuntut<br />
suatu desain organisasi yang responsif.<br />
Responsif dalam arti tidak membentengi<br />
dirinya terhadap serbuan perubahan,<br />
melainkan menyesuaikan diri dengan<br />
tuntutan perubahan, untuk tetap berkinerja<br />
prima di tengah dinamika.<br />
Selain sebagai upaya untuk<br />
mengejawantahkan core values DJA,<br />
semangat untuk tetap responsif merupakan<br />
hal penting yang mendasari penataan<br />
organisasi di <strong>Direktorat</strong> <strong>Jenderal</strong> <strong>Anggaran</strong>.<br />
Sejak awal perancangannya, piranti yang<br />
digunakan untuk mendiagnosa kebutuhan<br />
akan perubahan adalah metode PETS yang<br />
dikembangkan oleh Johnson dan Scholes.<br />
Metode ini memetakan faktor-faktor Politik,<br />
Ekonomi, Teknologi, dan Sosial yang menjadi<br />
pemicu berubahnya struktur organisasi.<br />
Faktor politik dalam hal ini diantaranya<br />
adalah terbitnya peraturan maupun inisiatif<br />
tentang Reformasi Birokrasi, Reformasi<br />
Penganggaran dan program-program<br />
seperti Program Legislasi Nasional. Dari<br />
segi ekonomi, organisasi DJA dihadapkan<br />
kepada mengemukanya isu-isu strategis<br />
nasional dan kebijakan yang berdampak<br />
kepada APBN seperti Sistem Jaminan<br />
Sosial Nasional, pembangunan infrastruktur,<br />
perubahan iklim, dan, secara internal,<br />
efesiensi operasional DJA sendiri.<br />
Perkembangan teknologi menuntut<br />
DJA untuk melakukan integrasi Teknologi<br />
Penataan ulang juga<br />
dilakukan di <strong>Direktorat</strong><br />
PNBP. Pendekatan struktur<br />
organisasi yang semula<br />
menggunakan pendekatan<br />
jenis penerimaan PNBP,<br />
yaitu kementerian dari nonkementerian<br />
dianggap tidak<br />
sesuai lagi.<br />
Informasi ke dalam mekanisme kerja<br />
DJA, baik dalam proses bisnisnya sendiri<br />
maupun ketika bisnis proses tersebut<br />
berkaitan erat dengan organisasi lain. Dan<br />
yang tak kalah pentingnya adalah faktor<br />
sosial. Tuntutan publik akan keterbukaan<br />
dan akuntabilitas merupakan suatu faktor<br />
pemicu yang tidak dapat diabaikan. DJA<br />
perlu didesain sedemikan rupa setiap<br />
kebijakan dirumuskan dalam suatu proses<br />
yang transparan dan hasilnya dapat<br />
dipertanggungjawabkan.<br />
Dengan mempertimbangkan faktorfaktor<br />
di atas DJA menata kembali<br />
organisasinya. Untuk mengantisipasi Sistem<br />
Jaminan Sosial Nasional, isu Remunerasi<br />
dan Program Legislasi Nasional 2010-2014<br />
yang didalamnya terdapat 247 RUU yang<br />
REFORMASI BIROKRASI<br />
harus disahkan, sebuah direktorat baru pun<br />
dibentuk. <strong>Direktorat</strong> Harmonisasi Peraturan<br />
Penganggaran bertugas menyelaraskan<br />
peraturan-peraturan yang diterbitkan oleh<br />
DJA maupun instansi-instansi lain dengan<br />
peraturan yang telah ada dan kaidah-kaidah<br />
penganggaran yang telah disepakati.<br />
Terdiri dari empat subdirektorat,<br />
wilayah kerja direktorat baru ini mencakup<br />
harmonisasi peraturan penganggaran<br />
yang terkait kementerian dan lembaga,<br />
harmonisasi peraturan jaminan sosial,<br />
harmonisasi peraturan PNBP, dan<br />
harmonisasi penganggaran remunerasi.<br />
Keempat bidang tersebut merupakan<br />
wilayah yang terus berkembang dan<br />
perlu perhatian khusus. Diharapkan<br />
dengan ditangani secara tersendiri,<br />
keamanan APBN menjadi semakin<br />
terjaga dan remunerasi aparatur<br />
negara kedepan dapat mengacu<br />
pada pola yang lebih rasional dan<br />
berkeadilan.<br />
Masih dengan semangat untuk<br />
mengantisipasi perkembangan,<br />
DJA membenahi kembali sistem<br />
monitoring dan evaluasi yang selama<br />
ini melekat ke dalam tugasnya.<br />
Sebelum penataan, monitoring<br />
dan evaluasi penganggaran kurang<br />
optimal karena belum adanya kerangka<br />
yang dapat dijadikan acuan dan tingginya<br />
beban kerja unit teknis. Akibatnya,<br />
pelaksanaan monitoring dan evaluasi<br />
cenderung terfragmentasi dan hasilnya<br />
belum dapat dijadikan pertimbangan dalam<br />
pengambilan keputusan.<br />
Penguatan fungsi monitoring dan<br />
evaluasi dilakukan dengan membentuk<br />
suatu unit eselon III di bawah <strong>Direktorat</strong><br />
Sistem Penganggaran, yaitu Subdirektorat<br />
Evaluasi Kinerja Penganggaran. Tugas unit<br />
ini adalah mempersiapkan kerangka kerja<br />
monitoring dan evaluasi yang dilaksanakan<br />
oleh unit-unit teknis sekaligus mengolah<br />
hasilnya sehingga dapat dijadikan referensi<br />
bagi pimpinan DJA maupun unit-unit teknis<br />
tersebut. Hasil kajian unit ini diharapkan<br />
<strong>Warta</strong> anggaran | <strong>21</strong> Tahun 2011 31
REFORMASI BIROKRASI<br />
mampu memberikan gambaran mengenai<br />
sejauh mana kementerian dan lembaga<br />
mampu secara optimal memanfaatkan<br />
anggaran yang dimiliki untuk menghasilkan<br />
output yang direncanakan. Hal ini menjadi<br />
penting karena dalam implementasi<br />
penganggaran berbasis kinerja, posisi DJA<br />
ke depan tidak hanya berkutat dengan<br />
‘posting dan costing’ melainkan juga sebagai<br />
unit yang mampu menganalisis output<br />
kementerian dan lembaga.<br />
Dari sisi perencanaan anggaran,<br />
perkembangan sistem penganggaran dan<br />
perubahan struktur APBN membawa<br />
dampak langsung kepada DJA. Kini, DJA<br />
dituntut juga untuk menangani bidang<br />
anggaran strategis nasional, antara lain<br />
perubahan iklim, pengembangan alutsista,<br />
dan ketahanan pangan. Belum lagi ditambah<br />
dengan bertambahnya beban kerja di<br />
bidang belanja negara akibat penerapan<br />
belanja prioritas, serta kewajiban yang<br />
terkait dengan dampak implementasi<br />
sistem jaminan sosial nasional terhadap<br />
APBN.<br />
Mencermati perkembangan tersebut,<br />
DJA memutuskan untuk menata ulang<br />
pembagian tugas di <strong>Direktorat</strong> Penyusunan<br />
APBN dan merombak strukturnya<br />
untuk menyesuaikan dengan postur<br />
APBN. Dalam struktur yang baru, belanja<br />
negara ditangani oleh tiga subdirektorat<br />
sementara demi efisiensi tugas yang terkait<br />
dengan pendapatan negara digabung ke<br />
dalam subdirektorat yang menangani<br />
asumsi ekonomi makro. Di tingkat eselon<br />
IV, pembagian tugas dan pemberian<br />
nomenklatur dilakukan sehingga setiap<br />
seksi merupakan cerminan dari aspek<br />
tertentu dalam postur APBN. Semua ini<br />
dilakukan untuk memastikan agar DJA<br />
dapat memberikan respon yang cepat dan<br />
akurat terhadap setiap pergerakan APBN.<br />
Penataan ulang juga dilakukan di<br />
<strong>Direktorat</strong> PNBP. Pendekatan struktur<br />
organisasi yang semula menggunakan<br />
pendekatan jenis penerimaan PNBP,<br />
yaitu kementerian dari non-kementerian<br />
dianggap tidak sesuai lagi. Kini tugas<br />
pengelolaan penerimaan PNBP terkait<br />
kementerian dan lembaga dibagi habis<br />
oleh dua subdirektorat. Hal ini untuk<br />
membagi beban kerja agar lebih seimbang,<br />
meningkatkan efisiensi operasional dan<br />
memudahkan koordinasi dengan mitra<br />
kerja.<br />
Hal serupa juga dilakukan untuk<br />
mempertajam tugas dan fungsi DJA di bidang<br />
pengembangan sistem penganggaran.<br />
Nomenklatur pengembangan sistem<br />
penganggaran disesuaikan menjadi<br />
transformasi sistem penganggaran,<br />
dalam hal ini Subdirektorat Transformasi<br />
Sistem Penganggaran, <strong>Direktorat</strong> Sistem<br />
Penganggaran. Hal ini dimaksudkan untuk<br />
menjadi titik tolak perubahan pola pikir DJA<br />
dari upaya pengembangan sistem menjadi<br />
upaya transformasi sistem sehingga nuansa<br />
implementasinya menjadi semakin kuat.<br />
Sebagai salah satu core product DJA,<br />
Standar Biaya juga menjadi pusat perhatian<br />
dalam upaya penataan organisasi DJA.<br />
Kendala-kendala yang dihadapi dalam<br />
implementasi selama ini seperti belum<br />
memadainya standar biaya masukan baik<br />
jumlah maupun besarannya serta belum<br />
tersedianya suatu norma atau pedoman<br />
yang mengatur metodologi pembiayaan<br />
yang sesuai dengan karakteristik maupun<br />
jenis kegiatan yang ada di masing-masing<br />
Kementerian /Lembaga adalah tantangan<br />
besar bagi DJA. Untuk menjawabnya,<br />
DJA menata ulang Subdirektorat Standar<br />
Biaya agar kementerian dan lembaga<br />
dapat mendapatkan layanan yang lebih<br />
customized. Lebih jauh lagi, DJA membentuk<br />
Seksi Riset dan Pengembangan Standar<br />
Biaya untuk mengantisipasi perkembanganperkembangan<br />
di masa depan.<br />
Di wilayah manajerial, tuntutan akan<br />
keterbukaan dan akuntabilitas direspon<br />
oleh DJA dengan penguatan di bidang<br />
kepatuhan internal, manajemen risiko,<br />
dan bantuan hukum. Dibentuknya Bagian<br />
Kepatuhan dan Bantuan Hukum merupakan<br />
bukti komitmen DJA terhadap keterbukaan<br />
dan akuntabilitas. Bagian ini bertugas antara<br />
lain melakukan internalisasi kode etik di<br />
lingkungan DJA mengingat pengembangan<br />
sistem dan manusia yang melaksanakan<br />
sistem tersebut harus berjalan seiring.<br />
Peningkatan integritas pegawai dan<br />
akuntabilitas proses merupakan salah satu<br />
tanggungjawab bagian baru ini.<br />
Tugas yang lain mencakup<br />
pengembangan dan implementasi<br />
manajemen resiko untuk memastikan<br />
kelancaran pelaksanaan tugas DJA secara<br />
umum. Hal lain yang tak kalah penting<br />
adalah untuk memberikan pertimbangan<br />
dari sisi hukum kepada pimpinan DJA agar<br />
setiap keputusan yang diambil, terutama<br />
yang menyangkut wilayah abu-abu (grey<br />
area), mempunyai landasan yang kuat.<br />
Unit ini juga akan memberikan dukungan<br />
kepada pagawai dan pejabat DJA ketika<br />
dihadapkan kepada permasalahan hukum<br />
akibat pelaksanaan tugas.<br />
Bisa dikatakan, pada tahun 2010 yang<br />
lalu DJA melakukan suatu perombakan<br />
struktur yang cukup signifikan. Hampir<br />
di semua lini terjadi perubahan. Namun<br />
dari semua ini, benang merah yang dapat<br />
ditarik adalah DJA berupaya untuk selalu<br />
responsif terhadap perubahan-perubahan<br />
yang terjadi di lingkungan. Lebih jauh<br />
lagi, jika dicermati, maka dapat dilihat<br />
upaya-upaya DJA dalam mengantisipasi<br />
perubahan itu sendiri, misalnya perubahan<br />
struktur di <strong>Direktorat</strong> Penyusunan APBN<br />
dan pembentukan <strong>Direktorat</strong> Harmonisasi<br />
Peraturan Penganggaran.<br />
Dan tentu saja, semua itu dilakukan agar<br />
DJA dapat memberikan layanan yang terbaik<br />
kepada segenap pemangku kepentingan<br />
dan mitra kerjanya. Sedemikian sehingga<br />
walaupun seribu kupu-kupu mengepakkan<br />
sayapnya di Brazil, sang Kepala Puskesmas<br />
di pedalaman Mamuju tetap menerima 10<br />
boks Parasetamol.<br />
32 <strong>Warta</strong> anggaran | <strong>21</strong> Tahun 2011
PERENCANAAN ANGGARAN<br />
SISTEM PENGANGGARAN<br />
Implementasi Reward<br />
and Punishment<br />
pada Tahun <strong>Anggaran</strong> 2011<br />
Oleh: Jati Wibowo, Dit. SP<br />
Meski evaluasi atas penyerapan anggaran<br />
selama ini telah dilakukan, namun terkesan<br />
tidak ada tindak lanjut dari hasil evaluasi<br />
itu sendiri. Seiring dengan pelaksanaan<br />
reformasi penganggaran di Indonesia,<br />
ada keinginan kuat Pemerintah untuk<br />
mengaitkan hasil evaluasi atas pelaksanaan<br />
anggaran dengan besaran alokasi anggaran<br />
tahun berikutnya. Semangat tersebut<br />
tercermin pada UU Nomor 2 Tahun 2010<br />
tentang APBN-P TA 2010 dan UU No 10<br />
Tahun 2010 tentang APBN TA 2011. Kedua<br />
UU tersebut memayungi mekanisme<br />
penambahan dan pengurangan pagu<br />
anggaran sebagai akibat dari hasil kinerja<br />
Kementerian Negara/Lembaga (K/L) atas<br />
pelaksanaan anggaran belanja Tahun 2010.<br />
Mekanisme tersebut lazim dikenal dengan<br />
istilah reward and punishment system.<br />
Implementasi pemberian penghargaan<br />
(reward) pada tahun 2011 ini diilhami<br />
oleh amanat Pasal 16A UU Nomor 2<br />
Tahun 2010 tentang APBN-P TA 2010,<br />
yang menyatakan bahwa hasil optimalisasi<br />
pada TA 2010 dapat digunakan pada TA<br />
2011. Sedangkan implementasi pengenaan<br />
sanksi (punishment) pada TA 2011 ini<br />
merupakan penjabaran dari amanat Pasal<br />
20 UU Nomor 10 Tahun 2010 tentang<br />
APBN TA 2011, yang menyebutkan adanya<br />
mekanisme pemotongan pagu belanja<br />
K/L pada TA 2011 yang tidak sepenuhnya<br />
melaksanakan anggaran belanja TA 2010<br />
diatur oleh Pemerintah.<br />
Dari Amanat Kedua UU tersebut, pada<br />
Triwulan pertama 2011 ini Menteri<br />
<strong>Warta</strong> anggaran | <strong>21</strong> Tahun 2011 33
SISTEM PENGANGGARAN<br />
Keuangan Telah Menerbitkan PMK No<br />
38/PMK.02/2011 tentang Tata Cara<br />
Penggunaan Hasil Optimalisasi <strong>Anggaran</strong><br />
Belanja Kementerian Negara/Lembaga TA<br />
2010 pada TA 2011 dan Pemotongan Pagu<br />
Belanja Kementerian Negara/Lembaga<br />
pada TA 2011 yang Tidak Sepenuhnya<br />
Melaksanakan <strong>Anggaran</strong> Belanja TA 2010.<br />
KMK tersebut telah ditandatangani oleh<br />
Menteri Keuangan pada tanggal 2 Maret<br />
2011.<br />
Mengingat TA 2010 belum mengenal<br />
anggaran berbasis kinerja, maka tingkat<br />
penyerapan anggaran selama TA 2010 yang<br />
menjadi satu-satunya parameter dalam<br />
PMK reward and punishment tersebut.<br />
Dari tingkat penyerapan anggaran, yang<br />
menjadi fokus penilaian ada dua hal yaitu<br />
sisa anggaran yang merupakan Hasil<br />
Optimalisasi dan sisa anggaran yang<br />
tidak disertai dengan alasan yang dapat<br />
dipertanggungjawabkan.<br />
Untuk memudahkan dalam memahami<br />
substansi PMK reward and punishment,<br />
disajikan tabel sebagai berikut:<br />
Sebagaimana dijelaskan pada tabel diatas,<br />
adapun kriteria alasan yang tidak dapat<br />
dipertanggungjawabkan meliputi:<br />
1. tidak dipenuhinya kriteria-kriteria<br />
kegiatan yang dapat dibiayai dari<br />
anggaran belanja Tahun <strong>Anggaran</strong> 2010;<br />
2. tidak diikutinya peraturan perundangan<br />
di bidang pengadaan barang/jasa<br />
pemerintah;<br />
3. keterlambatan penunjukan kepala<br />
satuan kerja dan/atau pelaksana<br />
kegiatan; dan/atau<br />
4. tidak mencantumkan penjelasan atas<br />
laporan yang disampaikan.<br />
Sedangkan hal-hal yang bukan<br />
termasuk alasan yang tidak dapat<br />
dipertanggungjawabkan alias yang termasuk<br />
alasan yang dapat dipertanggungjawabkan<br />
diantaranya yaitu:<br />
Penghargaan (Reward)<br />
1. mempunyai Hasil Optimalisasi di<br />
Tahun <strong>Anggaran</strong> 2010 dan belum<br />
digunakan pada Tahun <strong>Anggaran</strong> 2010;<br />
dan<br />
2. hasil perhitungan dari Hasil Optimalisasi<br />
setelah dikurangi sisa anggaran yang<br />
tidak disertai dengan alasan yang dapat<br />
dipertanggungjawabkan, menghasilkan<br />
nilai positif.<br />
1. tambahan alokasi anggaran pada<br />
Tahun <strong>Anggaran</strong> 2011;<br />
2. prioritas dalam mendapatkan dana<br />
atas Inisiatif Baru (new initiative) yang<br />
diajukan;<br />
3. prioritas dalam mendapatkan anggaran<br />
belanja tambahan apabila kondisi<br />
keuangan negara memungkinkan;<br />
4. pemberian piagam penghargaan<br />
(award) kepada menteri/ pimpinan<br />
lembaga atau kepala satuan kerja; dan/<br />
atau<br />
5. publikasi ke mass media.<br />
maksimal tambahan dana yang diberikan<br />
yaitu sama dengan Hasil Optimalisasi yang<br />
belum digunakan pada Tahun <strong>Anggaran</strong><br />
2010.<br />
tambahan dana tersebut digunakan untuk<br />
Inisiatif Baru (new initiative) atau untuk<br />
penambahan volume keluaran yang sama<br />
diberikan kepada satuan kerja yang<br />
memberikan kontribusi terhadap<br />
perolehan penghargaan (reward) yang<br />
bersangkutan.<br />
Syarat yang harus dipenuhi:<br />
Wujudnya dapat berupa:<br />
Tambahan (Pengurangan) Pagu<br />
Peruntukan<br />
Sanksi (Punishment)<br />
1. terdapat sisa anggaran yang tidak<br />
disertai dengan alasan yang dapat<br />
dipertanggungjawabkan; dan<br />
2. hasil perhitungan dari sisa anggaran<br />
yang tidak disertai dengan alasan<br />
yang dapat dipertanggungjawabkan<br />
setelah dikurangi Hasil Optimalisasi<br />
yang belum digunakan pada tahun<br />
anggaran 2010, menghasilkan nilai<br />
positif.<br />
Pemotongan pagu belanja pada Tahun<br />
<strong>Anggaran</strong> 2011.<br />
maksimal sebesar anggaran belanja Tahun<br />
<strong>Anggaran</strong> 2010 yang tidak terserap dan<br />
tidak disertai dengan alasan yang dapat<br />
dipertanggungjawabkan.<br />
Tidak diatur<br />
Pembebanan<br />
Pengecualian<br />
1. Sanksi (punishment) dibebankan<br />
kepada satuan kerja yang<br />
menyebabkan pengurangan pagu K/L<br />
yang bersangkutan.<br />
2. Pembebanan sanksi (punishment)<br />
kepada satuan kerja tidak boleh<br />
menghambat pencapaian target<br />
pembangunan nasional dan<br />
menurunkan pelayanan kepada publik.<br />
1. alokasi anggaran yang bersumber<br />
34 <strong>Warta</strong> anggaran | <strong>21</strong> Tahun 2011<br />
Tidak diatur<br />
Sanksi (punishment) tidak diberikan apabila<br />
K/L mampu mencapai seluruh target<br />
kinerjanya.
dari Pinjaman dan Hibah Luar<br />
Negeri (PHLN), Pinjaman dan Hibah<br />
Dalam Negeri (PHDN), Penerimaan<br />
Negara Bukan Pajak (PNBP)/Badan<br />
Layanan Umum (BLU), Rupiah Murni<br />
Pendamping;<br />
tanggal 31 Maret 2011”, maka dari tanggal<br />
tersebut, mekanisme ini dihitung mundur<br />
sehingga menghasilkan jadwal pelaksanaan<br />
penilaian reward and punishment sebagai<br />
berikut:<br />
SISTEM PENGANGGARAN<br />
penyusunan mekanisme evaluasi kinerja<br />
yang berdasarkan penganggaran berbasis<br />
kinerja. Payung hukum pelaksanaannya<br />
jelas, yaitu Pasal 19 dan 20 Peraturan<br />
Pemerintah Nomor 90 Tahun 2010<br />
tentang Penyusunan RKA-K/L. Sedangkan<br />
Uraian Kegiatan<br />
K/L menyampaikan laporan realisasi anggaran beserta ADK kepada DJA<br />
Catatan:<br />
Jika K/L tidak mencantumkan penjelasan, sisa anggaran belanja tersebut dikategorikan sebagai alasan<br />
yang tidak dapat dipertanggungjawabkan.<br />
DJA melakukan penilaian atas laporan tersebut<br />
Menteri Keuangan menetapkan KMK atas Reward and Punishment<br />
Penyesuaian RKA Satker dan DIPA Satker<br />
Catatan:<br />
Harus memperhatikan realisasi DIPA Satker berkenaan sehingga tidak mengakibatkan pagu minus,<br />
dengan melampirkan data realisasi yang diketahui oleh KPPN setempat.<br />
Periode Waktu<br />
Paling lambat<br />
11 Maret 2011<br />
Paling lambat<br />
25 Maret 2011<br />
Paling lambat<br />
31 Maret 2011<br />
Paling lambat<br />
30 April 2011<br />
2. alokasi anggaran yang penggunaannya<br />
harus mendapatkan persetujuan<br />
Dewan Perwakilan Rakyat terlebih<br />
dahulu; atau<br />
Kondisi Pagu Realisasi Sisa <strong>Anggaran</strong> HO<br />
Sebagai gambaran sederhana tata cara<br />
penilaian atas pelaksanaan anggaran<br />
belanja K/L, berikut disampaikan contoh<br />
perhitungannya.<br />
Non HO<br />
SAYTD SAYDD<br />
variabel yang digunakan tidak lagi hanya<br />
menitikberatkan pada penyerapan anggaran,<br />
namun mempertimbangkan aspek lain<br />
yaitu minimal harus memperhitungkan<br />
tingkat keluaran (output), capaian hasil<br />
Reward/<br />
(Punishment)<br />
Keterangan<br />
(1) (2) (3) (4) = (2) – (3) (5) (6) (7) (8)=(5)-(6) (9)<br />
Kondisi 1 178 158 20 20 0 0 20 Reward = 20 M<br />
Kondisi 2 178 158 20 12 6 2 6 Reward = 6 M<br />
Kondisi 3 178 158 20 5 11 4 (6) Punishment = 6 M<br />
Non HO Reward/<br />
Kondisi Pagu Realisasi Sisa <strong>Anggaran</strong> HO<br />
Keterangan<br />
SAYTD SAYDD (Punishment)<br />
(1) (2) (3) (4) = (2) – (3) (5) (6) (7) (8)=(5)-(6) (9)<br />
Kondisi 4 178 158 20 5 10 5 (5) Punishment = 5 M<br />
Kondisi 5 178 158 20 10 10 0 0 No Reward No Punishment<br />
3. akibat keadaan kahar (force majeure)<br />
antara lain meliputi bencana alam,<br />
terjadi konflik/berpotensi terjadi<br />
konflik sosial, dan cuaca.<br />
Dengan mempertimbangkan amanat pasal<br />
20 ayat (3) uu No 10 tahun 2010 tentang<br />
APBN 2011 yang menyatakan bahwa<br />
“pengurangan pagu kepada Kementerian<br />
Negara/Lembaga (K/L) ditetapkan dengan<br />
Keputusan Menteri Keuangan paling lambat<br />
Keterangan:<br />
HO<br />
: Hasil Optimalisasi<br />
SAYDD : Sisa <strong>Anggaran</strong> yang Dapat<br />
Dipertanggungjawabkan<br />
SAYTDD : Sisa <strong>Anggaran</strong> Yang Tidak<br />
Dapat Dipertanggungjawabkan<br />
Alhasil, PMK tersebut merupakan<br />
langkah awal pelaksanaan evaluasi kinerja<br />
penganggaran. Kedepan, akan dilakukan<br />
(outcome), tingkat efisiensi, dan konsistensi<br />
antara perencanaan dan impelementasi.<br />
Diharapkan dengan menjadikan hasil dari<br />
evaluasi atas pelaksanaan anggaran K/L<br />
sebagai pertimbangan dalam penyusunan<br />
anggaran pada tahun berikutnya, K/L<br />
terdorong untuk terus meningkatkan<br />
efisiensi dan efektivitas kinerja<br />
penganggaran.<br />
<strong>Warta</strong> anggaran | <strong>21</strong> Tahun 2011 35
Serah Terima Jabatan Direktur <strong>Jenderal</strong> <strong>Anggaran</strong><br />
Menteri Keuangan pada tanggal 16 Februari 2011 secara resmi<br />
telah melantik Herry Purnomo sebagai Direktur <strong>Jenderal</strong> <strong>Anggaran</strong>,<br />
menggantikan Anny Ratnawaty yang kini menjabat Wakil Menteri<br />
Keuangan. Herry Purnomo sebelumnya menjabat sebagai Direktur<br />
<strong>Jenderal</strong> Perbendaharaan.<br />
Sebelum secara resmi dijabat oleh Herry Purnomo, jabatan Direktur<br />
<strong>Jenderal</strong> <strong>Anggaran</strong> telah diserah terimakan oleh Anny Ratnawaty<br />
kepada Kiagus Ahmad Badaruddin sebagai Pelaksana Tugas Direktur<br />
<strong>Jenderal</strong> <strong>Anggaran</strong>. Kiagus Ahmad Badaruddin menjalankan tugasnya<br />
dari 27 Januari 2011 hingga 16 Februari 2011.<br />
Serah terima jabatan dari Kiagus Ahmad Badaruddin sebagai<br />
Pelaksana Tugas Direktur <strong>Jenderal</strong> <strong>Anggaran</strong> kepada Herry Purnomo<br />
dilakukan sehari setelah pelantikannya sebagai Direktur <strong>Jenderal</strong><br />
<strong>Anggaran</strong> oleh Menteri Keuangan, bertempat di Ruang Rapat<br />
Direktur <strong>Jenderal</strong> <strong>Anggaran</strong> Gedung Sutikno Slamet.<br />
36 <strong>Warta</strong> anggaran | <strong>21</strong> Tahun 2011
RESENSI BUKU<br />
Resensi Buku<br />
The Shallows:<br />
How the internet<br />
is changing the way<br />
we think, read and<br />
remember<br />
Penulis Nicholas Carr<br />
Oleh Agus Kuswantoro<br />
Internet bukan merupakan hal yang<br />
asing bagi kita, kalau kita sedang ingin<br />
mencari tahu tentang hal tertentu,<br />
maka kita ketik kata kunci tentang apa<br />
yang kita cari dengan menggunakan<br />
search engine seperti Google, Mozilla<br />
Firefox, Internet Explorer, Opera, dll maka<br />
akan muncul websites yang membahas<br />
tentang hal yang kita cari tersebut. Itu<br />
merupakan salah satu manfaat dengan<br />
adanya Internet tersebut, bayangkan<br />
apabila kita harus mencari hal tersebut<br />
di perpustakaan, berapa hari waktu<br />
yang kita perlukan Menurut Nicholas<br />
Carr, ternyata internet tersebut<br />
membawa dampak yang kurang baik<br />
terhadap otak kita, ini yang diulas dalam<br />
buku Carr tersebut.<br />
Sedangkan latar belakang dari Nicholas<br />
Carr sendiri yaitu, dia adalah penulis<br />
buku The Big Switch: Rewiring the<br />
World, from Edison to Google, seorang<br />
kontributor pada New York Times,<br />
Guardian, Fiancial Times, dan Wired,<br />
serta sebelumnya sebagai executive<br />
editor di Harvard Business Review.<br />
Dalam buku tersebut, Nicholas Carr<br />
menggambarkan hasil riset yang<br />
paling baru untuk menunjukkan<br />
bahwa internet secara harafiah telah<br />
mengubah saluran otak kita, yang hanya<br />
menginduksi pemahaman yang dangkal<br />
(superficial). Sebagai konsekuensinya,<br />
banyak perubahan yang sangat besar<br />
dalam cara hidup kita dan komunikasi,<br />
mengingat dan sosialisasi. Terdapat<br />
pergeseran cara berpikir dari yang<br />
dalam menjadi yang dangkal, serta web<br />
menyebabkan ketidaktahuan menyebar<br />
kemana-mana.<br />
Internet telah membuat informasi<br />
menyebar secara luas. Pada waktu yang<br />
bersamaan telah mengubah cara kita<br />
membaca dan cara kita memperhatikan<br />
sesuatu. Thesis utama pada pekerjaan<br />
ini adalah membuat kita menjadi<br />
makluk yang lebih dangkal. Berdasarkan<br />
kata Carr “kita ingin diinterupsi<br />
karena tiap interupsi membawa ke<br />
kita informasi yang sangat berharga.<br />
Dan kita sering bertanya ke internet<br />
agar tetap menginterupsi kita bahkan<br />
dalam frekuensi yang lebih dan cara<br />
yang berbeda. Kita mau menerima<br />
untuk kehilangan konsentrasi dan focus,<br />
bagian dari perhatian kita dan pecahan<br />
<strong>Warta</strong> anggaran | <strong>21</strong> Tahun 2011 37
RESENSI BUKU<br />
dari pikiran kita, sebagai balasan dari<br />
informasi yang kita terima”. Hal ini<br />
menyebabkan bahwa kekuatan kita<br />
untuk konsentrasi dan kontemplasi<br />
semakin jarang kita gunakan. Hal ini<br />
berarti, kita menjadi tidak terlalu<br />
memperhatikan apa yang kita lihat dan<br />
baca, tetapi hanya melihat sesuatu yang<br />
baru yang menarik dan mengganggu<br />
kita. Berdasarkan Carr transformation,<br />
hal seperti itu sangat merugikan<br />
struktur otak yang sebenarnya. Dan<br />
Carr menggunakan riset otak cognitive<br />
untuk menunjukkan bagaimana<br />
penggunaan internet yang sangat<br />
berlebihan akan mengubah bentuk dari<br />
struktur otak kita.<br />
Riset yang ditulis oleh Carr<br />
menggambarkan adanya suatu<br />
masalah, dari perjalanan hidup telah<br />
dikumpulkan ingatan sedikit demi<br />
sedikit, dan otak mempertahankan<br />
jumlah tertentu yang dilihat selama<br />
hidup, yang dapat diubah bentuknya,<br />
dan dapat mengubah bagaimana kita<br />
berpikir, serta dapat digunakan untuk<br />
yang bagus atau yang jahat. Jadi, jika otak<br />
dilatih untuk merespon dalam waktu<br />
yang lebih cepat dalam dunia digital,<br />
itu akan merubah bentuk tentang<br />
pengalaman dunia secara keseluruhan.<br />
Carr menyatakan bahwa hal ini sangat<br />
berbeda apabila dibandingkan dengan<br />
membaca buku. Pikiran tertuju pada<br />
buku daripada mencari beberapa kata<br />
kunci kata dan paragraph. Pikiran yang<br />
berkembang melalui kontemplasi yang<br />
tenang dan mendalam, menggali ide<br />
secara utuh, dan terus berkembang.<br />
Hal ini menyebabkan kematangan<br />
pikiran dengan lebih mendasarkan<br />
pada kemungkinan dan konsekuensi<br />
daripada mendasarkan sekilas atas hal<br />
yang menarik dalam arus digital. Selain<br />
itu, karena beberapa aspek kehidupan,<br />
sering yang sangat berarti dan berharga<br />
mensyaratkan waktu dan kedalaman<br />
yang lebih. Dalam dunia digital membuat<br />
hal itu terpecah menjadi potonganpotongan,<br />
dimana kita tidak mempunyai<br />
waktu untuk memperhentikannya dan<br />
berpikir, serta kita tidak mengetahui<br />
“true self awareness’ dalam kontek yang<br />
sebenarnya.<br />
Carr berpendapat bahwa dengan<br />
membaca akan mengembangkan<br />
bentuk lain dari struktur syaraf.<br />
Membaca dengan bercerita<br />
memungkinkan kita untuk mulai bicara<br />
dengan kita sendiri, untuk kontemplasi<br />
berdasarkan realitas dengan cara lebih<br />
mendalam. Selain itu, Carr menyatakan<br />
bahwa bookman mind lebih merupakan<br />
deeper mind dibandingkan electronic<br />
mind.<br />
Selanjutnya, Carr menyatakan bahwa<br />
berdasarkan penelitian, orang yang<br />
sering menghabiskan waktu di taman<br />
akan menyebabkan hasil tes cognitivenya<br />
meningkat, dibandingkan orang<br />
yang berjalan dikota. Sehingga dapat<br />
disimpulkan bahwa menghabiskan<br />
waktu di alam terbuka (back to nature)<br />
merupakan cara yang paling baik dalam<br />
upaya agar cognitive dapat berfungsi<br />
secara efektif.<br />
Selain itu, Nicholas Carr juga<br />
mengutarakan pendapatnya tentang<br />
internet yang mendasari penulisan<br />
bukunya yaitu:<br />
• greater access to knowledge is not<br />
the same as greater knowledge,<br />
• an ever-increasing plethora of facts<br />
& data is not the same as wisdom,<br />
• breadth of knowledge is not the<br />
same as depth of knowledge, dan<br />
• multitasking is not the same as<br />
complexity.<br />
Kesimpulan:<br />
Buku tersebut sangat bermanfaat bagi<br />
kita, bahkan menurut Chris Anderson,<br />
pengarang The Long Tail, The Shallows<br />
merupakan one of the most insightful<br />
thinkers about technology’s impact on the<br />
world. Namun, apakah dengan adanya<br />
internet menyebabkan kerugian yang<br />
jauh lebih besar daripada keuntungan<br />
yang kita terima Hal ini mungkin<br />
menjadi pertanyaan kita. Tetapi<br />
saya yakin sebagian besar dari kita<br />
sependapat bahwa banyak keuntungan<br />
yang kita terima dengan adanya internet<br />
tersebut. Namun terdapat sesuatu yang<br />
tidak boleh kita lupakan, yaitu membaca<br />
buku, agar kemampuan otak cognitive<br />
kita tidak menghilang. Semoga kita tidak<br />
pernah mengabaikan hal tersebut.<br />
Product Details<br />
• Paperback: 276 pages<br />
• Publisher: Atlantic Books<br />
London (2010)<br />
• Language: English<br />
• Hardback ISBN: 978 I 84887<br />
225 7<br />
• Trade Paperback ISBN: 978 I<br />
84887 226 4<br />
• Product Dimensions: 9.3 x 6.2<br />
x 1.1 inches<br />
38 <strong>Warta</strong> anggaran | <strong>21</strong> Tahun 2011
RENUNGAN<br />
PENDEKAR TAKO<br />
Oleh : Satya Susanto<br />
Bila kita menyaksikan film-film Kungfu<br />
Shaolin, gerakan-gerakan indah nan<br />
dahsyat diperagakan saat menghadapi<br />
lawan. Dan hebatnya, mereka biasanya<br />
tangan kosong, tanpa membawa senjata.<br />
Kalaupun bersenjata, maka senjatanya<br />
hanya sebuah tongkat yang sebenarnya<br />
tidak mematikan. Aura yang terpancar<br />
dari setiap gerakannya adalah keanggunan.<br />
Aura yang terpancar dari<br />
wajahnya adalah wibawa dan kearifan.<br />
Tidak mau menyakiti, tidak mau curang<br />
meski dalam perang. Selalu menjura pada<br />
siapa saja meski pada lawan sekalipun<br />
juga.<br />
Keindahan Kungfu Shaolin tiba-tiba<br />
terbayang saat Bapak Direktur <strong>Jenderal</strong><br />
<strong>Anggaran</strong> menyampaikan arahan kepada<br />
pegawai DJA pada Rapat Pimpinan yang<br />
lalu. Beliau berpesan agar pegawai DJA<br />
siap menjadi Pendekar Tako. Pendekar<br />
Tangan Kosong. Yaitu pendekar yang<br />
datang melayani bangsa dengan tangan<br />
kosong, dan pulangpun tetap bertangan<br />
kosong. Tidak datang dengan senjata<br />
dan tidak pula pulang membawa hasil<br />
jarahannya.<br />
Pesan itu memicu angan.<br />
Membangkitkan khayalan liar<br />
yang menari-nari di udara.<br />
Membayangkan pegawai<br />
DJA yang sedang<br />
memperagakan<br />
jurus-jurus yang<br />
bernama<br />
“ketentuan dan peraturan”. Berdiri<br />
tegak diatas kuda-kuda yang bernama<br />
“Moralitas dan integritas”.<br />
Membayangkan pegawai DJA, pendekarpendekar<br />
Keuangan Negara, meliuk-liuk<br />
menyelamatkan uang rakyat dari tindakan<br />
oknum yang tercela. Gerakannya<br />
begitu indah, jumawa, sehingga tidak<br />
ada hati yang terluka. Sehingga mampu<br />
menyadarkan oknum yang berniat<br />
berbuat dusta pada negara.<br />
Ya, peran DJA sangat strategis untuk<br />
mencegah terjadinya korupsi sejak<br />
dini. Dengan seluruh kemampuan<br />
kanuragan, dengan penguasaan pada<br />
jurus “ketentuan dan peraturan”, dengan<br />
kokohnya kuda-kuda “moralitas dan<br />
integritas”, pegawai DJA bak pendekar<br />
Shaolin yang amanat menjaga uang rakyat.<br />
Bak pendekar Shaolin yang menjaga biara<br />
kedamaian. Menjaga biara kemakmuran.<br />
Menjaga biara kesejahteraan bersama.<br />
Dengan keahliannya menari-nari<br />
membela Ibu Pertiwi, pendekar Shaolin<br />
yang Tako, yang kalaupun bersenjata,<br />
hanyalah dengan sebuah pena, meliuk-liuk<br />
diatas kertas Rencana Kerja Kementerian<br />
Lembaga (RKA-KL), menorehkan goresan<br />
disana sini bukan untuk kepentingan<br />
pribadi. Mencorat-coret disana sini hanya<br />
untuk kepentingan Ibu Pertiwi.<br />
Gerakannya indah. Penuh hormat dan<br />
sahaja. Tidak ada mitra kerja yang merasa<br />
dizalimi. Lewat gerakan indahnya mitra<br />
kerja menjadi mengerti. Lewat aura<br />
yang terpancar dari seluruh tubuhnya,<br />
mitra kerja menjadi sadar akan prioritas<br />
negara. Sehingga<br />
sang Pendekar Tako tidak pernah<br />
membinasakan asa. Dikagumi karena<br />
jurus-jurusnya. Dihormati karena kudakudanya.<br />
Khayalan ini semakin liar, membayangkan<br />
pembangunan pesat bak cendana<br />
dimusim hujan. Membayangkan rakyat<br />
jelata tersenyum bahagia. Membayangkan<br />
orang papa mulai bisa tertawa. Karena<br />
mereka merasakan pembelaan yang<br />
nyata. Karena mereka merasakan alokasi<br />
anggaran yang berpihak kepadanya.<br />
Pendekar Tako terus meliuk-liuk indah.<br />
Berpijak pada kokohnya kuda-kuda<br />
yang bernama “integritas-moralitas”.<br />
Mengabaikan goresan luka yang terkadang<br />
menimpa jiwanya. Setiap gerakannya<br />
menebarkan kemakmuran. Setiap<br />
coretan penanya menggambarkan<br />
pembelaan negara. Sepak terjangnya<br />
menutup ruang-ruang hampa. Ruangruang<br />
hampa yang biasanya dipenuhi<br />
hawa kolusi, hawa korupsi.<br />
Arahan Bapak Direktur <strong>Jenderal</strong><br />
<strong>Anggaran</strong> menggelorakan jiwa.<br />
Membakar asa. Ayo kawan-kawan DJA,<br />
olah terus kemampuan kanuragan<br />
kita. Belajar, belajar dan terus belajar<br />
meningkatkan kapasitas, integritas<br />
dan moralitas kita. Karena kita<br />
adalah Sang Pendekar Tako.<br />
Sang Pendekar Tangan<br />
Kosong yang menjaga<br />
keuangan negara.<br />
Ciiiiaaaaattttt.<br />
<strong>Warta</strong> anggaran | <strong>21</strong> Tahun 2011 39
PROFIL<br />
Wawancara Dengan Dirjen <strong>Anggaran</strong> Herry Purnomo<br />
Change Management<br />
Untuk Dja Lebih Baik<br />
<strong>Warta</strong> anggaran | <strong>21</strong> Tahun 2011 41
PROFIL<br />
Sebagai orang nomor satu di DJA, Herry<br />
Purnomo sangatlah sibuk. Kesibukanya<br />
sebagai Dirjen <strong>Anggaran</strong> dalam mengelola<br />
keuangan negara khususnya APBN dan<br />
belanja pemerintah pusat menyita banyak<br />
energinya. Untuk mengisi kembali energi<br />
yang hilang, Bapak dari tiga orang cucu<br />
ini menyeimbangkan hidupnya dengan<br />
kegiatan lain di luar kantor. Salah satunya<br />
adalah bermain golf bersama temantemannya.<br />
Bagi beliau bermain golf adalah<br />
bagian dari upaya untuk melepaskan diri<br />
dari rutinitas kantor, mengisi paru-parunya<br />
dengan udara segar dan menikmati alam<br />
terbuka. Selain itu, waktu liburnya beliau<br />
khususkan untuk keluarga dan bermain<br />
dengan cucu-cucunya yang lucu.<br />
Ditengah kesibukannya, beliau berkenan<br />
menerima redaktur <strong>Majalah</strong> <strong>Warta</strong><br />
<strong>Anggaran</strong> untuk wawancara khusus, berikut<br />
petikannya.<br />
Sesuai dengan PMK No. 184/<br />
PMK.01/2010 tentang Organisasi dan<br />
Tata Kerja Kementerian Keuangan,<br />
DJA mengalami perubahan struktur<br />
organisasi. Bagaimana Bapak melihat<br />
peran strategis DJA sebagai pengelola<br />
anggaran dengan struktur baru<br />
tersebut<br />
Pertama yang ingin saya katakan bahwa<br />
reorganisasi ini sudah dipikirkan secara<br />
intens oleh pimpinan sebelumnya yaitu<br />
Ibu Anny Ratnawati untuk mengantisipasi<br />
kebutuhan dan perkembangan di masa<br />
datang untuk tugas dan fungsi yang<br />
ditangani oleh DJA. Salah satu hal yang<br />
harus saya apresiasi adalah terbentuknya<br />
satu direktorat baru yaitu <strong>Direktorat</strong><br />
Harmonisasi Peraturan Penganggaran (Dit.<br />
HPP) yang fokus terhadap harmonisasi<br />
peraturan terkait dengan penganggaran.<br />
Kalau saya coba merangkum dengan kalimat<br />
adalah karena banyaknya peraturan yang<br />
dibuat oleh Kementerian/Lembaga (K/L)<br />
baik dalam bentuk UU, PP, Perpres yang<br />
sedikit banyak mengganggu atau melanggar<br />
kaidah atau prinsip-prinsip penganggaran.<br />
Peran direktorat HPP menjadi penting<br />
untuk menjaga hal ini. Contohnya, banyak<br />
UU yang tidak mengindahkan kaidah<br />
penganggaran karena dalam UU tersebut<br />
mencantumkan persentase tertentu dari<br />
APBN untuk membiayai bidang tertentu<br />
diluar yang ditetapkan dalam UUD yakni<br />
20 persen untuk pendidikan.<br />
Dalam perkembangannya, saya mengikuti<br />
ada beberapa UU yang sudah ditetapkan<br />
dan mencantumkan persentase tertentu<br />
untuk membiayai bidang tertentu karena kita<br />
tidak dilibatkan dalam proses pembahasan.<br />
Terakhir RUU Desa minta sekian persen<br />
dari UU. Nah, saya kira ini yang menjadi<br />
DJA dengan direktorat baru ini menjadi<br />
strategis yaitu mewakili pemerintah untuk<br />
menjaga agar jangan sampai keluar suatu<br />
peraturan yang mengkapling-kapling APBN.<br />
Karena kalau penyusunan peraturan tidak<br />
diharmonisasi dengan prinsip-prinsip atau<br />
kaidah APBN bisa jebol APBN kita. Apalagi<br />
kalau kita melihat postur APBN, space yang<br />
tersedia untuk pemerintah bisa bergerak,<br />
katakanlah untuk membangun infrastruktur<br />
sangat kecil. Sebagian postur APBN kita<br />
untuk membayar utang, sebagain besar<br />
sudah dikapling untuk DAU dan pendidikan.<br />
Padahal ada hal-hal lain yang masih banyak<br />
perlu perhatian, apa jadinya kalau banyak<br />
UU atau Peraturan yang mengklaim atau<br />
mengkaplingkan diri dalam APBN .<br />
Oleh karena itu, saya sangat mendukung<br />
dan mempunyai banyak harapan bahwa<br />
direktorat baru ini dapat berfungsi<br />
dengan baik sesuai dengan harapan dari<br />
dibentuknya direktorat ini.<br />
Bagaiamana menurut Bapak fungsi Dit<br />
HPP dan DSP untuk mengantisipasi<br />
perkembangan sistem penganggaran<br />
Saya melihat unit di dalam DJA ada unit DSP<br />
dan Dit HPP. Saya ingin menterjemahkan<br />
Dit HPP fokus kepada peraturan-peraturan<br />
sedangkan sistem penganggaran menjadi<br />
tugas DSP. DSP berbicara tentang bisnis<br />
proses atau desain sistem penganggaran<br />
yang akan kita buat, menjaga dan<br />
mengembangkan sistem pengangaran<br />
yang ada kemudian mengembangkannya<br />
dengan kaidah-kaidah sistem penganggaran<br />
yang akan kita pakai. Misanya dalam sistem<br />
penganggaran kita mulai menerapkan<br />
sistem anggaran berbasis kinerja sesuai<br />
amanat UU Nomor 17/2003. Demikian<br />
pula dalam merencanakan anggaran yang<br />
tahunan juga harus memperhatikan MTEF<br />
tiga tahu ke depan. Tugas mendesain dan<br />
menyempurnakan adalah DSP. sedangkan<br />
untuk menyusun bisnis proses dan aturan<br />
main bekerja sama dengan Dit. HPP. Jadi<br />
ada pembagian tugas, Dengan demikian<br />
dua direktiorat ini dalam mengembangkan<br />
sistem penganggaran harus berkolaborasi.<br />
Termasuk dalam sistem penganggaran<br />
adalah pengembangan Infomasi Teknologi<br />
(IT)-nya karena sekarang kecenderunganya<br />
adalah proses bisnis harus didukung atau<br />
diwadahi dengan IT.<br />
Terkait dengan SPAN, Bapak<br />
berulang kali mengatakan bahwa<br />
DJA harus mempunyai peran yang<br />
lebih banyak dalam implemtasi SPAN,<br />
selama ini peran DJA agak tertinggal<br />
dibandingkan dengan DJPB dalam<br />
implemetasi SPAN. Apa yang harus<br />
dilakukan oleh DJAl dalam mengejar<br />
ketertinggalan dalam SPAN<br />
Kita harus menyadari, memahami, dan<br />
mempunyai rasa memiliki bahwa justru<br />
DJA harus memainkan peran yang sangat<br />
penting dalam SPAN karena produk yang<br />
dihasilkan oleh DJA menjadi dasar bagi<br />
Ditjen Perbendaharaan (DJPB) dan satker<br />
dalam bekerja kemudian. Kalau kita tidak<br />
mengisi dengan benar, peran dalam SPAN<br />
atau katakanlah, ya… sudahlah kita tidak<br />
ikutan SPAN. Berarti DJPB dan satker tidak<br />
bisa melakukan apa-apa. Karena produk<br />
DJA menjadi dasar sistem SPAN yang<br />
menjadi landasan bagi DJPB dan satker<br />
untuk bekerja dalam sistem SPAN.<br />
Produk DJA adalah RKA-KL yang<br />
merupakan wujud operasional dari<br />
penyusunan APBN. RKA-KL ini menjadi<br />
tanggung jawab DJA, kalau RKA-KL ini tidak<br />
bisa disediakan dengan benar dan tepat<br />
waktu, DJPB tidak bisa memulai dengan<br />
menerbitkan DIPA. Penerbitan, pencairan<br />
DIPA, pertanggungjawaban DIPA, dan<br />
revisi DIPA akan difasilitasi dengan sistem<br />
terintegrasi. Sistem terintegrasi bukan<br />
hanya menyangkut sisi pelaksanaan, which<br />
is menjadi tanggung jawab DJPB. Tetapi<br />
dimulai dari awal yaitu perencanaan<br />
anggaran yaitu penyusunan RKA-KL. Jadi<br />
42 <strong>Warta</strong> anggaran | <strong>21</strong> Tahun 2011
posisi DJA itu paling depan. Oleh karena<br />
itu, saya mendorong.<br />
Memang agak ketinggalan penyiapannya,<br />
tetapi kita sudah memulai langkah dengan<br />
duduk bersama di Rapimtas Yogya.<br />
Saya mendorong bahwa ini tanggung<br />
jawab kita bersama. Nah, kembali saya<br />
mengajak teman-teman untuk mengajak<br />
ketertinggalan. Apa yang harus dilakukan<br />
teman-teman DJA Menyelesaikan bisnis<br />
proses dari sisi segmentasi SPAN yang<br />
menjadi tanggung jawab DJA yaitu agar bisa<br />
menjamin tersedianya RKA-KL yang kredibel<br />
agar dapat menjadi dasar penerbitan DIPA<br />
kemudian menjadi dasar pelaksanaan<br />
anggaran oleh satker sampai dengan<br />
pembukuannya, pertanggungjawabannya,<br />
dan cash management. Kita harus segera<br />
menyelesaikan bisnis proses yang telah<br />
disepakati di Yogya.<br />
Sebenarnya saya melihat sudah ada rasa<br />
memiliki dan memahami atas sesuatu yang<br />
akan kita bangun tetapi masih kurang. Oleh<br />
karena itu, saya ajak teman-teman untuk<br />
menyelesaikan bisnis proses dari sisi DJA,<br />
ada sekitar tujuh butir. Paling tidak ada tiga<br />
hal, pertama dari sisi perencanaan anggaran<br />
murni yaitu penyusunan RAPBN 2012, ada<br />
bisnis prosesnya. Kedua, sisi pelaksanaan<br />
anggaran ada dua menyangkut penyusunan<br />
R-APBNP kalau sekarang RAPBNP 2011<br />
dan menyangkut revisi. Dari sisi pelaksanaan<br />
DJA ada kaitannya karena revisi di DJA.<br />
Kemudian yang akan kita kembangkan<br />
adalah monev. Jadi saya kira ada empat<br />
segmentasi bisnis proses yang harus segera<br />
diselesaikan DJA.<br />
Bisnis proses ini kita sepakati bersama,<br />
kemudian kita terjemahkan ke dalam<br />
sistem IT memakai hyperion. Kita harus<br />
bekerja keras karena deadline-nya bulan<br />
Mei 2011. Karena prinsip buat saya dalam<br />
membangun IT, kita sendiri yang harus<br />
menyusun bisnis prosesnya sedangkan<br />
konsultan hanya membantu, mereka tidak<br />
tahu. Seperti pengalaman Australia pada<br />
saat membangun IT SPAN, Mereka punya<br />
pengalaman buruk. Kenapa Kata mereka,<br />
pada waktu membangun sistem terpadu ini<br />
kami serahkan ke orang IT, diborongin, kita<br />
tidak mau tahulah… pokoknya kita tunjuk.<br />
Mereka yang mengerjakan tetapi ternyata<br />
dalam waktu tiga tahun tidak selesai karena<br />
mereka tidak tahu bisnis prosesnya. Dari<br />
pengalaman ini saya selalu mengatakan<br />
bisnis proses selalu kita susun dahulu.<br />
Demikian pula pada saat SPAN awal,<br />
pada waktu itu saya sebagai Dirjen<br />
Perbendaharaan, pihak World Bank<br />
mengejar-ngejar saya untuk segera<br />
melaksanakan SPAN. Saya bilang apa yang<br />
harus segera dilaksanakan. Padahal menurut<br />
kita tidak. Setelah melalui diskusi dan Rapim<br />
dengan Menteri Keuangan ternyata tidak.<br />
Karena yang harus diselesaikan adalah<br />
bisnis prosesnya. Bisnis proses selesai baru<br />
kemudian kita masukan ke dalam IT sistem.<br />
Jadi yang harus dicermati teman-teman<br />
DJA, bisnis proses harus kita selesaikan.<br />
Bagaimana rencana pengembangan<br />
RKA-KL Online oleh DJA dengan<br />
keterkaitannya dengan SPAN<br />
Saya mendukung pengembangan RKA-<br />
KL Online apalagi diintegrasikan dengan<br />
SPAN. RKA-KL Online adalah sarana untuk<br />
perencanaan anggaran K/L. Penyusunan<br />
anggaran K/L adalah domain dari DJA. Dalam<br />
perkembangannya, karena program SPAN<br />
dikembangkan sistem yang terintergrasi<br />
ke dalam satker, maka untuk kepraktisan,<br />
pendanaan, dan pengembangan sistem<br />
yang terintegrasi di satker maka kita sepakat<br />
untuk pengembangan RKA-KL Online oleh<br />
tim SPAN yang mengembangkan aplikasi<br />
dan bisnis proses di satker.<br />
Kita membayangkan ke depan sistem<br />
penganggaran harusnya bottom up yang<br />
dimulai dari ujungnya adalah satker.<br />
Sekarangkan ditengah-tengah, karena kita<br />
berhubungan dengan K/L padahal yang kita<br />
minta penyusunannya dari satker-satker.<br />
Makanya fasilitasinya dimulai dari satker.<br />
Walaupun pengembangnya ada di tim SPAN<br />
tetapi tanggung jawab pengembangan bisnis<br />
proses ada di DJA. Karena teman-teman<br />
DJPB tidak tahu bisnis prosesnya RKA-KL<br />
itu. Ini tetap menjadi tanggung jawab DJA,<br />
disinilah kita berkolaborasi. Pengembangan<br />
PROFIL<br />
IT masuk ke dalam pengembangan IT satker<br />
yang namanya SAKTI tetapi pengembangan<br />
bisnis proses ada di DJA. Jadi yang ingin saya<br />
katakan disini adalah kita tidak kehilangan<br />
tanggung jawab atau kehilangan pekerjaan<br />
terkait dengan pengembangan RKA-KL<br />
Online. Ini yang perlu kita sadari, sekarang<br />
jamannya kolaborasi. Dari segi kepraktisan<br />
dan efisiensi kita sepakati kontraktornya<br />
satu, kita tidak perlu repot lagi mencari<br />
kontraktor. Kita menggunakan kontraktor<br />
yang mengembangkan SAKTI. Inilah yang<br />
saya sebut simbiosis mutualistis, kita tidak<br />
bisa hidup menyendiri.<br />
Kemudian ke depan, RKA-KL Online<br />
sebagai sarana dalam rangka melakukan<br />
penyusunan anggaran. Pertama orang<br />
menyusun RKA-KL dari satker-satker,<br />
saya ingat waktu di daerah satker-satker<br />
menyusun RKA-KL disampaikan ke K/L,<br />
kemudian K/L yang akan membahas dengan<br />
DJA. Saya mencoba menterjemahkan ide<br />
dari Ibu Anny Ratnawati, RKA-KL Online<br />
dikembangkan lebih jauh lagi dalam arti<br />
melalui RKA-KL Online suatu hari nanti<br />
penelahaan RKA-KL tidak saling bertemu.<br />
Orang tidak perlu berbondong-bondong<br />
datang ke DJA membawa berkas.<br />
Dengan dikembangknnya RKA-KL Online<br />
ini, kita memakai sarana modern, orang<br />
menelaah di kantor masing-masing saja.<br />
Demikian pula DJA baik di <strong>Direktorat</strong><br />
<strong>Anggaran</strong> I, <strong>Direktorat</strong> <strong>Anggaran</strong> II, dan<br />
<strong>Direktorat</strong> <strong>Anggaran</strong> III bekerja dibelakang<br />
komputer. Semua indeks harga dan semua<br />
parameter dimasukkan ke dalam data<br />
base komputer. Kita bermain dalam sarana<br />
komputer. Saya ingin mewujudkan RKA-<br />
KL Online itu seperti itu. Tidak hanya<br />
memasukan data ke komputer atau<br />
membawa soft copy data. Kalau seperti itu<br />
dari dulu juga sudah ada. Bukan sekedar<br />
transfer data, karena kalau seperti itu<br />
jamannya saya masih menjadi Kasubdit<br />
sudah ada.<br />
Padahal ketika itu diinginkan waktu<br />
pembahasan sudah di depan komputer,<br />
meskipun aplikasi komputer belum<br />
secanggih saat ini. Karena sistem belum<br />
<strong>Warta</strong> anggaran | <strong>21</strong> Tahun 2011 43
PROFIL<br />
mendukung makanya transfer data<br />
berupa soft copy ke komputer kemudian<br />
di tayangkan dan pembahasannya masih<br />
bertemu. Satker membawa hardcopy<br />
kemudian dicoret-coret. Setelah dicoretcoret<br />
baru diedit dalam komputer. Itu<br />
memang lebih cepat dibandingkan<br />
mengetik tetapi ke depan tentu bukan<br />
seperti ini yang diharapkan.<br />
Oleh karena itu, perlu kesiapan kita untuk<br />
mengubah paradigma dan mindset. Kalau<br />
selama ini kita menunggu-nunggu tamu<br />
datang saat penelaahan dengan segala<br />
“implikasinya” sehingga Ibu Anny Ratnawati<br />
harus memasng CCTV untuk memonitor.<br />
Apakah seperti itu kelakuan kita…<br />
Ide brilliant dari pimpinan yang lama untuk<br />
membentuk satu tenaga pengkaji PNBP<br />
dengan Eselon II/b. Hal ini menunjukan<br />
bahwa ke depan PNBP akan menjadi<br />
primadona penerimaan APBN. Tentu<br />
akan menjadi tantangan buat kita semua,<br />
bagaimana mengembangkan <strong>Direktorat</strong><br />
PNBP dan tenaga pengkaji untuk bisa<br />
menggali potensi-potensi PNBP agar bisa<br />
diwujudkan menjadi realitas penerimaan<br />
APBN.<br />
Sesuai dengan arahan Menteri Keuangan<br />
ada sisi PNBP SDA yang harus didorong<br />
peningkatannya. Karena untuk PNBP SDA<br />
migas sudah jelas penanganannya meskipun<br />
tertatih-tatih untuk peningkatnnya. Sisi<br />
diupayakan untuk ditertibkan agar tidak<br />
menjadi temuan kembali. Fungsi DJA adalah<br />
kebijakan dan mendorong, bagaimana K/L<br />
bisa mematuhi ketentuan yang ada. Nah,<br />
di sini kita berfungsi sebagai regulator.<br />
Kitalah yang memproses regulasi PNBP<br />
K/L. Bagaiman K/L menyetorkan PNBP<br />
nya, dan agar sumber-sumber PNBP K/L<br />
di landasi peraturan serta bagaimana DJA<br />
memonitor laporan PNBP K/L.<br />
Bagaimana Bapak melihat SDM DJA<br />
saat ini Apa harapan Bapak terhadap<br />
pengembangan SDM DJA<br />
Saya melihat SDM DJA dalam menangani<br />
reformasi penganggaran berdasarkan UU<br />
Nomor 17/20003 dan UU Nomor 1/2004<br />
Nantinya tidak ada lagi yang seperti itu.<br />
Kita harus melakukan transformasi<br />
atau reformasi yang meliputi tiga hal.<br />
Pertama, perbaikan bisnis proses. Kedua,<br />
pengembangan IT dan ketiga changes<br />
management meliputi perubahan sikap dan<br />
peningkatan kapasitas. Yang berat adalah<br />
ketiga yakni merubah mentalitas kita dan<br />
satker.<br />
Peranan PNBP dalam penerimaan<br />
negara semakin penting. Bagaimana<br />
upaya yang akan dilakukan Bapak<br />
untuk meningkatkan peran PNBP<br />
dalam penerimaan negara<br />
lain yang harus didorong adalah PNBP<br />
SDA non migas seperti batubara dan hasil<br />
tambang lain seperti nikel.<br />
Peran DJA adalah dalam peningkatan dari<br />
segi kebijakan karena DJA tidak operasional.<br />
Bagaimana konsep yang dirumuskan oleh<br />
DJA dari segi kebijakan dan pengaturan<br />
inilah yang diharapkan oleh K/L dan<br />
stakeholder. Seperti batubara, eksekutor ada<br />
di kementerian lain, sedangkan peran DJA<br />
adalah bagaimana membuat desain-desain<br />
kebijakan agar PNBP dari sektor ini bisa<br />
ditingkatkan.<br />
Terkait dengan temuan BPK atas<br />
pengelolaan PNBP oleh K/L, harus<br />
sudah kelihatan profesionalismenya. Saya<br />
berinteraksi langsung dengan para direktur<br />
dan para kasubdit. Berdasarkan pengamatan<br />
saya, penguasaan mereka terhadap tugas<br />
yang menjadi tanggung jawabnya sudah<br />
bagus. Demikian pula penguasaan terhadap<br />
peraturan juga bagus artinya dalam setiap<br />
pengajuan penyelesaian masalah selalu<br />
dipertimbangkan landasan hukumnya<br />
sehingga jalan keluar yang diusulkan cukup<br />
kuat. Ini menunjukan sikap profesionalisme.<br />
Tantangan ke depan tentu akan terus<br />
berkembang karena kita belum sepenuhnya<br />
menjalankan anggaran berbasis kinerja. Dari<br />
sisi peran, selama ini kita baru menjaga sisi<br />
keuangannya atau lebih kecil lagi sisi SBU<br />
44 <strong>Warta</strong> anggaran | <strong>21</strong> Tahun 2011
dan SBK. Padahal berdasarkan anggaran<br />
berbasis kinerja kita juga harus menguasai<br />
program-program dari masing-masing<br />
K/L dalam penyusunan anggaran serta<br />
dalam berinteraksi dengan K/L. Dengan<br />
memahami program-program K/L maka<br />
akan ketahuan kinerja yang akan menjadi<br />
target. Tanpa memahami program-program<br />
dan kebijakan K/L, kita tidak akan bisa<br />
membuat judgment atas target kinerja,<br />
output, dan outcame yang akan dicapai.<br />
Dengan demikian, dalam rangka untuk<br />
mengantisipasi tuntutan perubahan dalam<br />
rangka implementasi PBB dan MTEF, kita<br />
perlu peningkatan kapasitas seluruh jajaran.<br />
Bukan hanya pelaksana tetapi juga para<br />
direktur, kasubdit, kasie bahkan saya juga<br />
harus meng- improve diri untuk menguasai<br />
ilmu-ilmu yang terkait dengan perubahan.<br />
Dalam rangka perubahan ini, saya berharap<br />
dari Sekretaris Ditjen <strong>Anggaran</strong> dan para<br />
direktur untuk bersama-sama merumuskan<br />
konsep capacity building keseluruh jajaran<br />
dengan segmentasi untuk eselon II, III, IV,<br />
dan pelaksana.<br />
Dan yang lebih penting lagi untuk fresh<br />
graduate kita harus menyiapkan konsep<br />
capacity building yang baik dan terarah<br />
buat mereka karena kader masa depan kita<br />
adalah anak-anak muda ini. Karena saya terus<br />
terang masuk DJA dulu menggelundung<br />
begitu saja, didiamkan begitu saja. Kamu<br />
mau belajar apa dan menjadi apa terserah.<br />
Nah, saya tidak ingin pengalaman itu kita<br />
wariskan.<br />
Saya sudah melihat di sini sudah<br />
dipersiapkan pembekalan untuk anak-anak<br />
baru. Di depan tentu harus ada programprogram<br />
yang terarah untuk menyiapkan<br />
kader-kader masa depan. Karena saya<br />
sendiri tinggal dua tahun lagi pensiun,<br />
demikian pula para direktur juga ada yang<br />
tinggal dua sampai tiga tahun lagi pensiun.<br />
Nah, yang muda-muda inilah yang akan<br />
menggantikan kita. Mereka harus diberikan<br />
bekal.<br />
Apa filosofi Bapak dalam menjalani<br />
kehidupan ini<br />
Saya tidak mempunyai filosofi khusus. Palingpaling<br />
saya mengatakan bahwa saya rasakan<br />
hidup itu menggelundung saja, pasrah, lepas<br />
tetapi tetap berusaha yang terbaik. Tidak<br />
tahu bagaimana harus merumuskannya.<br />
Tetapi saya merasa hidup mengalir saja.<br />
Kalau dalam bekerja saya bekerja sebaikbaiknya,<br />
amanah yang diberikan pimpinan<br />
saya laksanakan sebaik mungkin dengan<br />
dilandasi kejujuran dan keikhlasan karena<br />
saya yakin manusia diminta untuk berusaha<br />
dan berdoa kemudian hasilnya kita<br />
serahkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa.<br />
Kita serahkan kepada yang gawe urip, Allah<br />
SWT. Saya tidak begitu ngoyo karena<br />
menurut saya, hidup sudah mempunyai<br />
bagiannya masing-masing. Dalam arti kata<br />
kita harus berbuat yang terbaik. Do the best<br />
and lets God take the rest.<br />
Apa yang melatarbelakangi hubungan<br />
personal Bapak dengan staf dalam<br />
suasana yang lebih informal dalam<br />
Rapimtas di Yogyakarta<br />
Karena saya merasakan bekerja terusmenerus<br />
dalam ruangan seperti ini dengan<br />
pakaian formal, sudah terlalu terkungkung<br />
oleh batasan-batasan formal. Kita biasa<br />
melakukan rapat ruangan tertutup, antar<br />
meja jaraknya jauh, pakaiannya formal,<br />
duduknya pun harus formal. Untuk<br />
mencari penyegaran agar materi rapat yang<br />
berat menjadi kelihatan ringan sehingga<br />
diharapkan pemahamanpun menjadi lebih<br />
enak. Maka kita ajak keluar, biar ada suasana<br />
lain. Pakaian pun bebas, pokoknya santailah.<br />
Secara psikologis akan mempengaruhi kita<br />
dalam bersikap dan dalam memahami<br />
sesuatu.<br />
Karena tidak mempunyai tekanan dan beban<br />
sehingga dalam menerima penjelasanpun<br />
akan menjadi santai dan enak. Suasana<br />
hubungan atasan dan bawahanpun cair.<br />
Saya salut dengan teman-teman masih<br />
bisa menjaga unggah-ungguh dan saya juga<br />
dalam berinteraksi dengan siapapun tidak<br />
membedakan diri. Saya sebagai Dirjen<br />
<strong>Anggaran</strong> dan kamu sebagai pelaksana<br />
mencoba membaur, karena jabatan kan<br />
hanya sarana saja. Kembali ke filosofi saya,<br />
walau bagaimanapun seorang dirjen tidak<br />
dapat melaksanakan tugas sendirian tetapi<br />
sangat tergantung dan dibantu oleh temanteman<br />
yang lain.<br />
Siapa tokoh idola Bapak<br />
PROFIL<br />
Sebagai seorang muslim tokoh idola saya<br />
adalah satu yaitu Kanjeng Nabi Muhamad<br />
SAW. Saya tidak akan mengidolakan orang<br />
lain karena mengkultuskan orang kan tidak<br />
boleh. Nabi Muhamad bagi saya dan orangorang<br />
muslin yang lain adalah He is the best<br />
dari sudut apapun kita melihatnya. Dari<br />
sudut akhlaqnya, leadership-nya, hubungan<br />
dengan orang lain tanpa membedabedakan<br />
hubungan dengan orang lain,<br />
bahkan hubungan dengan non muslim juga<br />
luar biasa.<br />
Di tengah kesibukan Bapak,<br />
bagaimana Bapak menyeimbangkan<br />
hidup antara pekerjaan, hobi dan<br />
keluarga<br />
Saya sudah tidak mempunyai hobi khusus.<br />
Saya paling-paling mencoba untuk bisa<br />
menikmati udara segar kalau hari libur<br />
sambil jalan menikmati pemandangan<br />
indah di lapangan golf. Di lapangan kita<br />
bisa melepakan unek-unek, bahkan<br />
teriakpun bisa walaupun rule-nya katanya<br />
tidak boleh teriak-teriak. He he he….saya<br />
berusaha untuk rileks di lapangan atau di<br />
alam terbuka meskipun permainan golf<br />
saya tidak bagus. Tetapi saya harus mengisi<br />
sesuatu diluar dan berinteraksi dengan<br />
teman-teman. Saya kalau main golf tidak<br />
dengan teman-teman kantor, tetapi dengan<br />
grup khusus tanpa ada vested interest. Saya<br />
juga menghindari bermain dengan orang<br />
yang punya kepentingan.<br />
Selain itu saya juga berinteraksi dengan<br />
keluarga, anak dan cucu, karena waktunya<br />
sudah terbatas sekali dari hari Senin sampai<br />
dengan Jumat bekerja sampai malam<br />
kadang-kadang sampai pagi. Hari Sabtu<br />
dan Minggu kita manfaatkan untuk mencari<br />
udara segar dan berkumpul dengan<br />
keluarga, anak dan cucu.<br />
Rini Ariviani F dan Asrukhil Imro.<br />
Fotografer Dana Hadi<br />
<strong>Warta</strong> anggaran | <strong>21</strong> Tahun 2011 45
PERISTIWA<br />
SOSIALISASI PMK REVISI<br />
Bertempat di Auditorium Dhanapala, <strong>Direktorat</strong> <strong>Jenderal</strong> <strong>Anggaran</strong> bersama dengan <strong>Direktorat</strong> <strong>Jenderal</strong><br />
Perbendaharaan memberikan sosialisasi Peraturan Menteri Keuangan Nomor 49/PMK.02/2011 tentang Tata Cara<br />
Revisi <strong>Anggaran</strong> Tahun <strong>Anggaran</strong> 2011 kepada Kementerian Negara/Lembaga.<br />
Pada dasarnya, revisi anggaran bertujuan untuk antisipasi terhadap perubahan kondisi dan prioritas kebutuhan, mempercepat pencapaian<br />
kinerja, dan meningkatkan efektivitas, kualitas belanja dan optimalisasi penggunaan anggaran yang terbatas. Peraturan Menteri Keuangan<br />
tersebut mengatur bahwa revisi dapat dilaksanakan sepanjang tidak mengakibatkan pengurangan alokasi anggaran terhadap kebutuhan biaya<br />
operasional satuan kerja, tunjangan profesi dan tunjangan kehormatan, kebutuhan pengadaan bahan makanan untuk tahanan, pembayaran<br />
berbagai tunggakan, kegiatan multiyears dan paket pekerjaan yang sudah dikontrakkan atau direalisasikan dananya sehingga menjadi minus.<br />
Selain itu, revisi dapat pula dilakukan sepanjang tidak mengurangi volume keluaran kegiatan prioritas nasional dan mengurangi spesifikasi<br />
keluaran (output).<br />
PENELAAHAN TARGET DAN PAGU PENGGUNAAN PNBP<br />
Penerimaan Negara Bukan Pajak kini menjadi salah satu andalan sumber pendapatan bagi negara selain dari<br />
pendapatan perpajakan.<br />
Sebagai salah satu andalan pendapatan bagi negara untuk membantu membiayai jalannya roda pemerintahan, diperlukan perhatian yang<br />
lebih dari semua pihak dalam menentukan<br />
besaran target PNBP dari masing-masing Kementerian/Lembaga. Dari dana PNBP yang terkumpul tersebut, tidak semuanya dapat dipakai<br />
oleh Kementerian/Lembaga bersangkutan, hal ini harus sesuai dengan prinsip penggunaan PNBP yang bersifat earmark.
PENANDATANGANAN KONTRAK<br />
KINERJA PEJABAT ESELON II DJA<br />
Diharapkan keseriusan dan kesungguhan<br />
dari para Pejabat Eselon II untuk memenuhi<br />
target-target yang telah ditetapkan dalam<br />
kontrak kinerja yang baru ditandatangani ini,<br />
demikian pesan singkat Direktur <strong>Jenderal</strong><br />
<strong>Anggaran</strong> pada acara penadatanganan<br />
kontrak kinerja Pejabat Eselon II di<br />
lingkungan <strong>Direktorat</strong> <strong>Jenderal</strong> <strong>Anggaran</strong>.<br />
Kontrak kinerja ini dibuat sebagai bentuk komitmen<br />
<strong>Direktorat</strong> <strong>Jenderal</strong> <strong>Anggaran</strong> dalam mendukung<br />
pelaksanaan program reformasi birokrasi di<br />
Kementerian Keuangan yang telah memasuki tahun<br />
keempat sejak digulirkan pada tahun 2007.<br />
Pada acara yang dihadiri pula oleh para Pejabat Eselon<br />
III tersebut, Direktur <strong>Jenderal</strong> <strong>Anggaran</strong> menghimbau<br />
kepada seluruh jajaran di lingkungan <strong>Direktorat</strong><br />
<strong>Jenderal</strong> <strong>Anggaran</strong> untuk menghilangkan “kebiasaankebiasaan”<br />
pada masa lalu demi peningkatan citra<br />
<strong>Direktorat</strong> <strong>Jenderal</strong> <strong>Anggaran</strong> yang lebih baik di mata<br />
para stakeholder.<br />
Pelantikan Pejabat Eselon III dan IV<br />
Seluruh jajaran pejabat <strong>Direktorat</strong> <strong>Jenderal</strong> <strong>Anggaran</strong> diharapkan terus meningkatkan capacity masing-masing<br />
sehingga dapat mengubah mindset tentang DJA tidak hanya sebagai budget administrator tetapi juga sebagai<br />
budget analyst. Hal ini disampaikan oleh Dirjen <strong>Anggaran</strong>, Herry Purnomo dalam sambutannya pada acara<br />
pelantikan pejabat eselon III dan IV di lingkungan DJA (24/03).<br />
Sebanyak 51 orang pejabat dilantik, berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 149/KM.1/UP/11/2011 tentang Mutasi Para Pejabat<br />
Eselon III di Lingkungan Kementerian Keuangan. Satu orang pejabat eselon III berotasi ke unit eselon III lain dan 12 orang pejabat eselon IV<br />
mendapat promosi menjadi eselon III. Selanjutnya, pada kesempatan yang sama juga dilantik 10 orang pejabat eselon IV yang berotasi ke unit<br />
eselon IV lainnya dalam rangka agenda rutin mutasi organisasi di Lingkungan DJA dan 28 orang pejabat mendapat promosi menjadi eselon IV.<br />
Pada tanggal 1 s.d. 3 April yang lalu, dilaksanakan Rapat Pimpinan DJA di Yogyakarta.<br />
Dalam kesempatan tersebut, Dirjen <strong>Anggaran</strong> beserta para pejabat eselon II dan pejabat eselon III melakukan kunjungan ke Kanwil Ditjen<br />
Perbendaharaan Yogyakarta dan KPPN Yogyakarta.