Asasi Maret - April 2012.cdr - Elsam
Asasi Maret - April 2012.cdr - Elsam
Asasi Maret - April 2012.cdr - Elsam
You also want an ePaper? Increase the reach of your titles
YUMPU automatically turns print PDFs into web optimized ePapers that Google loves.
ANALISIS DOKUMENTASI HAK ASASI MANUSIA<br />
daerah<br />
Sumbangsih Tanpa Pengakuan<br />
Tenaga Tapol untuk Rezim Soeharto<br />
Oleh Paijo<br />
( Staf Pelaksana Program bidang Informasi dan Dokumentasi ELSAM)<br />
Kebijakan Kerja Paksa ala Rejim Soeharto<br />
Kekuasaan pemerintahan otoriter ditandai<br />
sejumlah hal: dukungan ideologi militerisme<br />
menindas, tidak mentolerir perbedaan<br />
pendapat, pendekatan kekerasan, dan<br />
gemar bertindak bengis terhadap rakyatnya sendiri;<br />
disamping pemerintahan yang korup. Ringkasnya,<br />
pemerintahan tidak ramah HAM karena gemar<br />
menabrak hukum-hukum HAM.<br />
Menurut Hilmar Farid, pelanggaran HAM<br />
berat Orde Baru dimulai sejak menjebluknya G/30 S<br />
1965. Sejak peristiwa kelam itu, hanya hitungan hari<br />
setelahnya, pembunuhan, penangkapan, penyiksaan<br />
massal terhadap PKI dan simpatisannya. Sangat<br />
mencekam. Korban yang luput dari pembunuhan<br />
massal digiring ke kamp-kamp tahanan dan<br />
mengalami siksaan berat. Mereka ditahan beberapa<br />
bulan dan nasibnya tak menentu di tangan para<br />
penyiksa di kamp-kamp maut. Mereka kemudian<br />
dikeluarkan dari kamp dan digiring melalui<br />
pengawalan ketat “bedil tentara” menuju ladang kerja<br />
paksa. Dengan demikian segera dimulainya praktik<br />
kerja paksa di proyek-proyek pembangunan<br />
infrastruktur skala daerah maupun nasional.<br />
Menurut Razif, seorang sejarahwan sosial<br />
muda, praktik kerja paksa secara besar-besaran<br />
mengerahkan tenaga tahanan politik, dimulai sejak<br />
1966 hingga 1970-an meliputi wilayah-wilayah<br />
1<br />
Sumatera, Jawa, Sulawesi Tengah, dan Pulau Buru.<br />
Saya menggunakan istilah “kerja paksa” di sini<br />
merujuk UU No. 19 Tahun 1999 tentang<br />
Penghapusan Kerjapaksa. Dalam UU tersebut<br />
2<br />
menjelaskan definisi “kerja paksa” sebagai berikut:<br />
(a) alat penekanan atau pendidikan politik atau<br />
sebagai hukuman atas pemahaman atau<br />
pengungkapan pandangan politik atau ideologi yang<br />
bertentangan dengan sistem politik, sosial, dan<br />
ekonomi yang berlaku; (b) cara mengerahkan dan<br />
menggunakan tenaga kerja untuk tujuan<br />
pembangunan ekonomi; (c) alat untuk mendisiplinkan<br />
pekerja; (d) hukuman atas keikutsertaan dalam<br />
pemogokan; dan (e) cara melakukan diskriminasi<br />
atas dasar ras, sosial, kebangsaan, atau agama.<br />
Sejarah mencatat, pada 10 Oktober 1965<br />
setelah menjebluknya G/30 S 1965, Soeharto<br />
menciptakan Komando Operasi Keamanan dan<br />
3<br />
Ketertiban (Kopkamtib) yang pada tahun-tahun<br />
berikutnya melahirkan sejumlah lusinan SK, SP,<br />
4<br />
Juklak, Putusan, yang relevan. Semua itu dia<br />
gunakan untuk melancarkan pembersihan dan<br />
pemecatan pegawai negeri, penangkapan ribuan<br />
5<br />
aktivis PKI, pengusiran paksa petani dari lahannya,<br />
sampai pada pengerahan tenaga Tapol untuk kerja<br />
paksa. Nampaknya operasi militer tersebut memang<br />
dirancang sebagai instrumen yang serbaguna dan<br />
represif, praktiknya cukup guna membuat “tunduk<br />
tertindas” bagi orang-orang yang dituduh subversif<br />
saat itu.<br />
Rezim Soeharto cukup dengan modal<br />
Operasi Kopkamtib yang tidak hanya untuk membuat<br />
“tunduk tertindas” tahanan politik (Tapol) G-30-S<br />
1965, melainkan juga pembenaran untuk menggiring<br />
rakyat kecil menuju ladang kerja paksa. Mereka<br />
bekerja di bawah pengawasan “bedil tentara” bekerja<br />
dari jam tujuh pagi sampai jam enam sore: tanpa<br />
putusan pengadilan, tanpa upah, tanpa pangan<br />
mencukupi, tanpa sandang, dan tanpa tempat<br />
penampungan yang wajar. Mereka seringkali<br />
dipekerjakan di rumah-rumah perwira militer, dan<br />
muncul beban kerja baru: sebagai tukang, pembantu<br />
rumah tangga, mencuci pakaian, membersihkan<br />
kamar mandi, memperbaiki bagian-bagian rumah<br />
yang rusak, dan membuat perabotan kebutuhan<br />
rumah tangga. Pendeknya: sedang mengalami<br />
perbudakan.<br />
Kebijakan kerja paksa rejim Soeharto dapat<br />
dilacak melalui data administrasi KOPKAMTIB,<br />
macam Petunjuk Pelaksana (Juklak) Kopkamtib No.:<br />
PELAK-002/KOPKAM/10/1968 tanggal 16 Oktober<br />
1968 Tentang Kebijaksanaan Penyelesaian<br />
Tahanan/Tawanan G.30.S/PKI.” Pokok kebijakannya<br />
mengatakan, “bagi Tapol yang ada di dalam tahanan<br />
6<br />
dimanfaatkan tenaganya guna tujuan produktif.”<br />
Selanjutnya, ketentuan Juklak ini mengatakan dalam<br />
keperluan pemanfaatan tenaga Tapol diadakan<br />
klasifikasi pula menurut keahlian dan kecakapan<br />
Ilustrasi struktur jabatan di era Soeharto sumber: sociopolitica.wordpress.co<br />
18<br />
ASASI EDIS MARET-APRIL 2012