interviewkan sungai, tidak membuang sampah sembarangan. Itu jugacara menjauhkan potensi sumber bencana.Kalaupun ada keengganan masyarakat untuk direlokasidari daerah resapan, waduk, dan lain-lain, ya itu tantangankita. Bagaimana memberikan penjelasan. Sebenarnya, masyarakatmau saja direlokasi. Hanya, yang menjadi masalahbagaimana dengan sumber penghidupan mereka, nafkahmereka. Apakah terjamin? Nah, itu yang harus kita pikirkan.Mereka bilang,“Sudahlah, BNPBkembali saja.”Ketika kami ajakrapat, merekaenggan dengandalih sibukbekerja. Kankita bisa rapatdi area kejadianbencana.Bagaimana mengkoordinasi pihak-pihak yang turutdalam penanganan bencana?Untuk koordinasi di tingkat pusat dengan lembaga-lembagalain tidak ada masalah. Dengan TNI, misalnya, kita sudah adaMoU (nota kesepahaman). Begitupun dengan Polri dan beberapalembaga atau kementerian. Tetapi, di tingkat daerah,kami sering kesulitan. Meskipun tidak secara eksplisit, seringkali menolak kehadiran BNPB. Dalam penanganan, kepaladaerah silakan memimpin, tetapi juga biarkan personel kamiikut terjun langsung di lapangan. Sebab, dalam penangananbencana, terutama yang memiliki skala dampak yang sangatbesar, (harus) bahu-membahu antara pusat. Jadi, ini sebenarnyakolaborasi, bukan koordinasi.Sekarang ini disebut juga tahun politik. Anda melihatada tendensi politik dari penolakan daerah?Saya tidak tahu persis dari niat orang per orang. Tetapibencana alam memang sangat potensial untuk dimanfaatkanbagi kepentingan politik. Bencana alam bisa menjadi isu yangsangat seksi untuk digunakan sebagai amunisi politik. Orangbisa menggunakannya untuk meraih simpati dari konstituen.Dengan melakukan sesuatu di tengah bencana, mereka bisamembangun citra dari korban maupun masyarakat di sekitarnya.Tetapi, apa pun tendensinya, jangan melupakan tujuanyang paling utama, yaitu menyelamatkan para korban danMajalah detik 27 Januari - 2 februari 2014
interviewmengamankan harta benda mereka. Merawat saat merekadalam kondisi darurat. Itu yang paling utama.Penolakan itu terjadi di mana saja?Banyak daerah, tidak bisa saya sebutkan satu per satu. Pernahdalam penanganan bencana di suatu daerah, kami ditanya,“Bapak dari mana?”. Kami jawab, “Dari BNPB”. Kemudianmereka mengatakan, “Sudahlah, Pak, BNPB kembali saja”.Ketika kami ajak rapat, mereka enggan dengan dalih sibukbekerja. Kan kita bisa rapat di area kejadian bencana. Di manasaja kita bisa rapat, yang penting apa yang kita bicarakan ituefektif untuk mencari solusi. Sulawesi Utara dan SumateraBarat, kepala daerahnya sangat positif merespons kehadirankami. Bahkan, begitu bencana terjadi langsung mengontakkami.Para korban kerap mengeluhkan bantuan daripemerintah terlambat. Sebenarnya apa yangterjadi?Itulah karakteristik masyarakat kita. Kitasudah memberikan obat-obatan, makanan,bahkan makan sudah tiga kali. Tapi, begitudatang media kemudian mereka ditanyaidan di-shoot kamera, (mereka) mengatakanbantuan belum ada. Ya, bolehlahmengetuk simpati masyarakatlainnya, tetapi jangan menganggapatau mengatakan bantuan lain tidakada.Saya melihat juga mulai ada kecenderunganterdistorsinya kearifanlokal dan budaya yang telah diwariskannenek moyang kita, yaitu gotong-Majalah detik 27 Januari - 2 februari 2014