12.07.2015 Views

m2mmpbk

m2mmpbk

m2mmpbk

SHOW MORE
SHOW LESS

You also want an ePaper? Increase the reach of your titles

YUMPU automatically turns print PDFs into web optimized ePapers that Google loves.

nasionalDai seleb seringtampil nyeleneh ditelevisi karena kegiatandakwah keagamaanyang sudah masukranah pasar. Ada hukumsupply and demand.Prof Dr KomaruddinHidayatSelain menyoroti ustad seleb, MUI akanmenertibkan para habib yang saat menggelarceramah sampai mengganggu pengguna jalan.Majelis Ulama menilai seharusnya pengajiandengan menutup jalan yang sampai menimbulkankemacetan tidak dilakukan.“Pengajian itu jangan sampai menggangguketertiban masyarakat. Jalan raya bukan tempatpengajian. Masak berdakwah mengganggu,bikin kemacetan,” tuturnya. Muhyidin mengatakanpara habib ini akan disurati dandiatur waktu untuk berdiskusi. Jangansampai syiar agama justru menimbulkanpersepsi buruk soal Islam di matamasyarakat.Sementara itu, mantan RektorUniversitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah,Jakarta, Prof Dr KomaruddinHidayat menilai munculnya ustad-ustadseleb bukan tanpa sebab. Merekajadi sering muncul di televisi lantaran adapermintaan dari masyarakat. “Dai seleb seringtampil nyeleneh di televisi karena kegiatandakwah keagamaan yang sudah masuk ranahpasar. Ada hukum supply and demand,” ujarKomaruddin kepada majalah detik.Karena itu, jika penonton tidak menghendaki,para ustad seleb pun akan jarang muncullagi. Jadi eksistensi mereka ditentukan pasar,yakni penonton. Namun, ketika para ustad itumulai melakukan hal yang nyeleneh, menurutKomaruddin, lembaga yang kompeten, semisalKomisi Penyiaran Indonesia, memang perlumengaturnya.Menanggapi permintaan itu, Bekti Nugroho,anggota Komisi Penyiaran Indonesia, mengakusudah memelototi semua tayangan di televisiyang menggunakan frekuensi publik. Tidakketinggalan terkait kiprah para ustad di televisi.Bekti mengimbau setiap stasiun televisi hanyamenyajikan program siaran atau iklan yangmencerdaskan dan memunculkan sikap kritis.“Sayang kalau frekuensi tidak digunakan sebagaimanamestinya. Jadi marilah kita gunakanfrekuensi sebagai sarana edukasi dan mengasahdaya kritis masyarakat. Kalau enggak, kitabakal kalah dari negara lain,” ucapnya.■ Kustiah Tanjung, Mauludi Rismoyo | DedenTap/klik untuk berkomentarMajalah detik 3 - 9 maret 2014

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!