BEDAH BUKUKEMISKINAN PEREMPUAN DALAMBERBAGAI DIMENSIJudulPengarangPenerbit: Potret Kemiskinan Perempuan: Noerdin, Edriana (et al): Women Research Institute (WRI) JakartaTahun : Cetakan 1, Maret 2006Kolasi: viii+163 hlm; 15x22 cmISBN : 979-99305-4-5Dalam isu gender dan kemiskinan, rumahtangga merupak an salah satu sumberdisk riminasi dan subordinasi terhadapp e r e m p u a n . K e t i d a k s e t a r a a n d a l a malokasi sumberdaya dalam rumah tanggamemperlihatkan laki-laki dan perempuanmengalami bentuk kemiskinan yang berbeda.Di ruang publik, kemisk inan perempuans e l a l u d i k a i t k a n d e n g a n t e r t u t u p n y aruang-ruang partisipasi perempuan dalampengambilan keputusan yang sifatnya formalbagi perempuan. Bagi perempuan, seringkonsep ruang publik ini diar tikan sebagaitenpat kerja atau tempat berusaha daripadaforum-forum di dalam komunitas. Keterlibatandalam forum publik di dalam komunitas punbiasanya terbatas dan masih tidak terlepas dariperan domestiknya.Persoalan lain yang dihadapi perempuan adalahpembangunan di segala bidang yang sering belum berpihakkepada perempuan. Program-program pembangunansecara formal dikuasai laki-laki, karena sumber daya yangterpenting dalam kehidupan selalu dikuasai oleh pihak yangmemiliki kekuatan sosial, ekonomi, dan politik lebih kuat.Maka, adanya marginalisasi terhadap peran perempuandalam pengambilan keputusan kerap terabaikan. Hal initerjadi karena perempuan tidak dilibatkan dalam prosesprosespengambilan keputusan yang bersifat formal.Persoalan ketimpangan gender terdapat dalam setiaplini kehidupan bermasyarakat, mulai dari struktur sosial,politik, dan ekonomi, kultur masyarakat, sampai padaproduk kebijak an yang dilahirk an. Realita persoalanyang dihadapi perempuan menunjuk an kemisk inan,k e t i d a k s e t a r a a n ,dan ketidakadilan dialami perempuan.Pengaruh sistem sosial budaya yang paternalistikberdampak besar dalam lahirnya produk-produk hukumyang bias gender yang merugikan perempuan. Diskriminasiperempuan, kesenjangan gender, maupun minimnyaperempuan sebagai pengambil keputusan masih terjadisampai saat ini. Padahal kesetaraan gender di Indonesiamempunyai dasar hukum yang cukup kuat antara lainUUD 1945 pasal 27 ayat 1, UU No. 7 Tahun 1984 tentangPengesahan Konvesi mengenai Penghapusan SegalaBentuk Disk riminasi terhadap Perempuan (LembaranNegara Tahun 1984 No. 29, Tambahan Lembaran NegaraNo.3177) pasal 2 butir b dan c, dan juga dalam UU No.39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, dalam pasal20 ayat 2, pasal 48, dan pasal 49.Dalam dokumen Strategi Nasional Penanggulangan20Perempuan Bergerak | Edisi II|Mei - Agustus 2008
Kemiskinan (SNPK ) memuat target-target pemerintahdalam program pengentasan kemiskinan, yakni pemenuhanhak-hak dasar setiap individu. Namun demikian, hal ituharus diimbangi dengan perumusan strategi capaian yangresponsif gender. Perempuan harus menjadi prioritasdalam target sasaran pengentasan kemiskinan, karenapengalaman perempuan dan laki-laki terhadap kemiskinanberbeda. Juga dalam akses sumberdaya politik maupunekonomi, perempuan masih jauh tertinggal dibandingkanlaki-laki. Sehingga, implementasi strategi pengentasankemiskinan harus mendorong peningkatan partisipasi dankesejahteraan perempuan.Akses politik dan tingkat keter wakilan perempuandalam lembaga politik formal, baik di tingkat nasionalmaupun lok al, besar pengaruhnya terhadap kualitash i d u p perempuan. Kualitas h i d u p p e re m p u a n t i d a kdapat dipisahkan dari kebijakan publik yang dibuat olehlembaga-lembaga politik, karena kebijakan itu diikuti olehalokasi anggaran untuk implementasinya. Dalam aksespekerjaan, jumlah perempuan masih kecil daripada lakilaki.Keterbatasan perempuan dalam mengakses pasartenaga kerja berlaku untuk semua tingkat pendidikan.Ketidakadilan dari aspek akses pekerjaan juga berimbasterhadap upah yang diterima ( jauh dari pekerja lakilaki).Adanya diskriminasi upah, jelas sangat merugikanperempuan, karena secara praktik, jam kerja perempuanlebih banyak dibandingkan laki-laki. Perbedaan upahm e n u r u t t i n g k a t p e n d i d i k a n a n t a r a l a k i - l a k i d a nperempuan dapat dilihat pada tabel berikut:Rata-rata upah/gaji/pendapatan pekerja* sebulan menurut tingkatpendidikan dan jenis kelamin, tahun 2001 dan 2002 (dalam rupiah)TingkatPendidikanPerempuan2001 2002Laki-lakiRasioUpah**PerempuanLaki-lakiSMU/SMK914.036 1.203.660 75,9 977.652 1.348.203 72,5RasioUpah**Jumlah 442.928 623.904 67,22 493.607 703.901 66,94Sumber: Data diolah dari data Sakernas tahun 2001 dan 2002 dalam SriHarijati Hatmadja (tidak dipublikasikan). Diambil dari buku PotretKemiskinan Perempuan, Women Research Institute, hal. 9.Keterangan: *) Pekerja buruh/karyawan dan pekerja bebas**) Rasio upah adalah upah perempuan dibagi upah lakilakiAngka tersebut ialah data tahun 2001-2002, sedangkandata Sakernas tahun 2006, kesenjangan upah tidak hanyaterjadi dalam lapangan pekerjaan (rata-rata upah laki-lakiRp. 827.101 per bulan dibanding upah perempuan Rp.612.131). Dari sisi pekerjaan (rata-rata upah laki-laki Rp.1.119.233 per bulan dibanding upah perempuan Rp.829.870), dan segi pendidikan (rata-rata upah laki-lakiRp. 1.338.433 per bulan dibanding upah perempuanRp. 764.795). Hal ini menunjukan bahwa implementasipemenuhan hak perempuan belum berjalan optimal.Karena diskriminasi upah masih terjadi sampai tahun2006, walaupun belum ada data terbaru.Keterbatasan akses perempuan terhadap sumberproduksi atau aset produktif berupa tanah, rumah, danlainnya juga menentukan ada tidaknya akses perempuanke modal atau kredit. Namun aset produktif sebagianbesar dikuasai laki-laki, sehingga untuk melakukankegiatan-kegiatan yang berhubungan dengannya harusmendapat izin suami. Ini menunjukan adanya dominasilaki-laki terhadap pengambilan keputusan atau kontrolaset produksi. Keterbatasan dalam akses aset produksiyang menghambat perempuan untuk mengembangkanusaha di sektor formal mengakibatkan perempuanm e m i l i h b e k e r j a d i s e k t o r i n fo r m a l , a n t a r a l a i ndengan menjadi Tenaga Kerja Wanita ( TKW ). Namunbegitu, perlindungan hukum terhadap para TK Wlemah, sehingga mereka mengalami berbagai tindakkekerasan dan eksploitasi. Hal yang sama juga terjaditerhadap pembantu rumah tangga yang bekerja didalam negeri.S a m p a i k i n i , p e r e m p u a n b e l u m s e p e n u h n y amemperoleh haknya atas layanan kesehatan reproduksiyang bermutu. Buk an hanya masalah akses yangt e r b a t a s , n a m u n j u g a b e l u m m e n j a d i p r i o r i t a sp e m b a n g u n a n . S e d i k i t n y a k e t e r s e d i a a n t e n a g akesehatan yang mudah diakses dengan biaya murah,terutama di daerah- daerah terpencil menunjuk anketidak-seriusan pemerintah dalam memberikan hakdasar perempuan. Tingginya Angk a Kematian I bu(AKI) di Indonesia yakni, 307 orang per 100.000 orang(Data Survey Demografi Kesehatan Indonesia tahun2002/2003), yang 35-50 persen akibat aborsi yangtidak aman. Oleh karena minimnya akses pelayanankesehatan reproduksi yang baik dan aturan aborsi yangbias gender, maka itu harusnya mendapat perhatianserius pemerintah untuk membuat kebijakan yangmemprioritask an kepentingan perempuan dalampembangunan.Dalam bidang pendidikan, negara telah menjaminhak tiap warga negara untuk mendapatkan pendidikantanpa membedakan jenis kelamin. Yang menjaminhal itu ialah UUD 1945 Pasal 31 ayat 1 yaitu, “SemuaBEDAH BUKU21Perempuan Bergerak | Edisi II |Mei - Agustus 2008