BEDAH BUKUwarga negara berhak mendapat pengajaran”. Dalamhal pendidikan dasar, tingkat partisipasi antara lakilaki dan perempuan telah mencapai lebih dari 97persen. Namun akses terhadap pendidikan lanjutanm a k i n b e r k u rang, s e h i n g g a b e r i m b a s p a d a k i a ntingginya angka perbedaan pendidikan berdasarkangender. Semakin tinggi jenjang pendidikan makinsulit perempuan untuk mengaksesnya. Perbedaanangka buta huruf antara perempuan dan laki-laki punmasih tinggi. Hambatan yang sampai kini terjadi dalamhal pendidikan perempuan adalah, dari segi budaya,bahwa setinggi-tingginya pendidikan maka akhirnyaharus bekerja di rumah tangga.Budaya kawin muda sampai saat ini masih terjadi dipedesaan (di daerah-daerah terpencil). Selain hambatanbudaya, hambatan ekonomis juga mendominasi, yakniketerbatasan beaya untuk sekolah sehingga keluargamiskin cenderung menyekolahkan anak laki-lakinyad a r ipada anak pere m p u a n . B u d aya m e n g a n g g a pbahwa laki-laki adalah pencari nafkah. Padahal, dalambeban kerja, alokasi waktu atau jam kerja, perempuanl e b i h p a n j a n g d i b a n d i n g l a k i - l a k i , tetapi s e c a raekonomis penghasilan laki-laki lebih tinggi daripadaperempuan. Perempuan harus ber tanggungjawabterhadap pekerjaan produktif, reproduktif, dan fungsifungsisosial di komunitas, sedangkan laki-laki hanyaber tanggungjawab dalam hal pekerjaan produktif.Pekerjaan domestik yang dilakukan perempuan tidakdikatakan sebagai pekerjaan, karena tidak dibayardan tidak menghasilkan materi, serta memiliki jamkerja yang tidak terbatas karena dikerjakan sepanjangwaktu. Kondisi yang tidak seimbang ini adalah prosespemiskinan perempuan.Fenomena kemiskinan perempuan dalam berbagaidimensi tidak lepas dari implementasi program-programpemerintah. Salah satunya dalah hal alokasi anggaranp e m b e r d a y a a n d a n p e n i n g k a t a n k e s e j a h t e r a a nperempuan. Alokasi anggaran untuk kesejahteraanperempuan dalam APBD di tiap daerah beragam,namun kesimpulannya sama, yakni minim. Yang perludicatat adalah ketersediaan alokasi anggaran untukpemberdayaan perempuan dalam program yang diaturdalam Perda lebih ditujukan pada sektor domestik atauprivat, bukan dalam peningkatan partisipasi publikperempuan.penting untuk dimasukan dalam penyusunan programpengentasan kemisk inan dan perumusan inter vensi.Integrasi perspektif gender dalam strategi dan program,aksi intervensi, pemantauan, dan evaluasi harus melibatkanp e r e m p u a n a g a r k e m i s k i n a n b e r b a s i s g e n d e r d a nkemiskinan pada umumnya dapat dikurangi.Berbagai dimensi pemiskinan perempuan ini diuraikansecara jelas dalam buku Potret Kemiskinan Perempuanterbitan Women Research Institute ( WRI) ini. Buku inim e r u p a k a n k u m p u l a n t u l i s a n W R I m e n g e n a i ragampersoalan kemiskinan perempuan di Indonesia. Buku inimencoba mengantarkan para pembaca pada suatu realitasbahwa sekalipun sudah dilahirkan berbagai landasan hukumuntuk meningkatkan kesetaraan gender di Indonesia,namun masih saja persoalan kemiskinan berbasis genderbelum teratasi.S elain memberik an uraian mengenai pemisk inanp e re m p u a n , W R I j u g a m e m b e r i k a n b e b e rapa s o l u s iuntuk mengatasai ketimpangan gender yang sampaisaat ini masih terjadi di masyarakat, yakni antara lain:1)Meningkatkan akses perempuan terhadap kesempatankerja dan berusaha, pendidikan yang murah dan bermutu,pelayanan kesehatan umum dan kesehatan reproduksiyang murah dan bermutu, sumber daya modal, bahanbaku, pasar kerja, informasi, pengembangan teknologibagi pengembangan usaha, pupuk murah, lahan pertanian,air bersih, serta keterlibatan dalam pengambilan keputusandalam kelembagaan sosial, politik, eksekutif, dan legislatif;2) Keterlibatan perempuan dalam mengontrol prosesperencanaan, pelaksanaan, pengalokasian anggaran danmemantau jalannya kebijakan dan program pengentasank e m i s k i n a n ; 3 ) M e n i n g k a t k a n p e n e r i m a a n m a n f a a tdari program-program pengentasan kemiskinan padakhususnya, dan program-program pembangunan padaumumnya oleh perempuan. (IK) ***Kesimpulannya, dalam pengentasan pemiskinanperempuan, perspektif dan analisi gender sangat22Perempuan Bergerak | Edisi II|Mei - Agustus 2008
TAK ADA KATA TUA UNTUKKELUARGABEDAH FILMJudul: Tulang PunggungSutradara: K. ArdiPemain: WaginahProduksi: Komunitas Mata HatiDurasi: 45 menitPerempuan tua, Waginah, bersama suaminya yang jugarenta, hidup berdua di kota Yogyakarta. Waginah,88 tahun, asal Panjul, Kulon Progo, tak punyapenghasilan tetap. Waginah hidup serba pas-pasan. Dia harusmembanting tulang untuk menghidupi keluarga besarnya. Sudah30 tahun Waginah bekerja sebagai buruh gendong sayur-mayur.Ia tak punya sawah yang luas. Kalau sawahnya luas, pastilah iabisa menghidupi keluarganya tanpa harus bekerja sebagai buruhgendong. Ketika anak-anaknya masih kecil, suaminya bekerjasebagai tukang becak. Sekarang sudah tua, maka suaminyahanya jaga rumah atau jadi petani penggarap lading.Waginah setiap harinya bangun jam 2.30 dini hari untuk mulaibekerja. Ketika pintu belakang pasar sudah dibuka, Waginahlangsung berangkat ke toko Progo. Kemudian ia mengangkatbarang ke Pendopo pasar yang terletak di belakang pasar, berjalankaki tanpa sandal. Sekitar jam 6 pagi atau jam 7.30 pagi, ia selalumengambil barang dari gemblakan lalu dibawa ke pasar. Setelahitu, ia mencari pelanggan lagi sampai ada yang menyuruhnyamengantarkan barang mereka.Waginah punya 5 orang pelanggan 5 tetap. Setiap merekabelanja, Waginah selalu membawanya sampai ke rumah merekaatau ke tempat mereka biasa berbelanja. Ongkos mengangkatbarang tergantung mereka memberinya. Kalau dekat biasanya Rp2.000. Namun kalo jauh bisa Rp 3.000 sampai Rp 4.000. Bila nasibsedang baik dan ketemu Ndoro atau tuan besar, ia bisa dapat Rp5.000. Setiap hari Waginah bisa memperoleh uang Rp 15.000 dandapat lebih besar, kalau bertemu para Priyayi, karena berbedaantara upah yang diberikan priyayi dengan pedagang biasa.Waginah sekarang sudah lanjut usia dan tidak kuat mengangkatbeban yang terlalu berat. Namun ia tidak terlalu ngoyo dalammencari rejeki, hanya sedapatnya saja. Ketika masih muda, diakuat mengangkat beban 60 kg sampai 70 kg. kini, ia hanya mampumengangkat beban 50 kg. Untuk makan sehari-hari, Waginahtua hanya menghabiskan Rp. 3.000 karena makan nasi hanyapagi dan sore saja. Siang hari, ia makan jajanan dan minum. Totalpengeluaran Waginah sehari sekitar Rp 4.000. Untuk buang airkecil habis Rp 1.000.Sudah hampir dua tahun Waginah menginap di pasar. Itu puntidak di pungut beaya, jika kekamar mandi untuk mencuci Rp500, mandi Rp 500, dan buang air Rp 300. Sebenarnya, sama sajadengan mengontrak rumah, namun pengeluarannya tidak terasa.Untuk keperluan kamar mandi, dalam sebulan menghabiskan lebihdari Rp 30.000. Dulu Waginah pernah ngontrak rumah di sampingpasar di Saudagaran, dekat pasar Kuncen. Ia pulang paling-palingkalau ada tetangga yang meninggal. Itu juga tidak pasti. Tetapi,kalau ada tetangganya hajatan atau saat musim tanam, Waginahtinggal di rumah sampai 3 hari. Kalau capek dan darah naik, iabisa istirahat sampai 10 hari untuk pulih, selain pergi ke dokter.Biasanya Waginah makan mentimun hingga 2 kg jika darah sedangturun agar cepat pulih. Anaknya juga membelikan tongseng untukpenambah darah.Waginah tua senantiasa berdoa agar tetap bisa bekerja sampaiajal menjemputnya, sehingga nantinya bisa mengasuh anak-cucu.Kalau tidak kuat bekerja, dia minta makan pada anak-anaknya,dengan menuruti permintaan anaknya agar membayar hutangyang banyak itu. Jika tidak dituruti, anaknya bisa kecewa dan pergi.Kepada siapa lagi dia akan minta makan kalau anaknya pergi?Maka, masa tua Waginah semakin susah karena masih harus makanpadahal sudah lemah untuk bekerja. (RK/NE)23Perempuan Bergerak | Edisi II |Mei - Agustus 2008