Create successful ePaper yourself
Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.
Kisah Perjuangan Pribadi Sukses Menggapai Mimpi<br />
konglomerat? Mungkinkah saya juga<br />
bisa seperti dia?<br />
Pertanyaan itu berkecamuk di<br />
pikirannya. Ada asa yang<br />
menghinggapinya seketika, meski di satu<br />
sisi, ia juga merasa ini mustahil.<br />
IV. Spirit Dari Kisah Anak Desa<br />
Jadi Konglomerat<br />
Pucuk dicinta ulam tiba. Di saat mimpimimpi<br />
untuk menuai sukses<br />
mengusiknya, Anwar datang dari<br />
Ujungpandang. Ia membawa kabar<br />
gembira tentang peluang usaha di kota.<br />
Anwar mengatakan, beberapa waktu<br />
lalu, rekannya bernama Nasaruddin<br />
menawari kerja sama untuk membuka<br />
usaha konveksi di pusat pertokoan,<br />
Jalan Irian. Nasarudin punya sepetak<br />
lods kecil di sana dan bisa dimanfaatkan<br />
untuk membuka usaha menjahit.<br />
Keduanya lalu sepakat memanggil Ashar<br />
ke Ujungpandang untuk membuka<br />
usaha penjahitan di pusat pertokoan itu.<br />
Awalnya, Ashar ragu. Di samping karena<br />
pertimbangan modal, ia juga merasa<br />
belum begitu ahli menjahit.<br />
Dulu semasa ayahnya masih hidup,<br />
Ashar hanya menjahit pakaian-pakaian<br />
yang tidak terlalu rumit, seperti celana<br />
dan baju-baju kemeja model<br />
konvensional.<br />
Ia khawatir, di Ujungpandang nanti<br />
malah disodori pakaian-pakaian yang<br />
bermotif rumit. Tetapi Anwar<br />
mendesaknya agar berani mencoba.<br />
Katanya, daripada hidup tak menentu<br />
di kampung, lebih baik mengadu nasib<br />
di Ujungpandang.<br />
Ashar jadi teringat artikel anak desa<br />
yang jadi konglomerat di majalah<br />
Prisma. “Mungkinkah ini jalan yang<br />
ditunjukkan Allah?” Begitu hatinya<br />
berujar.<br />
Dengan keyakinan dan dorongan<br />
kakaknya, Ashar akhirnya hijrah ke<br />
Ujungpandang pada pertengahan tahun<br />
1976. Saat itu, Anwar juga sudah<br />
menyelesaikan kuliah S1 di perguruan<br />
tinggi.<br />
Ashar mulai sadar ternyata kehidupan<br />
di kota tidak lebih mudah dari apa yang<br />
pernah dijalaninya di desa. Ia kembali<br />
teringat kisah anak desa yang menjadi<br />
konglomerat.<br />
Di salah satu penggalan kisahnya sang<br />
konglomerat bercerita tentang kerasnya<br />
kehidupan kota. Bertahan hidup hanya<br />
dengan makan sekali sehari selama<br />
bertahun-tahun. Ia bahkan mulai<br />
dihinggapi rasa putus asa, dan akan mati<br />
dalam kelaparan.<br />
Ternyata, apa yang digambarkan<br />
konglomerat itu benar adanya. Ashar<br />
27