You also want an ePaper? Increase the reach of your titles
YUMPU automatically turns print PDFs into web optimized ePapers that Google loves.
82<br />
DESTINATION<br />
Menurut cerita warga lokal, Warung Bakmi Kang<br />
Sum adalah warung penjual menu kuliner Mie<br />
Lethek pertama di Bantul. Di antara pedagang<br />
lainnya, Warung Kang Sum cukup mudah dikenali<br />
karena terdapat lampu menggantung berwarna<br />
merah menyerupai lampu ambulans yang<br />
dipajang di gerobaknya.<br />
CD<br />
Selain dapat mencicipi cita rasa khasnya, kita<br />
dapat mengunjungi pabriknya dan melihat proses<br />
pembuatan Mie Lethek di Dusun Bendo, Desa<br />
Trimurti, Kecamatan Srandakan, Bantul. Di<br />
pabrik milik Yasir Feri Ismatrada tersebut, saya<br />
menghabiskan satu hari penuh untuk menyaksikan<br />
tahap demi tahap proses pembuatan Mie Lethek<br />
dengan dipandu langsung oleh beberapa pekerjanya<br />
yang rata-rata telah berusia renta.<br />
Proses pembuatan Mie Lethek Bantul masih<br />
sangat tradisional. Batu penggiling raksasa<br />
berdiameter sekitar dua meter dan berbobot satu<br />
ton menjadi alat pengaduk adonan utama yang<br />
digerakkan menggunakan tenaga sapi. Bahan dasar<br />
pembuatan mie berasal dari tepung singkong atau<br />
tepung tapioka yang diolah secara murni tanpa<br />
bahan pengawet.<br />
Mencoba menyantap sajian Mie Lethek dapat<br />
menjadi salah satu alternatif yang tepat saat<br />
berwisata di Bantul. Selain dapat merasakan cita<br />
rasa gurihnya yang khas, kita pun bisa melihat<br />
secara langsung proses pembuatannya yang unik<br />
dengan menggunakan tenaga sapi berkolaborasi<br />
dengan para pekerja berusia renta namun masih<br />
memiliki semangat dan daya juang luar biasa.<br />
BERBURU TENUN LURIK<br />
Selesai berkuliner ria, saatnya berburu salah satu<br />
cindera mata unik khas Bantul, yakni kain tenun lurik.<br />
Saya pun sempat mengunjungi pabrik Kurnia Lurik di<br />
kawasan Krapyak Wetan, Sewon, Bantul. Selain dapat<br />
berbelanja berbagai motif dan kreasi unik berbahan<br />
kain tenun lurik, pengunjung juga dapat menyaksikan<br />
proses penenunannya secara langsung.<br />
Kain tenun lurik sejatinya adalah sebuah wujud<br />
proses budaya bagi masyarakat lokal setempat<br />
dimana tersirat beragam makna dari setiap motif<br />
yang dihasilkan.<br />
Lurik berasal dari Bahasa Jawa yakni ‘lorek’ yang<br />
berarti garis. Garis-garis lurus di setiap motif kain<br />
tenun lurik melambangkan simbol kesederhanaan<br />
masyakakat jawa kalangan kawulo alit atau kelas<br />
pribumi di masa lalu.<br />
B<br />
C<br />
D<br />
E<br />
CE<br />
“JIKA ANDA MENGERTI NEGERI INI DENGAN BERBAGAI<br />
BUDAYANYA, MAKA ANDA AKAN DAPAT MEMAHAMI<br />
ALASAN MENGAPA KAMI MEMPERTAHANKAN LURIK INI”.<br />
Sandboarding Gumuk<br />
Pasir Parangtritis.<br />
Mei Lethek.<br />
Tenun Lurik Kurnia.<br />
Mie Lethek Kang Sum.<br />
Saat masuk ke dalam pabrik untuk melihat langsung<br />
proses pembuatannya, saya menjumpai para pekerja<br />
yang sibuk menenun dengan alat tenun sederhana<br />
atau disebut Alat Tenun Bukan Mesin (ATBM).<br />
Proses pembuatannya yang masih dikerjakan secara<br />
manual ini sengaja dipertahankan oleh Jussy Rizal<br />
selaku sang pemilik untuk menjaga kualitas dan<br />
pakem motif yang berasal dari nilai filosofi warisan<br />
dari leluhurnya secara turun temurun.<br />
Kunjungan ke pabrik kain tenun lurik ini<br />
merupakan sebuah pengalaman baru yang<br />
memperkaya wawasan tentang arti penting<br />
dari sebuah proses sekaligus penutup<br />
rangkaian perjalanan singkat di sudut selatan<br />
Yogyakarta. Sebelum berpamitan, Jussy Rizal<br />
sempat berkata, “Jika anda mengerti negeri<br />
ini dengan berbagai budayanya, maka anda<br />
akan dapat memahami alasan mengapa kami<br />
mempertahankan lurik ini”.<br />
EDISI 70 | DESEMBER 2016 |