28.04.2013 Views

LAPORAN AKHIR - Kementerian Riset dan Teknologi

LAPORAN AKHIR - Kementerian Riset dan Teknologi

LAPORAN AKHIR - Kementerian Riset dan Teknologi

SHOW MORE
SHOW LESS

You also want an ePaper? Increase the reach of your titles

YUMPU automatically turns print PDFs into web optimized ePapers that Google loves.

<strong>LAPORAN</strong> <strong>AKHIR</strong><br />

I No. 57<br />

PEMANFAATAN KOMPOS SEBAGAI TANAH PENUTUP<br />

(COVER SOIL) DAN PEREDUKSI GAS RUMAH KACA<br />

(GRK) DI TPA SAMPAH<br />

PROGRAM INSENTIF PEREKAYASA<br />

KEMENTERIAN NEGARA RISET DAN TEKNOLOGI<br />

Peneliti Utama :<br />

Ir. Wahyu Purwanta, MT<br />

Lembaga:<br />

Pusat <strong>Teknologi</strong> Lingkungan<br />

Deputi Bi<strong>dan</strong>g <strong>Teknologi</strong> Pengembangan Sumberdaya Alam<br />

Ba<strong>dan</strong> Pengkajian <strong>dan</strong> Penerapan <strong>Teknologi</strong><br />

Tahun Anggaran 2010


LEMBAR IDENTITAS DAI'J PENGESAHAN<br />

DAFTAR lSI<br />

Halaman<br />

RlNGKASAN ii<br />

PRAKATA iii<br />

DAFrAR lSI iv<br />

DAFrAR TABEL v<br />

DAFrAR GAMBAR vi<br />

BAB I PENDAHULUAN 1<br />

1.1 Latar Belakang 1<br />

1.2 Ruang Lingkup Kegiatan 2<br />

BAB II TlNJAUAN PUSTAKA 4<br />

2.1 Metode Pengendalian GRK di TPA Sampah 4<br />

2.2 Biofilter Sebagai Pendekatan Ekoteknologi 6<br />

BAB III TUJUAN DAN MANFAAT 13<br />

3.1 Tujuan 13<br />

3.2 Manfaat 13<br />

BAB IV METODOLOGI 14<br />

4.1 Umum 14<br />

4.2 Tempat <strong>dan</strong> Waktu Penelitian 14<br />

4.3 Populasi <strong>dan</strong> Sampel Penelitian 14<br />

4.4 Variabel Penelitian 15<br />

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 19<br />

5.1 Uji Kinerja Media Kompos 19<br />

5.2 Uji Kinerja Media Tanah TPA 22<br />

5.3 Analisis Hasil 25<br />

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 39<br />

DAFrAR PUSTAKA<br />

6.1 Kesimpulan 39<br />

6.2 Saran 39<br />

IV


DAFTAR TABEL<br />

Tabel 1. Variabel penelitian <strong>dan</strong> satuan pada kedua jenis media biofiltrasi 16<br />

Tabel 2. Kriteria desain biofilter hasil perhitungan 16<br />

Tabel 3. Jadwal reneana kegiatan 18<br />

Tabel 4. Hasil pengukuran pada media bed kompos, ketebalan 25 em 26<br />

Tabel 5. Hasil pengukuran pada media bed kompos, ketebalan 15 em 30<br />

Tabel 6. Pengukuran Untuk Tujuan Kontrol 32<br />

Tabel 7. Hasil pengukuran pada media bed tanah penutup TPA ,<br />

ketebalan 15 em 33<br />

Tabel 8. Hasil pengukuran pada media bed tanah penutup TPA ,<br />

ketebalan 25 em 36<br />

v


DAFTAR GAM BAR<br />

Gambar 1. Rentang aplikasi teknologi pengendalian polusi udara 11<br />

Gambar 2. Pengukuran dengan media bed kompos 25 em 19<br />

Gambar 3. Pengukuran dengan media bed kompos 15 em 19<br />

Gambar 4. Hubungan durasi pengamatan terhadap efisiensi<br />

penyisihan CH 4 pada kolom kompos setinggi 25 em 20<br />

Gambar 5. Hubungan durasi pengamatan terhadap efisiensi<br />

penyisihan CH 4 pada kolom kompos setinggi 15 em 20<br />

Gambar 6. Hubungan durasi pengamatan dengan konsentrasi CO 2<br />

pada ketinggian kolom kompos 25 em 21<br />

Gambar 7. Hubungan durasi pengamatan dengan konsentrasi CO 2<br />

pada ketinggian kolom kompos 15 em 21<br />

Gambar 8. Pengukuran kinerja biofilter media tanah penutup TPA 22<br />

Gambar 9. Hubungan durasi pengamatan terhadap efisiensi penyisihan<br />

CH 4 pada kolom tanah penutup TPA setinggi 25 em 23<br />

Gambar 10. Hubungan durasi pengamatan terhadap efisiensi penyisihan<br />

CH 4 pada kolom tanah penutup TPA setinggi 15 em 23<br />

Gambar 11. Hubungan durasi pengamatan dengan konsentrasi CO 2 pada<br />

Ketinggian kolom tanah penutup TPA 25 em 24<br />

Gambar 12. Hubungan durasi pengamatan dengan konsentrasi CO 2 pada<br />

Ketinggian kolom tanah penutup TPA 15 em 24<br />

VI


1.1 Latar Belakang<br />

BABI<br />

PENDAHULUAN<br />

Di Indonesia saat ini terdapat 418 Tempat Pembuangan Akhir (TPA) sampah yang<br />

hampir 95%-nya tidak dilakukan pengelolaan atau dikelola sea<strong>dan</strong>ya sehingga<br />

merupakan tempat pembuangan terbuka (open dumping). Sementara sisanya walau<br />

dilakukan pengelolaan namun tidak sepenuhnya memenuhi kaidah pengelolaan<br />

yang ramah lingkungan dalam bentuk sanitary landfill paling jauh menerapkan<br />

prinsip controlled landfill. Kondisi ini membuat TPA sampah menjadi sumber<br />

pencemaran terkait dengan lindi <strong>dan</strong> emisi gas-gas rumah kaca (GRK) yang<br />

dikeluarkannya. Telah umum diketahui bahwa lindi TPA sering mencemari air tanah<br />

<strong>dan</strong> air permukaan jika tidak diolah terlebih dahulu. Sebaliknya gas-gas yang<br />

dihasilkan dari proses anaerobik di TPA umumnya menghasilkan gas metana (CH 4 )<br />

<strong>dan</strong> karbondioksida (C02) yang termasuk gas rumah kaca yang diduga<br />

menyebabkan pemanasan global. Global Warming Potential (GWP) gas metana<br />

bahkan 21 kali lebih kuat dibanding gas karbondioksida. Secara nasional, emisi GRK<br />

dari sektor limbah termasuk persampahan menyumbang 13,9% dari total emisi GRK<br />

Indonesia (KMNLH, 2009).<br />

Menurut Un<strong>dan</strong>g Un<strong>dan</strong>g no. 18 tahun 2008, pengelolaan sampah diarahkan untuk<br />

memaksimalkan prinsip 3R (reduce, reuse/ <strong>dan</strong> recycle) serta melakukan<br />

pemrosesan di sisi pembuangan akhir. Apabila ini terlaksana secara baik oleh pihak<br />

pemerintah kota/kabupaten, maka konsekuensinya adalah akan didapatinya produk<br />

hasil recycle sampah organik berupa kompos <strong>dan</strong> dari produk recycle anorganik<br />

non-kompos. Produk anorganik berupa plastik, kertas, kaca <strong>dan</strong> logam barangkali<br />

tidaklah terlalu sulit untuk diserap pasar mengingat selama ini sudah ada<br />

mekanisme pasar tersendiri melalui pemulung, pelapak <strong>dan</strong> bandar. Se<strong>dan</strong>gkan<br />

produk kompos akan menjadi tanda tanya besar terkait belum terbiasanya para<br />

petani kita memakai kompos. Dengan tingkat penerapan 3R yang masih rendah, di<br />

bawah 3% saat ini saja, kompos masih sulit bersaing dengan pupuk kimia.<br />

Di sisi hilir pengelolaan sampah, pemerintah kota/kabupaten juga harus mulai<br />

membuat rencana penutupan TPA open dumping <strong>dan</strong> mulai membangun TPA yang<br />

menerapkan kaidah sanitasi yang ramah lingkungan. Secara teori jika suatu TPA<br />

sampah ditutup maka proses produksi gas metana di dalam sampah masih<br />

berlangsung <strong>dan</strong> ini sangat berbahaya jika tidak dikelola dengan baik.


Upaya pengendalian metana <strong>dan</strong> gas rumah kaca lainnya di TPA sampah umumnya<br />

adalah dengan dua cara yakni mengurangi sampah organik di sumbernya misalnya<br />

melalui pengomposan se<strong>dan</strong>gkan yang kedua adalah mengendalikan emisi di TPA<br />

khususnya bagi TPA eksisting. Pengendalian gasbio di TPA umumnya dilakukan<br />

dengan membakarnya (flaring) atau mengolah <strong>dan</strong> memanfaatkannya (recovem<br />

bagi energi listrik. Recovery gasbio akan sangat tergantung pada kualitas (grade)<br />

dari gas bersangkutan serta kuantitasnya.<br />

Masalahnya upaya pengelolaan ataupun pemanfaatan gasbio akan sangat terkait<br />

dengan sisi keekonomiannya. Pada TPA sampah kota metropolitan <strong>dan</strong> kota besar<br />

(input sampah di atas 1000 ton/hari) maka cukup layak untuk mengelola metana<br />

dengan memanfaatkannya sebagai sumber energi maupun membakarnya (flaring)<br />

melalui skema Clean Development Mechanism (CDM) (Morton, 2005). Data U.s EPA<br />

menunjukkan bahwa hanya TPA dengan kandungan sampah minimum 900.000 ton<br />

yang mampu menumbuhkan (generate) energi <strong>dan</strong> layak secara ekonomi, dengan<br />

demikian proyek LFGTE (Landfill gas to energy» umumnya lebih banyak di TPA kota­<br />

kota besar (Stein, 2000).<br />

Masalahnya bagaimana dengan TPA-TPA kecil <strong>dan</strong> se<strong>dan</strong>g yang justru jumlahnya<br />

mencapai 88 % dari total 418 TPA di atas. Secara teoritis, kurang layak jika<br />

diterapkan konsep LGTE (/andfillgas to energy» sementara mereka secara sporadis<br />

justru memberikan kontribusi emisi gas rumah kaca yang besar karena akumulatif.<br />

Indonesia sendiri telah mencanangkan untuk memangkas emisi GRK hingga 26%<br />

sampai tahun 2020 (KMNLH, 2009).<br />

Dengan latar belakang tersebut maka perlu dilakukan perpaduan konsep antara<br />

tetap menerapkan teknik 3R disisi hulu sampah <strong>dan</strong> memanfaatkan side product<br />

aktivitas dihulu sebagai materi pengelolaan sampah di hilir (TPA). Idenya adalah<br />

memanfaatkan kompos sebagai biofilter untuk remediasi gas rumah kaca khususnya<br />

gas metana yang dihasilkan baik pada proses penutupan TPA open dumping<br />

maupun operasionalisasi TPA baru yang tersanitasi. Pendekatan ini termasuk<br />

ekoteknologi mengingat tidak a<strong>dan</strong>ya input energi fosil, memanfaatkan limbah<br />

sebagai bagian dari proses <strong>dan</strong> prosesnya bersifat hayati.<br />

1.2 Ruang Lingkup Kegiatan<br />

Untuk mensimulasikan suatu uji biofilter untuk mengeliminasi gas CH 4 tersebut<br />

maka dibuat suatu rangkaian penelitian yang melibatkan pembuatan biofilter atau<br />

reaktor uji dengan media kompos <strong>dan</strong> tanah penutup TPA yang umum diaplikasikan<br />

di TPA. Berdasarkan hasil kajian teori, bahwa kompos maupun tanah penutup<br />

2


erpotensi sebagai biofilter untuk berlangsungnya proses oksidasi CH 4 di TPA<br />

sampah. Mengingat besarnya potensi kompos dengan segala karakteristiknya di<br />

Indonesia, maka perlu diteliti kapasitas eliminasinya terhadap emisi CH 4 <strong>dan</strong><br />

dibandingkan dengan tanah penutup yang umum digunakan di TPA. Perbandingan<br />

ini diperlukan agar kelak hasil penelitian dapat menjadi pertimbangan bagi<br />

pengambil keputusan apakah akan memanfaatkan kompos atau tanah penutup<br />

biasa tergantung ketersediaan <strong>dan</strong> keekonomiannya. Penelitian tentang<br />

kemampuan kompos <strong>dan</strong> tanah penutup sebagai biofilter pengoksidasi CH 4 akan<br />

memberi umpan balik pada kebijakan penanganan sampah perkotaan saat ini<br />

utamanya kota keeil <strong>dan</strong> penutupan TPA-TPA lama.<br />

Model penelitian kemampuan biofiltrasi disusun dengan mengukur fluks influen <strong>dan</strong><br />

efluen CH 4, CO2, suhu, moisture content, pH <strong>dan</strong> O2 pada beberapa kedalaman<br />

media. Seluruh pereobaan tidak ada perlakuan (intervensi) untuk suhu, pH <strong>dan</strong> laju<br />

O2• Pembedaan dilakukan pada jenis media yakni kompos <strong>dan</strong> tanah penutup yang<br />

berarti mengaeu pada parameter nutiren, ketebalan/ketinggian media bed <strong>dan</strong><br />

kelembaban (moisture content) media biofilter.<br />

Kondisi suhu, pH <strong>dan</strong> O2 tidak diadakan perlakuan karena pada prakteknya di<br />

lapangan atau pada tingkat penerapan teknologi ini kelak, akan menjadi parameter<br />

yang sulit dikendalikan. Adapun jenis media dibedakan karena pada aplikasinya<br />

nanti, pihak pengguna akan dapat menentukan pilihan jenis media disesuaikan<br />

dengan ketersediaan sumberdaya lokal <strong>dan</strong> tingkat kualitas udara yang ingin dieapai.<br />

Se<strong>dan</strong>gkan kedalaman atau ketebalan media menjadi dasar bagi perhitungan<br />

ekonomi khususnya harga penyediaan media oleh pihak pengguna <strong>dan</strong> tingkat<br />

efisiensi pengolahan CH 4 yang diinginkan.<br />

3


BAB II<br />

TINJAUAN PUSTAKA<br />

2.1 Metode Pengendalian GRK di TPA Sampah<br />

Mengingat dampak yang timbulkan oleh gasbio (LFG), maka berbagai upaya dalam<br />

wujud teknologi telah dikaji <strong>dan</strong> diaplikasikan di TPA. Untuk gas CH 4 sendiri telah<br />

lama diupayakan selain direduksi emisinya juga sekalian dimanfaatkan sebagai<br />

sumber energi yang dikenal dengan istilah Landfill Gas to Energy (LFGTE). Upaya<br />

pengendalian emisi gas CH 4 di TPA dapat ditempuh antara lain dengan;<br />

1. Mengendalikan sejak di sumber yang berarti mengurangi sampah organik<br />

yang dibawa ke TPA misal melalui pengomposan.<br />

2. Merekover gas baik secara aktif (dimanfaatkan sebagai energi atau hanya<br />

dibakar) maupun secara pasif (venting).<br />

3. Memodifikasi sistem penutup TPA agar secara alami terjadi oksidasi terhadap<br />

CH 4 oleh bakteria methanothropic.<br />

4. Melakukan aerasi di TPA agar tidak terjadi kondisi anaerob.<br />

Metode rekoveri gas CH 4 umumnya gas dikumpulkan terlebih dahulu baru kemudian<br />

dimanfaatkan. Sekali dikumpulkan maka pilihan-pilihan yang tersedia adalah (a)<br />

membakarnya (flaring), (b) konversi ke panas (boilerj, (c) diubah menjadi listrik<br />

dengan internal combustion engine, gas turbine atau fuel cell, (d) konversi CH4<br />

menjadi metanol <strong>dan</strong> (d) membersihkannya (cleaning) <strong>dan</strong> disalurkan ke sistem<br />

perpipaan gas kota (Willumsen, 2009).<br />

Seandainya tidak dimanfaatkan sebagai energi, gasbio dapat diolah dengan<br />

berbagai prinsip teknologi sebagaimana layaknya pencemar udara seperti absorpsi,<br />

pemisahan dengan membran, adsorpsi, wet scrubbing atau kondensasi. I\lamun<br />

teknik-teknik tersebut jarang diterapkan di TPA sampah <strong>dan</strong> lebih sering<br />

diaplikasikan pada pengendalian pencemaran udara industrial. Untuk pengendalian<br />

gas di TPA umumnya dibakar, venting atau di manfaat sebagai energi.<br />

Masalahnya adalah jika dimanfaatkan sebagai energi memerlukan kajian matang<br />

<strong>dan</strong> tidak semua TPA layak secara ekonomi. Pemanfaatan (recovem CH 4 dari TPA<br />

secara ekonomi terka<strong>dan</strong>g sulit dilakukan mengingat rendahnya konsentrasi gas<br />

4


serta konsentrasinya yang ka<strong>dan</strong>g tidak stabil. Se<strong>dan</strong>gkan pembakaran yang tidak<br />

sempurna akibat rendahnya suhu pembakaran bisa berakibat lepasnya zat-zat<br />

beracun ke udara bebas. Efisiensi rekoveri CH4 di TPA pada skala komersial yang<br />

sudah terlaporkan adalah 40% - 90% (Augenstein & Pacey, 1991) (Blok & de Jager,<br />

1996).<br />

Berbagai penelitian dalam pengendalian <strong>dan</strong> pemanfaatan gasbio TPA umumnya<br />

berkisar pada bagaimana LFGTE dapat berlangsung secara efektif <strong>dan</strong> efisien<br />

dengan terus menerus ditingkatkan perrormanya. Dari sisi sumber gasbionya<br />

penelitian banyak diarahkan untuk mengetahui pola produksi <strong>dan</strong> f1uktuasinya,<br />

se<strong>dan</strong>gkan dari sisi ekstraksi <strong>dan</strong> pemurnian gas lebih banyak untuk meningkatkan<br />

efisiensi prosesnya. Chang (2001) menyimpulkan bahwa rekoveri energi dari gas<br />

landfill memiliki ketidakpastian yang tinggi, utamanya dari sistem pengumpulan <strong>dan</strong><br />

laju pembentukan gas itu sendiri. Laju produksi gas sangat dipengaruhi oleh jenis<br />

<strong>dan</strong> komposisi limbah, desain <strong>dan</strong> konstruksi landfill, kondisi air tanah <strong>dan</strong><br />

klimatologi.<br />

Kesulitan utama dalam menentukan potensi gasbio di TPA lama untuk menerapkan<br />

LFGTE antara lain sering tidak a<strong>dan</strong>ya data yang akurat perihal jumlah sampah yang<br />

ditimbun. Disarankan untuk landfill lama (tua) tidak menggunakan prosedur<br />

pengukuran standar karena mahal <strong>dan</strong> secara komersial tidak tersedia. Untuk hal ini,<br />

menggunakan pemodelan sangat disarankan. Landfill bukanlah point source tetapi<br />

diffuse source dari emisi gasbio. Selain itu gasbio sangat f1uktuatif <strong>dan</strong> memiliki<br />

variabilitas tinggi dalam hal laju, konsentrasi <strong>dan</strong> distribusi spatialnya (Scharff,<br />

2005). Walau permasalahan diseputar f1uktuasi produksi gas menjadi kelemahan<br />

LFGTE, namun beberapa keuntungan teknologi ini seJ?erti yang sampaikan Brown<br />

(2004) dalam penelitian di Granbook Landfill (Kanada) antara lain berkurangnya<br />

polusi bau disekitar landfill, selain mereduksi emisi CH4 juga mengurangi emisi<br />

NMOCs, membangkitkan listrik <strong>dan</strong> substitusi bahan bakar fosil serta menunjang<br />

program kredit karbon pemerintah.<br />

Lebih jauh Cote (2005) melakukan penelitian tentang keberlanjutan (sustainabilitIJ<br />

dari LFGTE bila dibandingkan hanya sanitary landfill tanpa LFGTE di Mar del Plata<br />

Landfill Argentina. Dari hasil studi didapat bahwa penerapan LFGTE di Mar del Plata<br />

5


lebih sustainable dibanding engineered landfill berdasar 3 (tiga) aspek sustainability<br />

definisi menurut World Conservation Strategy's (IUCN, 1980):<br />

1. LFGTE meningkatkan kualitas hidup (kesehatan masyarakat, kebutuhan energi,<br />

indikator tenaga kerja)<br />

2. LFGTE memungkinkan berlangsungnya kelestarian sumberdaya alam<br />

(perlindungan ekosistem daratan)<br />

3. LFGTE mengurangi dampak kerusakan lingkungan (proteksi atmosfer, efisiensi<br />

material, energi berkelanjutan).<br />

Analisis baik terhadap aspek sosio-ekonomi menunjukkan bahwa LFGTE membuat<br />

masyarakat di sekitar Mar del Plata landfill akan banyak mendapatkan keuntungan<br />

dengan diterapkannya teknologi ini.<br />

<strong>Teknologi</strong> LFGTE pada dasarnya memiliki prasyarat tertentu agar tetap berlanjut<br />

dari sisi teknis seperti kontinuitas produksi CH 4 <strong>dan</strong> bahkan juga harga energi listrik<br />

yang dihasilkan. Dave Block (2000) selain memaparkan berbagai keunggulan <strong>dan</strong><br />

kelebihan LFGTE juga menguraikan kemampuan kompos sebagai pengoksidasi CH 4<br />

sehingga dapat dipertimbangkan sebagai teknologi mitigasi CH 4 khususnya pada<br />

saat LFGTE tidak layak diterapkan. Berdasarkan berbagai hasil penelitian tentang<br />

kemampuan kompos dalam mengoksidasi CH 4, maka disimpulkan metode aplikasi<br />

kompos termasuk metode yang prospektif bagi mitigasi gas rumah kaca di TPA.<br />

Berbagai penelitian baik di Amerika maupun Eropa khususnya pada musim panas<br />

menunjukkan hasil-hasil yang menjanjikan. Dari berbagai penelitian disimpulkan<br />

bahwa kompos yang dapat efektif mengoksidasi metana adalah kompos yang<br />

matang, material organik yang stabil, rendah kadar ammonium serta tidak<br />

mengandung nitrat, <strong>dan</strong> mengandung Nitrogen <strong>dan</strong> Fosfor.<br />

2.2 Biofilter Sebagai Pendekatan Ekoteknologi<br />

Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) melaporkan bahwa terjadi<br />

penyisihan CH 4 global di troposfer sebesar 510 Teragram (Tg) per tahun melalui<br />

reaksi dengan radikal hidroksil (OH) (IPCC, 2001). Selain itu di stratosfer juga<br />

terjadi reaksi dengan OH, CI <strong>dan</strong> O(lD) <strong>dan</strong> mengurangi CH4 sebesar 40 Tg per<br />

tahun. Se<strong>dan</strong>gkan sejumlah 30 Tg per tahun direduksi melalui oksidasi di tanah.<br />

Gas CH 4 termasuk gas dengan molekul stabil namun dalam kondisi siap teroksidasi<br />

6


oleh bakteri-bakteri methanothrophs di tanah. Ini berarti bahwa upaya mitigasi gas<br />

CH4 bisa dimaksimalkan di sumber sebelum teremisikan ke atmosfer.<br />

Seeara stoikiometri reaksi oksidasi metana adalah:<br />

• CO2 + 2H 20 + biomassa + panas<br />

Untuk keperluan praktis, koefisien stoikiometri untuk 02 adalah 0,2 - 1,8 se<strong>dan</strong>gkan<br />

untuk CO2 sebesar 0,2 - 0,9 (Stepniewski & Pawlowska, 1996). Faktor-faktor yang<br />

mempengaruhi berlangsungnya oksidasi CH 4 antara lain (Humer et a/., 1999 dalam<br />

Eseoriaza, 2005):<br />

a. Keberadaan mikroorganisme methanothrophs<br />

b. Ketersediaan oksigen<br />

c. Ketersediaan nutrien bagi mikroorganisme<br />

d. Kelembaban, suhu <strong>dan</strong> pH media biofilter<br />

e. Waktu tinggal (retention time)<br />

Bakteri-bakteri methanothrophs dieirikan dengan kemampuannya<br />

mengoksidasi CH4 menjadi metanol dengan bantuan enzim-enzim methane<br />

monooxygenases. Umumnya ada 6 kelompok bakteri yang mengoksidasi CH4, yakni<br />

methylomonas, methylobacter, methylococcus, methylocystis, methylosinus <strong>dan</strong><br />

methylomicrobium (Hanson & Hanson, 1996 dalam Qiao, 2007). Bakteria<br />

methanothrops memiliki enzim monooxygenase yang mampu mengkonsumsi CH 4<br />

<strong>dan</strong> mengoksidasinya menjadi CO 2 <strong>dan</strong> air (Albanna et a/., 2007).<br />

Suplai nutrien dipakai untuk sintesis sel bakteri, umumnya nutrien berada dalam<br />

bentuk anorganik seperti amonia <strong>dan</strong> nitrat maupun nitrogen organik seperti yang<br />

terdapat dalam kandungan kompos. Se<strong>dan</strong>gkan kandungan atau suplai oksigen<br />

sangat diperlukan dalam efektivitas biodegradasi metana. Oksigen akan terlarut<br />

dalam fase biofilm yang terbentuk di media. Penetrasi oksigen ke dalam media<br />

biofilter akan sangat mempengaruhi laju oksidasi CH 4 • Dengan demikian ketinggian<br />

(ketebalan) media biofilter yang optimum didapati berbeda-beda dari tiap penelitian.<br />

Leichner (2002) mendapati ketebalan optimum adalah 60 em, Seheutz (2004)<br />

memperoleh ketebalan 15 - 20 em sebagai yang optimal bagi oksidasi CH 4,<br />

se<strong>dan</strong>gkan Albanna (2007) juga mendapati angka 20 em <strong>dan</strong> Ruo He pada<br />

ketebalan 10 - 20 em.<br />

7


Dua penelitian dilakukan McBain (2003) untuk meneliti kemampuan tanah penutup<br />

(cover soil) terhadap kemampuannya mereduksi CH 4 <strong>dan</strong> nitrogen oksida (N 20) dari<br />

TPA sampah serta penelitian tentang model transport-reaktif dari kedua gas<br />

tersebut dalam tanaman Populus deltoides <strong>dan</strong> Populus nigra. Hasilnya tingkat<br />

penyisihan CH 4 lebih baik dibanding nitrogen oksida pada media tanah penutup,<br />

sebaliknya gas nitrogen oksida tereduksi lebih baik melalui tanaman dibanding gas<br />

CH 4 (McBain, 2003). Di Indonesia sendiri penelitian seperti ini se<strong>dan</strong>g dicoba<br />

dikembangkan dengan memanfaatkan tanaman Akar Wangi sebagai media<br />

fitoremediasi di atas bekas TPA sampah, namun belum dipublikasikan hasilnya.<br />

Escoriaza (2005) meneliti efek penempatan kompos pada TPA sampah tertutup<br />

dimana emisi CH 4 diukur dengan teknis static chamber <strong>dan</strong> metode isotope tracing.<br />

Penelitian ini langsung di lapangan (TPA) <strong>dan</strong> diperoleh kesimpulan bahwa moisture<br />

content sangat berpengaruh pada proses oksidasi CH 4 • Semakin tinggi moisture<br />

content semakin rendah laju oksidasi CH 4 demikian sebaliknya. Hasil penelitian ini<br />

secara umum bahwa pada bagian TPA yang diberi penutup kompos (bio-cove!),<br />

emisi CH 4 jauh lebih kecil dibanding yang tidak hanya ditutup dengan tanah<br />

(Escoriaza, 2005).<br />

Penelitian terhadap kemampuan biofilter dalam oksidasi metana dari TPA sampah<br />

baik dalam skala laboratorium <strong>dan</strong> skala lapangan sekaligus dilakukan oleh<br />

Philopoulos (2006). Pada skala laboratorium, diuji media kompos dari tanaman<br />

(yard compost) <strong>dan</strong> media kombinasi pasir-kompos-batu apung. Hasil pada skala<br />

laboratorium ini kedua media sama-sama mampu mereduksi 100% emisi CH 4 pada<br />

fluks sebesar 134 9 CH 4/m 2 /hari. Pada penelitian di lapangan hasilnya tidak dapat<br />

dijadikan ukuran karena rendahnya kadar CH 4 yang ada saat itu « 5 9 CH 4/m 2 /hari)<br />

(Philopoulos, 2006).<br />

Suatu penelitian laboratorium untuk meneliti pengaruh penambahan nitrogen pada<br />

proses biofiltrasi CH4 dilakukan Qiao (2007). Pada penelitian ini Qiao juga meneliti<br />

fa ktor-faktor determinan yang mengendalikan laju penyisihan gas CH 4 <strong>dan</strong><br />

mengembangkan mekanisme dasar proses sifat hidrofobia senyawa-senyawa dalam<br />

biofilter. Diperoleh hasil bahwa kemampuan (efisiensi) biofilter turun seiring<br />

10


Beberapa keuntungan dari sistem biofilter media kompos ini antara lain rendahnya<br />

investasi <strong>dan</strong> biaya operasi serta prinsip pemanfaatan kembali limbah yang<br />

terpenuhi. Selain itu secara teknis, kompos telah mengandung nitrat sehingga tidak<br />

perlu suplai nitrat dalam aplikasinya. Dalam banyak penelitian, kompos juga mampu<br />

mengurangi pencemar bau. Secara teoritis aplikasi suatu biofilter bagi polutan gas<br />

memiliki angka optimum untuk laju gas (flow rate) <strong>dan</strong> konsentrasi gasnya<br />

sebagaimana terlihat dalam Gambar 1. Se<strong>dan</strong>gkan kelemahan biofilter antara lain<br />

kemampuan penyisihannya yang bisa tiba-tiba rendah jika konsentrasi CH 4 tinggi<br />

serta kinerja kompos sendiri yang belum sepenuhnya diketahui.<br />

Berbagai literatur <strong>dan</strong> khususnya hasil-hasil penelitian terkini menunjukkan bahwa<br />

kompos maupun tanah penutup akhir TPA memiliki kemampuan dalam<br />

mengoksidasi CH4 maupun gas-gas polutan lainnya. Kemampuan ini telah diteliti<br />

untuk berbagai jenis kompos <strong>dan</strong> tanah penutup maupun kombinasinya serta<br />

berbagai faktor yang mempengaruhi kinerja biofiltrasi tersebut seperti keberadaan<br />

bakteria methanothropic, kelembaban, ketebalan biofilter, kadar air, kadar oksigen<br />

<strong>dan</strong> nutrien. Seluruh hasil penelitian sebelumnya akan sangat berguna dalam<br />

menentukan variabel <strong>dan</strong> perlakukan penelitian yang akan dilakukan. Dalam<br />

penelitian-penelitian terdahulu baru sebatas mengeksplorasi kemampuan kompos<br />

atau tanah penutup sebagai biofilter pengoksidasi CH 4, namun belum sampai pada<br />

kajian atas sistem sosial <strong>dan</strong> ekonomi jika teknologi ini diterapkan. Posisi peneliti<br />

dalam hal ini akan mengkaji aspek teknis penerapan kompos sebagai biofilter di TPA<br />

<strong>dan</strong> bagaimana sistem sosial <strong>dan</strong> ekonominya bekerja khususnya dalam kondisi di<br />

Indonesia.<br />

12


3.1 Tujuan<br />

BAB III<br />

TUJUAN DAN MANFAAT<br />

Secara umum tujuan kegiatan ini adalah mendapatkan teknologi yang ramah<br />

lingkungan, murah <strong>dan</strong> mudah dalam pengoperasian untuk penyisihan gas metana<br />

di TPA sampah.<br />

Tujuan khusus penelitian ini adalah;<br />

a. Mengetahui tingkat efisiensi penyisihan (removal rate) metana oleh biofilter<br />

kompos <strong>dan</strong> tanah penutup di TPA sampah pada kondisi iklim tropis.<br />

b. Mengetahui hubungan antar parameter-parameter fisika, kimia <strong>dan</strong> biologi<br />

bekerja pada kondisi iklim tropis terkait kapasitas penyisihan metana di TPA<br />

sampah.<br />

c. Membuat model aplikasi teknologi biofilter di TPA sampah suatu kota.<br />

3.2 Manfaat<br />

Secara khusus, penelitian kemampuan kompos sebagai biofilter untuk gas CH 4 akan<br />

memberikan manfaat pada;<br />

a. Diversifikasi pemanfaatan kompos itu sendiri, mengingat sampai saat ini<br />

penyerapan pasar kompos sebagai pupuk organik masih sangat rendah.<br />

b. Penurunan emisi gas CH 4 dari TPA sampah akan turut berkontribusi pada<br />

upaya penurunan target nasional penurunan GRK sebesar 26% pada tahun<br />

2020, dimana diharapkan 6,5%-nya dari sektor limbah serta menurunkan<br />

dampak kesehatan akibat polusi udara serta sebagai bagian dari program<br />

mitigasi perubahan iklim.<br />

c. Dengan diketahuinya kemampuan kompos sebagai media biofilter pada TPA<br />

sampah, maka tidak tertutup bagi penelitian <strong>dan</strong> pengembangan kompos<br />

sebagai media biofilter pada sumber emisi GRK lainnya seperti<br />

penambangan batubara (coal bed methane), industri atau gas-gas berbasis<br />

hidrokarbon dari sumber lainnya dalam rangka pengendalian pencemaran<br />

udara.<br />

d. Memberi alternatif bagi kota/kabupaten yang harus menutup TPA sampah<br />

open dumping (eksisting) maupun merencanakan TPA sampah yang baru<br />

dalam pengendalian gasbio sesuai ketersediaan sumberdaya <strong>dan</strong> ukuran<br />

keekonomian TPA-nya .<br />

13


4.1 Umum<br />

BABIV<br />

METODOLOGI<br />

Seeara teknis penelitian ini dapat dilaksanakan <strong>dan</strong> teknologi yang ada juga proven.<br />

Metodologi yang digunakan mengikuti alur :<br />

- Desk assessment<br />

- Survey lapangan<br />

- Peraneangan peralatan<br />

- Uji kinerja sistem<br />

- Analisis data<br />

- Pelaporan<br />

4.2 Tempat <strong>dan</strong> Waktu Penelitian<br />

Penelitian di lakukan di Pusat Ternak Sapi Desa Beloran, Sleman DIY dengan<br />

pertimbangan:<br />

1. Dekat dengan sumber gasbio yang mensimulasikan gasbio TPA.<br />

2. Dekat dengan sumber kompos sebagai media bed biofilter, dimana kompos<br />

diambil dari TPST Tambakboyo, Sleman, DIY.<br />

3. Dengan dengan pengambilan media tanah penutup harian di TPA Piyungan,<br />

Sleman, DIY<br />

4. Kemudahan dalam sarana <strong>dan</strong> prasarana kegiatan penelitian seperti utilitas<br />

listrik, air bersih maupun tenaga lapangan <strong>dan</strong> pasokan kotoran ternak.<br />

Waktu penelitian mengikuti jadwal sebagaimana terlampir dalam Tabel 3.<br />

4.3 Populasi <strong>dan</strong> Sampel Penelitian<br />

Populasi dalam penelitian ini pada dasarnya adalah TPA-TPA di Indonesia khususnya<br />

TPA dengan tipologi kota se<strong>dan</strong>g <strong>dan</strong> kota keeil deng'an asumsi kondisi iklim <strong>dan</strong><br />

metode pengelolaannya sama. Se<strong>dan</strong>gkan populasi target adalah timbulan sampah<br />

yang ada di TPA Piyungan. Guna meneari gambaran awal kemampuan biofilter<br />

kompos, maka akan dilakukan uji dengan gasbio dari kotoran ternak yang memiliki<br />

karakteristik hampir sama dengan gasbio dari TPA (CH4 : CO2 = 50 : 50). Adapun<br />

kompos akan diambil dari TPST Tambakboyo Sleman <strong>dan</strong> akan dibandingkan<br />

dengan tanah penutup biasa dari TPA Piyungan untuk diperbandingkan.<br />

14


4.4 Variabel Penelitian<br />

Beberapa variabel dalam penelitian ini meliputi variabel terikat <strong>dan</strong> variabel bebas.<br />

Secara matematis besaran fluks influen CH 4 <strong>dan</strong> efluen CH4 diformulasikan sebagai<br />

berikut:<br />

Dimana,<br />

p x QX C CH4<br />

J CH4 = A<br />

J CH4 = fluks influen atau efluen CH4<br />

p = densitas CH4 dalam Hukum Gas ideal (g m- 3 )<br />

Q = debit influen atau influen CH 4<br />

3<br />

CCH4 = konsentrasi CH4 influen <strong>dan</strong> efluen (m- 3 m- )<br />

A = luas permukaan<br />

Se<strong>dan</strong>gkan untuk menghitung efisiensi penyisihan CH4 digunakan formula sebagai<br />

berikut :<br />

CH4 tersisihkan(% ) = J CH 4- in - J CH 4- OUI X 100 (2)<br />

Dimana,<br />

J CH4 - in<br />

JCH 4-in = fluks influen CH 4<br />

(g CH4 m- 2 hari- 1 )<br />

J CH4-OUI = fluks efluen CH 4 (g CH 4 m- 2 har(l)<br />

Se<strong>dan</strong>gkan kapasitas eliminasi (elimination capacitYJ metana dalam biofilter dapat<br />

dihitung dengan formula sebagai berikut :<br />

Dimana,<br />

E C = pQ(CH4- il1 - CH4 -0Ul )<br />

E C = Elimination capacity<br />

V<br />

(1)<br />

(3)<br />

15


p = densitas CH 4 dalam Hukum Gas ideal (g m- 3 )<br />

Q = debit gas yang melalui media (m 3 harrl)<br />

C CH4 - in = konsentrasi CH 4 influen<br />

C CH4 - 0UI = konsentrasi CH 4 efluen<br />

(m- 3 m- 3 )<br />

v = volume biofilter (m 2 )<br />

(m- 3 m- 3 )<br />

Berbagai variabel dalam penelitian ini khususnya aspek teknis pengukuran kinerja<br />

biofilter selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 1 se<strong>dan</strong>gkan kriteria desain biofilter<br />

ditampilkan dalam Tabel 2 berikut ini.<br />

Tabel 1. Variabel penelitian <strong>dan</strong> satuan pada kedua jenis media biofiltrasi<br />

Variabel Terikat Variabel bebas Variabel turunan Satuan<br />

Fluks efluen CH4<br />

g CH4 m- L hari- 1<br />

Konsentrasi CH 4 out<br />

Flow rate CH4 out<br />

Surface area<br />

-.) -.)<br />

m . m<br />

m-.j harim-':<br />

Fluks influen CH 4<br />

g CH4 m- L hari- 1<br />

Konsentrasi CH4 in<br />

Flow rate CH4 in<br />

-.J -.J<br />

m .m<br />

m-.j hari- 1<br />

Surface area<br />

m-':<br />

Efisiensi penyisihan<br />

(Removal rate) CH4<br />

%<br />

Kapasitas eliminasi<br />

Konsentrasi CH 4 out<br />

%<br />

-.j -.j<br />

m .m<br />

Konsentrasi CH 4 in<br />

-.) -.)<br />

m . m<br />

Flow rate gas<br />

m-.j hari-<br />

Volume biofilter<br />

m-.J<br />

Kedalaman media<br />

Suhu<br />

em<br />

Uc<br />

Moisture<br />

pH<br />

% (berat)<br />

Oksigen %<br />

Tabel 2. Kriteria desain biofilter hasil perhitungan<br />

C CH4-in<br />

0,5000<br />

0,5000<br />

C C,H 4out<br />

IL<br />

(Inlet<br />

Load) p CH4 A<br />

bedcross<br />

100,0000<br />

200,0000<br />

655,7000<br />

655,7000<br />

0,0314<br />

0,0314<br />

Q (m3/d) Q (I/min) EBRT<br />

0,0096<br />

0,0192<br />

0,0067<br />

0,0133<br />

(menit)<br />

0,1568<br />

0,3136<br />

0,6000 100,0000 655,7000 0,0314 0,0080 0,0055 0,1307<br />

16


0,6000 200,0000 655,7000 0,0314 0,0160 0,0111 0,2613<br />

0,5000 300,0000 655,7000 0,0314 0,0288 0,0200 0,4703<br />

0,5000 400,0000 655,7000 0,0314 0,0383 0,0266 0,6271<br />

0,4000 400,0000 655,7000 0,0314 0,0479 0,0333 0,7839<br />

0,5000 500,0000 655,7000 0,0314 0,0479 0,0333 0,7839<br />

0,4000 500,0000 655,7000 0,0314 0,0599 0,0416 0,9799<br />

0,5000 700,0000 655,7000 0,0314 0,0671 0,0466 1,0975<br />

0,5000 1.000,0000 655,7000 0,0314 0,0959 0,0666 1,5678<br />

0,4000 1.000,0000 655,7000 0,0314 0,1198 0,0832 1,9598<br />

0,6000 1.000,0000 655,7000 0,0314 0,0799 0,0555 1,3065<br />

Dimana:<br />

P CH4 = 654 g/m3<br />

IL = g/m2.d<br />

C CH4-in = m3/m3<br />

C CH4-out = m3/m3<br />

Q = m3/d<br />

EBRT = min<br />

Adapun data-data sekunder yang diperoleh antara lain :<br />

Data kondisi fisik TPA Piyungan<br />

Data pengelolaan sampah di TPA Piyungan (historical data)<br />

Data berbagai hasil penelitian tentang gasbio yang telah ada sebelumnya,<br />

Potensi kompos di wilayah Kartamantul<br />

Selain itu juga dilakukan pemilahan sampah guna mendapatkan data komposisi<br />

sampah di TPA untuk menghitung potensi gasbio teoritik dengan metode IPCC.<br />

Peraneangan <strong>dan</strong> pembuatan reaktor<br />

Pekerjaan peraneangan me/iputi peraneangan sistem reaktor biofilter <strong>dan</strong> sistem<br />

feeding biogas. Reaktor biofilter dibuat berbentuk silinder masing-masing<br />

berdiameter 20 em setingggi 1 meter <strong>dan</strong> berdianeter 10 em setinggi 50 em.<br />

Beberapa perlengkapan yang diperlukan antara lain selangj tygon tubing untuk<br />

aliranjjalan gas, valve <strong>dan</strong> nozzle. Selain itu beberapa alat ukur yang diperlukan<br />

adalah pressure gauge, rotarimeter, thermometer, pH meter <strong>dan</strong> hygrometer.<br />

Se<strong>dan</strong>gkan untuk sistem gasbio di lahan peternakan akan digunakan tanki air<br />

dengan pengaduk <strong>dan</strong> juga gas holder untuk menampung produksi gas. Hasil<br />

sementara reaktor ini dapat dilihat pada Lampiran.<br />

17


Tabel 3. Jadwal rencana kegiatan<br />

No Uraian Kegiatan Bobot<br />

%<br />

1 Persiapan kegiatan <strong>dan</strong> kick 5,0<br />

of meeting<br />

2 Disain penelitian 5,0<br />

3 Survey lapangan 5,0<br />

Konstruksi alat <strong>dan</strong> test alat 10<br />

4 Operasional penelitian 50,0<br />

5 Pengolahan data (analisis) 20,0<br />

6 Pelaporan 5,0<br />

Jumlah 100,0<br />

Waktu (Bulan)<br />

Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus Sept Okt Nop<br />

-­<br />

- --­- - - - -<br />

18


5.1 Uji Kinerja Media Kompos<br />

BABV<br />

HASILDANPEMBAHASAN<br />

Hasil pengukuran berbagai variabel penelitian untuk biofilter dengan media bed<br />

kompos ditampilkan dalam Tabel 4 <strong>dan</strong> Tabel 5. Pengukuran dilakukan dengan<br />

mengukur konsentrasi gas CH 4, CO2 <strong>dan</strong> O2 yang masuk (inlet) maupun keluar<br />

(outlet) reaktor. Se<strong>dan</strong>gkan variabel pH, moisture content <strong>dan</strong> suhu diukur di posisi<br />

media tanpa dilakukan intervensi.<br />

Gambar 2. Pengukuran dengan media bed kompos 25 em<br />

Gambar 3. Pengukuran dengan media bed kornpos 15 em<br />

19


Penurunan konsentrasi CH 4 ini juga diikuti juga dengan penurunan CO2 baik pada<br />

kolom kompos 25 em maupun 15 em. Penurunan konsentrasi CO 2 ini agak diluar<br />

estimasi karena seeara teoritis seharusnya CO 2 naik konsentrasinya baik dari hasil<br />

fermentasi organik sampah juga dari hasil oksidasi CH 4 • Gambar 6 memperlihatkan<br />

pola penurunan COb dimana pada hari ke-ll <strong>dan</strong> 12 sempat terjadi penurunan<br />

yang kemungkinan disebabkan a<strong>dan</strong>ya keboeoran reaktor.<br />

5.2 Uji Kinerja Media Tanah TPA<br />

Hasil pengukuran berbagai variabel penelitian untuk biofilter dengan media bed<br />

tanah penutup TPA ditampilkan dalam Tabel 7 <strong>dan</strong> Tabel 8. Pengukuran dilakukan<br />

dengan mengukur konsentrasi gas CH 41 CO2 <strong>dan</strong> O2 yang masuk (inlet) maupun<br />

keluar (outlet) reaktor. Se<strong>dan</strong>gkan variabel pH, moisture content <strong>dan</strong> suhu diukur di<br />

posisi media tanpa dilakukan intervensi.<br />

Gambar 8. Pengukuran kinerja biofilter media tanah penutup TPA<br />

Hasil pengukuran kinerja reaktor dengan media bed tanah penutup TPA dengan<br />

ketinggian 25 em seeara graFis dapat dilihat pada gam bar 9. Se<strong>dan</strong>gkan untuk hasil<br />

pengukuran tingkat konsentrasi <strong>dan</strong> efisiensi penurunan CH 4 pada media bed tanah<br />

penutup TPA setinggi 15 em ditampilkan seeara grafis pada gambar 10. Pada media<br />

bed tanah penutup TPA didapati efisiensi penurunan CH4 sebesar 25% pada hari<br />

22


5.3 Analisis Hasil<br />

Penurunan konsentrasi CH 4 pada kolom kompos diyakini adalah akibat aktivitas<br />

mikroorganisme methanotrophie yang mendapatkan supai oksigen dari udara bebas<br />

serta nutrien dari kandungan kompos itu sendiri. Penurunan konsentrasi CH4 pada<br />

sisi outlet yang terjadi pada hari ke-7 setidaknya mengindikasikan bahwa masa<br />

stabilisasi reaktor perlu waktu seminggu. Jika dibandingkan dengan media bed<br />

kompos yang 15 em, maka kompos dengan ketinggian 25 em lebih baik seeara<br />

kinerja, hal ini mungkin disebabkan kandungan kolom 25 em lebih banyak sehingga<br />

memperlama 'life time' dari mikroorganisme pemakan CH 4 • Selain itu dengan<br />

kelebihan panjang media bed, juga bisa dmaknai semakin besarnya bi<strong>dan</strong>g kontak<br />

antara fasa gas (CH 4) dengan fasa padat (kompos) sehingga memperbanyak reaksi<br />

oksidasi yang terjadi.<br />

Apa yang terjadi pada media kompos juga terjadi pada media tanah penutup TPA,<br />

dimana pada ketinggian 25 em juga didapati efisiensi penyisihan CH 4 yang lebih baik<br />

dibanding pada ketinggian 15 em, setidaknya sepanjang waktu pengamatan. Secara<br />

umum media bed kompos memberikan . hasH yang lebih baik dibandingkan media<br />

bed tanah penutup harian. Adapun suhu optimum rata-rata pada seluruh pereobaan<br />

diperoleh berkisar antara 30°C - 32°C. Se<strong>dan</strong>gkan pH optimim didapati pada 6,5<br />

hingga 7. Kelembaban optimum umumnya didapati pada angka 30% dibanding<br />

20%. Mengingat CH 4 adalah gas yang hidrofobik, maka kondisi terlalu lembab atau<br />

terlalu kering akan menyebabkan proses oksidasi <strong>dan</strong> kinerja mikroorganisme<br />

menjadi kurang optimal. Variabel pH, moisture content maupun suhu pada dasarnya<br />

sulit dikendalikan saat di lapangan, namun ketebalan, nutrien <strong>dan</strong> juga suplai<br />

oksigen dapat dikendalikan agar optimum.<br />

25


Tabel4. (Lanjutan)<br />

I T9g Jam CH4in CH4 out C02 in C02 out 02 in 02 out pH Suhu<br />

-­<br />

. Kelembaban<br />

23/08/2010 10.00 · 48,9 13,4 45,4 16,4 0,0 10,6 : 6,5 ; 27 Wet<br />

12.00 48,8 ; 17,8 45,1 24,8 : 0,0 4,9 6,5 29 Wet ·<br />

14.00 48,7 19,1 45,1 29,7 0,0 2,1 6,5 31 Wet<br />

, 16.00 · 48,4 , 19,1 45,2 30,4 0,0 1,5 6,5 31 Wet<br />

---'­<br />

1<br />

24/08/2010 ! 10.00 48,8 . 12,4 45,2 26,4 01 , ' 8,6 7 29 Wet ,<br />

12.00<br />

14.00<br />

16.00<br />

48,6<br />

48,8<br />

49,4 ·<br />

12,8<br />

11,1<br />

11,0<br />

45,2 ,<br />

45,0 :<br />

44,8<br />

21,8<br />

28,7<br />

31,4<br />

0,1<br />

0,0 ,<br />

0,0<br />

39 , ;<br />

2,1 ;<br />

1,3<br />

7<br />

7<br />

7<br />

29<br />

30 I<br />

31<br />

Wet<br />

Wet ·<br />

Wet<br />

25/08/2010 i<br />

-'<br />

10.00 48,7 1 11,4 45,2. 264 , ! 0,1 ; 8,6, 7 : 29 Wet:<br />

12.00 i<br />

14.00<br />

49,7<br />

47,7 ·<br />

11,8<br />

11,1<br />

44,2·<br />

44,0<br />

22,8<br />

28,7<br />

0,0 1<br />

0,0<br />

3,9<br />

1 7 1<br />

I --+<br />

26/08/2010 I<br />

16.00 ·<br />

10.00<br />

12.00<br />

14.00<br />

48,4 \<br />

49,7:<br />

49,7<br />

47,7<br />

10,0<br />

11,5 .<br />

11,1<br />

10,0 '<br />

44,5<br />

45,2 ;<br />

45 , 11,<br />

44,2 '<br />

30,4<br />

28,4<br />

23,8<br />

28,7<br />

0,0<br />

0,1<br />

0,1<br />

0,0<br />

,<br />

1,0<br />

7,6 '<br />

2,9 :<br />

0,7<br />

7 ,<br />

7<br />

29<br />

30<br />

Wet<br />

wet l<br />

1<br />

7<br />

7 ,<br />

7<br />

7<br />

30<br />

-+-­<br />

31<br />

30<br />

1<br />

30 '<br />

Wet ·<br />

Wet 1<br />

Wet<br />

Wet i<br />

0,0 , 7 30 Wet<br />

16.00 49,4 10,0 ! 44,1 30,4 0,0<br />

-­<br />

Keterangan :<br />

Wet : Kelembaban 20% sid 30%<br />

Wet+ : Kelembaban > 30%<br />

Tanggal 12 <strong>dan</strong> 21 Degister mengalami penyumbatan aliran pada saluran penghubung dari digister 1 ke digester 2 pemecahannya dengan membuka tutup digester<br />

kemudian dikorek-korek kotoran yang menyumbat saluran memakai bambu hingga lancar. Akibat tutup dibuka udara luar masuk sehingga bercampur dengan gas<br />

yang dihasilkan digister yang menyebabkan konsetrasi menurun.<br />

Untuk mempertahankan kelembaban kompos pada reaktor perlu ditambah minimal 3 jam sebelum pengamatan (yang lebih baik sehari pada sore hari sebelum<br />

dilakukan pengukuran), kelembaban cepat berkurang saat dibuka tutup sampling <strong>dan</strong> kran atas untuk memasukkan oksigen karena penguapan.<br />

29


6.1 Kesimpulan<br />

BABVI<br />

KESIMPULAN DAN SARAN<br />

Hasil percobaan dalam kegiatan ini membuktikan bahwa dalam kondisi iklim tropis,<br />

kompos maupun tanah penutup harian TPA memiliki kemampuan oksidasi CH4<br />

dengan kondisi-kondisi tertentu atau variabel-variabel optimum tertentu sebagai<br />

hasil penelitian ini. Variabel-variabel terse but adalah, ketebalan kompos optimum<br />

sekitar 25 cm, kelembaban (moisture content; 30%, suhu antara 30°C - 32°C serta<br />

pH berkisar pada 6,5 hingga 7.<br />

Kompos mampu mereduksi emisi CH4 hingga 80% pada hari ke-23 percobaan atau<br />

50% pada hari ke-15, lebih baik dibanding tanah penutup TPA yang hanya sekitar<br />

25% pada hari ke-15 percobaan pada ketebalan media bed yang sama 25 cm.<br />

Perbedaan kemampuan antara kompos <strong>dan</strong> tanah penutup TPA disebabkan<br />

perbedaan kandungan nutrien keduanya. Kondisi operasi kerja biofilter ini sangat<br />

dipengaruhi oleh beberapa variabel seperti ketebalan media bed, suhu, suplai<br />

oksigen, nutrien, moisture content, pH <strong>dan</strong> keberadaan bakteria methanothropics.<br />

6.2 Saran<br />

Untuk lebih mengetahui kemampuan biofilter kompos pada skala lapangan maka<br />

perlu dilakukan penelitian lanjutan dengan gasbio dari TPA <strong>dan</strong> model biofilter skala<br />

lapangan sehingga akan diketahui kelemahan atau kendala pada penerapannya.<br />

Beberapa sumber emisi gas sekelas hidrojarbon juga perlu diujicobakan untuk<br />

filtrasi dengan kompos mengingat besarnya potensi kompos di Indonesia yang tidak<br />

terserap pasar.<br />

Biofilter kompos ini dapat diterapkan untuk TPA lama open dumping yang akan<br />

ditutup atau TPA baru sebagai subsitusi sistem pengelolaan gasbionya. Perlu kajian<br />

dari sisi ekonomi <strong>dan</strong> sosial lebih lanjut untuk penerapan teknologi ini. Namun<br />

secara sekilas, teknologi ini layak dipertimbangkan sebagai alternatif bagi<br />

pemerintah kota <strong>dan</strong> kabupaten dalam rangka memenuhi UU no. 18 tahun 2008<br />

tentang ketentuan penutupan TPA open dumping.<br />

39


LAMPIRAN<br />

HASIL SISTEM KERJA KEREKAYASAAN


PROGRAM INSENTIF PENINGKATAN KEMAMPUAN<br />

PENELITI DAN PEREKAYASA<br />

KEGIATAN PEMANFAATAN KOMPOS SEBAGAI TANAH PENUTUP (COVER SOIL) DAN PEREDUKSI<br />

EMISI GAS METANA PADA TPA SAMPAH KOTA<br />

- c;­<br />

Gas Landfill<br />

TECHNICAL NOTES<br />

WBS : 11.1.1<br />

WP : 11.1.11<br />

Minggu Ke :<br />

No: TN - Tanggal<br />

KONSEPSI PENGELOLAAN GAS 01 "rPA<br />

Landfill dapat dikatakan sebagai reaktor biokimia, dengan sampah <strong>dan</strong> air sebagai input utama, <strong>dan</strong><br />

gas <strong>dan</strong> leachate sebagai output utama . Material yang disimpan di dalam landfill meliputi material<br />

organik yang sebagian terdegradasi <strong>dan</strong> lainnya adalah material anorganik yang dibuang di landfill<br />

tersebut. Sistem pengendalian gas dilakukan untuk meneegah pergerakan gas yang tidak diinginkan ke<br />

atmosfir atau gerakan lateral <strong>dan</strong> vertikal yang melalui tanah sekitarnya. Gas yang ditangkap dapat<br />

digunakan untuk memproduksi energi atau dapat dibakar dalam kondisi terkendali untuk membatasi<br />

pembuangan bahan berbahaya ke atmosfir.<br />

Komposisi <strong>dan</strong> Karakteristik Gas Landfill<br />

Gas landfillterdiri atas sejumlah gas utama yang berada dalam jumlah banyak (the principal gases) <strong>dan</strong><br />

sejumlah gas runut yang berada dalam jumlah keeil (the trace gases). Gas-gas utama (the principal<br />

gases) diproduksi dari dekomposisi fraksi organik sampah. Beberapa gas runut (the trace gases)<br />

meskipun jumlahnya keeil dapat bersifat toksik <strong>dan</strong> dapat membahayakan kesehatan masyarakat.<br />

Gas-gas Utama<br />

Gas-gas utama yang ditemukan dalam landfill meliputi amoniak (NH 3 ), karbondioksida (C0 2 ), karbon<br />

monoksida (CO), hidrogen (H 2), hydrogen sulfide (H 2S), methan (CH 4 ), Nitrogen (N 2 ), <strong>dan</strong> Oksigen<br />

(0 2 ), Persentase distribusi pada gas-gas terse but dapat dilihat pada Tabel 1.<br />

Methane <strong>dan</strong> karbondiaksida adalah gas utama yang diproduksi dari dekomposisi anaerobik dari<br />

sampah organik. Ketika metan berada dalam udara dengan konsentrasi antara 5-15 % dapat meledak.<br />

Oleh karena jumlah oksigen yang terbatas di dalam landfill ketika konsentrasi metan mencapai level<br />

kritis, disana keeil bahayanya landfill akan meledak. Bagaimanapun, campuran metan dalam rentang<br />

yang eksplosif dapat terbentuk jika gas landfill bermigrasi keluar <strong>dan</strong> bercampur dengan udara.<br />

Konsentrasi gas yang berada di dalam leachate akan tergantung dari konsentrasi di dalam fase gas<br />

yang kontak dengan leachate sebagaimana diprediksikan menggunakan hukum Henry. Oleh karena<br />

karbon dioksida akan memberi efek pada pH leachate, data keseimbangan karbonat dapat digunakan<br />

untuk memperlihatkan pH leachate.


Species Formula<br />

Kimiawi<br />

100 years<br />

GWP<br />

Atm. Lifetime<br />

years<br />

Methane CH4 21 12,2<br />

HFC-23 CHF3 11700 243<br />

HFC-32 CH2F2 650 5,6<br />

HFC-43-10 C5H2F10 1300 17,1<br />

HFC-125 C2HF5 2800 32,6<br />

HFC-134a CH2FCF3 1300 13,6<br />

HFC-143a C2H3F3 3800 53,5<br />

HFC-152a C2H4F2 140 1,5<br />

HFC-227ea C3HF7 2900 36,5<br />

HFC-236fa C3H2F6 6300 226<br />

HFC-245ca C3H3F5 560 6,6<br />

Sumber: UNEP-RIS0 Centre, 2004<br />

Salah satu cara dalam mengelola gasbio TPA adalah dengan mengumpulkannya, <strong>dan</strong> sekali dapat<br />

dikumpulkan maka langkah-Iangkah pilihan selanjutnya adalah :<br />

Pembakaran (flaring)<br />

Metode ini adalah berupa pembakaran secara terbuka gas dengan udara ambien atau udara yang diberi<br />

tekanan. Efisiensi pembakaran adalah fungsi dari suhu, waktu tinggal <strong>dan</strong> aliran udara pada zona<br />

pembakaran, ketersediaan oksigen <strong>dan</strong> nilai panas, density, flammability limits <strong>dan</strong> temperatur "auto­<br />

ignition' dari gas. Pembakaran ada dua jenis yaitu sistem terbuka (open flare) <strong>dan</strong> tertutup (enclosed<br />

flare). Pembakaran terbuka bisa di permukaan tanah atau ada ketinggian sementara pembakaran<br />

tertutup dilakukan di permukaan (ground level). Tidak seperti pada open flare, dalam sistem enclosed<br />

flare dapat dilakukan pengambilan sampel. Dari laporan EPA (1981) diperoleh gambaran, bahwa<br />

enclosed flare mampu menyisihkan NMOC sebesar 98% lebih.<br />

Kapasitas alir flare skala kecil antara 10 - 20 cfm (cubic feet per minute) sementara pada skala yang<br />

lebih besar bisa antara 8000 - 10000 cfm. Pada open flare dengan suhu 760°C dengan stack tegak, 1<br />

cfm gasbio TPA ditambah 16 cfm udara menghasilkan 17 cfm emisi flare <strong>dan</strong> panas sebesar 500 Btu.<br />

Boiler<br />

Membakar langsung gasbio sejauh ini termasuk pilihan yang termudah <strong>dan</strong> termurah. Pemanfaatan<br />

langsung gasbio untuk menggantikan atau tambahan bagi batubara, minyak, propan <strong>dan</strong> gas alam<br />

sudah banyak diterapkan. Pembakaran langsung gasbio banyak diterapkan juga untuk boiler guna<br />

menghasilkan steam. Dan berbagai kajian <strong>dan</strong> literatur, umumnya konsentrasi minimum metana yang<br />

ada harus antara 30% hingga 40% tergantung pada burner. Aplikasi gasbio sebagai bahan bakar pada<br />

boiler jenis medium-heating value menghasilkan panas kira-kira 500 Btu/W, <strong>dan</strong> ini nilai tipikal untuk<br />

gasbio. Boiler adalah salah satu pilihan termurah. Boiler menghasilkan panas, bukan listrik. Masalahnya<br />

boiler sangat sensitif terhadap berbagai kontaminan gas landfill, sehingga perlu pembersihan/filter awal<br />

terhadap gas. Sayang sekali di Indonesia belum ada contoh nyata dalam kasus pemanfaatan gasbio<br />

TPA untuk boiler. Tabel 3 adalah ilustrasi terkait spesifikasi <strong>dan</strong> biaya pada kasus di Amerika<br />

(Augenstein and Pacey, 1992) yang diambil dari dokumen riset Environmental Protection Agency (EPA).


Pengelolaan Gas<br />

Tabel 1. Persentase gas yang ditemukan di landfill<br />

Komponen Persen (volume kering)<br />

Methan 45-60<br />

Karbondioksida 40-60<br />

Nitrogen 2-5<br />

Oksigen 0.1-1.0<br />

Sulfida, disulfida, mercaptans, dsb. 0-1.0<br />

Amonia 0.1-1.0<br />

Hidrogen 0-0.2<br />

Karbon monoksida 0-0.2<br />

Konstituen runut 0.01-0.6<br />

Karakteristik Nilai<br />

Temperatur, of 100-200<br />

Specific gravity 1.02-1.06<br />

Kelembaban Saturated<br />

Nilai panas tinggi, Btu/sft3 400-550<br />

Konsepsi pengelolaan gas di TPA pada dasarnya adalah salah satu bentuk pengelolaan kualitas<br />

lingkungan terkait sifat-sifat gas yang berbahaya seperti beracun <strong>dan</strong> sifat eksplosif. Sejak<br />

dideklarasikannya Protokol Kyoto (1997) <strong>dan</strong> kesadaran dunia untuk ikut mengendalikan pemanasan<br />

global, maka penanganan gas-gas yang termasuk dalam Green House Gases (GHG) atau Gas Rumah<br />

Kaca (GRK) menjadi lebih serius dilakukan. Gas-gas yang termasuk GRK ini memiliki potensi yang besar<br />

dalam pemanasan global yang "potensi" nya diperhitungkan dalam potensi CO 2 ,<br />

Mengingat tidak semua negara di dunia mampu dalam waktu singkat menurunkan emisi-emisi GRK­<br />

nya, maka saat ini dikenal dengan konsep perdagangan karbon yang dikenal dengan Mekanisme<br />

Pembangunan Bersih (Clean Development Mechanism-COM). Oengan mekanisme COM ini, gas-gas<br />

yang dihasilkan di TPA mulai diarahkan untuk dikelola sekaligus dimanfaatkan sebagai energi dalam<br />

rangka COM sehingga diperoleh manfaat ganda. Hingga kjni konsep ini dikenal dengan LFGtE (Landfill<br />

Gas to Energy} Sementara jika sampah perkotaan dibakar dalam suatu insinerator <strong>dan</strong> panasnya<br />

dipakai untuk boiler <strong>dan</strong> membangkjtkan generator listrik, umumnya dikenal sebagai konsep WtE<br />

( Waste to Electricity). Tabel 2 memperlihatkan berbagai gas <strong>dan</strong> potensinya dalam pemanasan global.<br />

Tabel 2. Global Warming Potentials (GWP) Dari Beberapa Gas<br />

Species<br />

Formula I 100 years Atm. Lifetime<br />

Kimiawi GWP years<br />

Sulphur hexaflouride SF6 23900 3200<br />

Perfluoromethane CF4 6500 50000<br />

Perfluoroethane C2F6 9200 10000<br />

Perfluoropropane C3F8 7000 2600<br />

Perfluorobutane C4F10 7000 2600<br />

Perfluoropentane C5F12<br />

7500 4100<br />

Perfluorohexane C6F14 7400<br />

3200<br />

Nitrous Oxide N20 310<br />

120


Tabel3 Gambaran Nilai Ekonomi Sistem Boiler<br />

Peralatan Biaya ($) Keterangan<br />

Gas Extraction System 500.000 Type: Vertical well at 80% waste<br />

depth (32 - 80 ft)<br />

Pipe material: HOPE<br />

Piping location: 3 ft below surface<br />

Gas flow: 1,3 million cfd/51 % CH4<br />

Blower station 100.000 Blower: Hoffman 9 stage<br />

Filter Perennial Energy dual<br />

particulate<br />

Pipeline 200.000 Outer Diameter: 12-inch<br />

IVJaterial : HOPE<br />

Length : 3f4 mile<br />

Energy equipment 600.000 Boiler: Cleaver-Brooks CB 800 hp<br />

Nominal Rating:26.800 Ib/hr steam<br />

Fuel : oil or natural gas<br />

Boiler building<br />

Price paid for steam : $ 3 per 1.000 Ibs<br />

Current annualized gross steam revenue: $ 450.000 to $ 500.000<br />

Tax credits : Approximately $ O,85/MMBtu<br />

(1990)<br />

Payments relating to boiler : Electricity - $ 12.500/yr<br />

Insurance - $ 26.400/yr<br />

Inspection/Fees - $ 3.000jyr<br />

Payments for O&M Approximately $ 42.000jyr<br />

Sumber: EPA Augenstein and Pacey, 1992<br />

Internal Combustion Engine (IC Engine)<br />

<strong>Teknologi</strong> ini merupakan yang "terkotor" dalam kaitan pembakaran gas TPA untuk membangkitkan<br />

energi listrik. Hal ini karena banyaknya emisi CO (karbon monoksida) <strong>dan</strong> NOx <strong>dan</strong> juga merupakan<br />

sumber dari dioxin yang berbahaya. Yang sangat umum diaplikasikan bagi gasbio TPA adalah lean­<br />

combust ion engine <strong>dan</strong> stoichiometric engine. IC engine digolongkan dalam low « 700 rpm), medium<br />

(700 - 1000 rpm) <strong>dan</strong> high (> 1000 rpm) speed engines.<br />

Low speed engines, memiliki ouput energi yang tinggi, pemeliharaan yang relatif ringan, reliability yang<br />

tinggi <strong>dan</strong> efisien bahan bakar tetapi juga besar dalam ukuran <strong>dan</strong> memiliki rasio capital cost/power<br />

output yang tinggi.<br />

Stoichiometric engines mudah dalam pengoperasian <strong>dan</strong> dapat "menerima" banyak kontaminan dalam<br />

gasbio. Kelemahan stoichiometric engine adalah rendahnya output energi dengan konsekuensi emisi<br />

<strong>dan</strong> biaya yang lebih tinggi.


Gas Turbine<br />

Pembakaran gas turbine dengan gasbio umumnya pada rentang kurang dari 1 MW hingga lebih dari<br />

100 MW. Turbin memiliki net efficiency lebih rendah dibanding Ie engines <strong>dan</strong> memiliki kategori<br />

"se<strong>dan</strong>g" diantara teknologi yang lain dalam hasil emisi CO <strong>dan</strong> NOx. Tidak ada data mengenai sumber<br />

dioxin.<br />

Aplikasi dengan gasbio dari TPA perlu satu modifikasi disain terhadap turbin dari gas alam, yakni pada<br />

sistem bahan bakarnya. Kontrol sistem bahan bakar menjadi dua kali lebih banyak dalam hal control<br />

valves, regulating valves, <strong>dan</strong> fuel injectors dalam mengantisipasi laju aliran gasbio yang lebih besar<br />

akibat kandungan Btu yang lebih rendah. Rendahnya nilai Btu dapat menyebabkan sui it terbakar saat<br />

"start-up" <strong>dan</strong> menyebabkan "flame-outs" saat muatan turbin berkurang secara cepat. Selain itu<br />

a<strong>dan</strong>ya endapan silica diatas kipas turbin <strong>dan</strong> nozzle, belum diketahui sepenuhnya mekanismenya <strong>dan</strong><br />

masalah ini terkait dengan komposisi gasbio. Penting dicatat bahwa kapasitas output energi gas turbine<br />

akan berkurang seiring meningkatnya suhu udara ambien.<br />

Bahan bakar kendaraan (vehicle fuels)<br />

Pasar gasbio sebagai bahan bakar kendaraan akan realistis apabila gasbio di tingkatkan kualitasnya<br />

(grade-nya) menyamai gas alam. Hingga kini sudah banyak kendaraan di berbagai negara yang<br />

menggunakan gas alam baik dalam bentuk liqUId natural gas (LNG) maupun compressed natural gas<br />

(CNG), tetapi masih sangat terbatas yang berasal dari gasbio TPA. Di New Zealand pemakaian gasbio<br />

yang sudah di-up grade mendekati gas alam sudah banyak diaplikasikan <strong>dan</strong> dikonsumsi kendaraan<br />

bermotor yang terus meningkat setiap tahunnya (Nyns, 1992).<br />

Fuel Cells<br />

Fuel cells adalah teknologi yang tergolong sangat mahal <strong>dan</strong> masih dalam taraf pengembangan. EPA<br />

mendeskripsikan fuel cells sebagai "salah satu teknologi yang paling bersih dalam hal konversi energi<br />

yang ada". Hingga kini pengembangan teknologi ini terbentur pada ketidaklayakan ekonomi pada saat<br />

menggunakan gasbio TPA. Fuel cells adalah baterai elektrokimia menggunakan molten carbonate atau<br />

asam phosporik dengan bahan bakar batubara, minyak, gas alam atau hidrokarbon lainya. Hidrogen<br />

dari hasil konversi bahan bakar ditambah oksigen menghasilkan listrik. Keuntungan fuel cells dibanding<br />

teknik pemanfaatan gasbio lainnya meliputi; efisiensi energi lebih tinggi, emisi yang lebih rendah, bisa<br />

pada TPA skala kecil, minimal dalam perawatan <strong>dan</strong> dampak kebisingan yang tidak ada.<br />

Operasionalisasi fuel cells memerlukan pre-treatment gasbio meliputi separasi gas CO2 dengan<br />

membran <strong>dan</strong> karbon aktif. Suatu instalasi pembangkit dengan f,!el cells yang ada di pasaran dengan<br />

output 200 kW umumnya terdiri dari 3 (tiga) sistem utama, yakni; sistem pemrosesan bahan bakar,<br />

sistem konversi elektrik <strong>dan</strong> sistem pengelolaan thermal. Perkiraan emisi suatu fuel cells plant dapat<br />

dilihat pada Tabel 4 .<br />

Tabel4. Perkiraan Emisi Udara Pada Fuel Cells Power Plant<br />

Polutan Emisi - Ibs/l0 6 Btu<br />

NOx 0,02 - 0,04<br />

SOx 0,00003


PROGRAM INSENTIF PENINGKATAN KEMAMPUAN<br />

PENELITI DAN PEREKAYASA<br />

KEGIATAN PEMANFAATAN KOMPOS SEBAGAI TANAH PENUTUP (COVER SOIL) DAN PEREDUKSI<br />

EMISI GAS METANA PADA TPA SAMPAH KOTA<br />

TECHNICAL NOTES<br />

No : TN -<br />

Teori Penangkapan Gas CH4<br />

WBS :11 .1.1<br />

WP :11.1.11<br />

Minggu Ke :<br />

Tanggal<br />

Gas metana terbentuk sejak 3 bulan pada tumpukan sampah dimana reaksi kimia secara<br />

umum untuk dekomposisi anaerobik adalah (Tchobanoglous, 1993)<br />

bakteri<br />

Materi organik + H 20 • Materi organik + CH 4 + CO 2 + gas lainnya<br />

(sampah) terdegradasi<br />

Gas metana termasuk gas dengan molekul stabil namun dalam kondisi siap teroksldasi oleh<br />

bakteri-bakteri methanothrophs di tanah. Ini berarti bahwa upaya mitigasi gas metana bisa<br />

dimaksimalkan di sumber sebelum teremisikan ke atmosfer Karena CH4 akan terdegradas !<br />

teroksidasi menjadi materi yang tidak berbahaya bagi lingkungan.<br />

Secara stoikiometri reaksi oksidasi metana adalah:<br />

CH 4 + 20 2 ----••CO 2 + 2H 20 + biomassa + panas<br />

Untuk keperluan praktis, koefisien stoikiometri untuk O2 adalah 0,2 - 1,8 se<strong>dan</strong>gkan untuk<br />

CO 2 sebesar 0,2 - 0,9 (Stepniewski & Pawlowska, 1996). Faktor-faktor yang mempengaruhi<br />

berlangsungnya oksidasi metana antara lain (Humer et aI , 1999 dalam Escoriaza, 2005)<br />

Dibuat Oleh :<br />

1. Keberadaan mikroorganisme methanothrophs<br />

2. Ketersediaan oksigen<br />

3. Ketersediaan nutrien bagi mikroorganisme<br />

4. Kelembaban, suhu <strong>dan</strong> pH medi


PROGRAM INSENTIF PENINGKATAN KEMAMPUAN<br />

PENELITI DAN PEREKAYASA<br />

KEGIATAN PEMANFAATAN KOMPOS SEBAGAI TANAH PENUTUP (COVER SOIL) DAN PEREDUKSI<br />

EMISI GAS METANA PADA TPA SAMPAH KOTA<br />

TECHNICAL NOTES<br />

WBS<br />

WP<br />

Minggu Ke :<br />

No : TN - Tanggal<br />

BEBERAPA CONTOH SISTEM REAKTOR BIOFILTER<br />

: 1<br />

: 1.1<br />

Biofiltrasi sebagai salah satu pilihan dalam pengolahan gas-gas pencemar sebenarnya telah lama<br />

diteliti. Pada tahun 1959 di Nuremberg (Jerman) telah diinstalasi biofilter pada sewerage treatment<br />

plant dengan media tanah (soil bed). Disusul tahun 1960-an di Amerika Serikat, biofilter mulai<br />

diperkenalkan untuk mengolah (filter) gas-gas polutan. Se<strong>dan</strong>gkan di Eropa khususnya di Belanda <strong>dan</strong><br />

Jerman, biofilter diaplikasikan pada pengendalian Volatile Organic Compounds (VOCs) <strong>dan</strong> polutan gas<br />

beracun (air toxic) yang diemisikan industri-industri pad a era tahun 1980-an. Kemudian pada tahun<br />

1986 model matematika <strong>dan</strong> prediksi kinerja biofilter berhasil dikembangkan Ottengraf, sehingga pada<br />

akhir tahun 1990-an kinerja biofilter semakin dimengerti (Ottengraf, 1987 dalam Nukunya, 2004).<br />

Penelitian terhadap kemampuan biofilter dalam oksidasi metana dari TPA sampah baik dalam<br />

skala laboratorium <strong>dan</strong> skala lapangan sekaligus dilakukan oleh Philopoulos (2006). Pada skala<br />

laboratorium, diuji media kompos dari tanaman (yard compost') <strong>dan</strong> media kombinasi pasir-kompos­<br />

batu apung. Hasil pada skala laboratorium ini kedua media sama-sama mampu mereduksi 100% emisi<br />

metana pada fluks sebesar 134 9 CHJm2/hari.<br />

Beberapa contoh disain Sistem Reaktor Biofilter adalah sebagai berikut (terlampir) :<br />

Dibuat Oleh : Diperiksa Oleh : Disetujui Oleh :<br />

Nama : Listiyani Purwitasari, S.Si.<br />

Peran : Engineer Staff<br />

Nama : Drs. Feddy Suryanto<br />

Peran : Leader<br />

Nama: Ir. Wahyu Purwanta, MT<br />

Peran : Group Leader


CONTOH 7· MODEL SISTEM REAKTOR BIOFILTER<br />

Fig. 2.1. COIUiflil Ocsigil (NOI 10 S('ille)<br />

i n lhlcill<br />

"."L:mpc: rft( u t::<br />

S::.mph!l.g<br />

Pt)(I:;


Table 1. Produsen Kompos dari Kartomantul<br />

No Produsen Kompos Lokasi<br />

Skala Produksi<br />

(ton/hari)<br />

Merek Oagang<br />

1 Agroprima Bantul < 1,0 Komet, Metan<br />

2 Taman Asri Bantul < D,S Kokata<br />

3 Mr. Supratman Bantul < D,S Diatoma<br />

4 Kartomantul Bantul < 0,5 Mitra<br />

5 Mr. Wisnu Sleman < 0,5 Natura<br />

6 Mr. Nukiman Sleman < 0,5 Pupuk<br />

7 Mr. Suhardi Sleman < 0,5 Alam Subur<br />

8 LDUS Tambakboyo Sleman < 0,5 Pupuk Organik Sembada<br />

9 Sukunan Sleman < 0,5 Kompos Alam<br />

10 Mr. Eko Sugianto Sleman < 0,5 Kompos EM<br />

11 Mr. Indra Gunawan Sleman < 0,5 Kascing<br />

Proses pengomposan umumnya masih dilakukan secara manual mulai dari sortasi,<br />

pencacahan, penumpukan, pembalikan, pengayakan, <strong>dan</strong> pengemasan kompos. Teknik<br />

pembuatan kompos dilakukan secara sederhana yaitu antara lain menggunakan sistem<br />

windrow, bak, <strong>dan</strong> pit (Iubang galian). Umumnya para produsen kompos menggunakan<br />

sistem windrow karena mudah, sederhana, tidak menghasilkan bau, <strong>dan</strong> murah<br />

pengoperasiannya. Proses pengomposan berlangsung aerobik dengan suhu tertinggi yang<br />

dicapai pada saat pengomposan umumnya antara 50-80°C. Untuk menjaga terjadinya<br />

proses aerasi, pembalikan tumpukan kompos umumnya dilakukan seminggu sekali. Proses<br />

pengomposan berlangsung lebih dari satu bulan. Kualitas produk kompos sudah cukup<br />

matang yaitu sudah tidak panas lagi, berbau tanah, berwarna hitam kecoklatan, teksturnya<br />

remah, <strong>dan</strong> strukturnya hal us. Kompos matang setelah diayak dikemas dengan kantung<br />

plastik <strong>dan</strong> karung berukuran 5 kg atau 20 kg dengan merek kompos yang berbeda-beda<br />

tergantung produsennya seperti Komet, Natura, Alam Subur, Kompos Alam, <strong>dan</strong><br />

sebagainya.<br />

Pemasaran Kompos Eksisting di Yogyakarta, Sleman <strong>dan</strong> Bantul<br />

Untuk mengetahui pasar kompos di Wilayah Kartomantul telah dilakukan survei terhadap<br />

pengecer kompos. Berdasarkan survei pengecer kompos, jumlah pengecer kompos di Kota<br />

Yogyakarta, Bantul <strong>dan</strong> Sleman sekitar 99 kios. Jumlah pengecer paling banyak terdapat di<br />

Yogyakarta yaitu sekitar 51 kios (tersebar di 5 lokasi), disusul Bantul 29 kios (tersebar di 3<br />

lokasi), Sleman 22 kios (tersebar di 6 lokasi). Lokasi yang paling banyak pengecernya yaitu<br />

di Jalan Godean (Yogyakarta) yaitu sekitar 38 kios, Jalan Bugisan (Bantul) sekitar 25 kios.


PROGRAM INSENTIF PENINGKATAN KEMAMPUAN<br />

PENELITI DAN PEREKAYASA<br />

KEGIATAN PEMANFAATAN KOMPOS SEBAGAI TANAH PENUTUP (COVER<br />

SOIL) DAN PEREDUKSI EMISI GAS METANA PADA TPA SAMPAH KOTA<br />

BDDT. · .<br />

TECHNICAL NOTES<br />

WBS :11.1.1<br />

WP :11 .1.11<br />

Minggu Ke<br />

No : TN - xx Tanggal : 28 Juli 2010<br />

Merangkai bioreactor<br />

Merangkai alat biorektor menjadi satu kesatuan alat yang siap dipergunakan untuk penelitian<br />

penyerapan elL, sebagai berikut :<br />

1. Mernesang kerangka reaktor<br />

Persiapkan rangka dasar I kaki rekator <strong>dan</strong> diberdi.tikan, lalu pasang kerangka tempat tabung<br />

penyerap uap air, box indikator <strong>dan</strong> tabung air (trapping gas) diatas rangka dasar, pasang alas<br />

reaktor pada rangka dasar.<br />

2. Mernasang tabung reaktor<br />

Persiapkan tabung reaktor pasang tutup bagian atas <strong>dan</strong> bawah yang dilapisi seal dengan mur­<br />

baut sampai benar-benar kuat, lalu rangkai dengan rangka reaktor yaitu dengan memasang<br />

tabung reaktor dengan posisi inlet gas bagian bawah, outlet gas beserta kIan oksigen bagian<br />

atas pada alas reaktor <strong>dan</strong> dirnur-baut sarnpai benar-benar kuat.<br />

3. Mernasang tabung penyerap uap air<br />

Pasang tabung rnenyerap air (silika gel) dipasang pada bagian kanan reaktor dengan klem<br />

yang dibaut dengan kerangka,<br />

4. Box indikator<br />

Box indikator adalah tempat preasure geage <strong>dan</strong> flow meter dipasang pada rangka bagian atas<br />

dengan menggunakan baut.<br />

5. Memasang tabung trepping gas<br />

Tabung trepping gas dipasang disebelah tabung silika gel pada rangka dibawah box indikator.<br />

6. Memasang selang<br />

Selang dipasang agar teljadi sebuah sistem yaitu : dari gas holder ke tabung penyerap air<br />

bagian bawah, tabung penyerap air bagian atas dicabang dua satu ke preasure geage <strong>dan</strong> ke<br />

flow meter, lalu dari flow meter ke reaktor bagian bawah (inlet gas), reaktor bagian atas<br />

(outlet) ke tabung trep gas.<br />

Rangkaian bioreaktor yang siap digunakan diperlihat pada foto sebagai belikut :


PROGRAM INSENTIF PENINGKATAN KEMAMPUAN<br />

PENELITI DAN PEREKA VASA<br />

KEGIATAN PEMANFAATAN KOMPOS SEBAGAI TANAH PENUTUP (COVER<br />

SOIL) DAN PEREDUKSI EMI SI GAS METANA PADA TPA SAMPAH KOTA<br />

TECH NICAL NOTES<br />

1. Pemantauan <strong>dan</strong> pengawasan digester<br />

WBS :11.1.1<br />

WP : 11.1.11<br />

Minggu Ke<br />

No : TN - xx Tanggal : 23 Agustus 2010<br />

Uji BiofiJter Media Kompos 15 em<br />

Pemantauan <strong>dan</strong> pengawasan proses produksi gas metan dari biodegister kotoran ternak sapi, dengan<br />

pengecekan kebocoran, memberikan pengarahan cara sup1ai bahan <strong>dan</strong> menghi1angkan hambatan<br />

proses suplai bahan dari inlet sampai outlet.<br />

2. Pematauan <strong>dan</strong> pengawasan Biofilter<br />

Pemantauan <strong>dan</strong> pengawasan fungsi alat biofilter di1akukan dengan pengecekan keboeoran, <strong>dan</strong><br />

mengatur kondisi kelembaban bahan dalam reaktor untuk tumbuh <strong>dan</strong> berkembangnya bakteri<br />

Methanothrophs.<br />

Me1akukan pengukuran parameter CH4, C02, 02, pada inlet dengan GA 2000 <strong>dan</strong> outlet reaktor<br />

serta parameter pH, Suhu <strong>dan</strong> ke1embaban media kompos da1am reaktor dengan ketebalan 15 em,<br />

hasilnya sebagai berikut :<br />

Tgl Jam CH4 in CH4 out C02 in C02 out 02 in 02 out pH Suhu RH<br />

06/0812010 10.00 45,8 36,5 44,4 37,9 1,1 4,4 7,0 31 Wet+<br />

12.00 39,5 34,8 39,5 36,0 4,3 5,2 7,0 31 WeH<br />

14.00 39,7 35,6 40,0 37,6 4,2 4,2 7,0 32 WeH<br />

16.00 40,0 36,7 41,9 37,8 4,5 4,5 7,0 31 WeH<br />

10.00 46,5 43,3 45,7 144 07/08/2010<br />

12.00 46,5 39,4 45,5<br />

,6<br />

43,3<br />

0,4<br />

0,0<br />

0,7<br />

0,4<br />

7,0<br />

7,0<br />

27<br />

31<br />

Wet+<br />

Wet+<br />

14.00 46,3 44,6 45,7 45,2 O,Q 0,0 7,0 32 WeH<br />

09/08/2010<br />

16.00<br />

10.00<br />

46,3<br />

49,2<br />

44,4<br />

40,4<br />

45,7<br />

44,8<br />

44,8<br />

r-­ -<br />

38,4<br />

0,0<br />

-<br />

0,1<br />

0,2<br />

-<br />

3,5<br />

7,0<br />

7,0<br />

31<br />

29<br />

WeH<br />

Wet+<br />

12.00 48,8 42,1 44,1 41,5 0,0 1,5 7,0 31 WeH<br />

14.00 48,5 39,6 44,4 40,8 0,0 1,4 7,0 31 Wet+<br />

16.00 48,4 38,9 44,6 40,5 0,0 1,3 7,0 32 WeH


Keterangan :<br />

Wet : Kelembaban 20% sid 30%<br />

WeH : Kelembaban > 30%<br />

Dibuat Oleh : Diperiksa Oleh : Disetujui Oleh:<br />

Nama : Saiful Mukhid, SP Nama : Drs. Feddy Suryanto Nama : Ir. Wahyu Purwanta, MT<br />

Peran : Engginering Staff Peran : Leader Peran : Group Leader<br />

Job Code Job Code Job Code


PROGRAM INSENTIF PENINGKATAN KEMAMPUAN<br />

PENELITI DAN PEREKAYASA<br />

KEGIATAN PEMANFAATAN KOMPOS SEBAGAI TANAH PENUTUP (COVER<br />

SOIL) DAN PEREDUKSI EMISI GAS METANA PADA TPA SAMPAH KOTA<br />

TECHNICAL NOTES<br />

1. Pemantauan <strong>dan</strong> pengawasan digester<br />

WBS :11 .1.1<br />

WP :11.1.11<br />

Minggu Ke<br />

No : TN - xx Tanggal : 23 Agustus 2010<br />

Uji Biofilter Media Kompos 25 em<br />

Memperbaiki baut luar <strong>dan</strong> dalam yang pecah serta seal pada pengaduk biodegister kotoran ternak<br />

sapi, pengecekan kebocoran, memberikan pengarahan cara suplai bahan.<br />

2. Pematauan <strong>dan</strong> pengawasan Biofilter<br />

Pematauan <strong>dan</strong> pengawasan fungsi alat bioreaktor, menjaga kelembaban bahan dalam reaktor untuk<br />

tumbuh <strong>dan</strong> berkembangnya bakteri Methanothrophs.<br />

3. Melakukan pengukuran parameter CH4, C02, 02, pada inlet dengan GA 2000 <strong>dan</strong> outlet<br />

reaktor selia parameter pH, Suhu <strong>dan</strong> kelembaban media kompos dalam reaktor, hasilnya<br />

sebagai berikut :<br />

Tgi Jam CH4in CH4 out C02 in C02 out 02 in 02 out pH Suhu RH<br />

13/08/2010 10.00 49,5 9,5 44,1 11,7 0,1 11,7 7,0 32 Wet<br />

12.00 49,0 14,0 43,1 13,7 0,1 11,4 7,0 33 Wet<br />

14.00 48,9 20,0 43,4 23,3 0,1 5,6 6,5 35 Wet+<br />

16.00 48,6 25,6 44,0 29,1 0,0 5,1 7,0 35 Wet<br />

14/08/2010 10.00 50,5 0,6 42,6 5,5 0,2 15,0 7,0 31 IWet<br />

12.00 50,4 , 13,3 42,0 17,1 0,2 6,1 7,0 34 Wet+<br />

14.00 50,4 20,2 42,2 26,3 0,0 3,4 7,0 38 Wet+<br />

16.00 49,8 29,0 42,7 32,1 0,0 1,3 7,0 38 Wet<br />

16/08/2010 10.00 51,3 35,4 42,4 36,0 0,2 1,2 7,0 33 Wet<br />

12.00 50,7 30,6 42,4 32,7 0,0 1,8 7,0 36 Wet<br />

14.00 50,6 29,4 42,7 32,4 0,0 1,6 7,0 38 Wet<br />

16.00 49,9 29,2 42,8 32,5 0,0 1,7 7,0 38 Wet<br />

23/08/2010 10.00 48,9 13,4 45,4 16,4 0,0 10,6 6,5 27 Wet<br />

12.00 48 ,8 17,8 45,1 24,8 0,0 4,9 6,5 29 Wet<br />

14.00 ,48,7 19,1 45,1 29,7 0,0 2,1 6,5 31 Wet<br />

1 16.00 48,4 19,1 1 45 ,2 130,4 0,0 1,5 6,5 31 Wet


Keterangan :<br />

Wet : Kelembaban 20% sId 30%<br />

WeH : Kelembaban > 30%<br />

Dibuat Oleh : Diperiksa Oleh : Disetujui Oleh:<br />

Nama : Saiful Mukhid. SP Nama : Drs. Feddy Suryanto Nama : Ir. Wahyu Purwanta, MT<br />

Peran : Engginering Staff Peran : Leader Peran : Group Leader<br />

Job Code Job Code Job Code


PROGRAM INSENTIF PENINGKATAN KEMAIIJIPUAN<br />

PENELITI DAN PEREKAYASA<br />

KEGIATAN PEMANFAATAN KOMPOS SEBAGAI TANAH PENUTUP (COVER<br />

SOIL) DAN PEREDUKSI EMISI GAS METANA PADA TPA SAMPAH KOTA<br />

1. Pemantauan <strong>dan</strong> pengawasan digester<br />

TECHNICAL NOTES<br />

No : TN - xx<br />

WBS<br />

WP<br />

Uji Biofilter Media Kompos 50 em<br />

Minggu Ke<br />

Tanggal : 3 September 2010<br />

Pemantauan <strong>dan</strong> pengawasan proses produksi gas metan dari biodegister kotoran temak sapi,<br />

dengan pengeeekan keboeoran, menghilangkan hambatan proses (penyumbatan) dari digester 1 ke<br />

digester 2.<br />

2. Pematauan <strong>dan</strong> pengawasan Biofilter<br />

Pematauan <strong>dan</strong> pengawasan fungsi alat bioreaktor, mengatur kondisi kelembaban bahan dalam<br />

reaktor untuk pertumbuhan bakteri Methanothrophs yang optimal <strong>dan</strong> menambah media kompos<br />

sampai dengan 50 em.<br />

3. Melakukan pengukuran parameter CH4, C02, 02, pada inlet dengan GA 2000 <strong>dan</strong> outlet reaktor<br />

serta parameter pH, Suhu <strong>dan</strong> kelembaban media kompos dalam reaktor, hasilnya sebagai<br />

berikut:<br />

Tgl Jam CH4in CH4 out C02 in C02 out 02 in 02 out pH Suhu RH<br />

29/0812010 10.00 49,3 - 41,9 22,2 0,6 0,2 7,0 30 Dry+<br />

17 12.00 49,3 - 41,9 17,8 0,3 5,7<br />

,0<br />

6,5<br />

29<br />

32<br />

Dry+<br />

Nor<br />

6,5 31 Wet<br />

14.00 49,3 - 41,8 19,8 0,2 3,7 6,5 34 Wet<br />

6,5 32 Nor<br />

16.00 49,5 - 43,0 21,4 0,1 1,4<br />

16 ,5<br />

6,5<br />

32<br />

32<br />

Wet<br />

Wet<br />

30/08/2010 10.00 49,2 - 41,6 6,5 0,0 13,9 6,0 31 Wet<br />

5,5 29 Wet<br />

12.00 49,3 - 42,3 1 8,8 0,2 11,5 6,5 32 Wet<br />

6,5 32 Wet<br />

14.00 49,3 - 42,3 9,3 0,2 11,0 6,0 34 Wet<br />

6,0 33 Wet<br />

16.00 49,5 - 42,4 9,1 0,1 11 ,2 6,5 34 Wet


I<br />

31108/2010 10.00 50,7 - 43,0 22,2 7,4<br />

12.00 50,5 - 42,5 17,8 7,7<br />

14 00<br />

1 . \50,2 - 45,5 19,8 7,4<br />

16.00 50,2 - 42,4 21,4 7,4<br />

03/09/2010 10.00 52,2 - 40,6 7,4 0,3<br />

12.00 52,0 - 40,2 7,6 0,2<br />

Keterangan :<br />

NOlmal: Kelembaban 10% sid 20%<br />

Wet : Kelembaban 20% sid 30%<br />

Wet+ : Kelembaban > 30%<br />

Dibuat Oleh : Diperiksa Oleh :<br />

Nama : Saiful Mukhid, SP Nama : Drs. Feddy Suryanto<br />

Peran : Engginering Staff Peran : Leader<br />

Job Code Job Code<br />

6,5 33 Wet<br />

0,1 6,5 30 Nor<br />

6,0 29 Wet<br />

0,1 6,5 31 Nor<br />

6,0 30 Wet<br />

0,2 6,5 32 Nor<br />

6,5 32 Wet+<br />

0,1 6,5 32 Wet<br />

6,0 35 Wet<br />

11,9 6,5 32 ' Nor<br />

6,5 32 Wet<br />

11,6 6,5 33 Nor<br />

6,5 32 Wet<br />

Disetujui O!eh :<br />

Nama : Ir. Wahyu Purwanta, MT<br />

Peran : Group Leader<br />

Job Code<br />

..<br />

-<br />

....<br />

.<br />

.... ­<br />

-<br />

'­<br />

L.<br />

.... ­


PROGRAM INSENTIF PENINGKATAN KEMAMPUAN<br />

PENELITI DA N PEREKAYASA<br />

KEGIATAN PEMANFAATAN KOMPOS SEBAGAI TANAH PENUTUP (COVER<br />

SOIL) DAN PEREDUKSI EMISI GAS METANA PADA TPA SAMPAH KOTA<br />

TECHNICAL NOTES<br />

WBS<br />

WP<br />

BDDT · Minggu Ke<br />

1. Pemantauan <strong>dan</strong> pengawasan digester<br />

No : TN - xx<br />

Uji Biofilter Media Tanah 15 em<br />

Tanggal : 13 September 2010<br />

Pemantauan <strong>dan</strong> pengawasan proses produksi gas metan dari biodegister kotoran ternak sapi,<br />

perbaikan kebocoran pada selang outlet menuJu biorektor, menghilangkan hambatan<br />

(penyumbatan) dari selang outlet ke penampung (gas holder).<br />

2. Pematauan <strong>dan</strong> pengawasan Biofilter<br />

Pematauan <strong>dan</strong> pengawasan fungsi alat bioreaktor, mengatur kondisi kelembaban bahan dalam<br />

reaktor untuk pertumbuhan bakteri Methanothrophs, membongkar (mengkosongkan reactor) <strong>dan</strong><br />

mengganti media dengan tanah yang dipakai untuk penutup TPA setebal15 cm.<br />

3. Melakukan pengukuran parameter CH4, C02, 02, pada inlet dengan GA 2000 <strong>dan</strong> outlet reaktor<br />

serta parameter pH, Suhu <strong>dan</strong> kelembaban media kompos dalam reaktor, hasilnya sebagai<br />

berikut :<br />

Tgl Jam CH4in CH4 out C02 in C02 out 02 in 02 out pH Suhu RH<br />

04/0912010 09.00 Reactor diisi tanah setebal 15 cm. Tanah yang dipakai<br />

seperti tanah yang digunakan untuk uruk TPA (Liat:<br />

Pasir : Debu mendekati seimbang sedikit masih<br />

banyak fraksi liatnya)<br />

06/09/2010 10.00<br />

12.00<br />

14.00<br />

10.00 Perbaikan selang yang tersumbat dari outlet gas<br />

degister ke gas holder<br />

13.50 Mengalirkan gas ke reactor yang telah terisi tanah<br />

7,0 31 Nor<br />

16.00 48,2 36,3 44,3 32,8 0,2 6,6 7,0 31 Dry<br />

Untuk pengukuran kelembaban, pH <strong>dan</strong> suhu dilakukan pada lUang reactor karen a<br />

probe tdk menyentuh tanah. Selanjutnya tidak dilakukan pengukuran<br />

47,8<br />

47,9<br />

48,0<br />

47,1<br />

47,1<br />

46,7<br />

46,1<br />

46,1<br />

46,2<br />

46,2<br />

46,0<br />

45,6<br />

0,3<br />

0,0<br />

0,0<br />

0,4<br />

0,3<br />

0,4<br />

- - -


16.00 48,3 47,5 46,1 45,9 0,0 0,1<br />

I<br />

113/09/2010 10.00 46,2 38,8 47,8 42,2 0,3 3,8 - - -<br />

1<br />

I<br />

12.00 45,3 40,0 47,2 42,2 0,2 2,3<br />

14.00 46,2 141 ,3 47,6 43,8 0,0 2,1<br />

16.00 46,1 \42,5 47,9 44,8 0,0 1,5<br />

Dibuat Oleh : Diperiksa Oleh : Disetujui Oleh :<br />

Nama : Saiful Mukhid, SP Nama : Drs. Feddy Suryanto Nama : Ir. Wahyu Purwanta, MT<br />

- -<br />

Peran : Engginering Staff Peran : Leader Peran : Group Leader<br />

Job Code Job Code Job Code


Keterangan : Alat yang digunakan untuk mengukur parameter tidak menggunakan GA 2000, tidak<br />

mampu mengukur gas C02 >20 ppm.<br />

Dibuat Oleh : Diperiksa Oleh :<br />

Disetujui Oleh<br />

Nama : Saiful Mukhid, SP Nama : Drs. Feddy Suryanto Nama : Ir. Wahyu Purwanta, MT<br />

Peran : Engginering Staff Peran : Leader Peran : Group Leader<br />

Job Code Job Code Job Code<br />

-<br />

..

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!