AGENDA: LAPORAN KHUSUS: - Badan Pemeriksa Keuangan
AGENDA: LAPORAN KHUSUS: - Badan Pemeriksa Keuangan
AGENDA: LAPORAN KHUSUS: - Badan Pemeriksa Keuangan
Create successful ePaper yourself
Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.
Tanpa Persetujuan<br />
Menanggapi permohonan<br />
tersebut, majelis Hakim Konstitusi<br />
yang dipimpin Ketua MK Mahfud<br />
MD melakukan pengkajian. MK juga<br />
meminta pendapat dari sejumlah<br />
pakar hukum tentang masalah itu.<br />
Guru Besar Hukum Tata Negara<br />
dari Universitas Andalas Prof. Saldi<br />
Isra menilai keharusan adanya izin<br />
dari Presiden bagi kepala daerah<br />
telah menciptakan perlakuan yang<br />
tidak sama bagi semua pejabat publik<br />
dan telah menciptakan inkonsistensi<br />
dalam penegakan hukum.<br />
Adapun, mantan pimpinan KPK<br />
Chandra M. Hamzah berpendapat<br />
tanpa adanya keharusan meminta<br />
izin dari Presiden, KPK tidak pernah<br />
terhambat dalam pemeriksaan kepala<br />
daerah dan wakil kepala daerah yang<br />
terlibat kasus pidana korupsi. KPK<br />
juga mendukung agar ketentuan izin<br />
pemeriksaan terhadap kepala daerah<br />
itu dicabut oleh MK.<br />
Alhasil, MK mengabulkan<br />
sebagian dari tuntutan judicial<br />
review yang diajukan para pemohon.<br />
Dalam putusannya, majelis<br />
hakim menyatakan penyelidikan<br />
dan penyidikan terhadap kepala<br />
daerah atau wakil kepala daerah<br />
bisa dilakukan tanpa persetujuan<br />
Presiden. Pasal 36 Ayat 1 yang<br />
mewajibkan izin dari Presiden itu<br />
bertentangan dengan UUD 1945.<br />
MK juga menyatakan pasal 36 Ayat 2<br />
tidak mempunyai kekuatan hukum<br />
yang mengikat.<br />
Sekalipun begitu, anggota Majelis<br />
Hakim Konstitusi Akil Mochtar<br />
memberikan pertimbangan lain.<br />
Dia menjelaskan penyelidikan yang<br />
dilakukan dalam rangka menentukan<br />
ada atau tidak adanya suatu tindak<br />
pidana sudah diatur dalam Kitab<br />
Undang- Undang Hukum Pidana<br />
(KUHAP). Oleh karena itu, persetujuan<br />
tertulis dari Presiden tidak boleh<br />
menjadi hambatan bagi proses<br />
penyelidikan dan penyidikan.<br />
Selain itu, karena penyelidikan<br />
kasus pidana bersifat rahasia dan<br />
tidak terdapat tenggat waktu, MK<br />
menilai persetujuan Presiden dapat<br />
menghapus unsur kerahasiaan<br />
tersebut. Dengan adanya rentang<br />
waktu 60 hari untuk menunggu izin<br />
Presiden, kepala daerah dan wakilnya<br />
bisa berupaya menghapus jejak atau<br />
menghilangkan alat bukti tindak<br />
kejahatannya.<br />
Namun jika penyidik Polri<br />
dan Kejaksaan sudah yakin untuk<br />
menahan kepala daerah atau<br />
wakilnya, menurut Akil, persetujuan<br />
Presiden harus diperoleh. Namun<br />
Dipo Alam<br />
istimewa<br />
batas waktu penantiannya dipangkas,<br />
dari 60 hari menjadi 30 hari.<br />
Akil mengingatkan persetujuan<br />
Presiden diperlukan karena kepala<br />
daerah dan wakil adalah bawahan<br />
langsung Presiden.<br />
Dia menegaskan bahwa<br />
pemeriksaan, penangkapan, dan<br />
penahanan kepala daerah dan<br />
wakil juga dapat dilakukan secara<br />
langsung oleh Polisi dan Jaksa tanpa<br />
menunggu izin Presiden pada kasuskasus<br />
tertentu.<br />
Bila tersangka tertangkap tangan<br />
melakukan tindak pidana berat,<br />
seperti penggunaan narkotika<br />
dan zat adiktif, boleh saja ditahan<br />
tanpa izin Presiden. “Tidak perlu<br />
izin Presiden dan bisa langsung<br />
ditahan, bila mereka tertangkap<br />
tangan melakukan tindakan yang<br />
mengancam keamanan negara,<br />
seperti makar dan terorisme,” jelasnya.<br />
Kejaksaan menyambut baik<br />
NOVEMBER 2012 Warta BPK<br />
PANTAU<br />
putusan MK itu. Wakil Jaksa Agung<br />
Darmono, menyambut baik putusan<br />
MK karena selama ini dinilai terjadi<br />
diskriminasi praktik hukum. Dengan<br />
adanya putusan MK ini tidak ada lagi<br />
diskriminasi hukum antarpenyidik di<br />
Indonesia, seperti yang terjadi antara<br />
Kejaksaan dan KPK.<br />
Pendapat serupa juga<br />
diungkapkan Sekretaris Kabinet Dipo<br />
Alam. Menurut dia, putusan MK akan<br />
memudahkan dan menyederhanakan<br />
proses penyelidikan dan penyidikan<br />
kepala daerah sehingga prosesnya<br />
bisa lebih cepat. Selama ini, salah satu<br />
tugas Dipo Alam, adalah memeriksa<br />
keabsahan surat permintaan izin<br />
pemeriksaan hukum bagi kepala<br />
daerah dan wakilnya sebelum<br />
dipertimbangkan oleh Presiden .<br />
Namun bagi Kementerian Dalam<br />
Negeri, putusan MK dianggap<br />
menodai makna kehormatan dan<br />
kewibawaan kepala daerah sebagai<br />
pejabat negara. Menurut Dirjen<br />
Otonomi Daerah, Djohermansyah<br />
Djohan, kehormatan dan kewibawaan<br />
kepala daerah seharusnya tetap<br />
dijaga. Dengan adanya putusan<br />
MK itu akan ada efek terhadap<br />
kewibawaan kepala daerah, terutama<br />
kepala daerah yang bersih.<br />
Dia khawatir aparat penegak<br />
hukum akan dimanfaatkan lawan<br />
politik untuk menjatuhkan kepala<br />
daerah yang bersih dan jujur. Meski<br />
mengkhawatirkan efek putusan,<br />
Kementerian Dalam Negeri akan<br />
mematuhi putusan MK.<br />
Filosofi putusan itu akan<br />
dimasukkan ke dalam revisi UU<br />
Pemda yang kini sudah masuk ke<br />
DPR. Imbasnya tentu bukan hanya<br />
UU Pemda. Undang-Undang lain<br />
seperti UU No. 27 Tahun 2009 tentang<br />
MPR, DPR, DPD, dan DPRD diminta<br />
untuk disesuaikan dengan filosofi<br />
pandangan MK.<br />
Sepertinya dengan adanya<br />
putusan MK tersebut, diharapkan<br />
proses penyelidikan dan penyidikan<br />
yang dilakukan akan menjadi lebih<br />
efektif dalam penanganan korupsi di<br />
negeri ini. Semoga. bw<br />
55