kelas09_bahasa-indonesia-bahasa-kebangsaanku_sa.. - UNS
kelas09_bahasa-indonesia-bahasa-kebangsaanku_sa.. - UNS
kelas09_bahasa-indonesia-bahasa-kebangsaanku_sa.. - UNS
Create successful ePaper yourself
Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.
Subroto berhalik lagi. Memandang jauh ke luar jendela. Semuanya<br />
sudah terlanjur begini, mengapa dia harus terus ragu-ragu. Mati hidup<br />
manusia toh tidak ditentukan oleh kita sendiri. Di rumah ini pun, kalau<br />
Tuhan menghendaki Kartono mati, hal itu bi<strong>sa</strong> terjadi kapan <strong>sa</strong>ja. Sebuah<br />
pe<strong>sa</strong>wat terbang Jepang nya<strong>sa</strong>r dan menjatuhkan bomnya di rumah ini,<br />
umpamanya. Bukankah hal itu bi<strong>sa</strong> terjadi?<br />
"Kau benar-benar ingin berangkat ber<strong>sa</strong>maku?" tanya Subroto pelan.<br />
"Ya, kak!" jawab Kartono cepat, penuh gairah.<br />
"Baiklah, kita berangkat sekarang!" kata Subroto.<br />
Sedangkan dalam hati, Subroto memohon pada Ayah dan Ibunya.<br />
Maafkan aku Ayah! Maafkan aku Ibu! Kartono kuajak pergi ke garis depan<br />
sekarang! Perjuangan selalu menuntut pengorbanan!<br />
Ketika perang u<strong>sa</strong>i, seorang pemuda kurus kecil kembali ke de<strong>sa</strong> itu.<br />
Dialah Kartono. Tubuhnya tetap kurus kecil, tetapi rona mukanya berubah<br />
banyak. Keras dan penuh keyakinan diri. Tidak banyak yang dibawa<br />
pemuda itu. Baju yang di bawanya juga bukan bajunya. Baju kakaknya.<br />
Berlencana Elang Kuning di lengan kirinya. Sementara di dada baju itu,<br />
terlihat sebuah lubang be<strong>sa</strong>r. Hangus!<br />
Kartono kembali ke rumah wari<strong>sa</strong>n orang tuanya. Dia sendirian<br />
sekarang! Ya, Letnan Kartono, anggota laskar Elang, pejuang paling berani<br />
dalam ke<strong>sa</strong>tuannya untuk sementara telah menyele<strong>sa</strong>ikan tugas<br />
perjuangannya. Sedangkan Subroto, kakaknya, mendapat anugerah<br />
pangkat Mayor Anumerta. Subroto menghembuskan nafasnya justru<br />
dipangkuan adiknya, yang dulu dikhawatirkan nasibnya. Takdir<br />
menentukan lain.<br />
"Kau teruskan perjuanganku, dik" begitu Subroto berpe<strong>sa</strong>n terbata-bata<br />
ketika itu. Tiga butir peluru ber<strong>sa</strong>maan menembus dada sebelah kiri pemuda<br />
bersemangat be<strong>sa</strong>r itu. "Keluarga kita adalah keluarga pejuang! Kau harus<br />
kawin dan punya anak. Jangan kau putus rantai keluarga kita. Aku ... aku<br />
... ingin melihat anakmu kelak ...!"<br />
Kartono tidak menangis. Cuma dada pemuda kurus kecil itu berombakombak<br />
cepat. Dia seorang diri sekarang. Kakaknya cuma mewarisi pe<strong>sa</strong>n.<br />
Pe<strong>sa</strong>n suci agar dirinya meneruskan kelanjutan garis keturunan keluarga<br />
ini!<br />
Sumber: Tri Budhi Sastrio. 2002. Planet Di Laut Kita Jaya<br />
(Seri I Kumpulan 15 Cerpen Perjuangan).<br />
68 Baha<strong>sa</strong> Indonesia, Baha<strong>sa</strong> Kebanggaanku Kelas IX SMP dan MTs