03.11.2014 Views

executive Summary - Komunitas AIDS Indonesia

executive Summary - Komunitas AIDS Indonesia

executive Summary - Komunitas AIDS Indonesia

SHOW MORE
SHOW LESS

Create successful ePaper yourself

Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.

TEMUAN LAPANGAN<br />

dan ingin berhenti. Dalam kondisi demikian, disertai oleh rendahnya harga<br />

diri mereka, maka unsur terpenting yang mereka butuhkan adalah<br />

dukungan dari luar, khususnya keluarga dan orang-orang terdekat.<br />

3.7 Temuan Respon<br />

Bagaimana penyedia layanan merespon situasi dan kebutuhan penasun?<br />

Apa aktivitas yang dilakukan oleh penyedia layanan terhadap penasun?<br />

Deskripsi tentang temuan respon akan dibagi ke dalam dua bagian.<br />

Pertama, dari titik pandang para penasun terhadap penyedia layanan.<br />

Dari titik pandang ini akan diungkap bagaimana pemahaman penasun<br />

tentang penyedia layanan dan layanan yang pernah diakses oleh mereka<br />

dari penyedia layanan tersebut. Kedua, dari titik pandang penyedia layanan<br />

itu sendiri. Dari titik pandang ini akan diungkap bagaimana penyedia<br />

layanan memberikan penjelasannya tentang aktivitas mereka dan<br />

bagaimana mereka sadar akan efektif atau tidaknya respon (aktivitas)<br />

yang selama ini mereka lakukan terhadap penasun.<br />

3.7.1 Pandangan para penasun terhadap penyedia layanan<br />

menurut pemahaman dan pengalaman penasun<br />

Layanan Informasi tentang pengaruh sharing jarum suntik<br />

terhadap penyebaran HIV/<strong>AIDS</strong> di kalangan penasun. Dari mana<br />

responden mengetahui informasi tentang pengaruh sharing jarum suntik<br />

yang tidak steril terhadap penyebaran HIV/<strong>AIDS</strong> di kalangan penasun?<br />

Mayoritas responden (49%) mengaku tahu tentang informasi dari media<br />

massa. Hanya 24% responden yang menerima informasi itu dari LSM.<br />

Namun, hal itu berbeda dengan tanggapan responden Kota Bandung.<br />

Setengah dari responden Bandung (53% dari jumlah total responden<br />

Kota Bandung) mengaku tahu HIV dari LSM.<br />

Responden juga mengatakan bahwa layanan informasi yang mereka terima<br />

tidak jarang bersifat “black campaign”. Sosialisasi atau kampanye tentang<br />

dampak buruk sharing jarum suntik serta hubungannya dengan HIV/<strong>AIDS</strong><br />

seringkali disajikan dengan cara yang buruk pula. Pernyataan-pernyataan<br />

tentang bahaya narkoba mengesankan bahwa penasun itu membahayakan<br />

atau ancaman bagi orang lain serta berbagai aspek kehidupan masyarakat;<br />

“Bukan narkobanya yang berbahaya, melainkan penasunnya”. Sosialisasi<br />

yang bersifat black campaign, menurut penilaian<br />

TEMUAN LAPANGAN<br />

responden, adalah suatu bentuk stigmatisasi yang pada akhirnya semakin<br />

mengokohkan berbagai anggapan keliru tentang penasun.<br />

Layanan Informasi tentang sterilisasi jarum suntik. Sekitar 63%<br />

responden mengaku tahu tentang sterilisasi jarum suntik dari sesama<br />

teman pengguna. Hanya sekitar 21% yang mengaku tahu dari LSM,<br />

sedangkan sisanya dari media massa dan petugas puskesmas. Akibatnya,<br />

hanya 27% responden yang melakukan sterilisasi secara benar<br />

(menggunakan bleach dan/atau alkohol). Selebihnya (73%) menggunakan<br />

aqua, air biasa, air panas. Efektifnya media “getok tular” di kalangan<br />

responden patut menjadi catatan dan pertimbangan. Getok tular<br />

nampaknya masih menjadi media yang memiliki daya sebar tinggi, selain<br />

murah, mudah, dan bersifat dua arah. Namun, penting juga untuk<br />

melakukan semacam pemantauan terhadap “akurasi pesan” yang<br />

dikomunikasikan. Pemantauan tersebut memungkinkan lembaga penyedia<br />

layanan untuk mengkoreksi dan meneguhkan pesan yang diterima serta<br />

dikomunikasikan antarsesama penasun.<br />

Dalam konteks tersebut, RSRA tidak cukup melakukan penggalian dan<br />

pengamatan tentang “ekologi komunikasi” yang menjadi keseharian<br />

antarsesama penasun maupun antara penasun dengan lembaga-lembaga<br />

penyedia layanan. RSRA juga tidak memiliki cukup data tentang model<br />

penjangkauan yang selama ini dijalankan oleh LSM.<br />

Layanan lembaga-lembaga rehabilitasi (termasuk pesantren<br />

yang melakukan rehab). 92% responden mengaku pernah berusaha<br />

untuk berhenti memakai narkoba. Dari jumlah itu sekitar 60% pernah<br />

menggunakan fasilitas yang disediakan oleh penyedia layanan. Bentuk<br />

layanan yang mereka terima antara lain: dirawat di panti rehab, pesantren,<br />

detoks, kelompok dukungan. Namun, pulangnya mereka dari lembagalembaga<br />

rehabilitasi berarti kembalinya mereka pada narkoba.<br />

Banyak responden mengeluhkan tentang mahalnya biaya yang harus<br />

mereka keluarkan untuk menjalani pemulihan di lembaga-lembaga<br />

rehabilitasi. Sementara biaya yang besar itu bukanlah suatu jaminan atau<br />

kepastian yang besar bahwa mereka tidak akan kembali. Responden<br />

mengharapkan besarnya biaya layanan adalah yang terjangkau oleh<br />

keluarga mereka. Selain itu, perlu ada suatu perbaikan tentang metodemetode<br />

yang dijalankan.<br />

Layanan kesehatan pemerintah. Cukup banyak responden yang<br />

mengaku menderita berbagai penyakit yang diakibatkan oleh pemakaian<br />

86 SKEPO<br />

Rapid Situations and Responses Assessment IDUs Jawa Barat, 2005<br />

SKEPO<br />

Rapid Situations and Responses Assessment IDUs Jawa Barat, 2005<br />

87

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!