You also want an ePaper? Increase the reach of your titles
YUMPU automatically turns print PDFs into web optimized ePapers that Google loves.
selingan<br />
lum Berkembang (A. Riyanto), Mulanya Biasa<br />
Saja (Pance Pondaag), Tanpamu (Is Haryanto),<br />
Setulus Hatiku Semurni Cintaku (Is Haryanto),<br />
dan Kerinduan (Pance Pondaag).<br />
“Aku sengaja memilih lagu-lagu itu karena<br />
pernah hit di era 1980-an dan 1990-an. Selain<br />
itu, ya semoga pangsa pasarnya bisa lebih<br />
luas,” ujar James, saat dihubungi via telepon,<br />
Kamis, 17 April.<br />
Ia sengaja menambahkan bunyi saksofon,<br />
drum, biola elektrik, dan tentu saja gitar Hawaii.<br />
Karena itu, James, yang melalui masa<br />
kecilnya di Banyuwangi, menyebut album ini<br />
bukan aliran keroncong Solo, Kediri, atau Betawi,<br />
“Ini keroncong Indonesia, he-he-he...,”<br />
Tentu tak ada vokal melengking Waldjinah<br />
seperti 15 tahun lalu saat mendendangkan<br />
lagu Serasa bersama Chrisye. Meski begitu,<br />
untuk usia mendekati 70 tahun, suaranya<br />
masih empuk dan merdu. Juga kenes khas<br />
Waldjinah.<br />
Tak mengherankan bila para penyanyi keroncong<br />
generasi berikutnya masih menjadikan<br />
Waldjinah sebagai satu-satunya sumber inspirasi<br />
dan panutan. Menurut pencipta lagu<br />
keroncong Joko Priyono alias Koko Thole,<br />
penguasaan teknik cengkok, gregel, embat, dan<br />
elu yang dimiliki Waldjinah belum ada yang<br />
bisa menandingi. “Penyanyi sekelas Sundari<br />
Soekotjo pun belum semumpuni Eyang Waldjinah,”<br />
ujar pencipta lagu terbaik Anugerah<br />
Musik Indonesia 2013 itu.<br />
Tak cuma dari segi teknik bernyanyi, penampilan<br />
di panggung dan keseharian Waldjinah<br />
juga menjadi panutan. Sundari, yang semula<br />
berlatih lagu pop, pun banting setir ke keron-<br />
Majalah detik 21 - 27 april 2014