You also want an ePaper? Increase the reach of your titles
YUMPU automatically turns print PDFs into web optimized ePapers that Google loves.
Cicit satu orang<br />
Aktivitas di Pentas Dunia<br />
● Diundang ke Festival Musik<br />
Etnis di Jepang (Tokyo, Yokohama,<br />
Izume, Kobe), 1995<br />
● Misi Kesenian ke Shang Hai<br />
dan Beijing, Cina, 1996<br />
● Misi Kesenian bersama Pemerintah<br />
Provinsi Jawa Tengah<br />
ke Belanda dan Yunani, 1997<br />
● Bersama Orkes Keroncong<br />
Bintang Surakarta mewakili<br />
Indonesia di Festival Musik<br />
Etnis Asia Pasifik di Shizuoka,<br />
Jepang, 1999<br />
● Bersama Orkes Keroncong<br />
Bintang Surakarta menjadi<br />
bintang tamu Wellington Jazz<br />
Festival di Selandia Baru, 2003<br />
Penghargaan<br />
● Ratu Kembang Kacang RRI, 1958<br />
● Bintang Radio, 1965<br />
● Medali Bintang Radio Nasional<br />
Citra Adhi Karsa Budaya, 1985<br />
● Penghargaan dari Lemhannas,<br />
1994<br />
● Budaya Bhakti Upradana dari<br />
Gubernur Jawa Tengah, 1997<br />
● Kartini Award dari Lor-In<br />
Business Resort and Spa<br />
Solo, April 2012<br />
yang digelar oleh Radio Republik Indonesia pada 1958. Padahal peserta<br />
lainnya rata-rata penyanyi matang dan profesional.<br />
Ayahnya tukang cap batik. Bakat menyanyi keroncong pertama kali<br />
diketahui sang kakak, Munadi.<br />
Sepanjang kariernya, Waldjinah hanya mencipta dua lagu, Walang<br />
Kekek dan Tepa Tuladha.<br />
Dia tak sembarang menyanyikan lagu karya orang lain. Hanya lima<br />
pencipta lagu yang karyanya dia nyanyikan, yakni Gesang, Andjar<br />
Any, Waluyo, Darmanto, dan Ismanto. Karya-karya mereka dinilai<br />
menunjukkan kecerdasan, kesantunan, dan bermartabat.<br />
Sepanjang kariernya, lebih dari 1.700 lagu ia bawakan, baik jenis keroncong,<br />
langgam keroncong, langgam Jawa, maupun keroncong stambul.<br />
Pernah menjadi penyanyi tetap di paduan suara markas tentara di<br />
Gladag, Solo. Sering diajak ke medan pertempuran untuk menghibur<br />
tentara di kamp tempur.<br />
Saat dia menyanyi di Istana Negara pada 1965, Presiden Sukarno<br />
memberi nama Bintang untuk anak pertama yang masih dikandungnya.<br />
Lagu Walang Kekek, yang membuatnya terkenal, diciptakan di atas<br />
kereta Bima menuju Hotel Indonesia, Jakarta.<br />
Saat membuat rekaman lagu Walang Kekek di kediaman Suyoso pada<br />
1968, perwira polisi Hoegeng Iman Santoso turut menyaksikannya.<br />
Ibu Tien Soeharto amat menggemari lagu Walang Kekek karena syairnya<br />
berisi tentang sikap perempuan yang menolak sekadar dijadikan<br />
obyek kaum lelaki.<br />
Ia rutin manggung di Suriname, yang sebagian warganya punya hubungan<br />
darah dengan masyarakat Jawa. “Di sana aku diperlakukan<br />
kayak presiden,” kisah dia suatu ketika. Sejak turun dari pesawat<br />
sampai ke tempat penginapan, dia disambut warga setempat dengan<br />
gempita. “Salaman pun sampai berebut ingin mencium.”<br />
Menikah dengan Sulis Mulyobudi Puspopranoto, putra wedana di