Naskah Akademik RPJMN Desentralisasi 2010-2014.pdf
Naskah Akademik RPJMN Desentralisasi 2010-2014.pdf
Naskah Akademik RPJMN Desentralisasi 2010-2014.pdf
Create successful ePaper yourself
Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.
1. PENDAHULUAN<br />
Sebagai bagian dari proses pembangunan nasional, pelaksanaan rencana<br />
pembangunan berdasarkan dokumen <strong>RPJMN</strong> (Rencana Pembangunan Jangka<br />
Menengah Nasional) periode 2004-2009 akan segera berakhir. Oleh karena itu untuk<br />
terus menjaga keberlanjutan pembangunan nasional serta memastikan keterkaitan<br />
antara satu dokumen rencana dengan dokumen yang lain, diperlukan penyiapan<br />
<strong>RPJMN</strong> periode <strong>2010</strong>-2014 sesuai dengan kerangka kebijakan nasional jangka panjang<br />
serta tantangan-tantangan mutakhir yang dihadapi oleh bangsa Indonesia. <strong>Naskah</strong><br />
akademik ini merupakan bagian dari proses yang dimaksudkan untuk membantu<br />
Bappenas (Badan Perencana Pembangunan Nasional) dan para pemangku<br />
kepentingan di jajaran pemerintah pusat untuk menyusun dokumen <strong>RPJMN</strong>, khususnya<br />
yang menyangkut Bab tentang kebijakan desentralisasi dan otonomi daerah.<br />
Tujuan pokok dari kegiatan pendampingan yang dilakukan oleh tim ASSD yang<br />
antara lain ditunjang dengan naskah akademik ini adalah membantu memperkuat<br />
Bappenas dalam memainkan peran strategis di bidang perencanaan pembangunan,<br />
khususnya yang menyangkut arah kebijakan desentralisasi dalam jangka menengah.<br />
Kendatipun posisi Bappenas dalam perubahan tatanan politik di Indonesia yang<br />
semakin demokratis telah mengalami pergeseran, peran Bappenas tetap merupakan<br />
lembaga yang strategis dalam mengkoordinasikan kebijakan pembangunan di bidang<br />
desentralisasi. Dalam hal ini, masih banyak kementerian dan departemen sektoral yang<br />
menempatkan Bappenas sebagai rujukan ketika mereka berusaha menempatkan<br />
prioritas pembangunan sektoral dalam kerangka kebijakan nasional.<br />
Masalahnya adalah bahwa setelah kebijakan desentralisasi dilaksanakan sejak<br />
awal tahun 2001, banyak persoalan yang perlu segera diselesaikan terkait dengan<br />
koordinasi kebijakan yang bukan hanya menyangkut lembaga-lembaga di jajaran<br />
pemerintah pusat tetapi juga di tingkat provinsi dan tingkat kabupaten/kota. Meskipun<br />
semangat desentralisasi tetap dijadikan sebagai landasan berpikir dalam pelaksanaan<br />
kegiatan pemerintahan dan tugas-tugas pembangunan, di dalam praktik banyak<br />
kementerian dan departemen sektoral yang masih belum paham mengenai strategi<br />
kebijakan desentralisasi di tingkat nasional dan bagaimana melaksanakan devolusi<br />
kewenangan kepada jenjang pemerintahan yang lebih rendah. Persoalan ini muncul<br />
bukan hanya karena keengganan dari sebagian pejabat di tingkat pusat untuk<br />
mendelegasikan kewenangan mereka kepada daerah tetapi juga disebabkan oleh<br />
kerangka peraturan perundangan yang memang dijadikan sebagai rujukan dalam<br />
pelaksanaan kegiatan pemerintahan selama ini.<br />
Undang-undang No.32 tahun 2004 tentang Sistem Pemerintahan Daerah<br />
merupakan ketentuan perundangan yang bersifat generik bagi kerangka kebijakan<br />
nasional desentralisasi. Untuk sebagian, pelaksanaan dari undang-undang ini sudah<br />
dapat mencapai tujuan dari segi kestabilan hubungan antar jenjang pemerintahan jika<br />
dibanding UU No.22 tahun 1999 yang dipandang sudah terlalu berlebihan dan kurang<br />
disertai ketentuan tentang akuntabilitas serta pemaknaan demokrasi dan desentralisasi<br />
<br />
4