16.11.2014 Views

Naskah Akademik RPJMN Desentralisasi 2010-2014.pdf

Naskah Akademik RPJMN Desentralisasi 2010-2014.pdf

Naskah Akademik RPJMN Desentralisasi 2010-2014.pdf

SHOW MORE
SHOW LESS

You also want an ePaper? Increase the reach of your titles

YUMPU automatically turns print PDFs into web optimized ePapers that Google loves.

mengalihkan kewenangan ke daerah, dan 3) Persetujuan alokasi dalam pembahasan<br />

anggaran terkadang berjalan sangat alot sedangkan Kementerian dan Lembaga sering<br />

tidak sesuai dengan implementasi kebijakannya<br />

Berkenaan dengan sumber dana daerah dari bagi hasil, terdapat beberapa<br />

kemajuan yang menyangkut variasi jenis-jenis sumber pendapatan yang dapat<br />

diperhitungkan bagi-hasilnya untuk pemerintah daerah. UU No.39/2007 tentang Cukai<br />

yang merupakan revisi dari UU No.11/1995 menetapkan agar pemerintah pusat<br />

membagi penerimaan bagi-hasil cukai tembakau yang dimanfaatkan untuk hal khusus<br />

(earmarked). Provinsi kini memperoleh 2% dari hasil cukai tembakau. Selanjutnya mulai<br />

tahun 2008 penambahan bagi-hasil dari panas bumi juga diimplementasikan. Proporsi<br />

penerimaan pemerintah pusat dari panas bumi adalah sebesar 20%, dan sisanya dibagi<br />

dengan pemerintah provinsi serta pemerintah kabupaten/kota. Dengan demikian,<br />

mekanisme pemberian bagi-hasil tidak lagi semata-mata hanya berlaku untuk minyak<br />

bumi dan gas alam cair.<br />

Sumber pendanaan yang bisa digunakan tetapi harus dengan prinsip kehatihatian<br />

(prudence) adalah pinjaman daerah. Prosedur yang berlaku untuk melakukan<br />

peminjaman masih kompleks karena membutuhkan persetujuan DPRD serta<br />

Pemerintah Pusat dengan ijin dari Lembaga Keuangan yang ditunjuk. Namun dari segi<br />

peraturan kini sudah terdapat PP No.54/2005 tentang Pinjaman Daerah serta PP<br />

No.2/2006 tentang Tatacara Peminjaman Serta Penerusan Pinjaman Luar Negeri.<br />

Kecuali itu, antara tahun 2006 hingga 2008 pihak Departemen Keuangan juga telah<br />

mengeluarkan berbagai peraturan tentang pinjaman. Di masa mendatang, pinjaman<br />

merupakan alternatif jika daerah memang membutuhkan dana segar untuk pembiayaan<br />

proyek yang strategis. Tetapi jika dari sumber-sumber yang ada pun daerah belum<br />

mampu membelanjakan dana secara baik dan bertanggungjawab, pinjaman luar negeri<br />

merupakan alternatif terakhir.<br />

Selain masalah yang menyangkut pendapatan (revenue assignments), masalah<br />

yang harus dipecahkan terkait dengan sistem keuangan daerah adalah menyangkut<br />

pengeluaran atau belanja (expenditure assignments). Dalam banyak hal, tampaknya<br />

justru masalah ini yang menjadi titik lemah dari manajemen keuangan daerah setelah<br />

dilaksanakannya kebijakan desentralisasi di Indonesia. Secara umum banyak ketentuan<br />

dalam peraturan yang menggariskan bahwa sistem penganggaran, manajemen<br />

keuangan, alokasi dana, pelaporan dan pertanggungjawaban keuangan hendaknya<br />

menggunakan Kerangka Belanja Jangka Menengah (Medium Term Expenditure<br />

Framework, MTEF). Namun di dalam praktik masih terdapat banyak bukti bahwa sistem<br />

ini belum dapat dipahami dan dilaksanakan dengan baik oleh aparat pemerintah di<br />

daerah.<br />

Pemerintah telah mengeluarkan PP No.39/2007 tentang Pengelolaan Uang<br />

Negara/Daerah yang memuat prosedur pengelolaan keuangan daerah dari<br />

perencanaan kas, pengelolaan kas, pelaksanaan rekening tunggal hingga pelaporan<br />

keuangan. Dalam hal penganggaran di daerah, begitu banyak peraturan yang<br />

diterbitkan dan bagi kebanyakan pejabat dan pegawai di daerah perubahan yang<br />

termuat di dalam peraturan-peraturan tersebut seringkali membingungkan. Setelah<br />

Kepmendagri No.29/2002 yang memuat ketentuan tentang penganggaran berbasis<br />

kinerja diganti dengan Permendagri No.13/2006 tentang Pedoman Pengelolaan<br />

50
<br />

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!