Indonesia adalah contoh yang buruk, dimana ketergantungan dan kepasrahan luar biasa kepada badan-badan multilateral dalam pengambilan kebijakan perekonomiannya telah menyebabkan imbruknya kedaulatan pangan ke tangan korporasi multinasional. Dan sebaliknya telah melahirkan lingkbran kemiskinan, kelaparan, dan penyakit di kalangan rakyat, terutama kaum taninya. (2a) Alokasi lebih banyak lahan untuk tanaman pangan, yalari mengi tengah cengkeraman arogansi egara-negara industri maju yang cenderung selalu bempa ya mendikte negara-negara di luar komunitas mereka, maka Kuba adalah contoh kasus dari nega-ra yang berhasil membangun ketahanan dan sekaligus kedaulatan pangannya dari "gempuran" intervensi imperialisme korporasi multinasional di dalam bangunan sistem globalisasi pertanian yang mereka ciptakan. Setelah lenyapnya negara sahabat Uni Sovyet, maka Kuba kembali tertekan oleh diberlakukannya embargo AS melalui Torricelfi Act (1992), dan Helms Burton Act (1996). Tbpi sungguh ajaib, jika negara-negara "kesayangan" Barat (baca: badan-badan multilateral) seperti mereka yang dikategorikan ke dalam newly industrial countries (Thailand, Korea, brdonesia, Malaysia, dll) mengalami laisis dankegoncangan ekonomi yanghebat di akhir 1990-an, Kuba justru memamerkankeberhasilan pembangunan ketahanan pangan mereka. Dibandingkan dengan tahun 1988, maka pada tahun 2000, produksi pangan meningkat masing-masing 767% untuk jagung; 113% untuk beras; 208% untuk umbi-umbian dan 351% untuk sayuran. Kuba melaln-rkan reformasi di bidang pertanian sebagai berikut: (1) Di bidang telcrologi pertanian melalui (1a) Pertanian Organis, yaitu petani mengolah tanah dengan prinsip minimum tilJage, kompos, dan pupuk kandang menggantikan pupuk kimia, oxen, sebagai pengganti tralrto4 rotasi tanaman, dan multikultur; (1b) Bioteknologi oleh Petani, yakni bioteknologi dikembangkan sendiri oleh masyarakat di koperasikoperasi petani, dengan harga relatil murah; (1c) Pertanian Perkotaan, atau dikenal sebagai popuJar garden, y ang dikembangkan di halaman-halaman rumah dengan ukuran bervariasi dari beberapa m2 hingga beberapa hektar, milik perorangan atau kelompok. Telojk yang dikenal disebut organoponico, yang menggunakan gundukan tanah subur sebagai bed, karena burulolya kualitas tanah di daerah perkotaan. Pertanian Perkotaan ini mencakup areal seluas 15 ribu hektar, yang memproduksi sekitar 30% kebutuhan sayur mal rr (sesuai standar FAO: 300 gram/kapita/hari) untuk 2 juta penduduk kota tahun 1999. (2) Perubahan di Bidang hoduksi dimana ry 'tk alihkan tanah pertanian dari untuk perkebunan tebu sebagai produk unggulan ke tanaman pangan untuk mengkonsumsi para pengelola (se/f *3;lrr,""t'9il,*n,"e,," x"p"a" O koperasi-koperasi, yaitu membagibagikan tanah pemsahaan negara ke koperasi (Unidad Basica de Produccion Cooperative, semacam koperasi produksi unit desa). Dalam hal ini, tanah tetap dirniliki oleh negara, tapi kperasi memperoleh usur*uct nght, atau hak guna lahan dalam jangka panjang; (2c) Pembagian tanah untuk mereka yang ingin menjadi petani; (2d) Perubahan sistem insentif, yakni mengubah sistem penggajian dari berdasarkan jam kerja menjadi berdasarkan hasil produksi, memberikan tanggung jawab luasan lahan tertentu kepada orang tertentu agar produktivitasnya lebih dapat dikontrol, dan memberikan insentif pembayaran dengan harga yang lebih tinggi unhlk hasil produksi di atas kuota. (3) Perubahan di bidang distribusi, seperti (3a) Pembukaan pasar produk pertanian, yaitu untuk i:T,iTlm"x:ffiinHfi5ff terhadap nroduk- 3 (3b) Hubungan langsung antara petani dan konsumen, yaitu diberlakukannya desentralisasi sistem distribusi dengan cara mendekatkan konsumen dan produsen. Reformasi di bidang pertanian tersebut juga didukung, baik (1) faktor internal maupun (2) faktor eksternal. Fali:tor internal itu antara lain: (1a) Solidaritas pemerintah, kompalanya birolcasi, dan keberanian menolak dominasi asing; ( f b) Memingkatl
Memonitor Hak-hak Ekonomi ffirtd*iildr$^r\"r^.' Bagairnana negara menialankan kewaiibannya dalam perlindungan dan pemenuhan hak ekonomi, sosial dan budaya? f lovenan Hak Ekonomi, Sosial J\ dan Budaya (U.N. Covenant on 4 lEconomic. Social and Culttrral Rights/ICESR) yang diadopsi pada 1966, merupakan bagian tak terpisahkan dari IIak Asasi Marrusia. Kendati, hak el