ditemukan penderita cacing tambang padaanak usia sekolah dasar. Hal ini menunjukkanbahwa ada pengaruh lingkungan padamasyarakat yang tinggal atau bermukimdekat dengan aktifitas petambangan.Untuk memahami faktor-faktor risikodari perubahan lingkungan bekas penambanganbatubara oleh masyarakat, maka dilakukanpenelitian faktor risiko lingkunganbiologi untuk mengetahui habitat vektor,jenis vektor, parasit malaria dan kejadiankecacingan di daerah pemukiman penambang.Hasil penelitian menunjukkan bahwadi daerah penelitian di dua desa banyakditemukan rawa-rawa, parit dan genanganair yang tidak mengalir. Genangan air tersebutbanyak dijumpai di bawah rumah penduduk,yang pada umumnya rumah merekaadalah rumah panggung. Pada waktu surveipengambilan larva nyamuk banyak ditemukandi genangan air tersebut, sehingga potensialsebagai tempat perkembangbiakanlarva nyamuk yaitu nyamuk Anopheles.Pengetahuan, sikap dan perilaku(PSP) masyarakat setempat terhadap malariadan kecacingan, dari hasil wawancaradengan menggunakan kuesioner terstrukturternyata di dua desa tersebut dari pendidikandan pengetahuan masyarakat tentangpenyakit malaria serta kecacingan masihrendah sekali karena banyak respondenyang tidak sekolah dan anak-anak merekajuga ada yang tidak sekolah dengan alasansekolahnya jauh dari pemukiman.Climate change has the potential publichealth impacts, both direct impacts dueto increased global temperatures and indirectimpact of the increased incidence ofclimate-related diseases such as malaria,dengue, ARI, and diarrhea.It is not yet known to what extent climatechange in Indonesia has an impacton public health, particularly related todisease. Research on the picture of the patternsof diarrheal disease, malaria, dengue,and respiratory infection with climatic parameters(rainfall and temperature) havebeen conducted in Padang Pariaman Districtand South Coast District (West SumatraProvince), District of Bintan and Batam(Riau Islands Province), District Pandeglangand Serang (Banten Province), Districtand Municipal K. Kapuas East (CentralKalimantan), and Banggai regency ofPoso (Central Sulawesi), the City of WestSumba, and Kupang (East Nusa TenggaraProvince). This type of research is non-intervention,with a retrospective design.The respondent is a provincial healthofficer, and selected district / city andhealth centers. Data collected included demographicdata, water and air quality, incidenceof disease (malaria, dengue, ARI,and diarrhea) in the last 15 years (1995-2010) collected from District Health Office/ City selected as well as climate (rainfall,humidity suhudan ) from Station Meteorologicaland Climatology. Results showedthat disease and climate data in researchedareas availability varies between 5 to 10years. Likewise demographic data that isused as the denominator of the calculationof disease incidenc is notalways availablein full and not available for every year. Theavailability of demographic data, climateand limited disease causedlimitations tothedata analysis. This preliminary study suggeststhat the availability and accuracy ofdata from the district / city is still limited,so the data analysis has large bounds ofcertainty. This preliminary study suggeststhat the availability and accuracy of dataat the level of district / city is still limited,so the analysis of the relationship of climateand the tendency of some diseases donot show a clear pattern. However in someregions such as the Banggai, Bintan thereis better record keeping and the pattern ofDHF incidence relationships with rainfallshows a clear pattern.<strong>Profil</strong> Balitbangkes29
Pusat Teknologi Intervensi <strong>Kesehatan</strong> MasyarakatCenter of Technology for Public Health InterventionsStudi Operasional Bantuan Operasional <strong>Kesehatan</strong> Terhadap Peningkatan KinerjaPuskesmas Dalam Mencapai Target MDG’sOpeational Studies on Health Operational Assistance over The Increasing ofCommunity Health Center Performance in Achieving the MDG’s TargetPenanggung Jawab : drg. HendriantoPuskesmas sebagai unit PelaksanaTeknis Dinas <strong>Kesehatan</strong> Kabupaten atauKota bertanggungjawab padapembangunankesehatan di wilayah kerjanya denganberperan dalam penyelenggaraan upayakesehatan untuk meningkatkan kesadaran,kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagisetiap penduduk agar memperoleh derajatkesehatan yang optimal. Namun hinggasaat ini peran puskesmas dinilai belum berbicarabanyak karena masih rendah kinerjanya,pelayanan yang terbatas dan tidakinovatif, keterbatasan sumber daya manusiadan anggaran, serta berbagai persoalanlainnya. Banyak keluhan dari masyarakatyang berkaitan dengan pelayanan yang diberikan.Sumber pembiayaan pemerintah daerahyang bersumber dari APBD dianggaptidak mencukupi untuk meningkatkan kesehatanmasyarakat Indonesia secara signifikansebagaimana masih di bawah darikesepakatan Bupati/Walikota seluruh Indonesiayang menetapkan anggaran kesehatandaerah sebesar 10% dari APBD. Selanjutnyadengan Undang-Undang Nomor 37 tahun2009 tentang kesehatan guna memberikanpelayanan kesehatan yang berkualitasmaka diupayakan model pembiayaan baruyang lebih menitikberatkan kepada pembiayaanlangsung dari Pusat ke pusat pelayanankesehatan berbasis komunitas ditingkat Puskesmas. Upaya pembiyaan inidiwujudkan melalui program Bantuan Operasional<strong>Kesehatan</strong> (BOK). Program BOK diPuskesmas dan jaringannya dalam penyelenggaraanpelayanan kesehatan promotifdan preventif diharapkan dapat mempercepatpencapaian tujuan MDG’s.Secara umum biaya operasionalpuskesmas yang telah dianggarkan PemerintahDaerah Kabupaten atau Kota tidakmencukupi sehingga mempengaruhi pencapaianprogram kesehatan. Kekuranganbiaya operasional dapat mempengaruhimutu pelayanan kesehatan puskesmas yang30 <strong>Profil</strong> Balitbangkes