07.08.2015 Views

VOLUME X | NO 95 / AGUSTUS 2015

Media Keuangan Agustus 2015

Media Keuangan Agustus 2015

SHOW MORE
SHOW LESS

Create successful ePaper yourself

Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.

"KondisiIndonesiasebetulnyatidak sepertidi AmerikaSerikat dannegaramaju lainnyadimanaorangorangnyacenderunglebihrasional."Kadek Dian SutrisnaPMK.03/2010 tentang Pemungutan PajakPenghasilan Pasal 22 Sehubungan denganPembayaran atas Penyerahan Barang danKegiatan di Bidang Impor atau Kegiatan Usahadi Bidang Lain. Dalam keterangan pers yangdikeluarkan oleh Pusat Kebijakan PendapatanNegara, Badan Kebijakan Fiskal per tanggal 11 Juni<strong>2015</strong>, disebutkan latar belakang diterbitkannyaPMK tersebut adalah untuk meningkatkankepatuhan pemenuhan perpajakan Wajib Pajak,khususnya Wajib Pajak yang bergerak di bidangusaha tertentu melalui mekanisme pemotongan/pemungutan PPh.Dari sudut pandang pengamat, kebijakanpenghapusan PPnBM mendapatkan apresiasi.Salah satunya dari Kepala Lembaga PenyelidikanEkonomi dan Masyarakat, Fakultas EkonomiUniversitas Indonesia, Kadek Dian Sutrisna.Menurut Kadek, sebelum kebijakan penghapusanPPnBM diterapkan, pemerintah perlu secaracermat menetapkan obyek barang yang dianggapcocok dengan karakteristik barang mewah padawaktu tersebut. Prinsip dasar inilah yang harusdipegang.Dengan menetapkan kriteria barangmewah sebagai dasar pembuatan kebijakan,dampaknya akan lebih terasa.”Memang harustahu karakteristiknya seperti apa, sehinggadasar kebijakan penghapusannya berangkatdari definisi barang mewah,” kata Kadek. Darisegi definisi, dia melihat bahwa penetapankarakteristik obyek yang dihapuskan PPnBMsudah cukup tepat. Begitu juga dari segi waktupengambilan kebijakan. Dengan demikian,target yang diharapkan pemerintah untukmeningkatkan konsumsi dan mengejarpertumbuhan ekonomi berpotensi untuk dicapai.Dalam kesempatan yang sama, Kadekjuga sepakat dengan langkah pemerintahmenyesuaikan tarif PPh Pasal 22. Menurutnya,penghapusan PPnBM dan penyesuian tarif PPhPasal 22 dapat dipandang sebagai kebijakan satupaket. Dalam kondisi pertumbuhan konsumsimelambat, Kadek melihat pemerintah bukanhanya berpikir bagaimana mencapai targetpajak, melainkan juga meningkatkan stimulusperekonomian.Pemerintah berekspektasi mendapatkanrevenue dari komponen pajak lain yangdisesuaikan tarifnya. Langkah ini tidak diambiloleh setiap pemerintah di negara-negara lainyang mengalami perlambatan ekonomi.“Adapemerintah yang membabi buta, peningkatanpenerimaan dilakukan dengan menaikkan targetpajak serta merta menjadi 30 persen, sehinggasemua barang terkesan dikenai pajak,” ujar Kadekmencontohkan.Kondisi perekonomian global dan dalamnegeri memang tidak dapat dikatakan prima.Berdasarkan catatan Kadek, Indeks KepercayaanKonsumen pada Juni telah mengalamipenurunan. Jika diprediksi pada semester kedua,leading indicator untuk mengukur konsumsiseperti penjualan sepeda motor dan konsumsilistrik dinilai masih mengalami penurunan. Disamping itu, permintaan semen, makanan danminuman, termasuk rokok juga menurun. Denganmemilih kebijakan seperti ini, Kadek melihatpemerintah memikirkan alternatif menggenjotperekonomian dengan cermat.”Kalau ini kanbenar, bahwa dalam perlambatan ekonomi, jikadihilangkan PPnBM-nya dapat meningkatkankonsumsi masyarakat. Melihatnya harus generalequilibrium. Ini adalah kebijakan yang tepat,” katadia.Efek penggandaPenghapusan PPnBM atas sejumlahkelompok barang menjadikan dispossible incomemasyarakat lebih tinggi, sehingga berpengaruhterhadap konsumsi. Dengan memperhatikanbahwa konsumsi memberikan kontribusi terbesarkepada Produk Domestik Bruto, tentu diharapkanterdapat multiplier effect terhadap keseluruhankondisi perekonomian. Penyerapan tenaga kerjabisa menjadi salah satu akibat efek pengganda.Asalkan kondisinya, Kadek memberikan catatan,pemerintah bisa mengatur atau menjadikankonsumsi lebih stabil.“Kondisi Indonesia sebetulnya tidak sepertidi Amerika Serikat dan negara maju lainnyadimana orang-orangnya cenderung lebihrasional,” kata Kadek. Kecenderungan yangterjadi di masyarakat negara maju, ketika merekamelihat pemerintah melakukan pemotonganpajak saat ini, maka pilihannya adalah menabung.Masyarakat di sana yakin bahwa ke depanpemerintah akan tetap menaikkan pajak untukmenutupi defisit.”Mereka akan berpikir untuktidak menambah konsumsi karena takut ke depanpajak akan naik,” Kadek melanjutkan.Sementara di Indonesia, masyarakatnyacenderung lebih konsumtif. Penurunan pajaklebih berpotensi untuk mendorong konsumsi.Namun, sekali lagi Kadek menekankan bahwapemerintah mempunyai tugas untuk menjagaekspektasi inflasi yang mungkin timbul dimasyarakat.Teks Dwinanda ArdhiVol. X No. <strong>95</strong> / Agustus <strong>2015</strong>15

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!