07.08.2015 Views

VOLUME X | NO 95 / AGUSTUS 2015

Media Keuangan Agustus 2015

Media Keuangan Agustus 2015

SHOW MORE
SHOW LESS

You also want an ePaper? Increase the reach of your titles

YUMPU automatically turns print PDFs into web optimized ePapers that Google loves.

KediamanAlmarhum Affandiyang sekarangmenjadi museum.FotoAdhi KurniawanSetelah menempuh perjalananhampir 4 jam dari Jakarta, siangitu saya tiba di perkebunan tehGunung Mas Puncak, CisaruaBogor. Di salah satu bagianperkebunan dibangun kompleksagrowisata yang menawarkan beragamaktivitas luar ruang, salah satunyaparalayang. Olahraga dirgantara inibeberapa tahun terakhir menjadiatraksi yang diminati para wisatawan.Meski cuaca berkabut, antreanwisatawan yang ingin mencobaparalayang tetap mengular. Karenabelum memiliki lisensi terbang, sayaharus tandem bersama penerbangberlisensi. Saya diberikan disclaimerletter berisi pernyataan bahwaterbang dengan paralayang adalahatas keinginan sendiri dan siapmenanggung segala risiko. Paralayangsepenuhnya mengandalkan tenagaangin sebagai penggerak. Penerbangdituntut bisa membaca arah angindan mengendalikan parasut sehinggabisa melayang dengan baik danmemperhatikan keselamatan.Kecepatan angin yang ideal adalah0-20 kilometer per jam. Lebih dari itu,sebaiknya penerbangan ditunda.Petugas memasang tali pengamanyang mengikat badan saya ke flightsuit, berbentuk tas ransel besar danberfungsi sebagai tempat duduk.Saya dipasangkan dengan penerbangsenior, Opa David namanya. Pria asalTimor itu membentangkan parasut ditanah dan merapikan tali penghubungke flight suite. Berbeda dengan terjunpayung di mana parasut baru dibukasetelah lompat dari pesawat danmelayang bebas di udara, pada olahragaparalayang parasut dibuka sejak hendaktake-off.“Pada hitungan ketiga kita mulailari dan di ujung landasan angkat kakitinggi-tinggi”, Opa David memberiinstruksi. Dia berkomunikasi melaluihandy talkie dengan petugas yangberwenang memberi ijin take-off.Setelah semua oke, petugas tersebutmemberi isyarat dengan mengacungkanibu jari. Kami segera berlari ke ujunglandasanagar parasut mengembang.Adrenalin semakin memuncak demimelihat posisi kami ada di bukit yanglumayan tinggi. Ketika kaki tak lagimenjejak tanah dan badan sepenuhnyaberada di udara, ketakutan yangsemula saya rasakan berubah menjadiketakjuban.Paralayang bermanuver dengancepat. Dalam sekali ayunan yang kuatparalayang naik cukup tinggi. Setelahposisi stabil, Opa David mengizinkanuntuk memotret. Segera saya siapkankamera. Mesjid At-Taawun, landmarkkawasan Puncak, menjadi bidikanpertama saya. Menyenangkan sekalirasanya leluasa merekam keindahanbentang alam Puncakdari ketinggian1.500 kaki.Kontur perkebunan teh yangberbukit-bukit tampak mempesonadiselingi jalur berkelok Jalan Raya Posyang dibangun atas inisiatif Daendelsdua abad silam. Bangunan villa danhotel tampak seperti miniatur mainanrumah-rumahan. Di batas cakrawalatampak samar suasana perkotaanBogor. Angin berhembus sepoi sehinggagerakan paralayang terasa halus.Hampir 10 menit Opa Davidmembawa saya bermanuver di udara.Saatnya melakukan pendaratan. OpaDavid perlahan mengurangi ketinggian.Beberapa meter sebelum menjejaktanah, kami mengangkat kaki agartidak selip dan bertumpu pada bantalanflight suit untuk mendarat. Wuuss..paralayang mendarat dengan mulus dilapangan berumput. Mantap!Menurut Opa David, tahun 1997 diabersama Federasi Aero Sport Indonesiamulai memperkenalkan paralayangsebagai aktivitas wisataolahraga.Awalnya, hanya wisatawan TimurTengah yang berminat. Memasukitahun 2011 barulah wisatawan domestikmulai tertarik. Kini, berbagai eventkejuaraan paralayang tingkat nasionaldan internasional sering diadakan ditempat ini.Teks Adhi KurniawanVol. X No. <strong>95</strong> / Agustus <strong>2015</strong>55

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!