26.09.2015 Views

KUMPULAN KISAH-KISAH TOKOH G30S/PKI

Kitab Merah - Biar sejarah yang bicara

Kitab Merah - Biar sejarah yang bicara

SHOW MORE
SHOW LESS
  • No tags were found...

Create successful ePaper yourself

Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.

polisi, di kawasan Cempaka Putih. Sayangnya, pendaftaran MULO sudah ditutup ketika Aidit<br />

tiba di Jakarta. Dia harus puas bersekolah di Middestand Handel School (MHS), sebuah<br />

sekolah dagang di Jalan Sabang, Jakarta Pusat.<br />

Bakat kepemimpinan Aidit dan idealismenya yang berkobar-kobar langsung menonjol di antara<br />

kawan sebayanya. Di sekolahnya yang baru, Aidit mengorganisasi kawannya melakukan bolos<br />

massal untuk mengantar jenazah pejuang kemerdekaan Muhammad Husni Thamrin, yang<br />

ketika itu akan dimakamkan. Karena terlalu aktif di luar sekolah, Aidit tidak pernah<br />

menyelesaikan pendidikan formalnya di MHS.<br />

Tiga tahun di Cempaka Putih, Aidit pindah ke sebuah rumah di Tanah Tinggi 48, kawasan<br />

Senen, Jakarta Pusat. Ketika indekos di sini, Murad datang menyusul dari Belitung, juga untuk<br />

bersekolah di Jakarta.<br />

Menyekolahkan dua anak jauh dari rumah tentu tak mudah untuk keuangan Abdullah Aidit.<br />

Gajinya sebagai mantri kehutanan hanya sekitar 60 gulden sebulan. Dari jumlah itu, 15-25<br />

gulden dikirimnya ke Batavia. Tentu saja jumlah itu juga pas-pasan untuk dua bersaudara Aidit.<br />

Apalagi ketika masa pendudukan Jepang tiba, pada 1942. Hubungan komunikasi antara<br />

Jakarta dan kota sekitarnya terputus total. Saat itu, dari rumah tumpangannya di Tanah Tinggi,<br />

Aidit menyaksikan ribuan orang berduyun-duyun menjarah gudang-gudang perkapalan di<br />

Pelabuhan Tanjung Priok. Dari pagi sampai sore, aneka jenis barang diangkut massa ke Pasar<br />

Senen, mulai dari ban mobil, mesin ketik, sampai gulungan kain bahan baju.<br />

Kiriman uang dari Belitung macet. Untuk bertahan hidup, Achmad dan Murad mau tak mau<br />

harus mulai bekerja. Aidit lalu membuat biro pemasaran iklan dan langganan surat kabar<br />

bernama Antara. Lama-kelamaan, selain biro iklan, Antara juga berjualan buku dan majalah.<br />

Tatkala abangnya sibuk melayani pelanggan, Murad biasanya berjualan pin dan lencana<br />

bergambar wajah pahlawan seperti Kartini, Dr Soetomo, dan Diponegoro, di dekatnya.<br />

Berdagang memang bukan pekerjaan baru untuk Aidit. Ketika masih tinggal di Belitung, setiap<br />

kali ada pertandingan sepak bola di Kampung Parit, Aidit selalu berjualan kerupuk dan nanas.<br />

―Untuk ditabung,‖ Sobron berkisah dalam bukunya.<br />

12

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!