Sinar yang memecahkan kegelapan
Menuju Madinatul Munawwarah
Menuju Madinatul Munawwarah
Create successful ePaper yourself
Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.
pandangan tersebut, <strong>yang</strong> penuh kekaburan, maka dapat dipastikan bahwa pandangan<br />
tersebut jualah <strong>yang</strong> menjadi anutan partai-partai Islam di Indonesia. Itulah <strong>yang</strong> kita<br />
maksdukan dengan perkataan “umat Islam seumumnya, khususnya <strong>yang</strong> di Indonesia,<br />
sedang diliputi oleh kejahilan massal terhadap tujuan.” Atau jika hendak kita<br />
meminjamkan kata-kata Saidina Ali bin Abi Thalib, <strong>yang</strong> di atas telah pernah kita sitir,<br />
mengatakan: “Seluruh penjuru sudah gelap-gulita, dan seluruh keadaan telah berubah<br />
muka.”<br />
Buku Z.A. Ahmad “Membentuk Negara Islam”, dipandang dari sudut zamannya,<br />
tidak mempunyai standar ilmiah. Malah menyesatkan pandangan umat dari <strong>yang</strong><br />
semestinya menurut Quran dan Sunnah Rasul. Tetapi sebagai kumpulan bahan-bahan,<br />
<strong>yang</strong> masih harus diteliti lagi sebagiannya, buku tersebut banyak gunanya bagi semua<br />
orang <strong>yang</strong> ingin memperdalam studinya tentang Islam. Pandangan dalam buku tersebut,<br />
“Membentuk Negara Islam”, sangat berat sebelah, yaitu terlalu terpesona dengan daya<br />
alat sehingga hampir sama sekali melupakan apa <strong>yang</strong> menjadi tujuan dari alat itu<br />
sendiri. Satu pandangan <strong>yang</strong> “separo benar, lantaran itu: tidak benar.” 1<br />
Satu buku, <strong>yang</strong> mencerminkan tanggapan umat Islam di luar Indonesia, <strong>yang</strong> dalam<br />
hubungannya dewasa ini menjadi bahan studi di Indonesia ialah “Masyarakat Islam”,<br />
karangan Prof. Dr. Ahmad Shalaby terjemahan Prof. Muchtar Yahya.<br />
Dalam Kata Pendahuluannya kita dapat membaca pandangan penulisnya mengenai<br />
kualifikasi beliau terhadap ‘tanggapan tujuan Islam di Indonesia’, <strong>yang</strong> pada klimaksnya<br />
terpancarlah ego-Mesir-nya dalam perkataanya “Bagaimanakah jalannya bagiku untuk<br />
ikut serta bersama-sama dengan pembahas-pembahas dari bangsa Indonesia buat<br />
memperlihatkan kebaikan-kebaikan Islam dan melukiskan prinsip-prinsipnya <strong>yang</strong> ramah<br />
itu?<br />
Bagaimanakah jalannya bagiku untuk menyokong tenaga bermilyun pemuda Islam<br />
<strong>yang</strong> telah bangkit dengan imannya <strong>yang</strong> penuh, dan persatuan <strong>yang</strong> kokoh, serta tekad<br />
<strong>yang</strong> kuat menuju ke arah tujuan Islam <strong>yang</strong> diidam-idamkan?” 2<br />
Dipandang dari sudut sistematik, buku tersebut cukup rapi susunannya. Tetapi<br />
pandangannya dalam menguraikan sangat terpesona oleh <strong>yang</strong> detail, sehingga “arah<br />
tujuan Islam <strong>yang</strong> diidam-idamkan” sebagai tumpuan pokok, <strong>yang</strong> tadi kita sebut ‘the<br />
very texture of human society,’ yaitu mitosnya, menjadi kabur sama sekali. Cara<br />
meninjau (1) memandang keseluruhan dengan tidak melupakan bagian-bagiannya, atau<br />
(2) memandang bagiannya dalam keseluruhan, tampaknya tidak berlaku pada pemikiran<br />
Ahmad Shalaby. Sehingga uraiannya terlalu menjurus ke dalam detail, <strong>yang</strong> tidak terjalin<br />
dan atau hampir-hampir tidak ada hubungan dalam pokok keseluruhannya. Di sinilah<br />
letaknya kekeliruan <strong>yang</strong> mengacaukan pandangan Ahmad Shalaby sehingga beliau terus<br />
bertele-tele dengan spesifik <strong>yang</strong> membangkitkan emosi belaka.<br />
Dalam Bab I, menurut sistematik bukunya, Ahmad Shalaby mengemukakan “Agama<br />
Kristen di negeri Romawi dan Eropa,” “Kehidupan di Persia” ... dan “Bangsa Arab,” di<br />
mana sebab-sebab dari kenyataan sosial di kala Muhammad datang, katanya, “adalah<br />
agama Kristen, agama-agama Manu dan Masdak sebagai penyelewengan dari Zoroasterisme,<br />
dan tradisi-tradisi <strong>yang</strong> jelek dari bangsa Arab.” Padahal semua orang mengetahui<br />
bahwa oleh peristiwa Alaric dalam tahun 476 M di mana Agustinus telah mengemukakan<br />
teori pemisahan antara agama dan negara dan di atas dasar mana barulah agama Kristen<br />
1<br />
Mohd. Natsir, Capita Selecta, hal. 63.<br />
2<br />
Ahmad Shalaby, Op. Cit., hal 10.<br />
36