26.09.2015 Views

Sinar yang memecahkan kegelapan

Menuju Madinatul Munawwarah

Menuju Madinatul Munawwarah

SHOW MORE
SHOW LESS

Create successful ePaper yourself

Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.

setiap kehidupan dengan jalan mengadu-domba <strong>yang</strong> satu terhadap <strong>yang</strong> lain, (devide et<br />

impera) - melakukan penindasan.<br />

Di lain pihak berdirilah Blok Barat. Dengan tanggapan (prinsip) ‘Setiap orang<br />

dilahirkan menurut hak-hak tertentu, <strong>yang</strong> harus mendapat perlindungan (free fight)<br />

dalam mencapai keberesannya sendiri-sendiri, dan masyarakat akan beres dengan<br />

sendirinya,’ mereka pun dengan gigih mempertahankan dan menawarkan satu cara<br />

penyelesaian tersendiri terhadap problem ‘kenyataan sosial’ ini. Cara kerjanya sangat<br />

tergantung kepada pandangannya <strong>yang</strong> sangat pincang terhadap masa lampau, <strong>yang</strong><br />

menentukan pendiriannya ke masa depan. Alat <strong>yang</strong> mereka pakai pun tidak kurang pula<br />

raksasanya. Dan kenyataannya pun, melalui ‘balance of power’ - masih berakar dalam<br />

‘devide et impera,’ menyeret <strong>yang</strong> satu dalam imbangannya menarik <strong>yang</strong> lain, mereka<br />

bukannya menyelesaikan soal, malah juga kian menambah problem, melanjutkan<br />

penindasan oleh manusia terhadap manusia.<br />

Rasa tidak puas terhadap kedua cara penyelesaian tersebut - penindasan, <strong>yang</strong><br />

berbeda landasan dan caranya, timbullah reaksi di dalam keduanya, <strong>yang</strong> saling<br />

memecah menjurus ke dalam satu jurusan - <strong>yang</strong> masih belum putus sama sekali<br />

hubungannya dengan pandangan pertama, menawarkan cara penyelesaian ketiga. Mereka<br />

belum mempunyai tanah tempat berpijak. Dan oleh karena hahekatnya adalah persatuan<br />

dari dua keping <strong>yang</strong> berbeda, maka dari siang-siang dapat kita ramalkan bahwa mereka<br />

ini pun bukannya akan menyelesaikan persoalan, malah akan lebih menambah problem<br />

lagi, pasti bila ada kesempatan juga akan mempraktekkan penindasan “untuk menjamin<br />

kelanjutan hubungan produksi <strong>yang</strong> tetap semata-mata oleh karena jika tidak demikian,<br />

maka tidak dapat dilanjutkan dalam pencaharian nafkah.” 1<br />

Di tengah-tengah ba<strong>yang</strong>an pertarungan dari sorotan dua surya internasionalisme itu<br />

membadarlah purnama nasionalisme. Yaitu suatu nada sebagai reflek dari kumpulan<br />

emosi dan sentimen tanpa ukuran menentu, <strong>yang</strong> diikat oleh sejarah senasib dan<br />

seperuntungan, melanjutkan kebiasaan (kepribadian) turun-temurun. Dengan prinsip itu<br />

mereka menawarkan penyelesaian problem ‘kenyataan sosial’ secara lokal dalam<br />

rangkaian internasionalisme tersendiri. Dan cara kerjanya pun tidak dapat dilepaskan<br />

dari pengalamannya di masa lampau, <strong>yang</strong> sangat ditentukan oleh pasang surut dari<br />

pengaruh-pengaruh kedua raksasa <strong>yang</strong> sedang bertarung itu. Sehingga kenyataannya pun<br />

sangat meruwetkan, kian lebih lagi menambah problem <strong>yang</strong> sudah bertumpuk-tumpuk,<br />

penindasan oleh manusia terhadap manusia.<br />

Setiap manusia di mana pun ia dilahirkan dan hidup sekarang ini, oleh fitrahnya<br />

terbelenggu dalam ‘kenyataan sosial’ dan rantai kebiasaan, <strong>yang</strong> terus-menerus<br />

membawa penindasan oleh manusia terhadap manusia. Dalam keadaan <strong>yang</strong> demikianlah<br />

setiap manusia di seantero permukaan bumi ini sekarang ini dihadapkan dengan tiga<br />

dilema tadi - dua <strong>yang</strong> pertama merupakan problem internasional dan <strong>yang</strong> satu lagi<br />

adalah problem nasional. Tiga dilema <strong>yang</strong> dipandang dari sudut politik, merupakan<br />

sistem-sistem tentang pembagian nilai-nilai, moral dan material dalam kehidupan<br />

bermasyarakat, <strong>yang</strong> satu terhadap <strong>yang</strong> lain mempunyai pangkal <strong>yang</strong> bertolak<br />

belakang. Tetapi dalam praktis, kenyataan membuktikan, ke semuanya bersamaan, yaitu<br />

sama-sama melakukan praktek kehidupan dalam bentuk sosial-piramida, penindasan oleh<br />

manusia terhadap manusia. Dengan lain perkataan ke semuanya melakukan praktek<br />

pembagian nilai-nilai, moral dan material, <strong>yang</strong> sangat pincang, <strong>yang</strong> pasti akan terus<br />

menerus membawa kepincangan-kepincangan. Dan secara analog dapat dikatakan bahwa<br />

setiap manusia sekarang ini dalam keadaan putus asa dan abnormal saling menekan dan<br />

1<br />

Prof. Harold J. Laski, The State in Theory and Practice (London, 1935).<br />

9

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!