Download Majalah - MPR RI /a
Download Majalah - MPR RI /a
Download Majalah - MPR RI /a
You also want an ePaper? Increase the reach of your titles
YUMPU automatically turns print PDFs into web optimized ePapers that Google loves.
Upaya Menyelamatkan TKI dari Hukuman Pancung<br />
PRESIDEN Ketiga <strong>RI</strong>, BJ Habibie, ikut<br />
turun gunung untuk membebaskan<br />
Tenaga Kerja Indonesia (TKI) di Arab<br />
Saudi yang terancam hukuman pancung. BJ<br />
Habibie mengemban misi untuk membebaskan<br />
TKI Tuti Tursilawati, 27 tahun, dari<br />
hukuman mati. Pada akhir Desember 2011,<br />
BJ Habibie bersama Satgas TKI memulai<br />
misinya dengan menemui Pangeran Al Walid<br />
bin Talal Al Saud.<br />
Nama BJ Habibie muncul atas usulan para<br />
pengacara dan sejumlah tokoh di Arab<br />
Saudi. Selain dikenal sebagai teknokrat,<br />
Habibie juga dipandang sebagai<br />
cendekiawan muslim dunia yang memiliki<br />
pengaruh di lingkungan kerajaaan serta<br />
pengusaha ternama Arab Saudi. Sedangkan<br />
Pangeran Al Wahid bin Talal Al Saud yang<br />
akan ditemui Habibie adalah pengusaha<br />
nomor wahid paling berpengaruh di Arab<br />
Saudi. Dia juga berpengaruh di keluarga<br />
Kerajaan Arab Saudi sekaligus keponakan<br />
Raja Abdullah bin Abdul Aziz Al Saud.<br />
Pertemuan khusus itu akan membahas<br />
upaya membebaskan Tuti Tursilawati, TKI<br />
asal Majalengka, Jawa Barat, dari ancaman<br />
hukuman pancung. Habibie akan meminta<br />
Pangeran Al Walid bin Talal untuk ikut<br />
memperjuangkan dengan cara melobi pihak<br />
keluarga korban agar mau memaafkan Tuti.<br />
Tuti dituduh membunuh majikannya, Suud<br />
Mulhaq Al-Otaibi, dengan cara memukulkan<br />
sebatang kayu pada tanggal 11 Mei 2010 di<br />
kota Thaif. Ia membela diri karena Suud<br />
melakukan pelecehan seksual terhadapnya.<br />
Tuti kabur dengan membawa uang 31.500<br />
Real Saudi berikut satu buah jam tangan.<br />
Dalam pelariannya, Tuti menjadi korban<br />
kebiadaban sembilan pria yang<br />
memperkosanya.<br />
Selanjutnya Tuti Tursilawati diadili di<br />
Mahkamah Umum. Pengadilan menjatuhkan<br />
hukuman mati (qishas). Putusan tersebut<br />
diperkuat oleh Mahkamah Tamyiz (tingkat<br />
banding). Di Mahkamah Ulya (Mahkamah<br />
Agung Arab Saudi) telah menguatkan<br />
putusan mahkamah sebelumya hingga vonis<br />
hukuman mati telah memiliki kekuatan hukum<br />
yang tetap.<br />
Dalam kasus itu, hukuman mati bisa<br />
dihindarkan bila pihak keluarga korban<br />
memberi pengampunan. Pemerintah Indonesia<br />
berupaya mendapatkan pengampuan<br />
dari keluarga korban. Pertemuan sudah<br />
dilakukan sebanyak lima kali. Pertemuan<br />
terakhir pada Minggu, 13 November 2011,<br />
dilakukan pertemuan dengan ahli waris<br />
korban yang diwakili Munif Suud Mulhaq Al<br />
Otaibi dalam rangka mengupayakan Tanazul<br />
(pemaafan) bagi TKI Tuti Tursilawati. Namun<br />
pihak keluarga korban belum bisa<br />
memberikan peluang Tanazul.<br />
Menurut anggota Tim Khusus TKI DPR, Eva<br />
Kusuma Sundari, Satgas TKI memang harus<br />
melakukan langkah yang luar biasa jika betulbetul<br />
ingin membebaskan TKI Tuti Tursilawati<br />
dari eksekusi pancung di Arab Saudi. Timsus<br />
TKI DPR sudah membahas kasus ini. Bahkan,<br />
DPR sendiri sudah berupaya maksimal<br />
dengan mengirim surat ke Dewan Syuro<br />
(parlemen Arab Saudi) dan keluarga korban<br />
untuk memohon pengampunan.<br />
Namun, rupanya upaya tersebut belum<br />
membuahkan hasil sehingga proses<br />
pemancungan Tuti terus berjalan. “Sepatutnya<br />
pemerintah mencoba meringankan dengan<br />
menyoal ketidakadilan yang diterima Tuti,<br />
misalnya terkait kekerasan yang dilakukan<br />
keluarga majikan. Dan, kekerasan seksual yang<br />
dilakukan sembilan orang yang memerkosa dia.<br />
Dua hal ini harus dibawa ke pengadilan,” kata<br />
anggota Komisi III DPR <strong>RI</strong> ini.<br />
Menurut Eva Kusuma, bila tidak bisa<br />
menyelamatkan nyawa, paling tidak keadilan<br />
ditegakkan. Agar, pengadilan di sana tidak<br />
melakukan double standard, hanya<br />
mengadili warga non-Arab saja, sedangkan<br />
kejahatan yang dilakukan oleh warganya<br />
sendiri seharusnya juga disidangkan. ❏<br />
BS<br />
8 EDISI NO.01/TH.VI/JANUA<strong>RI</strong> 2012<br />
ISTIMEWA