Download Majalah - MPR RI /a
Download Majalah - MPR RI /a
Download Majalah - MPR RI /a
You also want an ePaper? Increase the reach of your titles
YUMPU automatically turns print PDFs into web optimized ePapers that Google loves.
BE<strong>RI</strong>TA UTAMA<br />
Pembaruan Agraria<br />
Menjalankan Amanah<br />
Tap <strong>MPR</strong> Nomor IX Tahun 2001<br />
Konflik atau sengketa tanah terjadi karena tidak dilaksanakannya Tap <strong>MPR</strong> Nomor IX<br />
Tahun 2001 dan UU Pokok Agraria Tahun 1960 secara konsisten. Ini diperburuk dengan<br />
tumpang tindih peraturan perundangan terkait agraria.<br />
<strong>RI</strong>BUAN orang bergerak menuju Istana Negara, Jakarta, pada<br />
Kamis 12 Januari 2012. Sejak pukul 09.00 WIB pagi mereka<br />
sudah memadati jalan di depan istana. Spanduk dan poster<br />
terbentang. Mereka berdemo mengatasnamakan Sekretariat Bersama<br />
Pemulihan Hak-Hak Rakyat Indonesia. Sekretariat Bersama ini terdiri<br />
dari beberapa organisasi petani, buruh, masyarakat adat, perempuan,<br />
pemuda, mahasiswa, perangkat pemerintah desa, dan sejumlah<br />
Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM).<br />
Mereka turun ke jalan mempersoalkan kebijakan pemerintah dalam<br />
soal kepemilikan tanah. Tak hanya berunjuk rasa di depan Istana<br />
Negara, massa juga mendatangi Kompleks <strong>MPR</strong>/DPR/DPD di Jalan<br />
Gatot Subroto, Jakarta. Ribuan orang itu berjalan kaki memadati ruas<br />
jalan raya sepanjang jalan Jenderal Sudirman menuju Gedung Dewan<br />
sehingga membuat lalu lintas terhenti.<br />
Di depan Kompleks <strong>MPR</strong>/DPR/DPD, massa merobohkan pagar besi.<br />
Suasana ricuh. Sejumlah pendemo lalu mencoba berlari menuju ke<br />
dalam gedung. Baru sampai 100 meter dari pagar yang roboh, mereka<br />
langsung dihalau barikade petugas yang dilengkapi tiga kendaraan<br />
water canon. Mobil meriam air itu sempat digunakan untuk<br />
menyemprotkan air deras ke arah pendemo. Ada tiga orang<br />
demonstran yang akhirnya dibekuk petugas.<br />
Mengapa demonstran bersikeras dan mengambil resiko untuk<br />
menyuarakan aksinya? Para pendemo itu mempunyai tuntutan. Di<br />
antara tuntutan itu adalah meminta kepada pemerintah untuk<br />
menghentikan segala bentuk perampasan tanah rakyat dan<br />
mengembalikan tanah-tanah rakyat yang dirampas. Tuntutan lainnya<br />
adalah meminta pemerintah melaksanakan pembaruan agraria sejati<br />
sesuai dengan Tap <strong>MPR</strong> No. IX Tahun 2001 dan UU Pokok-Pokok<br />
Agraria 1960.<br />
Selain itu mereka juga minta agar pengelolaan sumber-sumber<br />
daya alam yang sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat dengan<br />
mensegerakan UU Pokok-Pokok Agraria dan UU tentang Pengelolaan<br />
Sumber Daya Alam sesuai amanat Tap <strong>MPR</strong> No. IX Tahun 2001<br />
tentang Pembaruan Agraria dan Pengelolaan Sumber Daya Alam.<br />
Aksi demo besar-besaran itu memang tidak terlepas dari beberapa<br />
peristiwa yang terjadi di penghujung 2011. Belakangan ini kasus<br />
tanah memang kian memanas. Dari konflik soal tanah itu korban<br />
berjatuhan, baik dari para petani maupun karyawan perusahaan<br />
yang berselisih dengan mereka. Mulai dari kasus tanah di Sungai<br />
Sodong Kecamatan Mesuji Kabupaten OKI Sumatera Selatan dan di<br />
Kabupaten Mesuji Lampung hingga kasus di Bima, Nusa Tenggara<br />
Barat. Kasus serupa juga menyebar di sejumlah wilayah di Indonesia,<br />
antara lain di Jambi, dan Riau.<br />
Menjelang pergantian tahun, masyarakat memang dikejutkan<br />
dengan konflik tanah (agraria) yang menelan korban jiwa. Pada 24<br />
Desember 2011, di Pelabuhan Sape, Kabupaten Bima, Nusa Tenggara<br />
Barat (NTB), terjadi bentrokan antara Satuan Brigade Mobil (Brimob)<br />
Polda NTB dengan warga yang menewaskan dua orang. Selama<br />
10 EDISI NO.01/TH.VI/JANUA<strong>RI</strong> 2012<br />
FOTO-FOTO: ISTIMEWA