Download Majalah - MPR RI /a
Download Majalah - MPR RI /a
Download Majalah - MPR RI /a
Create successful ePaper yourself
Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.
NASIONAL<br />
Press Gathering Jogjakarta<br />
Memahami Etika Kehidupan Berbangsa<br />
Peran etika dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara sangat penting.Etika<br />
sangat menentukan maju tidaknya suatu bangsa.<br />
KETUA Mahkamah Konstitusi Mahfud MD<br />
dalam satu kesempatan pernah<br />
mengatakan bahwa persoalan etika<br />
dalam kehidupan berbangsa dan bernegara<br />
di Indonesia menjadi masalah yang sangat<br />
besar pasca reformasi sampai saat ini,<br />
terutama etika berpolitik dan pemerintahan.<br />
Mahfud melihat dalam implementasi etika<br />
berbangsa seperti yang disebutkan dalam<br />
TAP <strong>MPR</strong> <strong>RI</strong> No VI Tahun 2001 tentang Etika<br />
Kehidupan Berbangsa Bab III yang menyebutkan,<br />
pemerintahan harus melayani dengan<br />
tanggap, jujur dan siap mundur apabila keluar<br />
dari kaidah dan sistem nilai. Siap mundur<br />
inilah yang menjadi masalah saat ini.<br />
Apa yang disampikan oleh Mahfud ini<br />
memang sudah jamak adanya. Tidak sedikit<br />
pejabat dan politisi dalam menjalankan<br />
fungsinya tidak beretika. Buktinya, banyak<br />
yang menjadi tersangka korupsi dan menyelewengkan<br />
jabatan. Namun, mereka<br />
selalu mencari alasan pembenar. Dan, yang<br />
paling menjadi tren, mereka selalu menganggungkan<br />
asas praduga tak bersalah.<br />
Mengingat pentingnya etika berbangsa ini<br />
maka <strong>MPR</strong> <strong>RI</strong> mengangkat masalah ini menjadi<br />
topik bahasan dalam diskusi di Hotel Saphir,<br />
Jogjakarta, 10 Desember 2011. Diskusi<br />
sebagai salah satu acara dalam Press Gathering<br />
Pimpinan dan Anggota <strong>MPR</strong> <strong>RI</strong> dengan<br />
kelompok wartawan Parlemen itu menampilkan<br />
Wakil Ketua <strong>MPR</strong> Hajriyanto<br />
Y.Thohari, serta anggota <strong>MPR</strong> <strong>RI</strong> Martin<br />
Hutabarat ( F-Gerindra ) dan Erik Satrya<br />
Wardhana ( F-Hanura ) sebagai pembicara.<br />
Dalam pandangan Hajriyanto, yang<br />
disebut etika itu bisa secara tegas memisahkan<br />
mana yang benar mana yang salah,<br />
mana kejujuran mana penyelewengan, mana<br />
korupsi mana kontribusi dan komisi. “Cuma<br />
di negara kita ini, pengertian etika sering<br />
terdistorsi menjadi sekedar sopan santun<br />
saja,” ungkap Hajriyanto .<br />
Hajriyanto menunjuk contoh, kalau orang<br />
omongnya halus, menyampaikan kata kata<br />
dengan terukur, kalau berjalan di depan orang<br />
yang lebih tua merunduk-runduk, sangat<br />
baik, dermawan menyumbang masjid atau<br />
gereja, itu disebut etika yang baik. “Padahal<br />
belum tentu. Bisa saja dia bertolak belakang<br />
sifatnya. Psikopat misalnya, atau malah dia<br />
adalah koruptor sejati,” ujarnya.<br />
Kesadaran akan pentingnya etika dan<br />
sekaligus pengakuan bahwa kita mengalami<br />
FOTO-FOTO: HUMAS <strong>MPR</strong> <strong>RI</strong><br />
kemunduran etika, lanjut Hajryianto, untuk<br />
pertama kalinya dituangkan di dalam TAP<br />
<strong>MPR</strong> No.VI Tahun 2001 tentang Etika<br />
Kehidupan Berbangsa. Kemunculan TAP<br />
tersebut diawali dengan berbagai situasi<br />
dan kondisi dalam kehidupan berbangsa dan<br />
bernegara yang terus dipantau <strong>MPR</strong> <strong>RI</strong> dari<br />
awal mula reformasi sampai tahun 2001.<br />
Dalam konsideran disebutkan bahwa etika<br />
kehidupan berbangsa mengalami kemunduran<br />
yang mengakibatkan kemerosotan<br />
multidimensi. Artinya, kemunduran etika<br />
berbangsa itu diakui secara eksplisit dalam<br />
sebuah dokumen resmi negara. Ini yang<br />
seharusnya diperhatikan seluruh anak<br />
bangsa.<br />
“Namun sangat disayangkan, saya melihat<br />
sampai dengan hari ini situasi etika kehidupan<br />
berbangsa belum banyak berubah. Malah,<br />
akhir-akhir ini kita melihat proses regenerasi<br />
penyelewengan etika, seperti teroris dan<br />
koruptor, masih trerus berlanjut. Bahkan<br />
berjalan lancar saja,” ujar Hajriyanto.<br />
Dalam kasus terorisme, menurut<br />
Hajriyanto, para “pengantin” atau pelaku<br />
bom bunuh diri usianya masih sangat mudamuda.<br />
Lalu, dalam kasus korupsi yang<br />
22 EDISI NO.01/TH.VI/JANUA<strong>RI</strong> 2012