19.04.2013 Views

Download Majalah - MPR RI /a

Download Majalah - MPR RI /a

Download Majalah - MPR RI /a

SHOW MORE
SHOW LESS

Create successful ePaper yourself

Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.

Indonesia, Bijeenkomst voor Federaal<br />

Overleg (BFO), dan Belanda. Kesepakatan<br />

ini disaksikan juga oleh United Nations<br />

Commission for Indonesia (UNCI) sebagai<br />

perwakilan PBB. KMB yang dilaksanakan di<br />

Deen Haag, Belanda, dari 23 Agustus hingga<br />

2 November 1949.<br />

Usaha untuk meredam kemerdekaan<br />

Indonesia dengan jalan kekerasan berakhir<br />

dengan kegagalan. Belanda mendapat<br />

kecaman keras dari dunia internasional.<br />

Belanda dan Indonesia kemudian mengadakan<br />

beberapa pertemuan untuk menyelesaikan<br />

masalah ini secara diplomasi, lewat berbagai<br />

perundingan seperti Perundingan Linggarjati,<br />

Perjanjian Renville, Perjanjian Roem-Roijen, dan<br />

KMB. (Konferensi Meja Bundar).<br />

Perundingan Linggarjati<br />

Dalam KMB dihasilkan kesepakatan: (a).<br />

Serahterima kedaulatan dari pemerintah<br />

kolonial Belanda kepada <strong>RI</strong>S, kecuali Papua.<br />

Indonesia ingin agar semua bekas daerah<br />

Hindia Belanda menjadi daerah Indonesia,<br />

sedangkan Belanda ingin menjadikan Papua<br />

bagian barat negara terpisah karena<br />

perbedaan etnis. Konferensi ditutup tanpa<br />

keputusan mengenai hal ini. Karena itu Pasal<br />

2 menyebutkan bahwa Papua Bagian Barat<br />

bukan bagian dari serahterima, dan bahwa<br />

masalah ini akan diselesaikan dalam waktu<br />

satu tahun; (b). Dibentuknya sebuah<br />

persekutuan Belanda-Indonesia dengan<br />

monarki Belanda sebagai kepala negara; (c).<br />

Pengambil alihan hutang Hindia Belanda oleh<br />

Republik Indonesia Serikat.<br />

EDISI NO.01/TH.VI/JANUA<strong>RI</strong> 2012<br />

<strong>RI</strong>S terdiri dari beberapa negara bagian,<br />

seperti Republik Indonesia, Negara Indonesia<br />

Timur, Negara Pasundan termasuk Distrik<br />

Federal Jakarta, Negara Jawa Timur, Negara<br />

Madura, Negara Sumatera Timur, dan Negara<br />

Sumatera Selatan.<br />

Sedang unsur-unsur BFO, wilayah yang<br />

berdiri sendiri (otonom) dan tak tergabung<br />

dalam federasi, yaitu Jawa Tengah,<br />

Kalimantan Barat, Dayak Besar, Daerah<br />

Banjar, Kalimantan Tenggara, Kalimantan<br />

Timur, Bangka, Belitung, dan Riau.<br />

Ultimatum yang dikeluarkan oleh<br />

Westerling itu tentu saja menimbulkan<br />

kegelisahan, tidak saja di kalangan <strong>RI</strong>S<br />

namun juga di pihak Belanda, dan dr. H.M.<br />

Hirschfeld, pria kelahiran Jerman yang<br />

bertindak sebagai Nederlandse Hoge<br />

Commissaris (Komisaris Tinggi Belanda)<br />

yang baru tiba di Indonesia. Kabinet <strong>RI</strong>S<br />

menghujani Hirschfeld dengan berbagai<br />

pertanyaan yang membuatnya menjadi<br />

sangat tidak nyaman. Menteri Dalam Negeri<br />

Belanda, Stikker menginstruksikan kepada<br />

Hirschfeld untuk menindak semua pejabat<br />

sipil dan militer Belanda yang bekerjasama<br />

dengan Westerling.<br />

Untuk menghindari korban, berbagai<br />

upaya dilakukan oleh pemerintahan <strong>RI</strong>S untuk<br />

menempuh jalan damai, seperti: Pertama,<br />

pada 10 Januari 1950, Mohammad Hatta<br />

menyampaikan kepada Hirschfeld bahwa<br />

pihak Indonesia telah mengeluarkan perintah<br />

penangkapan terhadap Westerling. Sebelum<br />

itu, Wakil Tinggi Mahkota Kerajaan Belanda<br />

A. H. J. Lovink telah menyarankan kepada<br />

Mohammad Hatta untuk mengenakan pasal<br />

exorbitante rechten atau penggunaan<br />

kekerasan yang sesuai prosedur hukum<br />

terhadap Westerling.<br />

Ketika pertengahan Januari 1950 Menteri<br />

UNI dan Urusan Provinsi Seberang Lautan,<br />

J. H. Van Maarseven, berkunjung ke<br />

Indonesia untuk mempersiapkan pertemuan<br />

Uni Indonesia-Belanda yang akan<br />

diselenggarakan pada Maret 1950,<br />

Mohammad Hatta menyampaikan kepada<br />

Maarseven bahwa pemerintahan <strong>RI</strong>S telah<br />

memerintahkan kepolisian untuk menangkap<br />

Westerling.<br />

Kedua, saat berkunjung ke Belanda, 20<br />

Januari 1920, Menteri Perekonomian <strong>RI</strong>S,<br />

Juanda, menyampaikan kepada Menteri<br />

Götzen agar pasukan elit yang dipandang<br />

sebagai faktor risiko secepatnya dievakuasi<br />

dari Indonesia. Sebelum itu, satu unit<br />

pasukan RST telah dievakuasi ke Ambon,<br />

17 Januari 1950. Karena ultimatum<br />

Westerling dianggap sebagai suatu yang<br />

serius, sampai-sampai pada 21 Januari 1950<br />

Hirschfeld menyampaikan kepada Götzen<br />

bahwa Van Vreeden dan Menteri<br />

Pertahanan Belanda Schokking telah<br />

menggodok rencana untuk evakuasi<br />

pasukan elitnya.<br />

Aksi Sepihak<br />

Tepat pukul 21.00 di tengah kesunyian<br />

malam, tangsi militer KST di Batujajar,<br />

Bandung, Jawa Barat, dengan sembunyibunyi<br />

sejumlah pasukan dengan<br />

persenjataan lengkap keluar dari baraknya.<br />

Gerakan itu memancing pasukan elit lainnya<br />

tertarik untuk ikut bergabung dengan<br />

pasukan yang bernama APRA itu.<br />

Namun keinginan pasukan elit lainnya<br />

seperti Mayor KNIL G.H. Christian dan Kapten<br />

KNIL J.H.W. Nix untuk bergabung dengan<br />

APRA dicegah oleh komandannya, Kapten<br />

G.H.O. de Witt. Engles. Mengetahui gerakan<br />

liar itu, Engles segera membunyikan alarm<br />

besar. Kemudian ia mengontak Letnan<br />

Kolonel TNI Sadikin, Panglima Divisi<br />

Siliwangi, namun tak tersambungkan, sebab<br />

pada saat melaksanakan huru hara di<br />

Bandung, Sadikin berada di luar kota.<br />

Selanjutnya Engles melaporkan kejadian ini<br />

kepada Van Vreeden di Jakarta.<br />

31

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!