Download Majalah - MPR RI /a
Download Majalah - MPR RI /a
Download Majalah - MPR RI /a
You also want an ePaper? Increase the reach of your titles
YUMPU automatically turns print PDFs into web optimized ePapers that Google loves.
penentuan titik batas dan garis batas.<br />
Daerah dengan pantai yang saling berhadapan yaitu batas daerah di laut antara dua daerah daerah kabupaten atau kota dalam satu<br />
daerah provinsi yang saling berhadapan dengan jarak kurang dari 8 mil, diukur berdasarkan prinsip garis tengah (Gambar 2).<br />
Gambar 2. Penarikan garis batas dua daerah berhadapan dengan metoda sama jarak (ekuidistan) (GD-ITB&Bakosurtanal. 2001)<br />
Dalam penetapan batas laut internasional, diperlukan suatu proses perundingan. Dalam melaksanakan perundingan tersebut, posisi<br />
dasar yang diambil Indonesia yakni menolak hasil reklamasi sebagai garis pangkal baru. Selain itu Indonesia juga mengambil posisi untuk<br />
menggunakan referensi pantai asli (original geographic feature) peta 1973 dan UNCLOS 1982. Kesepakatan batas teritorial laut memiliki arti<br />
penting secara geoekonomi, geopolitik, relevansi dan urgensinya terhadap upaya pemeliharaan integritas wilayah. Secara geoekonomi<br />
batas baru tersebut akan menguatkan sejumlah kerja sama ekonomi dan upaya pengembangan kawasan. Secara geopolitik aspek keamanan<br />
menjadi lebih jelas, sehingga kerjasama yang akan dilakukan menjadi lebih baik.<br />
2.3 Penamaan Unsur Geografi Maritim<br />
Selain pemantauan karakteristik dan potensi pulau-pulau dengan citra satelit, penentuan dan penetapan batas wilayah dengan pemetaan,<br />
perlu dilakukan inventarisasi pemeliharaan, dan pengembangan pulau-pulau di Indonesia, maka diperlukan penamaan unsur geografi<br />
maritim. Nama unsur geografi merupakan nama unsur kenampakan atau ciri (features) di bumi. Unsur-unsur tersebut meliputi unsur alamiah,<br />
berupa daratan (terrestrial toponym), unsur geografi maritim dan perairan (marine atau maritime toponym), dan unsur bawah laut (under<br />
water feature), maupun unsur buatan, berupa unsur pemukiman dan unsur non pemukiman. Toponimi laut atau toponimi maritim membahas<br />
mengenai penarikan batas dan penamaan unsur-unsur geografi maritim yang tidak terlepas dari status yuridiksi nasional terhadap unsurunsur<br />
tersebut. (Djunarsjah, Eka dan rekan. Jurnal Geoid Geomatika ITS: 149)<br />
3. Hasil dan Pembahasan<br />
Pada tahun 1972, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) mempublikasikan 6.127 nama pulau. Pada tahun 1987 Pusat Survei dan<br />
Pemetaan AB<strong>RI</strong> (Pussurta AB<strong>RI</strong>) menyatakan, jumlah pulau di Indonesia sebanyak 17.508, di mana 5.707 di antaranya telah memiliki nama.<br />
Badan Koordinasi Survei dan Pemetaan Nasional (Bakosurtanal), pada tahun 1992 menerbitkan Gazetteer Nama-nama Pulau dan Kepulauan<br />
Indonesia, dan mencatat 6.489 pulau bernama, termasuk 374 nama pulau di sungai. Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional<br />
(Lapan), pada tahun 2002 berdasarkan hasil kajian citra satelit menyatakan bahwa jumlah pulau di Indonesia adalah 18306 buah.<br />
(www.kompas.com) Namun dari data sebelumnya terlihat bahwa dari sekitar 18.306 pulau menurut kajian citra satelit LAPAN 2002 namun<br />
hanya 6.489 pulau yang bernama dan tercantum dalam Gazetteer Nama-nama Pulau dan Kepulauan Indonesia yang diterbitkan Bakosurtanal.<br />
Teknologi spasial yang digunakan dalam pengawasan wilayah kemaritiman pulau terluar masih kurang optimal. Pemanfaatan teknologi<br />
spasial sebagai database untuk menginventaris potensi wilayah kelautan khususnya wilayah pulau terluar sangat dibutuhkan. Selama ini<br />
pemanfatan teknologi spasial sering terfokus pada pendataan wilayah daratan. Dalam melakukan pendataan pulau-pulau terluar melalui<br />
konsep teknologi spasial, digunakan pendekatan analisis spasial analisis konflik, analisis arahan pengembangan. Analisis spasial dilakukan<br />
dengan menggunakan teknologi Sistem Informasi Geografis (SIG) yang substansinya adalah analisis kesesuaian lahan/ wilayah. Sedangkan<br />
analisis konflik dilakukan dengan pendekatan Proses Hierarki Analitik (AHP), akan dapat ditentukan prioritas kegiatan pemanfaatan ruang<br />
yang optimal. Selanjutnya dengan analisis SWOT dan PRA akan dapat dihasilkan rekomendasi arahan pengembangan kawasan pesisir dan<br />
laut sebuah lokasi. (Afrianto. 2008).<br />
Teknologi spasial akan dapat berjalan dengan optimal dan efisien apabila didukung oleh perangkat survei yang dapat digunakan dalam<br />
waktu yang singkat serta memiliki ketepatan yang akurat. Penggunaan citra satelit dapat membantu dalam mendukung tercapainya pendataan<br />
wilayah kemaritiman pulau-pulau terluar yang ada di Indonesia. Contohnya saja penggunaan citra Satelit SPOT-5 Tiga Dimensi untuk survei<br />
toponim dan profil pulau-pulau di Indonesia. Dari ketinggian 826 kilometer, SPOT-5 merekam profil tiga dimensi pulau-pulau Indonesia dengan<br />
resolusi sampai 2.5 meter. Artinya, benda berukuran 2,5 X 2,5 meter di darat dapat dipantau dari satelit SPOT-5.<br />
Keberadaan batas laut sebagai batas maritim yang ada hubungannya dengan yuridiksi suatu negara pantai didasarkan pada UNCLOS<br />
1982, sedangkan penentuan batas laut berdasarkan nama unsur geografi maritim di perairan Indonesia telah ditetapkan oleh IHO dalam<br />
bentuk SP-23 tahun 1953 dan IMO mengeluarkan peta batas-batas laut dalam bentuk Draft 23 pada Mei 2001. Penentuan batas maritim<br />
dalam UNCLOS 1982 pada dasarnya mengacu pada garis-garis pangkal (baseline) yang merupakan garis-garis penghubung titik-titik<br />
pangkal (basepoints). Garis batas maritim diukur pada jarak tertentu dari garis pangkal sesuai dengan zona maritim yang terdapat dalam<br />
UNCLOS 1982, yaitu : laut territorial, zona tambahan, zona ekonomi eksklusif, dan landas kontinen.<br />
3.1 Perencanaan Tata Ruang<br />
Ruang didefinisikan sebagai wadah yang meliputi ruang daratan, ruang lautan, dan ruang udara sebagai satu kesatuan wilayah, tempat<br />
manusia dan makhluk lainnya hidup dan melakukan kegiatan serta memelihara kelangsungan hidupnya. Dalam usaha merubah struktur<br />
ruang untuk meningkatkan kualitas hidup penggunanya, berkembang dua prinsip pendekatan : (1) studi terpadu terhadap satuan lingkungan,<br />
dan (2) analisis lingkungan untuk setiap elemen yang kemudian diintegrasikan informasinya (Golley dan Bellot, 1999). Untuk itu, langkah-<br />
EDISI NO.01/TH.VI/JANUA<strong>RI</strong> 2012<br />
53