05.06.2013 Views

10NEKiD

10NEKiD

10NEKiD

SHOW MORE
SHOW LESS

You also want an ePaper? Increase the reach of your titles

YUMPU automatically turns print PDFs into web optimized ePapers that Google loves.

ke mu dian juga Indonesia. Dua mantan wartawan, Bachtiar Effendy (Njai<br />

Dasima, 1932) dan Andjar Asmara (Kartinah, 1940), menjadi pemula,<br />

yang disusul sejumlah sutradara pribumi lain termasuk Usmar Ismail. Ia<br />

waktu itu masih bekerja untuk South Pacific Film Corporation dan sempat<br />

membuat dua film pada 1949, Harta Karun dan Tjitra.<br />

Praktis dalam seperempat abad pertama kehadirannya, film-film<br />

Indonesia—sebagaimana motif utama pedagang Cina yang sejak 1925<br />

mengua sai usaha perbioskopan—dibuat semata sebagai barang hiburan<br />

dan komoditas dagang.<br />

Motif komersial yang terlampau kuat itu mendorong Usmar Ismail<br />

keluar dari perusahaan film Belanda itu dan bersama beberapa teman<br />

seni man mendirikan Perusahaan Film Nasional (Perfini). Ia merasa gerah<br />

karena mesti mengakomodir banyak “pesanan” dari produser. Dengan<br />

modal dari kantung sendiri, ditambah persekot dari pemilik bioskop yang<br />

bersedia mengedarkan, pada 1950 ia membuat The Long March, yang<br />

lebih populer dengan judul Darah dan Doa. Film yang kemudian diakui<br />

sebagai film pertamanya.<br />

Dikembangkan dari cerita Sitor Situmorang, Darah dan Doa mengisahkan<br />

perjalanan pulang pasukan TNI Divisi Siliwangi dari Yogya ke Jawa<br />

Barat, setelah ibukota sementara itu diserang dan diduduki Belanda. Cerita<br />

berpusat pada pemimpin rombongan, Kapten Sudarto (Del Juzar).<br />

Meski pun sudah beristri, dalam perjalanan ia terlibat cinta dengan dua<br />

gadis. Film ini juga menggambarkan ketegangan terhadap ancaman serangan<br />

Belanda, selain berbagai persoalan kemanusiaan seperti ketakut an,<br />

keraguan, penderitaan, kesetiakawanan, pengkhianatan, dan lain-lain.<br />

Kendati menempati posisi istimewa dalam sejarah film Indonesia,<br />

Darah dan Doa bukanlah film terbaik Usmar Ismail. Ia sendiri mengakui,<br />

film ini terlalu banyak maunya, berhasrat menampilkan seluruh kejadian<br />

be sar yang berlangsung dalam Revolusi Indonesia akibat semangatnya<br />

yang meluap-luap. Ia juga mengakui masih sangat banyak kekurangan<br />

42<br />

LEWaT DjaM MaLaM

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!