You also want an ePaper? Increase the reach of your titles
YUMPU automatically turns print PDFs into web optimized ePapers that Google loves.
44<br />
Tentu bukan kebetulan jika film itu dan film-film Usmar Ismail<br />
berikut nya juga memuat kegelisahan mengenai tiga hal tersebut. Isu na-<br />
sional isme mudah terbaca pada film-filmnya yang bertema revolusi dan<br />
politik: Enam Djam di Djogja (1951), Kafedo (1953), Lewat Djam Malam<br />
(1954), Tamu Agung (1955), Pedjuang (1960), Toha Pahlawan Bandung<br />
Selatan (1961), Anak-anak Revolusi (1964). Di sini Usmar mempunyai<br />
kecenderungan anti hero dengan menggambarkan para pejuang, yang<br />
dalam sejarah dianggap pahlawan, sebagai manusia biasa. Justru sebagai<br />
bekas pejuang berpangkat mayor ia berani jujur dan menolak mitos kepahlawanan<br />
yang serba suci dan sempurna.<br />
Dalam mengolah persoalan identitas, atau persisnya kegamangan kultural<br />
manusia-manusia yang baru menikmati kemerdekaan, Usmar lebih<br />
sering mengemas atau menyelipkan sentilan atau kritik sosial terhadap<br />
kecenderungan kebarat-baratan terutama kelas menengah Indonesia pada<br />
sebagian besar filmnya. Perkara-perkara sepele yang tidak pernah diangkat<br />
dalam film-film yang dibuat di Indonesia sebelumnya, namun senantiasa<br />
mengganggunya. Melalui sentilan, ia tidak semata mempersoalkan jatidiri,<br />
melainkan terus-menerus mengingatkan pentingnya memiliki ke pri-<br />
badian yang kuat sebagai sebuah bangsa merdeka.<br />
Adapun gagasan mengenai idealisme boleh dikata merupakan topik<br />
abadi pada hampir semua film Usmar Ismail, yang direpresentasikan<br />
da lam konflik antara karakter idealis dengan karakter pragmatis. Menarik<br />
nya, kendati terasa selalu menempatkan karakter idealis sebagai<br />
protagonis, ia tidak membabi buta membela mereka. Iskandar (AN Alcaff)<br />
dalam Lewat Djam Malam, misalnya, ditembak mati akibat kekerasan<br />
hati nya ketika hendak menemui satu-satunya orang yang dianggap bisa<br />
me mahami idealisme dan kegelisahannya.<br />
Penggambaran seperti itu justru memperlihatkan kecintaan dan pe-<br />
mihakan Usmar. Setelah menjadi manusia berdaulat kita mempunyai setidaknya<br />
dua pilihan: idealis atau pragmatis. Seorang idealis adalah anjing<br />
LEWaT DjaM MaLaM