05.06.2013 Views

10NEKiD

10NEKiD

10NEKiD

SHOW MORE
SHOW LESS

You also want an ePaper? Increase the reach of your titles

YUMPU automatically turns print PDFs into web optimized ePapers that Google loves.

produksi filmnya, sementara Persari lebih dekat dengan filmfilm<br />

hiburan populer.<br />

Pada masa pendudukan Jepang, Usmar pernah menjadi wakil Armijn<br />

Pane yang menjadi ketua bidang Teater di Pusat Kebudayaan di Jogja.<br />

Waktu itu ia berusia 21 tahun. Ada ketidakcocokan antara Armijn dengan<br />

Usmar. Menurut Armijn, anak muda pada saat itu, termasuk Usmar dan<br />

Chairil Anwar (mereka berdua adalah kerabat), membuat karya yang<br />

keluar dari pakem. Hal yang dianggap aneh atau unik pada saat itu mereka<br />

coba. Lalu Usmar membuat Maya, sebuah perkumpulan sandiwara, dan<br />

pernah di salah satu cerita yang dibuat, ada tokoh yang karakternya mirip<br />

Armijn, yang bisa dibilang galak [Tertawa]. Armijn pun tahu.<br />

Pada zaman revolusi, dengan pertumbuhan yang baik, yaitu pernah<br />

menjadi Mayor di Yogyakarta (yang pada saat itu menjadi pusat<br />

pemerintahan RI), juga pernah menjadi ketua PWI (Persatuan Wartawan<br />

Indonesia) pada usia mudanya, setelahnya ia kembali ke Jakarta dan<br />

hendak masuk ke suatu institusi yang ternyata ada Armijn di dalamnya.<br />

Maka, sulit baginya untuk masuk ke dalam institusi tersebut. Begitu juga<br />

dengan Djamaludin, karena bisa dibilang dia memang ‘orang dagang’. Ia<br />

membuat film semata-mata untuk menolong artis, karena pada saat itu<br />

banyak yang hidup miskin. Persari, rumah produksi yang didirikannya,<br />

jadi semacam perserikatan artis film dan ada untuk menolong mereka,<br />

untuk hiburan saja. Jadi, Djamal lebih punya bakat industri, pengusaha<br />

yang baik, sedangkan Usmar lebih baik secara pemikiran. Di situlah<br />

mereka seperti bertolak belakang.<br />

Namun, tahun 1953, mereka berdua pergi ke Jepang mengikuti<br />

konferensi produser-produser se-Asia. Ada cerita, ketika sedang jamuan<br />

makan dan Djamal melakukan pidato, ia berpidato dalam bahasa<br />

Padang yang isinya memaki-maki orang Jepang bahwa mereka penjajah<br />

[Tertawa]. Usmar yang sedang makan lalu kebingungan, bagaimana<br />

menerjemahkan pidato itu. “Saya ngomong pakai bahasa saya saja, lah.”<br />

LEWaT DjaM MaLaM<br />

57

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!