Create successful ePaper yourself
Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.
itu termasuk golongan yang cinta tanah air. Rasa cinta terhadap<br />
tanah air ini juga terwariskan kepada anaknya, baik Armijn Pane,<br />
Sanusi Pane, maupun Lafran Pane. Pada Armijn Pane dapat kita<br />
lihat dalam sajak-sajaknya "Tanah Air dan Masyarakat" dalam<br />
Gamelan Djiwa, bagian dua. Sayang sekali ayahnya telah<br />
mengecewakan Armijn Pane karena ia telah mengecewakan<br />
ibunya. Ayahnya menikah lagi dengan wanita lain. Kekecewaan<br />
itu terus berbekas sampai akhir hayatnya.<br />
Armijn Pane meninggal pada hari Senin, tanggal 16<br />
Februari 1970 pukul 10.00 pagi di Rumah Sakit Cipto<br />
Mangunkusumo, Jakarta, dalam usia 62 tahun. Ia mengalami<br />
pendarahan otak dan tidak sadarkan diri selama dua hari.<br />
Menurut berita di surat kabar ia diserang Pneumonia Bronchiale.<br />
Tempat peristirahatannya yang terakhir adalah pemakaman<br />
Karet, Jakarta, berdampingan dengan makam kakaknya,<br />
Sanusi Pane, yang meninggal satu tahun sebelumnya. Armijn<br />
Pane meninggalkan seorang istri dan seorang anak angkatnya<br />
berusia 6 tahun yang pada saat ia meninggal beralamat di Jalan<br />
Setia Budi II No. 5, Jakarta.<br />
Ia pernah mengajar bahasa dan sejarah di Sekolah Taman<br />
Siswa di Kediri kemudian di Jakarta. Dari situ kariernya dalam<br />
bidang penerbitan setapak demi setapak dirintis di Balai Pustaka,<br />
sebagai pegawai kantor itu. Tahun 1936 Armijn diangkat menjadi<br />
redaktur. Zaman Jepang ia menjabat kepala Bagian Kesusastraan<br />
di Pusat Kebudayaan Djakarta. Di sampaing itu, tahun 1938 ia<br />
menjadi sekretaris Kongres Bahasa Indonesia yang pertama, ia<br />
juga menjadi penganjur Balai Bahasa Indonesia dan di zaman<br />
Jepang ia menjadi anggota komisi istilah.<br />
Dalam dunia organisasi kebudayaan/kesastraan, Armijn<br />
Pane juga aktif. Ternyata ia menjadi penganjur dan sekretaris<br />
Lembaga Kebudayaan Indonesia (LKI). Selanjutnya, ia menjadi<br />
anggota Badan Musyawarah Kebudayaan Nasional (BMKN)<br />
selepas tahun 1950.<br />
Dalam penerbitan, ternyata Armijn Pane tidak hanya<br />
berkecimpung dalam majalah Pujangga Baru, tetapi juga menjadi<br />
anggota dewan redaksi majalah Indonesia. Demikian pula dalam<br />
dunia film Armijn aktif sebagai anggota sensor film, (1950-1955).<br />
Komunikasi di Era Globalisasi 55