08.08.2013 Views

Majalah Santunan edisi Januari 2011 - Kementerian Agama Prov ...

Majalah Santunan edisi Januari 2011 - Kementerian Agama Prov ...

Majalah Santunan edisi Januari 2011 - Kementerian Agama Prov ...

SHOW MORE
SHOW LESS

You also want an ePaper? Increase the reach of your titles

YUMPU automatically turns print PDFs into web optimized ePapers that Google loves.

Konsultasi Hukum Islam<br />

Diasuh oleh Drs. H. Ridwan Qari, M.Ag.<br />

Assalamu’alaikum wr wb.<br />

Bapak pengasuh KHI yang terhormat.<br />

Bagaimana dengan khitan nonmuslim<br />

yang akan masuk Islam; perlukah<br />

dikhitan? Kalau perlu, apakah sebelum<br />

syahadat atau sesudah syahadat? Demikian,<br />

dan terima kasih atas jawaban<br />

bapak.<br />

Wassalam,<br />

Agam<br />

Simeulue.<br />

Jawaban:<br />

Wa’alaikumussalam. Menurut saya,<br />

hukum khitan ini sudah jelas adanya,<br />

apalagi dalam budaya masyarakat Aceh.<br />

Saya kira tidak ada masyarakat<br />

Aceh, terutama sekali kaum lakilakinya,<br />

yang tidak dikhitan dan<br />

bahkan itu dilakukan pada saat<br />

belum ada tanda-tanda kedewasaan<br />

(baligh) secara fisik. Namun karena<br />

ini menyangkut saudara kita yang<br />

muallaf, mungkin baik juga untuk<br />

dijelaskan kembali.<br />

Menurut Ibnu Hajar al-<br />

‘Asqalani, ada dua pendapat<br />

tentang hukum khitan. Pendapat<br />

pertama menyatakan bahwa khitan<br />

itu wajib, baik untuk laki-laki<br />

maupun perempuan. Pendapat ini<br />

dipelopori oleh Imam Syafi’i dan<br />

sebagian besar ulama mazhabnya.<br />

Pen-dapat kedua menyatakan khitan itu<br />

tidak wajib. Pendapat ini dinyatakan oleh<br />

mayoritas ulama dan sebagian ulama<br />

mazahab Syafi’i. Ibnu Hajar melanjutkan<br />

bahwa untuk khitan perempuan, da-lam<br />

mazhab Syafi’i sekalipun, pada praktiknya<br />

ada perbedaan pendapat. Ada<br />

yang mengatakan bahwa khitan wajib<br />

untuk seluruh perempuan, namun ada<br />

juga yang mengatakan bahwa ia wajib<br />

hanya bagi perempuan yang (maaf),<br />

ujung kelentitnya cukup menonjol,<br />

seperti para perempuan daerah Timur.<br />

Bahkan sebagian ulama mazhab Syafi’i<br />

MUALLAF dan KHITAN<br />

juga ada yang mengatakan bahwa<br />

khitan perempuan tidak wajib, (Fath al-<br />

Bari, jilid 11, Dar al-Fikr, Bairut, 1414<br />

H, hlm. 531).<br />

Ulama kontemporer, Mahmud<br />

Syaltut menyatakan bahwa khitan, baik<br />

untuk laki-laki dan perempuan, tidak<br />

terkait secara langsung dengan teks-teks<br />

agama karena tidak ada satu hadis sahih<br />

pun yang berbicara mengenai khitan,<br />

dan bahwa alasan yang dikemukakan<br />

oleh para ulama yang sepakat dengan<br />

wajibnya khitan sangat lemah. Fiqh<br />

hanya mengakomodasi lewat kaidah<br />

bahwa melukai tubuh makhluk hidup<br />

(seperti khitan) diperbolehkan apabila<br />

dengan itu ada kemaslahatan yang<br />

diperoleh darinya, (al-Fatawa, Dar al-<br />

Qalam, hlm. 302).<br />

Perlu juga ditampilkan lagi, saya<br />

kira, diskripsi perbedaan pendapat<br />

ulama mazhab tentang hukum<br />

khitan berikut: ”Khitan bagi laki-laki,<br />

mengikut mazhab Hanafi dan Maliki,<br />

adalak sunnah mu’akkadah (sunnah<br />

yang dekat kepada wajib), dan bagi<br />

perempuan ialah suatu kemuliaan<br />

(yang kalau dilaksanakan) disunnahkan<br />

untuk tidak berlebihan sehingga bibir<br />

vaginanya tidak terpotong agar ia tetap<br />

mudah merasakan kenikmatan jima’<br />

<strong>Santunan</strong> JANUARI <strong>2011</strong><br />

(hubungan intim).<br />

Menurut imam al-Syafi’i, khitan<br />

adalah wajib bagi laki-laki dan perempuan.<br />

Imam Ahmad mengatakan<br />

bahwa khitan wajib bagi laki-laki dan<br />

suatu kemuliaan bagi perempuan yang<br />

biasanya dilakukan di daerah-daerah<br />

yang panas”, (Wahbah al-Zuhaili, al-Fiqh<br />

al-Islami wa Adillatuh, jilid III, Dar al-<br />

Fikr, Damaskus, hlm. 642).<br />

Gambaran di atas, mengenai hukum<br />

khitan baik bagi laki-laki maupun perempuan,<br />

menjelaskan bahwa ulama<br />

mazhab dari awal berbeda pendapat.<br />

Perbedaan ini mengisyaratkan bagi kemungkinan<br />

adanya upaya mengakomodir<br />

tradisi dan budaya<br />

masyarakat yang berpengaruh<br />

kepada kebijakan pengambilan<br />

hukum (ijtihad) para ula-ma dalam<br />

menerima dan memahami teksteks<br />

agama, terutama sekali hadishadis<br />

Nabi saw. Khitan tidak dapat<br />

dika-takan sebagai dimulai oleh<br />

agama Islam. Tradisi khitan sudah<br />

mengakar dalam masyarakat sejak<br />

lama. Karena itu pula pandanganpandangan<br />

ilmu pengeta-huan<br />

di luar teks-teks keagamaan, seperti<br />

ilmu kesehatan/kedokteran<br />

dan lain-lain, penting untuk<br />

dipertimbang-kan.<br />

Oleh karena itu, dalam konteks<br />

Aceh yang Islami, seorang muallaf,<br />

terutama laki-laki, wajib untuk dikhitan.<br />

Khitan untuk laki-laki Aceh<br />

adalah bagian identitas muslim sama<br />

seperti melaksanakan ibadah yang<br />

tergolong fardhu atau meninggalkan<br />

kegiatan yang targolong haram. Orang<br />

yang meninggalkan fardhu atau<br />

yang mengerjakan haram tentu akan<br />

’dicurigai’ identitas keislamamnya.<br />

Konon kabarnya keraguan orang Aceh<br />

terhadap keislaman dan keulamaan<br />

Snouck Hurgronje, di antaranya, karena<br />

dia tidak berkhitan. Wallahua’lam. n<br />

45

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!