Laporan Situasi HAM di Indonesia periode Januari-April 2013 - Elsam
Laporan Situasi HAM di Indonesia periode Januari-April 2013 - Elsam
Laporan Situasi HAM di Indonesia periode Januari-April 2013 - Elsam
Create successful ePaper yourself
Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.
<strong>Laporan</strong> <strong>Situasi</strong> Hak Asasi Manusia <strong>di</strong> <strong>Indonesia</strong><br />
Lembaga Stu<strong>di</strong> dan Advokasi Masyarakat (ELSAM)<br />
namun semuanya <strong>di</strong>tolak. Permohonan tersebut <strong>di</strong> antaranya terhadap pasal 80 ayat 1 huruf a,<br />
pasal 80 ayat 2 huruf a, pasal 80 ayat 3 huruf a, pasal 81 ayat 3 huruf a, pasal 82 ayat 1 huruf a,<br />
pasal 82 ayat 2 huruf a, dan pasal 82 ayat 3 huruf a UU No 22 tahun 1997 tentang Narkotika, 30<br />
pasal 365 ayat (4) tentang pencurian dengan kekerasan, 31 dan UU/PNPS tahun 1964 tentang tata<br />
cara pelaksanaan hukuman mati. 32 Argumen MK dalam menolak adalah sehubungan kesesuaian<br />
dengan pasal 6 Kovenan Hak Sipil-Politik, khususnya dalam menentukan perbuatan pidana apa<br />
saja yang merupakan “tindak pidana serius”.<br />
Terhadap permohonan pengujian pertama (pasal 80 ayat 1 huruf a, pasal 80 ayat 2 huruf a,<br />
pasal 80 ayat 3 huruf a, pasal 81 ayat 3 huruf a, pasal 82 ayat 1 huruf a, pasal 82 ayat 2 huruf a, dan<br />
pasal 82 ayat 3 huruf a UU No 22 Tahun 1997 tentang Narkotika), yang mengatur tentang ancaman<br />
hukuman mati bagi produsen dan pengedar narkotika secara terorganisir, MK menolak mengabulkan<br />
pemohonan. MK menyatakan hukuman mati bagi para produsen dan pengedar narkotika<br />
tidak bertentangan dengan hak untuk hidup yang <strong>di</strong>jamin oleh UUD 1945, karena konstitusi<br />
<strong>Indonesia</strong> tidak menganut azas kemutlakan <strong>HAM</strong>. MK menyatakan <strong>Indonesia</strong> tidak melanggar<br />
perjanjian internasional apa pun, termasuk Kovenan Internasional Hak Sipil dan Politik yang<br />
menganjurkan penghapusan hukuman mati, dengan mendasarkan pada argumen bahwa pasal<br />
6 ayat (2) Kovenan tersebut membolehkan masih <strong>di</strong>berlakukannya hukuman mati bagi negara<br />
peserta, khususnya untuk kejahatan yang paling serius. Alasan lainnya, <strong>Indonesia</strong> memiliki<br />
kewajiban untuk mematuhi konvensi internasional tentang narkotika dan psikotropika yang<br />
juga telah <strong>di</strong>ratifikasi dalam bentuk UU Narkotika, <strong>di</strong> mana konvensi tersebut mengamanatkan<br />
kepada negara pesertanya agar memaksimalkan penegakan hukum secara efektif terhadap pelaku<br />
kejahatan narkotika untuk mencegah serta memberantas kejahatan-kejahatan narkotika yang<br />
<strong>di</strong>nilai sebagai kejahatan sangat serius, terlebih lagi yang melibatkan jaringan internasional. MK<br />
menegaskan bahwa penerapan pidana mati dalam UU Narkotika bukan saja tidak bertentangan<br />
UUD 1945, tetapi justru <strong>di</strong>benarkan oleh konvensi internasional.<br />
Terhadap pasal 365 ayat (4), MK dalam pertimbangannya menyatakan bahwa tindak pidana<br />
pencurian dengan kekerasan yang mengakibatkan kematian sudah termasuk kejahatan yang<br />
serius. Sehingga sanksi pidana yang tercantum dalam pasal <strong>di</strong>maksud telah sesuai. Namun MK<br />
menyatakan ancaman pidana berupa hukuman mati merupakan alternatif karena ancaman pidana<br />
mati terhadap kejahatan pencurian dengan kekerasan tersebut bukan merupakan satu-satunya<br />
ancaman pidana. Namun hanya sebagai salah satu dari dua alternatif lainnya, yaitu ancaman<br />
30 Pemohon adalah lima orang terpidana mati kasus narkotika yaitu E<strong>di</strong>th Yunita Sianturi dan Rani Andriani yang<br />
Warga Negara <strong>Indonesia</strong> (WNI), serta tiga warga negara Australia, Myuran Sukumaran, Andrew Chan, dan Scott<br />
Anthony Rush.<br />
31 Diajukan oleh dua orang terpidana mati kasus pencurian dengan kekerasan, Raja Syahrial alias Herman alias Wak<br />
Ancap dan Raja Fadli alias Deli.<br />
32 Permohonan <strong>di</strong>ajukan oleh tiga terpidana mati pelaku bom Bali I yaitu Amrozi, Ali Ghufron alias Mukhlas dan<br />
Abdul Azis alias Imam Samudra.<br />
/ 29 /