29.06.2015 Views

Auditoria 29

Create successful ePaper yourself

Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.

ASDFASDF<br />

VOL V No. <strong>29</strong> | Edisi Maret - April 2012<br />

1


Contens<br />

Editorial 3<br />

Auditama 4<br />

Liputan Khusus 17<br />

AuditOase 28<br />

Wawancara 30<br />

Info Penting 35<br />

Berita Keluarga 36<br />

Profil 37<br />

SpeakOut 38<br />

Ex-Auditor 40<br />

Ragam Pengawasan 49<br />

Sudut Kantor 52<br />

Pojok SPIP 53<br />

Alexander on Leadership 55<br />

Pojok Komunitas 57<br />

Pesan 58<br />

Resensi Buku 59<br />

4<br />

8<br />

25<br />

8<br />

Redaksi menerima sumbangan tulisan atau artikel yang sesuai dengan misi penerbitan. Redaksi berhak mengubah<br />

isi tulisan tanpa mengubah maksud dan substansi. Artikel atau tulisan yang dimuat akan diberikan honor sesuai<br />

Standar Biaya Umum (SBU).<br />

Isi majalah tidak mencerminkan kebijakan Inspektorat Jenderal<br />

Pelindung: Inspektur Jenderal, Penasihat: Sekretaris Inspektur Jenderal, Inspektur I, Inspektur II, Inspektur III,<br />

Inspektur IV, Inspektur V, Inspektur VI, Inspektur VII, Inspektur Bidang Investigasi,<br />

Penanggung jawab :C.M. Susetya, Redaktur :Budi Prayitno, Penyunting : Alexander Zulkarnaen, Dedhi Suharto,<br />

M. Hisyam Haikal, M. Gilang Ramadhan, Galih Teguh Gumilang, Ridzky Aditya Saputra, Desain Grafis/ Fotografer<br />

:Terry Castello, Putra Kusumo Bekti, Sekretariat :Delima Frida, Suryani, Istianah, Maria Cecilia Kinanthi, Dianita<br />

Wahyuningtyas, Rahmawati Setyaningsih, Mujaini, Ari Hapsari, Johan Rizki, Agus Rismanto, Ervin Septian Firdaus,<br />

Talitha Sya'banah Fajrin Sudana, Ari Hapsari<br />

ISSN : 1411 - 9455<br />

Alamat: Jl. Dr. Wahidin No. 1, Gedung Juanda II Lantai IV - XIII,<br />

Telp. (021) 3865430 fax. (021) 3440907 Kode Pos : 10710<br />

e-mail : Majalah.<strong>Auditoria</strong>@gmail.com<br />

2<br />

VOL V No. <strong>29</strong> | Edisi Maret - April 2012


aditorial<br />

VOL V No. <strong>29</strong> | Edisi Maret - April 2012<br />

3


auditama<br />

Siapa Bilang TU dan<br />

Kehumasan itu Hanya<br />

Sekedar Surat Menyurat?<br />

Ketika berbicara mengenai tata usaha atau biasa disingkat TU, maka yang ada dibenak kita adalah proses<br />

administrasi persuratan, penggandaan, dan pengarsipan. Pada prakteknya, seringkali pekerjaan pegawai<br />

TU ini dipandang sebelah mata karena dianggap sangat mudah dilakukan dan tidak membutuhkan pemikiran.<br />

Mungkin dalam bayangan kita, pekerjaan pegawai TU hanya sebatas pada menerima surat, mencatat,<br />

menggandakan, kemudian menyimpan surat tersebut. Namun, apakah sesederhana itu pekerjaan pegawai TU ?<br />

Tata Usaha Identik dengan Surat, Dokumentasi,<br />

dan Arsip<br />

Memang benar bahwa tugas utama<br />

pegawai TU adalah berkaitan dengan persuratan dan<br />

penyimpanan arsip. Terkadang keberadaan pegawai<br />

TU mungkin tidak dianggap penting pada saat surat<br />

atau berkas baru masuk ke ruang pimpinan. Tapi<br />

pada akhirnya, keberadaan pegawai TU akan terlihat<br />

penting ketika proses surat atau berkas tersebut<br />

sudah berjalan beberapa waktu kemudian, misalnya:<br />

seorang pimpinan membutuhkan surat atau berkas<br />

yang dikirim enam bulan yang lalu, hal ini akan<br />

lebih mudah jika ada pegawai TU yang menangani<br />

sehingga surat-surat atau berkas-berkas yang masuk<br />

mudah untuk dicari kembali.<br />

Berkaitan dengan persuratan, dua orang<br />

pegawai subbag TU dan Kehumasan Bagian Umum<br />

Sekretariat Itjen, Natassa Feryza dan Canggih W. S.,<br />

memberikan penjelasan mengenai alur pekerjaan<br />

mereka. Hal pertama yang dilakukan adalah<br />

menerima surat masuk yang ditujukan kepada<br />

Irjen atau Sekretaris Irjen, lalu diinput ke aplikasi,<br />

selanjutnya dicetak lembar disposisi. Setelah itu<br />

surat disampaikan kepada Irjen atau Sekretaris<br />

4<br />

VOL V No. <strong>29</strong> | Edisi Maret - April 2012


auditama<br />

Irjen untuk didisposisikan, setelah didisposisi lalu<br />

direkam dalam aplikasi, kemudian surat itu dikirim<br />

sesuai tujuan disposisi. Dalam hal ini, pihak-pihak<br />

yang terlibat yaitu dari subbag TU, Bagian SIP jika<br />

ada kendala dalam aplikasi persuratan, dan unit lain<br />

yang menjadi tujuan disposisi Irjen atau Sekretaris<br />

Irjen untuk merespon surat masuk tersebut sesuai<br />

arahan/disposisi Irjen atau Sekretaris Irjen.<br />

Tata usaha selalu berkaitan dengan<br />

dokumentasi dan kearsipan. Inilah mengapa<br />

perpustakan juga merupakan salah satu unit yang<br />

dikelola oleh subbag TU dan Kehumasan. Mujaini,<br />

seorang Sarjana Humaniora yang bergabung di<br />

Itjen tahun 2010 menjelaskan tugas-tugasnya di<br />

Perpustakaan Itjen. “Yang utama adalah mengelola<br />

koleksi perpustakaan, baik yang berbentuk buku<br />

maupun non-buku, seperti dokumen peraturanperaturan<br />

atau undang-undang”, terang Mujaini.<br />

Wawan Surahman, rekan kerja Mujaini di<br />

perpustakaan, turut menambahkan bahwa yang yang<br />

dilakukan dalam mengelola perpustakaan adalah<br />

scan data buku, perawatan ruangan, perawatan fisik<br />

buku, pelayanan peminjaman dan pengembalian.<br />

Dapat dikatakan bahwa penyimpanan arsip fisik<br />

dan pendokumentasian juga merupakan salah satu<br />

kegiatan di perpustakaan, terutama yang berkaitan<br />

dengan pengadaan dokumentasi peraturanperaturan.“Jadi<br />

kami siap membantu rekan-rekan<br />

yang sekiranya membutuhkan dokumen peraturan”<br />

jelasnya.<br />

Tata Usaha ditambah Kehumasan, jadi seperti<br />

apa ya?<br />

Pada tahun 2010, berdasarkan PMK<br />

184/PMK.01/2010 terdapat penambahan fungsi<br />

kehumasan dalam subbagian TU Bagian Umum,<br />

sehingga namanya pun berubah menjadi Subbag<br />

TU dan Kehumasan. Subbagian TU dan Kehumasan<br />

Bagian umum yang dikomandoi oleh Budi Prayitno<br />

mempunyai tugas melakukan urusan persuratan,<br />

kearsipan, kepustakaan, penggandaan, ekspedisi,<br />

kehumasan, komunikasi publik, pemantauan aktivitas<br />

harian Inspektorat jenderal, dan pendampingan<br />

kepada para pegawai Inspektorat Jenderal yang<br />

dalam pelaksanaan tugasnya dimintai keterangan<br />

oleh aparat penegak hukum.<br />

Ketika ditemui di ruang kerjanya di lantai<br />

IV gedung Djuanda II, Budi menuturkan visi dan misi<br />

Subbag TU dan Kehumasan, visi dan misi SUbbag<br />

TU dan Kehumasan adalah mewujudkan Bagian<br />

Umum menjadi bagian yang terbaik melalui tupoksi<br />

Subbag TU dan Kehumasan, yaitu persuratan,<br />

kearsipan, perpustakaan, penggandaan, ekspedisi<br />

dan kehumasan. “Kami merasa saat ini masih jauh<br />

dari ideal, oleh karena itu semua lini masih harus<br />

ditingkatkan, baik itu dalam urusan persuratan,<br />

kearsipan, kepustakaan, penggandaan, ekspedisi dan<br />

lain-lain”, ujar Budi sambil membenahi letak tempat<br />

duduknya.“Tantangannya adalah banyak pekerjaan<br />

yang bersifat unstructure dan on the spot yang harus<br />

dikerjakan dalam waktu sempit, prinsip kami semua<br />

pekerjaan harus dilaksanakan sebaik-baiknya meski<br />

terkadang harus pulang malam hari”, tambahnya.<br />

Hal senada juga disampaikan oleh Galih<br />

Teguh Gumilang, salah satu punggawa Subbag TU<br />

dan Kehumasan yang mahir dalam bidang desain.<br />

Menurut Galih, pekerjaan di Subbag TU dan<br />

Kehumasan tidak hanya apa yang terikat dalam<br />

kontrak kinerja ataupun tupoksi yang ada, namun<br />

jauh lebih luas lagi. Segala sesuatu dilakukan dengan<br />

sentuhan seni, mulai dari desain, pengadaan barang<br />

seni, dokumentasi kegiatan, event organizer, hingga<br />

pelayanan pimpinan.<br />

Tata Usaha dan Kehumasan adalah dua<br />

bidang yang sama-sama berhubungan dengan pihak<br />

luar. Menurut Galih, dengan adanya kehumasan<br />

di Itjen struktur organisasi kehumasan yang ada<br />

saat ini semakin jelas. Tugas humas sendiri adalah<br />

mensosialisasikan dan mengkomunikasikan segala<br />

bentuk informasi kepada publik, baik itu internal<br />

maupun eksternal. Dan agar membuat kerja<br />

kehumasan lebih baik, efisien, dan efektif, humas<br />

seharusnya memiliki struktur langsung dari unit<br />

VOL V No. <strong>29</strong> | Edisi Maret - April 2012<br />

5


auditama<br />

organisasi. Karena biasanya humas membawa tugas<br />

mengenai kebijakan-kebijakan Unit Eselon I maupun<br />

yang bersifat Kementerian.<br />

Dengan adanya Kehumasan di struktur<br />

organisasi Itjen dampak langsungnya terhadap<br />

pekerjaan adalah lebih mudah berkoordinasi<br />

dan mensinergikan strategi-strategi kehumasan<br />

yang adatiap-tiap eselon I. “Dan dampak lainnya<br />

adalah menambah pekerjaan, tetapi yang dengan<br />

bertambahnya pekerjaan pasti akan bertambah<br />

pula pengalaman dan pengetahuan”, ujarnya<br />

dengan bijak. Canggih dan Tassa pun berpendapat,<br />

bahwa dengan adanya unit kehumasan sangat<br />

bagus untuk meng-update informasi-informasi<br />

seputar Itjen, baik melalui website, ataupun majalah<br />

<strong>Auditoria</strong>. Kegiatan-kegiatan yang ada di Itjen dapat<br />

dipublikasikan dan di-update di website.<br />

“Subbag TU dan<br />

Kehumasan terkadang<br />

masih dipandang sebelah<br />

mata. Beberapa masih<br />

menganggap pekerjaan<br />

unit ini sepele dan mudah,<br />

padahal kenyataannya<br />

tidak demikian”<br />

menjelaskan bahwa manfaat penggunaan e-filing ini<br />

baru terasa ketika kita harus mencari arsip-arsip yang<br />

sudah lama, entah dimana atau masih ada atau tidak,<br />

tidak ada yang tahu. Melalui e-filing hal tersebut<br />

dapat diatasi. Dokumen dengan mudah dan cepat<br />

bisa ditemukan. Semua ini dilakukan sebagai bentuk<br />

dukungan terhadap kegiatan pengawasan yang ada<br />

di Itjen.<br />

Perpustakaan Itjen sekarang ini<br />

dikembangkan menjadi perpustakaan modern.<br />

Wawan mengatakan, perpustakaan Itjen sekarang<br />

ini mengalami perkembangan yang pesat, mulai dari<br />

alat, sistem pelayanan, aplikasi sampai dengan koleksi<br />

buku. Pengadaan buku-buku dilakukan berdasarkan<br />

permintaan dari tiap-tiap unit atau bagian di Itjen,<br />

sehingga koleksi yang ada di perpustakaan dapat<br />

memenuhi apa yang dibutuhkan para pegawai<br />

Itjen. Dibandingkan dengan beberapa tahun yang<br />

lalu, perpustakaan Itjen lebih banyak mengoleksi<br />

peraturan-peraturan dibandingkan dengan bukubuku.<br />

Curahan Hati para Punggawa Subbag TU dan<br />

Kehumasan<br />

Yang Diunggulkan di Subbag TU dan Kehumasan<br />

Pada tahun 2012 ini, pengarsipan berbasis<br />

aplikasi (e-filing) dan perpustakaan modern menjadi<br />

konsentrasi utama di Subbag TU dan Kehumasan.<br />

Electronic Filing atau biasa disingkat dengan e-filing<br />

merupakan pengelolaan arsip atau dokumen dengan<br />

menggunakan aplikasi. Kegiatan ini adalah salah<br />

satu upaya subbag TU dan Kehumasan dalam rangka<br />

mewujudkan e-government. Selama ini arsip-arsip<br />

yang sangat tingg inilainya justru dicampakkan<br />

begitu saja dan tidak ditindaklanjuti. Padahal, bisa<br />

jadi suatu arsip akan sangat berguna di waktu-waktu<br />

mendatang. Baik arsip fisik maupun arsip digital,<br />

dikelola dengan menggunakan aplikasi ini. Galih<br />

Suka dan duka, pastinya dialami oleh<br />

para punggawa subbag TU dan Kehumasan dalam<br />

menjalankan tugasnya. Natassa bercerita, sejak<br />

ditempatkan di Subbag TU dan Kehumasan pada<br />

awal tahun 2008 banyak sekali pengalaman yang<br />

dirasakannya. Tugasnya yang mengurusi persuratan<br />

di ruang Sekretaris Itren, membuat Natassa sering<br />

berkomunikasi dengan Sekretaris Itjen. Disitulah<br />

Natassa merasa bahwa ternyata para pejabat<br />

itu manusia biasa yang juga senang bercanda.<br />

Pengalaman lain juga dirasakan oleh Canggih yang<br />

bertugas mengelola persuratan yang ditujukan<br />

6<br />

VOL V No. <strong>29</strong> | Edisi Maret - April 2012


auditama<br />

untuk Irjen. Pada saat-saat tertentu Canggih<br />

diharuskan untuk standby di ruangan sampai malam<br />

hari. Meskipun lelah, tapi Canggih melakukan<br />

dengan senang hati, karena itu adalah tugas yang<br />

memang harus dilaksanakan. Pengalaman lain yang<br />

menurutnya sangat berkesan adalah Bagian Umum<br />

secara rutin mengadakan Family Gathering setiap<br />

tahunnya. Menurutnya hal ini sangat bagus untuk<br />

meningkatkan kekompakan serta rasa kekeluargaan,<br />

mengingat subbag-subbag di Bagian Umum memiliki<br />

ruang kerja yang terpisah sehingga sangat jarang<br />

untuk bisa berkumpul bersama.<br />

Sebagai seorang pustakawan, Mujaini<br />

tentu saja dituntut untuk bertemu banyak orang<br />

dan memberikan pelayanan sebaik-baiknya. Mujaini<br />

menganggap ini adalah sebuah tantangan dan<br />

kesenangan, karena bisa mengenal rekan-rekan di<br />

Itjen. Namun, beberapa kendala juga ia alami. Salah<br />

satunya adalah ketika tidak dapat memberikan<br />

pelayanan dengan baik, misalnya memberikan<br />

buku yang hendak dipinjam karena buku tersebut<br />

belum ada di perpustakaan atau ada namun<br />

sedang dipinjam orang lain. Kendala lain yang dia<br />

rasakan adalah kurangnya kedisiplinan beberapa<br />

pegawai dalam mengembalikan buku. Ada juga yang<br />

mengembalikan buku dalam keadaan rusak. Ada satu<br />

cerita yang membuatnya sedih, ketika ia bertemu<br />

dengan seorang pegawai Itjen dan kemudian<br />

berkata, “Oh, ternyata Itjen punya perpus ya?”. Galih<br />

memaparkan bahwa sampai saat ini subbag TU dan<br />

Kehumasan terkadang masih dipandang sebelah<br />

mata. “Beberapa pegawai Itjen masih menganggap<br />

pekerjaan TU dan Kehumasan itu sepele dan mudah,<br />

padahal kenyataannya tidak demikian”, ungkapnya.<br />

Harapan para Punggawa Subbag TU dan<br />

Kehumasan<br />

Dari pengalaman yang dialami Mujaini<br />

mengenai masih adanya pegawai Itjen yang tidak tahu<br />

adanya perpustakaan di Itjen, ia berharap ada sarana<br />

untuk lebih mempromosikan perpustakaan. Selain<br />

itu, ia juga mengharapkan kerjasama dari semua<br />

pihak yang menggunakan fasilitas perpustakaan<br />

untuk disiplin dalam mengembalikan buku yang<br />

dipinjam. Peningkatan fasilitas juga menurutnya<br />

perlu ditingkatkan lagi, seperti mesin fotocopy dan<br />

unit komputer sebagai mesin pencarian. Mesin<br />

fotocopy dibutuhkan terutama untuk buku-buku<br />

limited namun banyak dicari, sehingga cukup memfotocopy<br />

halaman-halaman yang diperlukan, tanpa<br />

perlu meminjam. Untuk komputer, digunakan untuk<br />

memudahkan pegawai mencari buku yang diinginkan.<br />

“Sebagai supporting unit, tugas<br />

subbag TU dan Kehumasan tidak<br />

akan berhasil maksimal tanpa<br />

adanya kerjasama dari para<br />

pemangku kepentingan”<br />

Kerjasama, adalah suatu hal yang<br />

sangat dasar dan dibutuhkan dalam<br />

melakukan suatu proses kegiatan. Begitu<br />

pula dalam manajemen e-filing. Galih<br />

menyebutkan, kendala yang dihadapi dalam<br />

melakukan e-filing adalah keterlambatan<br />

penyerahan arsip dari masing-masing unit<br />

atau bagian, serta masih terdapat beberapa<br />

jenis dokumen belum sesuai dengan aturan<br />

yang berlaku. Kegiatan E-filing tidak akan<br />

berjalan jika tidak ada tanggapan dan<br />

keseriusan dari masing-masing pemangku<br />

kepentingan di Itjen. Harapannya, tiap-tiap<br />

PIC yang ditunjuk benar-benar bertanggung<br />

jawab atas urusan kearsipan di masing-masing<br />

unit. Ya, meskipun sebagai supporting unit,<br />

tugas subbag TU dan Kehumasan tidak akan<br />

berhasil maksimal tanpa adanya kerjasama<br />

dari para pemangku kepentingan. (VIN/RHM/<br />

PUT)<br />

VOL V No. <strong>29</strong> | Edisi Maret - April 2012<br />

7


auditama<br />

Layanan Subbagian PRT :<br />

TERASA<br />

tapi tak kentara<br />

Dalam melaksanakan pekerjaan seharihari,<br />

terkadang kita merasa sudah<br />

bekerja sekuat tenaga, melayani<br />

sebaik-baiknya, namun sedikit sekali<br />

apresiasi dari orang lain. Begitulah<br />

yang terjadi di Bagian umum. Semua yang dikerjakan<br />

barangkali adalah hal yang tidak luar biasa, just<br />

ordinary. Melayani sebaik-baiknya, tanpa berharap<br />

pujian orang lain, adalah hal biasa. Sebaliknya,<br />

kesalahan sedikit saja bisa berbuah complaint yang<br />

luar biasa. Itulah pelayanan.<br />

Subbag Protokoler dan Rumah Tangga<br />

adalah suatu unit kerja yang mengurusi urusan<br />

dalam, rumah tangga, pengangkutan, atau jamuan<br />

tamu. Jarang sekali orang menganggapnya sebagai<br />

tugas yang ‘fundamental’ bagi organisasi. Pekerjaan<br />

yang merupakan unit pendukung tersebut tentunya<br />

bukanlah tugas pokok yang merupakan core Business,<br />

tetapi tidak dapat juga dikesampingkan peranannya.<br />

Tanpanya, sedikit banyak berimbas pada pencapaian<br />

tujuan organisasi.<br />

Tidak hanya ada di perusahaan atau<br />

badan usaha, di Instansi pemerintah seperti<br />

Inspektorat Jenderal pun bagian/unit kerja seperti<br />

ini pasti ada. Melihat dari kacamata yang tidak<br />

biasa, Majalah <strong>Auditoria</strong> kali ini akan mengupas<br />

unit pelayanan yang mengurusi hal-hal yang<br />

kelihatannya ‘sepele’ di atas.<br />

Apa sih Subbag PRT itu ?<br />

Adalah Subbagian Protokol dan Rumah<br />

Tangga yang selanjutnya disingkat Subbag PRT<br />

(bukan kependekan dari Pembantu Rumah Tangga).<br />

Subbag PRT adalah salah satu subbagian di Bagian<br />

Umum Sekretariat Inspektorat Jenderal. Subbag<br />

PRT mempunyai tugas pokok melakukan urusan<br />

dalam, akomodasi, protokoler, kerumahtanggaan,<br />

pengangkutan, dan pemeliharaan inventaris kantor.<br />

Kelihatannya memang simple, namun ketika kita<br />

mencoba menyelami pekerjaan yang mereka lakukan,<br />

sungguh di luar apa yang kita bayangkan.<br />

Sebagai Kepala Subbag PRT, Hari Purnomo<br />

menjelaskan bahwa tugas utama subbag PRT adalah<br />

pemeliharaan yang berpokok pada pemeliharaan<br />

aset yang dimiliki Inspektorat Jenderal seperti<br />

pemeliharaan kendaraan dinas, inventaris, rumah<br />

dinas, gedung kantor dan protokoler yang terkait erat<br />

dengan pelayanan pimpinan (meliputi pengawalan<br />

pimpinan), antar jemput tugas dinas, akomodasi<br />

hotel, penyiapan bahan dan jamuan rapat, dan lainlain.<br />

Mujiastono -yang akrab disapa Mujay,<br />

seorang petugas di Subbag PRT- mengungkapkan<br />

8<br />

VOL V No. <strong>29</strong> | Edisi Maret - April 2012


auditama<br />

bahwa selama di Subbag PRT, tugasnya adalah<br />

mengelola perawatan inventaris, pemeliharaan<br />

rumah dinas, mengelola langganan daya dan jasa,<br />

mengelola jasa kebersihan (cleaning service), dan<br />

sewa mesin fotocopy. “Hampir setiap bisnis proses<br />

di subbag PRT mirip satu sama lain, hanya berbeda<br />

objek yang ditanganinya” katanya.<br />

Lain lagi kata Murdiono, salah satu staf<br />

Protokol Inspektur Jendral. Imunk –panggilan akrab<br />

Murdiono- mengibaratkan pekerjaan di Subbag<br />

PRT sebagai “Jaga Warung”. Staf harus standby<br />

di ruangan dan siap sedia untuk melayani ketika<br />

ada stakeholders yang membutuhkan pelayanan.<br />

Sebagai ajudan, Imunk bertugas mendampingi dan<br />

memastikan segala kebutuhan Inspektur Jenderal<br />

terpenuhi tepat pada waktunya.<br />

Program Unggulan Subbag PRT<br />

Ternyata tidak hanya pekerjaan rutin yang<br />

dilakukan oleh Subbag PRT. Ada beberapa program<br />

dan kegiatan yang menjadi unggulan. Dari pemaparan<br />

Hari Purnomo, kegiatan unggulan yang ada di subbag<br />

ini adalah Program Kebersihan atau yang dikenal<br />

dengan istilah 5R (Ringkas, Rapi, Resik, Rawat, Rajin),<br />

Pembangunan Aplikasi pelayanan Pimpinan (Katana)<br />

yang merupakan aplikasi berbasis Web untuk<br />

mengadministrasikan Agenda Pimpinan (pejabat<br />

Eselon I dan II Itjen), serta program pelayanan satu<br />

pintu atas setiap permintaan pelayanan.<br />

Khusus untuk program 5R, Hari menekankan<br />

pentingnya pelaksanaan program ini sebagai upaya<br />

yang diharapkan dapat mengubah budaya kerja<br />

pegawai Itjen menjadi semakin baik. Program 5R yang<br />

baru pertama dijalankan di tahun 2012 ini tidak sama<br />

dengan program kebersihan lainnya. Fokusnya lebih<br />

ke arah pembangunan budaya kerja yang dimulai<br />

dari tempat kerja sampai kepada perubahan prilaku<br />

masing-masing pegawai. Program ini dilakukan<br />

secara bertahap dengan menerapkan falsafah jepang<br />

‘Kaizen’ yang menitikberatkan terhadap perubahan<br />

dari yang salah, benar, dan menuju lebih baik secara<br />

berkelanjutan.<br />

Adapun dalam praktiknya, gambaran<br />

umum program 5R ini dilakukan secara bertahap,<br />

diantaranya melakukan pengelompokan barangbarang<br />

berdasarkan tingkat kebutuhan pegawai di<br />

masing-masing meja kerja dan menyingkirkan semua<br />

barang-barang yang tidak diperlukan. Selanjutnya,<br />

pegawai menyediakan sistim sarana penyimpanan<br />

serta lay-out untuk menjamin bahwa barang-barang<br />

yang diperlukan menjadi mudah dikenali dan mudah<br />

ditemukan dan mudah dikembalikan. Selanjutnya<br />

melakukan penerapan secara terus menerus<br />

menjadikan tempat kerja yang sehat dan ramah<br />

terhadap lingkungan melalui standar pengendalian<br />

program 5R.<br />

Sebagai bentuk evaluasi terhadap<br />

pelaksanaan program 5R, dilakukan penilaian oleh<br />

Top Management, dalam hal ini para pimpinan<br />

organisasi untuk menilai sejauh mana tingkat<br />

efektif dan efisien pelaksanan program 5R. Hari<br />

menambahkan, “progam ini dapat berjalan dengan<br />

baik jika semua pegawai tidak hanya perpartisipasi<br />

saja tetapi harus mempunyai keterlibatan yang<br />

berarti dan juga adanya komitmen dari para pimpinan<br />

untuk aktif mendukung program 5R.”<br />

Program 5R Subbag PRT<br />

Sebagai salah satu kegiatan protokoler,<br />

Subbag PRT juga menjalankan aplikasi Katana<br />

sebagai langkah untuk mempermudah pelaksanaan<br />

kegiatan/acara pimpinan Itjen, baik dari segi<br />

penyediaan ruangan, jamuan, pendampingan, dan<br />

lain sebagainya. Aplikasi ini merupakan bentuk<br />

monitoring agenda pimpinan sehingga kegiatan<br />

keprotokoleran lebih terintegrasi. Tujuannya agar<br />

Subbag PRT selaku protokoler dapat mengantisipasi<br />

kebutuhan-kebutuhan apa saja yang diinginkan<br />

pimpinan dalam rangka pelaksanaan tugasnya<br />

tersebut.<br />

VOL V No. <strong>29</strong> | Edisi Maret - April 2012<br />

9


auditama<br />

Sedangkan untuk program pelayanan satu<br />

pintu atas setiap permintaan pelayanan merupakan<br />

langkah maju untuk meningkatkan proses administrasi<br />

pelayanan menjadi lebih jelas dan rapi. Melalui<br />

pelayanan satu pintu, semua jenis permintaan akan<br />

lebih terkontrol, cepat ditindaklanjuti, dan tersistem.<br />

Program dan kegiatan tersebut umumnya<br />

telah berjalan cukup baik, meskipun masih ada<br />

beberapa kendala. Misalnya program pelayanan satu<br />

pintu yang terkendala dengan kekurangan SDM yang<br />

kompeten, Program 5R yang masih dalam proses<br />

pilot project di unit Sekretariat Itjen dan Kasubbag<br />

TU Inspektorat sehingga belum terlaksana di seluruh<br />

unit di lingkungan Itjen. Namun, program-program ini<br />

akan terus dikembangkan sesuai dengan kebutuhan<br />

dan lebih baik lagi.<br />

Suka duka melayani<br />

Menelisik suka duka para pegawai Subbag<br />

PRT tentu sangat menarik. Pengalaman seru selama<br />

di Subbag PRT mungkin tak bakal dijumpai di tempat<br />

lain. Johan Rizky Aditya, pelaksana tugas Subbag<br />

PRT punya cerita positif tentang pengalaman kerja<br />

di sini. “Gara- gara bekerja disini saya jadi lebih<br />

komunikatif karena tugasnya berhubungan dengan<br />

pihak lain. Dulu saya malas ngomong panjang lebar”,<br />

Ungkapnya. Tidak hanya itu, Johan juga mendapat<br />

banyak ilmu dan menjadi lebih bersabar melayani<br />

stakeholders yang selalu menuntut ini dan itu. “Kalau<br />

dulu saya dihadapkan dengan orang yang banyak<br />

nuntut, udah saya tinggal” candanya.<br />

Hal yang sama juga diutarakan oleh Imunk.<br />

Pekerjaan sebagai ajudan yang menuntutnya untuk<br />

berhubungan dengan banyak pihak, khususnya para<br />

pejabat eselon I, membuat Imunk semakin baik<br />

dalam berkomunikasi dan memperluas jaringan relasi<br />

saya. Selain itu, Imunk pun selalu lebih dahulu tahu<br />

atas informasi yang sedang menjadi issue di Itjen<br />

atau Kementerian Keuangan. “Menjadi kebanggaan<br />

tersendiri karena bisa dekat dengan pimpinan<br />

tertinggi Itjen. Saya jadi bisa belajar bagaimana<br />

menjadi seorang pemimpin yang baik” tambahnya.<br />

Adapun dukanya adalah sebagian besar waktu habis<br />

di kantor dan terbiasanya pulang malam, jauh di luar<br />

jam kerja. “Ibaratnya, kami ga pernah lihat matahari<br />

karena berangkat pagi dan pulang sudah sangat<br />

malam” tambah Imunk.<br />

Lain halnya dengan Mujay. Menurutnya,<br />

sukanya bekerja di subbag PRT adalah sikap para<br />

pegawainya yang baik, ramah, peduli satu sama<br />

lain, dan enjoy. Pekerjaannya mengasyikkan karena<br />

sifatnya yang lebih menuntut pegawainya untuk rajin<br />

dan selalu siap cepat tanggap. Namun ada juga sisi<br />

negatifnya, sebagian pegawainya adalah perokok<br />

aktif dan ini adalah sisi buruk suatu instansi yang<br />

harus dibenahi. “Kami sebagai pembaharu di subbag<br />

PRT berusaha mengubah stigma ini bertahap demi<br />

bertahap, selalu menyindir siapa saja yang merokok<br />

dan sekarang telah sedikit demi sedikit mulai<br />

berubah” terangnya.<br />

Selanjutnya, pegawai Subbag PRT, Dadang<br />

Risman Sunandar mengeluhkan “Subbag PRT<br />

merupakan unit pendukung yang bekerja di belakang<br />

layar. Kalau ada yang salah akan disalahkan, tapi<br />

kalau berjalan sukses biasa-biasa saja.”<br />

Pengalaman dan kendala Subbag PRT<br />

Dari pengalaman Hari Purnomo, jika<br />

pelayanan yang diberikan oleh staf di Subbag<br />

PRT sesuai dengan harapan, maka pegawai yang<br />

dilayani tidak berkomentar. Berbeda halnya jika ada<br />

pelayanan yang tidak memuaskan, stakeholders<br />

langsung berkomentar atau bahkan marah. Untuk<br />

mensiasatinya, Kasubbag PRT ini mengarahkan agar<br />

staf di subbagnya memberikan pelayanan prima dan<br />

sesuai dengan tupoksinya dan berpikir positif untuk<br />

setiap pekerjaan yang dilakukan.<br />

10<br />

VOL V No. <strong>29</strong> | Edisi Maret - April 2012


auditama<br />

“Apabila Anda bekerja hanya mencari uang, maka<br />

Anda akan terpaksa melakukan suatu pekerjaan.<br />

Namun jika Anda melakukan pekerjaan dengan<br />

sungguh-sungguh, maka uanglah yang akan<br />

mencari Anda”<br />

Dari penjelasan Imunk, ada kendalakendala<br />

yang seringkali terjadi. Misalnya, rapat yang<br />

sifatnya mendadak sehingga harus berlarian untuk<br />

mencari dan memastikan bahan rapat. Kadangkala<br />

ada kegiatan rapat yang tidak terinfokan sehingga<br />

ketika ditanya pimpinan, kami tidak bisa menjawab<br />

yang akhirnya malah ditegur. Permasalahan ini juga<br />

diamini oleh Johan. Menurutnya, kendala yang sering<br />

dialami adalah permintaan jamuan<br />

yang bersifat<br />

mendadak dan harus saat itu tersedia. “Subbag<br />

PRT bukanlah Warung Makan. Perlu adanya proses<br />

pemesanan makanan yang tentunya memerlukan<br />

waktu penyiapan dan pengirimannya. Namun,<br />

banyak stakeholders yang tidak mau mengerti”<br />

keluhnya.<br />

Dari cerita Imunk, banyak pengalaman unik<br />

yang dirasakannya. Misalnya saja sewaktu adanya<br />

rapat pimpinan di Aula Mezzanine Gd. Djuanda I.<br />

Pada saat itu karena keasyikan ngobrol dengan teman<br />

ajudan yang lain, Imunk tidak sadar kalau Inspektur<br />

Jenderal sudah kembali ke ruangan sendiri. Ada lagi<br />

tambahnya, “Pernah suatu waktu Menteri Keuangan<br />

mengadakan Rapat pimpinan di salah satu Eselon I,<br />

kalau tidak salah hari Sabtu. Rapim dimulai pagi hari<br />

dan baru berakhir pada pukul 24.00 malam.“ Hal<br />

yang sama juga dialami Dadang. Sebagai pegawai di<br />

Subbag PRT, Dadang kadangkala bekerja sampe jam 2<br />

pagi dan besoknya tetap masuk pagi.<br />

Ada juga pengalaman menarik yang dialami<br />

Mujay. Seringkali hari Sabtu dan Minggu bekerja<br />

di kantor demi menjalankan tugas dan melayani<br />

stakeholders. “Saya pernah standby di ruangan<br />

sampai jam 11 malam hanya untuk menunggu adanya<br />

permintaan dari pimpinan yang meminta jamuan<br />

untuk rapat yang diadakan malam hari” tambahnya.<br />

Harapan Subbag PRT ke depannya<br />

Bagi perbaikan di lingkungan<br />

internalnya, Johan berharap bahwa<br />

sebagian pegawai yang merupakan perokok<br />

agar melakukan perubahan sikap untuk<br />

tidak merokok di ruangan kantor karena<br />

membuat image Bagian Umum khususnya<br />

Subbag PRT. Selain akan terlihat jelek<br />

di mata stakeholders, bau asap rokok<br />

membuat suasana kerja menjadi pengap<br />

dan tidak kondusif. “Sebagai pelopor<br />

program 5R, diharapkan subbag PRT<br />

dapat menjadi teladan bagi yang lainnya<br />

dan lebih kompak lagi” ujarnya.<br />

Sebagai pimpinan Subbag<br />

PRT, Hari Purnomo berpesan agar<br />

jangan sampai waktu stakeholders<br />

terbuang sia-sia karena pelayanan yang tidak<br />

optimal. Selain itu, Hari berharap bahwa<br />

pelaksanaan program dan kegiatan yang dilakukan<br />

Subbag PRT selalu ada improvement. “Walaupun<br />

sedikit demi sedikit, tapi selalu ada peningkatan<br />

kinerja sehingga arahnya jelas dan pasti” harapnya.<br />

(VIN/RHM/PUT)<br />

VOL V No. <strong>29</strong> | Edisi Maret - April 2012<br />

11


auditama<br />

Tiada Itjen tanpa Penugasan<br />

(Subbag PP, dari ST hingga tiket)<br />

“...tidak ada kata lain selain continous improvement, yang harus terus ditunaikan oleh<br />

Subbag PP demi pelayanan yang lebih dan lebih baik lagi...”<br />

Selayang Pandang<br />

Sebagai Pegawai Negeri Sipil, apa yang terlintas di kepala kita jika kita mendengar kata “Surat Tugas”?<br />

Apa pula yang kita pikirkan jika kita mendengar singkatan “SPPD”? Dua istilah itulah yang sehari-hari menjadi<br />

–istilahnya- sarapan, makan siang, bahkan makan malam bagi Subbagian Penugasan Pengawasan (PP), Bagian<br />

Umum Sekretariat Inspektorat Jenderal.<br />

Sesuai dengan peraturan Menteri Keuangan nomor 184/PMK.01/2010 tentang Organisasi Kementerian<br />

Keuangan, Subbagian Penugasan Pengawasan bertugas melakukan administrasi penugasan dan urusan<br />

perjalanan dinas. Selain itu, Subbagian PP juga bertanggungjawab secara khusus untuk mengelola management<br />

tools di lingkungan Bagian Umum. Management tools tersebut meliputi Balance Score Card (BSC), Risk<br />

Management (RM), Indeks Kinerja Utama (IKU), Analisis Beban Kerja (ABK), dll.<br />

Pengurusan administrasi penguasan dan perjalanan dinas ini dilaksanakan oleh Subbagian Penugasan<br />

Pengawasan yang terdiri dari sebelas pegawai, termasuk Ibu Kasubbag. Sekali lagi, sepintas pekerjaan tersebut<br />

terlihat sederhana, sehingga sebelas pegawai didedikasikan khusus untuk itu jadi terasa berlebihan, mungkin,<br />

seperti “membunuh nyamuk dengan bazooka”?<br />

Namun ternyata, apabila digali lebih dalam, ternyata hanya mengurus Surat Tugas (ST), Surat Perintah<br />

Perjalanan Dinas (SPPD), serta transportasi perjalanan dinas bukanlah pekerjaan yang sederhana. Ditemani<br />

pelaksana Subbagian PP, <strong>Auditoria</strong> kali ini mencoba menyelami lebih dalam lika-liku pengurusan ST dan SPPD di<br />

Inspektorat Jenderal kita tercinta ini.<br />

12<br />

VOL V No. <strong>29</strong> | Edisi Maret - April 2012


auditama<br />

Administrasi Penugasan, Dulu dan Kini<br />

Sebelum mengulik lebih dalam, ada baiknya<br />

kita melongok sejarah pengurusan administrasi<br />

penugasan dan perjalana dinas di Inspektorat<br />

Jenderal.<br />

Embrio dari subbagian ini adalah Subbagian<br />

Administrasi Penugasan Pengawasan (APP) dan masih<br />

di bawah Bagian Perencanaan dan Tata Laksana<br />

(BPT). Sebelum terbit PMK 184, seluruh administrasi<br />

penugasan pengawasan dikelola oleh Subbagian<br />

APP tersebut. Namun bedanya, Subbag APP tidak<br />

mengadministrasikan perjalanan dinas. Ketika<br />

masih bernama Subbagian APP, jumlah pegawai<br />

hanya 4 orang plus 1 orang Kasubbag. Kelima orang<br />

tersebut yang menyelesaikan surat tugas sampai<br />

ke penyusunan laporan pemantauan (monitoring)<br />

pengawasan.<br />

Lalu, mengapa pekerjaan<br />

yang dulu bisa diselesaikan oleh<br />

5 orang pegawai, sekarang harus<br />

dikerjakan 11 orang pegawai<br />

plus extra time untuk jam kerja?<br />

Mengapa Subbagian yang “hanya”<br />

menyelesaikan 2 hal saja perlu<br />

21 Standard Operating Procedure<br />

(SOP)? Apa saja administrasi<br />

penugasan pengawasan itu? Apabila<br />

yang terbetik mengenai administrasi<br />

penugasan hanyalah sekadar<br />

mengetik surat tugas, meminta tanda tangan atasan,<br />

lantas selesai, maka ternyata jawabannya adalah<br />

“tidak!”<br />

Administrasi penugasan, dalam hal ini<br />

terutama surat tugas, adalah hasil akhir dari sebuah<br />

proses yang melalui banyak tahapan. Selain itu, surat<br />

tugas juga harus dikelompokkan menurut sifatnya,<br />

mulai dari surat tugas yang sesuai dengan Program<br />

Kerja Pengawasan Tahunan (PKPT), surat tugas yang<br />

tidak sesuai PKPT, surat tugas dukungan pengawasan,<br />

sampai surat tugas terkait pengawasan investigasi.<br />

Tiap-tiap jenis penugasan tersebut memiliki ciri,<br />

perlakuan, dan alur yang berbeda dalam proses<br />

penerbitannya.<br />

Secara garis besar, proses penerbitan surat<br />

tugas meliputi beberapa tahapan utama. Surat tugas<br />

diawali dari usulan dari masing masing Inspektur<br />

atau Kepala Bagian kepada Sekretaris Inspektorat<br />

Jenderal. Khusus penugasan investigasi, usulannya<br />

ditujukan langsung ke Inspektur Jenderal. Proses<br />

selanjutnya dilaksanakan oleh Subbagian Penugasan<br />

Pengawasan.<br />

Hal pertama yang dilakukan di Subbagian PP<br />

adalah memastikan bahwa usulan penugasan yang<br />

hendak diproses telah sesuai dengan PKPT, baik dari<br />

segi tema pengawasan, lokasi, jumlah sumber daya,<br />

s.d. penyediaan transportasi. Proses selanjutnya<br />

adalah perekaman data penugasan ke dalam aplikasi,<br />

yaitu aplikasi MONITA. Setelah data direkam, konsep<br />

surat tugas, surat pemberitahuan pengawasan, surat<br />

perintah perjalanan dinas serta pakta integritas<br />

sudah siap disusun dan diajukan ke Sekretaris<br />

Inspektorat Jenderal untuk ditandatangani. Terakhir,<br />

surat tugas dimaksud diteruskan ke Subbagian Tata<br />

Usaha dan Kehumasan untuk diadministrasikan dan<br />

didistribusikan.<br />

Dalam pelaksanaannya,<br />

seringkali proses yang berjalan tidak<br />

seringkas dan serunut gambaran<br />

di atas. Kenyataannya, penerbitan<br />

surat tugas sering –meskipun tidak<br />

selalu- mengalami pembatalan<br />

surat tugas, revisi, ketidaksesuaian<br />

dengan PKPT, dan banyak hal lain<br />

yang memerlukan penyesuaian.<br />

Tiap-tiap “kasus” memerlukan<br />

penanganan tersendiri, dan sudah<br />

barang tentu memerlukan alokasi sumber daya<br />

untuk itu.<br />

Hal lain yang juga perlu dipastikan adalah<br />

setelah proses penerbitan surat tugas dan SPPD<br />

selesai, bersamaan dengan itu pula transportasi<br />

penugasan diselesaikan. Kedua proses itu berjalan<br />

secara bersamaan dan menjadi tanggung jawab<br />

Subbagian PP. Berbeda dengan Subbagian APP<br />

pada masa lalu yang sama sekali tidak mengelola<br />

transportasi penugasan.<br />

Dalam pengurusan transportasi penugasan,<br />

Subbagian PP bertanggungjawab untuk memastikan<br />

ketersediaan transportasi, terutama transportasi<br />

melalui jalur udara, sesuai dengan jadwal penugasan.<br />

Hal ini ada kalanya memiliki tantangan tersendiri,<br />

terutama terkait kesesuaian pagu anggaran dengan<br />

VOL V No. <strong>29</strong> | Edisi Maret - April 2012<br />

13


auditama<br />

harga, serta ketersediaan tiket di pasaran ketika<br />

penugasan berlangsung selama peak season. Di<br />

samping itu, dalam rangka memberikan nilai tambah,<br />

Subbagian PP juga memberikan keleluasaan bagi<br />

pegawai untuk memilih jadwal keberangkatannya.<br />

Hal-hal tersebut mendorong Subbagian<br />

PP untuk menata waktu kerja sedemikian rupa,<br />

agar pengurusan administrasi penugasan sekaligus<br />

transportasi perjalanan dinas dapat selesai tepat<br />

waktu, sehingga tidak menghambat jalannya<br />

pengawasan oleh Itjen. Sebagai konsekuensi, tidak<br />

jarang pula, pegawai Subbagian PP harus menambah<br />

waktu kerja agar pekerjaan dapat selesai tepat waktu.<br />

Namun demikian, selayaknya sebuah<br />

pelayanan, pelayanan dari Subbagian PP masih<br />

membuka ruang perbaikan dan penyempurnaan.<br />

Hal ini antara lain tercermin dari masih adanya<br />

keluhan dari para pengguna jasa. Keluhan semacam<br />

penyediaan tiket, penerbitan surat tugas yang lama,<br />

serta keluhan-keluhan lainnya.<br />

Sebagaimana dipaparkan sebelumnya,<br />

pengurusan administrasi dan transportasi penugasan<br />

terkadang harus dikerjakan over time, seluruh<br />

SOP yang ada sudah dijalankan, namun masih<br />

kurang cukup baik hasilnya. Menjadi pertanyaan<br />

kemudian, di mana kesalahannya? Apa yang harus<br />

dilakukan? Tentu tidak ada kata lain selain continous<br />

improvement, yang harus terus ditunaikan<br />

oleh Subbag PP demi pelayanan yang<br />

lebih dan lebih baik lagi.<br />

tawanya yang khas.<br />

“Perbaikan itu adalah bagian dari Good<br />

Corporate Governance” begitulah yang diucapkan<br />

Siswo Haryoko, salah seorang pegawai Subbagian PP<br />

yang mewakil Kasubbagnya (Ibu Dewi Karti) ketika<br />

wawancara ini berlangsung. Menurut pegawai yang<br />

lulusan sekolah tinggi di Jurangmangu tahun 2007<br />

“Namanya juga bekerja dengan banyak orang, jadi<br />

banyak hal bisa terjadi. Semua customer adalah<br />

raja, jadi semua dilayani dengan baik, kami harap<br />

kami dapat memberikan sumbangsih bagi Bagian<br />

Umum pada khusus dan Itjen pada umumnya” ujar<br />

Siwo, demikian ia biasa disapa, sembari menutup<br />

wawancara ini.<br />

(RAS/GIL/JO)<br />

Apa Kata Mereka?<br />

“Tugas dibebankan saya,<br />

menurut saya cukup, yang penting semua dikerjakan<br />

dengan ikhlas, dengan senyum, jadi semua pekerjaan<br />

terasa ringan, demikian kalimat tersebut terlontar<br />

dari Ludovicus yang juga akrab disapa Dovi, pegawai<br />

lulusan STAN tahun 2008 yang sudah berkutat<br />

dengan Subbag PP selama kurang lebih 2 tahun.<br />

“Pokoknya jangan pernah ngeluh, yang penting<br />

kalo ada tugas dari pimpinan kita siap. Selama<br />

saya bertugas sih banyak banget kejadian yang<br />

berkesan, bahkan hampir tiap hari selalu banyak<br />

yang berkesan, kalo diceritain bisa dibikin novel<br />

bersambung loh mas” ujar Dovi diiringi derai<br />

14<br />

VOL V No. <strong>29</strong> | Edisi Maret - April 2012


auditama<br />

Pengadaan (harus) jalan terus, meski SDM terbatas<br />

(Subbag Perlengkapan, demi kepuasan stakeholder)<br />

“...semua kita kedepankan untuk kepuasan pelanggan...”<br />

Sebagai unit pengawasan, penyelenggaraan<br />

tugas pengawasan oleh Inspektorat Jenderal<br />

tidak dapat dipisahkan dari dukungan<br />

sarana dan prasarana. Dapat dibayangkan,<br />

apa jadinya bila sebuah kegiatan investigasi, di mana<br />

seorang investigator melakukan –katakanlah- tugas<br />

secara klandestin, namun tidak dibekali dengan<br />

perangkat yang memadai? Atau contoh lain misalnya,<br />

seorang auditor hendak mengirim file ke kantor pusat<br />

via internet, tanpa dibekali notebook dan modem<br />

yang memadai?<br />

Ketersediaan sarana dan prasana yang<br />

memadai merupakan unsur penting bagi<br />

pelaksanaan kegiatan pengawasan.<br />

Lebih dari itu, ketersediaan sarana<br />

dan prasarana yang tepat dan<br />

berfungsi optimal sangat<br />

mempengaruhi kualitas dari<br />

kegiatan pengawasan yang<br />

dilaksanakan. Yang juga<br />

penting untuk diperhatikan<br />

adalah aspek efisiensi, selain<br />

efektivitas, dari penyediaan<br />

sarana dan prasarana tersebut.<br />

Di lingkungan Inspektorat<br />

Jenderal, terdapat satu unit yang<br />

bertanggung jawab atas pengelolaan, bukan<br />

hanya penyediaan, sarana prasarana tersebut. Unit<br />

dimaksud adalah Subbagian Perlengkapan.<br />

Sebagai salah satu Subbagian di Bagian<br />

Umum Sekretariat Inspektorat Jenderal, Subbagian<br />

Perlengkapan bertugas menunjang pelaksanaan<br />

tugas dan fungsi Inspektorat Jenderal dalam hal<br />

pelayanan perlengkapan. Pelayanan dimaksud<br />

mencakup penyediaan Barang Milik Negara (BMN)<br />

dan supplies, dari mulai perencanaan, pengadaan,<br />

administrasi, distribusi, sampai kepada penghapusan<br />

barang yang tidak optimal dan rusak.<br />

Seluruh kegiatan di Subbagian Perlengkapan<br />

sudah dituangkan dalam SOP. Namun dalam<br />

perjalanan waktu, perkembangan organisasi<br />

menyebabkan beberapa standar prosedur sudah<br />

tidak sesuai dan harus diusulkan untuk diubah.<br />

Sebagai contoh, SOP pengadaan barang Jasa yang<br />

mengacu pada peraturan yang kini sudah berubah.<br />

Kepala Subbagian Perlengkapan, Haryadi,<br />

mengutarakan bahwa dalam Subbagiannya kepuasan<br />

pelanggan merupakan hal yang paling penting. Fokus<br />

utamanya adalah memberikan pelayanan terbaik<br />

kepada seluruh user atau stakeholders. Setiap<br />

kegiatan yang ada di Subbagian Perlengkapan akan<br />

ditangani sebaik mungkin, tidak ada yang tidak<br />

diunggulkan. Semua dikedepankan untuk<br />

mencapai kepuasan pelanggan.<br />

“Kita sebenarnya ingin<br />

tidak ada satu hal yang kita<br />

unggulkan dan yang tidak kita<br />

unggulkan. Semua ingin kita<br />

tangani sebaik-baiknya. Salah<br />

satu IKU kita tercapai kepuasan<br />

pelanggan, saya concern seluruh<br />

user/stakeholders puas terhadap<br />

pelayanan yang kita berikan.<br />

Concern saya di situ, jadi tidak ada<br />

satu hal khusus yang kita unggulkan<br />

dibanding yang lain. Semua kita kedepankan<br />

untuk kepuasan pelanggan” demikian ujar sang<br />

Kepala Subbagian.<br />

Meskipun demikian, diakui oleh Pak Haryadi,<br />

yang sebelumnya pernah aktif menjadi pemeriksa<br />

di bidang Kepabeanan dan Cukai, bahwa masih<br />

terdengar pernyataan kurang puas terhadap layanan<br />

yang diberikan oleh Subbagian Perlengkapan. Halhal<br />

yang mungkin terdengar “sepele”, semisal kertas,<br />

tinta printer, dll namun ketika tidak tersedia bisa<br />

sangat menghambat pelaksanaan pekerjaan.<br />

Sesuai SOP yang berlaku, Subbagian<br />

Perlengkapan memang bertanggungjawab<br />

VOL V No. <strong>29</strong> | Edisi Maret - April 2012<br />

15


auditama<br />

memberikan pelayanan sarana dan prasarana,<br />

namun harus melalui Kepala Subbagian TU (di tiaptiap<br />

Inspektorat). Menurut Pak Haryadi, melalui<br />

forum Kepala Subbagian, apabila secara informal<br />

disampaikan hal-hal yang perlu ditindaklanjuti<br />

Subbagian Perlengkapan, maka saat itu juga<br />

Subbagian Perlengkapan akan menindaklanjutinya.<br />

“Kami akan memberikan berapapun<br />

kertas, tinta yang diminta selagi itu diajukan oleh<br />

stakeholders melalui Kepala Subbagian TU-nya. Jadi<br />

dari keorganisasian bukan dari person ke person, tapi<br />

dari Subbagian perkap ke Subbagian TU. Mungkin<br />

ada beberapa yang ga puas, karena Subbagian TUnya<br />

kurang cepet dalam mengajukan permintaan<br />

supplies, sehingga supplies sudah keburu habis dan<br />

mereka belum mengajukan lagi. Jadi ketika barang<br />

sudah habis mereka baru mengajukan. Jadi kami<br />

memberikan pelayanan kepada organisasi bukan<br />

kepada person” tegas Pak Haryadi.<br />

Ketidakpuasan pengguna kemungkinan<br />

disebabkan hambatan komunikasi dan proses, di<br />

mana pelayanan dari Subbagian Perlengkapan,<br />

sebagaimana dijelaskan sebelumnya, disampaikan<br />

kepada organisasi dan bukan langsung ke pengguna<br />

yang bersangkutan. Sementara ada kalanya<br />

kebutuhan cukup mendesak.<br />

Jika persoalan penting dalam penyediaan<br />

supplies terutama pada waktu penyediaan, lain<br />

halnya dengan pelayanan BMN. Sebagai asset tetap<br />

yang diperoleh dari belanja modal, penyediaannya<br />

tidak sesederhana penyediaan supplies. “Kalau<br />

BMN, kadang2 mereka gak paham. Di bulan April-<br />

Maret mereka minta printer/pc. Padahal mereka<br />

tidak pernah mengajukan di rencana kebutuhan<br />

16<br />

VOL V No. <strong>29</strong> | Edisi Maret - April 2012<br />

sehinga barang tersebut tidak kita adakan karena<br />

anggaran tidak ada dalam daftar DIPA. Selagi itu<br />

tercantum di DIPA akan kita adakan. Kalo tidak, akan<br />

direncanakan untuk pengadaan di tahun berikutnya,<br />

atau kalo anggaran masih longgar kita usulkan untuk<br />

mengajukan revisi agar kebutuhan mereka bisa<br />

dipenuhi.”<br />

Pernyataan di atas disampaikan oleh Pak<br />

Haryadi mengingat banyaknya keluhan unit terkait<br />

mengenai beberapa sarana prasana yang tidak<br />

diselenggarakan bagi unitnya. Padahal, sekali lagi,<br />

proses menyelenggarakan suatu inventaris kantor itu<br />

tidak sebentar.<br />

Bahkan, disampaikan juga oleh Bapak dari<br />

4 orang anak ini, seringkali unit-unit terkait ini tidak<br />

tahu apa yang mereka minta. Maksudnya adalah<br />

terkadang unit-unit tersebut tidak paham jenis<br />

barang apa yang mereka minta. Sebagai contoh, salah<br />

satu unit pernah mengajukan permohonan kamera,<br />

tapi unit tersebut tidak menyampaikan spesifikasi<br />

kamera seperti apa yang diminta. Jika nanti kamera<br />

tersebut langsung diadakan, besar risikonya kamera<br />

tersebut tidak sesuai dengan kebutuhan unit yang<br />

bersangkutan.<br />

Selain spesifikasi, titik krusial lain dari<br />

penyediaan BMN adalah penetapan Harga Perkiraan<br />

Sendiri (HPS) juga menjadi kendala tersendiri. Karena<br />

itu adalah titik krusial dalam penyelenggaraan<br />

pengadaan. Penetapan HPS itu sendiri harus<br />

memperhitungkan banyak hal antara lain pajak,<br />

margin penyedia, dan beberapa hal lain.<br />

Beberapa kendala yang disebutkan di<br />

atas tidak menyurutkan semangat Subbagian<br />

Perlengkapan untuk tetap berusaha memenuhi<br />

kebutuhan penggunanya. Dengan beragamnya<br />

kebutuhan, beragam pula karakteristik<br />

pengelolaannya, pemenuhan kebutuhan pengguna<br />

terkait layanan sarana dan prasaran tentu bukan<br />

hal yang mudah, namun tidak juga mustahil bukan?<br />

(RAS/GIL/JO)


Liputan Khusus<br />

Seputar APIP<br />

dan Forbes APIP<br />

Forbes APIP yang didirikan pada 23 Agustus 2002 mengiringi lahirnya Reformasi Keuangan Negara yang<br />

ditandai digelontorkannya satu paket UU Keuangan Negara. Forum ini merupakan wadah “informal”<br />

bagi APIP untuk dapat saling berkomunikasi dan berkonsultasi dalam memecahkan masalah yang<br />

dihadapi oleh APIP.<br />

Pengelolaan keuangan negara yang<br />

optimal dibutuhkan untuk menjamin<br />

langgengnya pembangunan negara<br />

kita tercinta. Dari segi peraturan, telah<br />

banyak peraturan yang disusun oleh<br />

pemerintah untuk menjamin pengelolaan keuangan<br />

negara berjalan sesuai dengan semestinya. Salah<br />

satu peraturan yang dapat dijadikan acuan dalam<br />

pengelolaan keuangan negara adalah Pasal 58 UU<br />

No. 1/2004 tentang Perbendaharaan Negara.<br />

Dalam pasal 58 UU No. 1/2004, disebutkan<br />

bahwa “Dalam rangka meningkatkan kinerja,<br />

transparansi, dan akuntabilitas pengelolaan keuangan<br />

negara, Presiden selaku Kepala Pemerintahan<br />

mengatur dan menyelenggarakan sistem<br />

pengendalian intern di lingkungan pemerintahan<br />

secara menyeluruh”. Kemudian dalam penjelasan<br />

Pasal tersebut disebutkan bahwa “Menteri/pimpinan<br />

lembaga selaku Pengguna Anggaran/Pengguna<br />

Barang menyelenggarakan sistem pengendalian<br />

intern di bidang pemerintahan masing-masing.<br />

Gubernur/bupati/walikota mengatur lebih lanjut<br />

dan menyelenggarakan sistem pengendalian intern<br />

di lingkungan pemerintah daerah yang dipimpinnya”.<br />

Pasal tersebut mengisyaratkan bahwa pengendalian<br />

intern adalah kunci penting dalam pengelolaan<br />

keuangan negara.<br />

Pengelolaan keuangan negara lebih bersifat<br />

operasional yang dilakukan oleh unit-unit kerja di<br />

lingkungan Kementerian/ Lembaga dan unit kerja di<br />

Pemerintahan Daerah. Kegiatan operasional tersebut<br />

tentu saja harus diawasi secara internal dalam hal<br />

perencanaan, penganggaran, pelaksanaan anggaran,<br />

akuntansi dan pelaporan keuangan, serta audit/<br />

pengawasan. Tugas tersebut tentu saja tidak dapat<br />

dikatakan ringan. Pengawas internal harus memiliki<br />

kemampuan dan kompetensi yang baik dalam<br />

melaksanakan tugasnya. Oleh karena itu, dengan<br />

adanya APIP, Menteri/Pimpinan Lembaga dan<br />

Kepala Daerah dapat menggunakan jajaran Aparat<br />

Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) untuk lebih<br />

dapat membantu unit-unit operasional menjalankan<br />

tugas dan fungsinya. APIP harus diberdayakan secara<br />

efektif untuk menjaga berjalannya tugas dan fungsi<br />

VOL V No. <strong>29</strong> | Edisi Maret - April 2012<br />

17


Liputan Khusus<br />

pengawasan serta memberikan pandangan yang<br />

independen atas setiap siklus anggaran, mulai dari<br />

perencanaan sampai dengan audit/pengawasan.<br />

Tugas APIP yang sangat ideal tersebut<br />

apabila dapat dilaksanakan dengan baik bisa cukup<br />

menjamin penyelenggaraan dan pengelolaan<br />

keuangan negara yang dari mulai dari pemerintah<br />

daerah sampai dengan pemerintah pusat. Terkait<br />

dengan kondisi yang masih terjadi di penyelenggaraan<br />

dan pengelolaan keuangan negara saat ini, bisa<br />

dikatakan APIP memiliki banyak tugas dan banyak<br />

tanggung jawab yang diembannya.<br />

Apa dan Siapa Forbes APIP<br />

Pengawasan internal merupakan salah<br />

satu kunci pengelolaan keuangan negara yang baik.<br />

Apabila BPK dikenal sebagai pengawas eksternal<br />

pemerintah, maka Aparat Pengawasan Internal<br />

Pemerintah (APIP) dikenal sebagai pengawas internal<br />

pemerintah.<br />

APIP terdiri atas BPKP (bertanggungjawab<br />

kepada Presiden), Itjen Departemen/LPND<br />

(bertanggungjawab kepada tiap-tiap Menteri/<br />

Pimpinan LPND), dan Inspektorat/Badan Pengawas<br />

Daerah (Bawasda) Propinsi/Kabupaten/Kota yang<br />

bertanggungjawab kepada Kepala Daerah. Masingmasing<br />

lembaga pengawasan fungsional tersebut<br />

mempunyai fungsi dan peran tersendiri dan<br />

pembentukan struktur organisasinya berdasarkan<br />

Keputusan Presiden untuk BPKP, Keputusan masing-<br />

masing menteri untuk tiap-tiap Itjen Departemen,<br />

dan Perda Propinsi untuk Bawasda Propinsi serta<br />

Perda Kabupaten/Kota untuk Inspektorat/Bawasda<br />

Kabupaten/Kota.<br />

Forum Besar Aparat Pengawasan Intern<br />

Pemerintah merupakan wadah atau acuan<br />

bagi seluruh APIP di Pusat dan Daerah dalam<br />

melaksanakan tugas sehingga ada kesinambungan<br />

dan kesamaan konsep. Ketua Forbes APIP Periode<br />

2005-2008 adalah Basoeki Hadimoeljono. Walaupun<br />

forum bersama (Forbes) APIP ini bersifat “informal”,<br />

namun keberadaannya sangat penting untuk<br />

mensinergikan kegiatan pengawasan internal di<br />

pemerintah daerah, kementerian dan lembaga.<br />

Dalam sambutannya saat pertanggungjawaban<br />

pengurus ForBes APIP Periode 2005-<br />

2008, Menteri Pekerjaan Umum Djoko Kirmanto<br />

mengatakan ForBes - APIP telah membuktikan diri<br />

sebagai wadah informasi yang mampu menyelesaikan<br />

masalah bersama yang dihadapi oleh APIP.<br />

Lebih lanjut dikatakannya, kurun waktu<br />

7 (tujuh) tahun ini, ForBes - APIP telah melakukan<br />

kegiatan-kegiatan yang bermanfaat bagi APIP berupa<br />

seminar, lokakarya, diskusi, semiloka, studi banding<br />

dan kajian-kajian yang diperlukan dalam pelaksanaan<br />

tugas pengawasan. ForBes – APIP juga telah berperan<br />

meningkatkan efektifitas pengawasan intern<br />

pemerintah melalui beberapa saran dan rekomendasi<br />

kepada instansi terkait. Hal tersebut dilakukan dalam<br />

upaya perbaikan sistem karier auditor APIP agar dapat<br />

mendorong peningkatan integritas, indenpendensi<br />

obyektifitas dan kompetensi APIP.<br />

18<br />

VOL V No. <strong>29</strong> | Edisi Maret - April 2012<br />

Tantangan untuk Forbes APIP<br />

Memastikan penyelenggaraan pengelolaan<br />

keuangan negara berjalan dengan baik bukanlah tugas<br />

yang sederhana. Masih banyak tantangan-tantangan<br />

terkait dengan pengelolaan keuangan negara yang<br />

harus dibenahi. Beberapa tantangan tersebut adalah<br />

percepatan penyerapan anggaran, masih adanya<br />

anggaran belanja yang diblokir, persoalan dalam<br />

bidang penerimaan APBN, proses akuntansi dan<br />

pelaporan keuangan yang masih membutuhkan<br />

perbaikan, membantu proses reformasi birokrasi<br />

yang sedang berjalan, serta indeks prestasi korupsi di<br />

Indonesia yang masih buruk.<br />

Hal-hal diatas merupakan pekerjaan<br />

rumah yang harus dapat diselesaikan oleh APIP.<br />

Melalui forum bersama, APIP kementerian/lembaga<br />

dan pemerintah daerah dapat mempercepat<br />

penyelesaian pekerjaan rumah tersebut. Lalu, apa


Liputan Khusus<br />

saja yang dapat dilakukan oleh Forbes APIP untuk<br />

mengatasi tantangan-tantangan yang ada?<br />

Penyerapan anggaran merupakan salah satu<br />

momok yang masih menghantui penyelenggaraan<br />

pengelolaan keuangan negara. Seringkali,<br />

penyerapan anggaran tidak optimal karena terjadi<br />

lonjakan penyerapan anggaran pada akhir tahun,<br />

atau bahkan pada bulan Desember. Dalam hal<br />

percepatan penyerapan anggaran Forbes APIP dapat<br />

berperan untuk memastikan bahwa seluruh unit<br />

kerja K/L dan pemda telah menyusun disbursement<br />

plan dan procurement plan, serta menjalankannya<br />

dengan disiplin. Akan lebih baik lagi kalau APIP<br />

dapat menjalankan fungsi konsultasi, misalnya<br />

dengan menyiapkan help desk pengadaan barang/<br />

jasa, dalam rangka pengamanan belanja modal<br />

dan barang yang mungkin akan rendah karena<br />

keragu-raguan bahkan ketakutan para pejabat<br />

pengadaan dalam melaksanakan kegiatan. Karena,<br />

kadangkala penyerapan anggaran yang rendah<br />

justru terjadi karena ketidaktahuan bendahara atau<br />

penanggungjawab anggaran dalam memanfaatkan<br />

anggaran tersebut.<br />

Terkait masih adanya anggaran belanja<br />

yang masih diblokir/, Forbes APIP dapat mengambil<br />

bagian dalam penyelesaian masalah ini antara lain<br />

dengan melaksanakan fungsi konsultansinya. APIP<br />

dapat melihat lebih dekat pada hal-hal penyebab<br />

(root cause) yang mengakibatkan tidak lengkapnya<br />

data pendukung administrasi dan memberikan<br />

rekomendasi yang dapat menghilangkan penyebab<br />

pemblokiran tersebut.<br />

Dalam rangka meningkatkan dan<br />

menyelesaikan persoalan di bidang penerimaan<br />

APBN, APIP dapat berkontribusi dengan menjalankan<br />

fungsi (assurance) antara lain melalui pengujian dan<br />

penilaian atas kepatuhan satker dalam implementasi<br />

pemungutan dan penyetoran PNBP, kepatuhan<br />

bendahara dalam melaksanakan pemotongan,<br />

pemungutan dan penyetoran pajak, serta kepatuhan<br />

PNS untuk memenuhi kewajiban perpajakannya.<br />

Selain itu, tentu saja APIP diminta secara konstruktif<br />

melaksanakan fungsi katalisator dan konsultasi untuk<br />

mendorong pemenuhan kewajiban perpajakan/PNBP<br />

di K/L dan pemda, serta meningkatkan optimalisasi<br />

penerimaan APBN/APBD.<br />

Opini dalam laporan keuangan yang<br />

diberikan oleh BPK pada kementerian/lembaga<br />

harus ditingkatkan pada tahun 2012 dan seterusnya.<br />

Pada tahun anggaran 2010 Laporan Keuangan<br />

Pemerintah Pusat (LKPP) masih memperoleh opini<br />

“Wajar Dengan Pengecualian” (WDP). Demikian<br />

juga Laporan Keuangan Kementerian Negara/<br />

Lembaga (LKKL), dari 83 LKKL 53 diantaranya telah<br />

mendapat opini WTP, sementara sisanya sebanyak 28<br />

mendapat opini WDP dan 2 mendapat opini “Tidak<br />

Memberikan Pendapat” (TMP). Adapun Laporan<br />

Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD), gambaran atas<br />

524 LKPD dapat dilihat dari hasil pemeriksaan BPK<br />

RI selama semester I 2011 atas 358 LKPD, yaitu 32<br />

mendapat opini WTP, 271 mendapat opini WDP, dan<br />

43 mendapat opini TMP, serta 12 mendapat opini<br />

“Tidak Wajar”.<br />

Forbes APIP memiliki peran strategis dalam<br />

membantu Kementerian/ Lembaga dan Pemerintah<br />

Daerah untuk menjamin jaminan bahwa seluruh<br />

proses akuntansi dan pelaporan keuangan telah<br />

dilaksanakan sesuai dengan Standar Akuntansi<br />

Pemerintahan untuk menghasilkan laporan keuangan<br />

yang berkualitas. APIP juga dapat menjadi semacam<br />

liaison officer bagi unit-unit operasional dalam<br />

menghadapi pemeriksaan oleh BPK RI.<br />

Terakhir, terkait dengan reformasi birokrasi<br />

dan indeks persepsi korupsi di Indonesia yang masih<br />

buruk, Forbes APIP dapat ikut berperan serta agar<br />

kedua hal tersebut menjadi lebih baik. Forbes APIP<br />

harus ikut serta dalam meningkatkan integritas para<br />

aparatnya.<br />

Agar Forbes APIP Menjadi Lebih Baik<br />

APIP memiliki peran yang luas dalam<br />

menjaga akuntabilitas keuangan pemerintah serta<br />

menjaga kinerja para penyelenggara pemerintahan<br />

negara mulai dari daerah sampai pusat. Oleh<br />

karena itu, para aparat APIP harus memiliki inisiatif<br />

dan proaktif dalam melakukan tugasnya. Apabila<br />

sebelumnya koreksi atau penanganan suatu<br />

masalah yang dilakukan oleh aparat pengawasan<br />

internal dapat terlambat, karena mereka tidak<br />

terlibat banyak, maka ke depan hal itu seharusnya<br />

dapat dihindari.<br />

APIP dapat memberikan kontribusi yang<br />

banyak dalam pengelolaan keuangan negara apabila<br />

APIP dilibatkan sejak proses perencanaan kegiatan<br />

pada satker dilakukan. Selain itu, untuk mengatasi<br />

beragamnya kualitas aparat yang dimiliki oleh<br />

APIP, maka akan lebih baik apabila Forbes APIP<br />

memiliki petunjuk manual pengawasan yang untuk<br />

mengantisipasi aparat APIP yang belum memiliki<br />

latar belakang pengawasan atau audit.<br />

(GUS/KIN/TER)<br />

Sumber:<br />

VOL V No. <strong>29</strong> | Edisi Maret - April 2012<br />

19


Liputan Khusus<br />

Lokakarya APIP, mengapa perlu?<br />

Dari tahun ke tahun, praktik reformasi yang<br />

dijalankan di segala bidang baik politik,<br />

ekonomi, hukum maupun birokrasi telah<br />

mulai menghasilkan berbagai perbaikan dalam<br />

kehidupan berbangsa dan bernegara. Namun,<br />

upaya tersebut harus terus ditingkatkan. Termasuk<br />

dalam hal reformasi pengelolaan keuangan negara<br />

yang dimaksudkan untuk menata kembali aspek<br />

perencanaan, pelaksanaan, dan pertanggungjawaban<br />

keuangan negara dengan mengikuti praktik-praktik<br />

terbaik yang berlaku harus tetap memperoleh<br />

perhatian yang serius. Mengapa demikian? Hal ini<br />

dikarenakan berbagai indikator masih menunjukkan<br />

kondisi yang belum menggembirakan. Secara riil<br />

pemerintah menghadapi penyerapan anggaran yang<br />

terus turun dalam tiga tahun terakhir sehingga tidak<br />

mendukung pertumbuhan ekonomi nasional. Pada<br />

kesempatan penyerahan DIPA tahun anggaran 2012<br />

Presiden memberikan perhatian khusus terhadap hal<br />

ini karena penyerapan anggaran tahun 2011 hanya<br />

sebesar 87% atau turun dari tahun 2010 sebesar<br />

90,9% dan tahun 2009 sebesar 91,8%.<br />

Sementara itu dari sisi pelaporan,<br />

laporan keuangan pemerintah sebagai alat<br />

pertanggungjawaban keuangan negara juga belum<br />

memperlihatkan opini maksimal, baik di tingkat<br />

pemerintah pusat, kementerian/lembaga, maupun<br />

pemerintah daerah. Laporan Keuangan Pemerintah<br />

20<br />

VOL V No. <strong>29</strong> | Edisi Maret - April 2012<br />

Pusat tahun 2010 masih memperoleh opini “Wajar<br />

Dengan Pengecualian” (WDP), demikian juga<br />

Laporan Keuangan Kementerian Negara/Lembaga<br />

dan Pemerintah Daerah masih banyak yang<br />

baru memperoleh opini WDP atau malah “Tidak<br />

Menyatakan Pendapat”.<br />

Kondisi di atas memperlihatkan masih<br />

adanya berbagai kekurangan yang harus terus<br />

dibenahi di bidang pengelolaan keuangan dan<br />

kinerja oleh jajaran manajemen pemerintah, baik<br />

pada level pusat maupun daerah. Upaya ini perlu<br />

dijalankan dengan lebih sistematis dan terstruktur,<br />

terutama untuk menyelesaikan hal-hal yang muncul<br />

di atas oleh segenap unsur pemerintah, terutama<br />

pihak manajemen. Dalam pelaksanaannya Aparat<br />

Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) dapat<br />

dimintakan kontribusinya lebih banyak sesuai dengan<br />

peran dan fungsinya. APIP harus dapat memberikan<br />

keyakinan bahwa pengelolaan keuangan dan<br />

pelaksanaan tugas serta fungsi dapat bebas dari<br />

praktik penyimpangan. Selain itu APIP juga perlu<br />

mengembangkan peran utama lainnya yang sangat<br />

penting yaitu membantu manajemen instansi<br />

pemerintah untuk merancang berbagai perbaikan<br />

sistem agar tools kontrol dan manajemen risiko<br />

dapat berjalan efektif untuk mendapatkan kondisi<br />

governance yang lebih baik.<br />

Dengan latarbelakang penguatan peran


Liputan Khusus<br />

APIP bagi peningkatan kualitas pengelolaan keuangan<br />

negara dan kinerja instansi pemerintah tersebut,<br />

Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum<br />

Negara memandang perlu untuk menyelenggarakan<br />

lokakarya bagi segenap APIP di lingkungan<br />

kementerian/lembaga dan pemerintah daerah.<br />

Menurut Pak Firmansyah N. Nazaruddin, Inspektur VI<br />

Itjen Kemenkeu selaku Ketua II menjelaskan bahwa<br />

ide yang melatarbelakangi acara lokakarya APIP ini<br />

adalah Inspektur Jenderal Kemenkeu yang kemudian<br />

menyampaikannya kepada Menteri Keuangan<br />

untuk mendapat persetujuan. C.M. Susetya selaku<br />

ketua bidang penyelenggaraan menambahkan<br />

bahwa ide tersebut tercetus pada akhir tahun 2011<br />

untuk mengumpulkan seluruh Itjen Kementerian/<br />

Lembaga guna menyampaikan konsen Presiden RI<br />

tentang penyerapan anggaran, tentang akuntabilitas<br />

penyerapan anggaran tahun 2011 kemarin itu masih<br />

cukup memprihatinkan yang menumpuk di triwulan<br />

akhir. Selain itu, secara kebetulan, APIP yang diketuai<br />

oleh Irjen Kementerian Pekerjaan Umum (PU) juga<br />

berencana melakukan lokakarya APIP, sehingga<br />

kemudian dibicarakan lebih lanjut untuk kemudian<br />

tercetus ide untuk digabung menjadi lokakarya yang<br />

hostnya Kemenkeu dan forbes APIP. Intinya acara ini<br />

bertujuan untuk mewadahi dua kepentingan dengan<br />

beberapa tema yang dimasukkan dalam acara<br />

tersebut, salah satunya adalah penguatan peran APIP<br />

di seluruh Kementerian/Lembaga.<br />

Terkait dengan kepentingan yang menjadi<br />

tujuan dari penyelenggaraan acara ini, ruang lingkup<br />

materi nya pun tidak jauh dari kedua hal diatas.<br />

Menurut Pak Ahmad Ghufron, salah satu panitia<br />

bidang materi memaparkan bahwasannya secara<br />

garis besar, ruang lingkup materi yang disajikan<br />

dalam acara ini berhubungan dengan kualitas<br />

pengelolaan keuangan dan peningkatan peran APIP.<br />

Dalam penyusunan materi tersebut, bidang materi<br />

lah yang menyusun dan mengkoordinasikan kepada<br />

para narasumber yang bersangkutan. Bagi panitia<br />

bidang materi, mereka tidak menemukan kendala<br />

yang berarti dalam menentukan materi lokakarya<br />

tersebut. hal ini dikarenakan baik materi terkait<br />

pengelolaan keuangan negara dan juga peningkatan<br />

kapabilitas APIP, panitia telah mendapatkan<br />

guideline yang jelas baik dari Irjen Kemenkeu, Ses<br />

Itjen Kemenkeu, Inspektur Bidang VII dan juga<br />

panitia dari Forum Bersama (Forbes) APIP. Pak<br />

Ghufron menambahkan bahwa untuk menyusun<br />

materi tersebut, mereka memerlukan beberapa kali<br />

pertemuan antara Forbes APIP dan Itjen Kemenkeu<br />

untuk mensingkronkan materi yang akan diangkat<br />

dan format acaranya termasuk pembicara yang akan<br />

kita hadirkan.<br />

Terkait dengan kesediaan Wapres RI<br />

untuk berkenan membuka acara lokakarya ini,<br />

secara otomatis diperlukan persiapan-persiapan<br />

tersendiri termasuk dalam hal materi yang akan<br />

disampaikan. Persiapan khusus sudah barang<br />

tentu dilakukan adalah bertanggung jawab untuk<br />

menyiapkan rancangan sambutan Wapres RI dan<br />

konsep sambutan Menkeu RI. Selain dua materi<br />

tersebut, konsep keynote speech Menkeu setelah<br />

pembukaan dan juga materi Irjen Kemenkeu juga<br />

tidak kalah membutuhkan perhatian serius. Untuk<br />

menyelesaikan itu semua, panitia bidang materi<br />

membentuk semacam tim kerja untuk menyiapkan<br />

konsep tersebut dengan membaginya dalam tim kecil<br />

untuk menyiapkan baik arahan, sambutan maupun<br />

keynote speech yang akan disampaikan dalam acara<br />

lokakarya ini.<br />

Sepanjang acara lokakarya ini berlangsung,<br />

ada beberapa materi yang disampaikan. Arahan<br />

Wapres RI membuka acara lokakarya ini. Dalam<br />

arahannya, Wapres RI lebih menekankan mengenai<br />

peran yang harus dijalankan oleh pimpinan<br />

instansi pemerintah dan APIP untuk meningkatkan<br />

kualitas pengelolaan keuangan negara dan kinerja<br />

kementerian/lembaga dan pemerintah daerah<br />

terutama untuk menyelesaikan hal-hal yang saat<br />

ini menjadi perhatian Presiden. Kemudian, acara<br />

dilanjutkan dengan keynote speech dari Menteri<br />

Keuangan, Kepala UKP4, Menteri PAN & RB, dan<br />

juga Kepala BPKP. Selaku Bendahara Umum Negara,<br />

pada kesempatan tersebut Menkeu menyampaikan<br />

materi terkait pengelolaan keuangan negara, Kepala<br />

UKP4 dan Menteri PAN-RB yang menyampaikan<br />

keterkaitan fungsi APIP dalam peningkatan kinerja<br />

instansi pemerintah dan juga perannya dalam<br />

konstelasi penataan aparatur pemerintah, dan juga<br />

Kepala BPKP yang menyampaikan materi tentang<br />

hubungan APIP dan BPK dalam peningkatan kualitas<br />

pengelolaan keuangan negara.<br />

Materi tersebut dilanjutkan dengan<br />

penyampaikan diskusi panel yang dibagi dalam<br />

beberapa sesi hingga sore hari. Dalam panel I<br />

dengan topik Peningkatan Kualitas Pengelolaan<br />

VOL V No. <strong>29</strong> | Edisi Maret - April 2012<br />

21


Liputan Khusus<br />

Keuangan Negara disampaikan oleh Dirjen Anggaran<br />

Kemenkeu, Dirjen Perbendaharaan Kemenkeu, Dirjen<br />

Pajak Kemenkeu serta Irjen Kementerian PU. Yang<br />

bertindak sebagai moderator pada Panel I ini adalah<br />

Sekretaris Jenderal Kemenkeu. Penyampaian materi<br />

dilanjutkan dalam diskusi panel II yang dimoderatori<br />

oleh Irjen Kementerian Kelautan dan Perikanan<br />

mengenai peningkatan kinerja instansi pemerintah<br />

dan penguatan kapabilitas APIP. Diskusi panel II<br />

disampaikan oleh Irjen Kemenkeu, Irjen Kemendagri<br />

dan Deputi Pengawasan Instansi Pemerintah Bidang<br />

Perekonomian BPKP. Dalam acara ini juga disampaikan<br />

beberapa materi dari beberapa narasumber tamu<br />

yaitu Hermawan Sulistyo terkait pandangan dan<br />

harapan masyarakat/stakeholders terhadap APIP dan<br />

juga Angota II BPK Taufiequrachman Ruki.<br />

Sebagian besar dari narasumber tersebut<br />

dapat hadir, namun dikarenakan adanya keperluan<br />

yang cukup mendesak, maka Wakil Menteri PAN<br />

& RB tidak dapat menghadiri lokakarya ini. Selain<br />

itu Dirjen Pajak yang semula dijadwalkan untuk<br />

menjadi salah satu panelis dalam diskusi panel<br />

I juga diwakilkan oleh salah satu direktur di DJP<br />

yang memiliki pengetahuan cukup atas materi yang<br />

akan disampaikan. Ketidakhadiran dari beberapa<br />

narasumber ini tidak menjadi hambatan dalam<br />

kesuksesan acara ini. Acara berlangsung dengan<br />

lancar dan bahkan terlihat antusias dari para peserta<br />

sangat baik. Menurut Pak Firmansyah dan A.Ghufron,<br />

antusiasme peserta terlihat dari beberapa indikator,<br />

yaitu dari jalannya lokakarya, kehadiran peserta<br />

hingga akhir acara, serta banyaknya pertanyaan yang<br />

diajukan selama forum tanya jawab. Hal ini dinilai<br />

cukup mengembirakan dan patut diapresiasi untuk<br />

kesuksesan acara ini.<br />

Dalam perumusan materi yang dilakukan,<br />

panitia bidang materi mendapatkan banyak masukan<br />

dan pengalaman untuk mengemas materi yang cukup<br />

berbobot dalam sambutan pejabat level Wapres<br />

RI dan Menteri. A. Ghufron menggarisbawahi<br />

bahwa menjadi sebuah penting ketika materi yang<br />

disajikan tersebut memilik kekuatan data. Jadi<br />

dalam penyusunan materi terutama materi-materi<br />

yang membutuhkan data statistik dan angka harus<br />

kita pastikan bahwa data itu valid dan akurat, dan<br />

itu harus kita lakukan melalui collecting data dari<br />

berbagai sumber langsung. Bagi panitia di bidang<br />

materi, ini merupakan sebuah tantangan untuk<br />

lebih memperhatikan keakuratan melalui koordinasi<br />

dengan pihak-pihak terkait.<br />

Menjadi sebuah wacana untuk menjadikan<br />

acara lokakarya APIP ini secara periodik. Hal ini juga<br />

disampaikan oleh Pak Firmansyah bahwasannya<br />

adanya keinginan dari Forbes APIP untuk<br />

menyelenggarakan kegiatan serupa secara bergiliran<br />

di tahun-tahun mendatang. Ia juga menyampaikan<br />

harapan pribadinya agar acara lokakarya semacam<br />

ini nantinya diisi dengan topik yang berbeda untuk<br />

menghindari kejenuhan baik dari penyelenggara<br />

maupun peserta lokakarya ini. (DIT/MUJ/GAL)<br />

22<br />

VOL V No. <strong>29</strong> | Edisi Maret - April 2012


Liputan Khusus<br />

MEREKA YANG BEKERJA<br />

DI BALIK LAYAR<br />

“Ketika kita ditunjuk untuk menjadi apapun dalam sebuah kepanitiaan, menjadi sebuah<br />

prinsip untuk untuk enjoy dengan pekerjaan tersebut. Dengan enjoy dan berusaha<br />

menyenangi pekerjaan tersebut, seberat apapun itu, kita akan memaknainya sebagai<br />

tantangan untuk menambah pengalaman dan tidak menjadikannya sebuah duka.”<br />

Pengelolaan sebuah acara dapat diibaratkan<br />

seperti pengelolaan sebuah perusahaan.<br />

Dimana dalam hal ini, pengelolaan yang<br />

dimaksud adalah untuk mencapai tujuan yang<br />

dikehendaki. Dalam sebuah acara, sudah sepantasnya<br />

dalam tahap perencanaan, dibentuklah sebuah<br />

organisasi. Mengapa demikian? Hal ini dikarenakan<br />

tanpa adanya sebuah organisasi, event atau acara<br />

yang akan diselenggarakan tersebut sulit untuk<br />

terlaksana dengan baik. Organisasi yang dimaksudkan<br />

disini lebih merujuk pada organisasi yang sifatnya<br />

temporer atau sering kita sebut dengan istilah<br />

organisasi panitia (commite organization). Inilah<br />

yang dilakukan Inspektorat Jenderal Kementerian<br />

Keuangan ketika mendapat amanat untuk menjadi<br />

‘host’ penyelenggaraan lokakarya Aparat Pengawas<br />

Intern Pemerintah (APIP) pada Rabu, 22 Februari<br />

2012 lalu. Tugas panitia lokakarya APIP ini lebih<br />

ditekankan untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan<br />

khusus terkait dengan terselenggaranya acara<br />

ini.<br />

Kepanitiaan dalam acara ini mayoritas<br />

terdiri dari pejabat/pegawai Itjen Kemenkeu.<br />

Namun dikarenakan ruang lingkup acara ini<br />

cukup besar dengan dibuka langsung oleh Wakil<br />

Presiden Ri, Itjen Kemenkeu telah berkoordinasi<br />

dan berkolaborasi dengan pihak internal Kemenkeu<br />

yaitu Sekretariat Jenderal Kemenkeu dan juga pihak<br />

VOL V No. <strong>29</strong> | Edisi Maret - April 2012<br />

23


Liputan Khusus<br />

eksternal Kemenkeu yaitu Forum Bersama (Forbes)<br />

APIP yang terdiri dari Badan Pengawas Keuangan<br />

Pemerintah (BPKP), Itjen Kementerian Dalam Negeri,<br />

Itjen Kementerian Pekerjaan Umum, dan Itjen<br />

Kementerian Kelautan dan Perikanan.<br />

Secara garis besar, kepanitiaan lokakarya<br />

APIP ini dibagi menjadi dua kegiatan yaitu terkait<br />

dengan penyediaan materi yang dikoordinir dalam<br />

Bidang Materi (Inspektorat VII Itjen Kemenkeu<br />

berkoordinasi dengan Forbes APIP) dan juga halhal<br />

yang berhubungan dengan penyelenggaraan<br />

acara tersebut yang dikoordinir dalam Bidang<br />

Penyelenggaraan (Sekretariat Itjen Kemenkeu<br />

berkoordinasi dengan Setjen Kemenkeu). Persiapan<br />

yang dilakukan Forbes APIP lebih ditekankan pada<br />

peran mereka dalam memberikan masukan sekaligus<br />

menjadi LO dari Kepala/Inspektur Jenderal masingmasing.<br />

Ide dari konsep acara lokakarya ini disusun<br />

bersama-sama melalui beberapa rapat koordinasi<br />

yang hasilnya kemudian diputuskan langsung oleh<br />

Inspektur Jenderal Kemenkeu. Konsep acara ini<br />

ditentukan dengan menyesuaikan latar belakang dari<br />

penyelenggaraan acara ini, dimana lebih menyoroti<br />

terkait Akuntabilitas Penyerapan Anggaran dan juga<br />

Penguatan Peran APIP di seluruh Kementerian/<br />

Lembaga.<br />

24<br />

VOL V No. <strong>29</strong> | Edisi Maret - April 2012<br />

Undangan yang diundang dalam lokakarya<br />

ini sebanyak ± 330 tamu undangan yang terdiri dari<br />

Kepala Unit Kerja Presiden Bidang Pengawasan<br />

dan Pengendalian Pembangunan (UKP4), Kepala<br />

BPKP, beberapa Menteri antara lain Menteri<br />

Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi<br />

Birokrasi (PAN & RB), Menteri Dalam Negeri,<br />

Menteri Pekerjaan Umum, dan Menteri Kelautan dan<br />

Perikanan, beberapa Gubernur, Walikota dan Bupati,<br />

seluruh Inspektur Jenderal Kementerian/Lembaga,<br />

seluruh Sekretaris Jenderal maupun Sekretaris Utama<br />

di Kementerian/Lembaga, beberapa perwakilan<br />

Inspektur Provinsi dan Inspektur Kota, dan juga<br />

perwakilan auditor setingkat pengendali teknis di<br />

beberapa Kementerian/Lembaga. Mengingat acara<br />

ini mencakup audience yang banyak dengan dibuka<br />

langsung oleh Wapres RI, maka tidak heran kalau<br />

Itjen Kemenkeu menggandeng Event Organizer (EO)<br />

profesional untuk membantu menghandle acara<br />

ini. Menurut Kasubbag TU dan Kehumasan Bag<br />

Umum Set Itjen, Budi Prayitno, melakukan kerjasama<br />

dengan EO profesional adalah sebuah pilihan yang<br />

tepat, mengingat tenggang waktu pelaksanaan<br />

yang cukup mendadak dan juga kurangnya<br />

pengalaman dari rekan-rekan Itjen Kemenkeu untuk<br />

menyelenggarakan acara lokakarya sebesar ini. Ia<br />

menambahkan bahwa dengan kerjasama dengan EO<br />

ini mampu memperkaya wacana dan pengetahuan


Liputan Khusus<br />

rekan-rekan di Itjen Kemenkeu untuk dapat<br />

menggarap event besar di waktu mendatang.<br />

“Kehadiran 90% dari seluruh tamu yang<br />

diundang dalam lokakarya ini merupakan sesuatu<br />

yang luar biasa bagi kita” papar Kepala Bagian Umum<br />

Set Itjen, C.M. Susetya. Ia menjelaskan lebih lanjut<br />

bahwasannya ini semua berhasil atas kerjasama<br />

yang baik dari seluruh anggota tim yang dengan<br />

serta merta berkenan membagi waktunya untuk<br />

turut menyukseskan acara ini disamping pekerjaan<br />

rutin mereka. Demi terselenggara acara ini dengan<br />

baik, jelaslah dibutuhkan cukup banyak persiapan<br />

dibandingkan dengan persiapan acara-acara lainnya.<br />

Menurut C.M. Susetya, persiapan yang memerlukan<br />

persiapan lebih adalah bagaimana mengemas acara<br />

ini menjadi sesuatu yang menarik. Baginya ini bukan<br />

persoalan yang sederhana, karena jika acara kurang<br />

menarik, maka para tamu undangan pun enggan<br />

berlama-lama mengikuti hingga akhir acara. Ia pun<br />

juga menilai acara ini bisa dikatakan sukses, ini semua<br />

bisa dilihat dari antusiasme tamu undangan dan juga<br />

keseriusan mereka mengikuti acara ini hingga selesai.<br />

Selain itu, persipaan terkait tersediannya sarana<br />

prasarana untuk tamu setingkat Wapres RI (tamu<br />

VVIP) juga dirasa membutuhkan attention tersendiri.<br />

Hal serupa juga disampaikan oleh Budi<br />

Prayitno dan Ludovikus Agwin selaku anggota<br />

tim bidang penyelenggaraan bahwa memastikan<br />

ketersediaan undangan hingga tahap distribusi dan<br />

juga melakukan konfirmasi untuk memastikan siapa<br />

saja tamu yang akan hadir, merupakan persiapan yang<br />

juga butuh extrapower. Mengapa demikian? Mereka<br />

menilai bahwa keterlambatan distribusi undangan<br />

dapat menjadi hambatan yang cukup signifikan.<br />

Berkenaan dengan undangan yang sudah embossed<br />

Setwapres, juga perlu dilakukan konformasi untuk<br />

memastikan tamu undangan tidak kesulitan untuk<br />

memasuki tempat acara. Hari Purnomo, Kasubbag<br />

Protokoler dan Rumah Tangga Bag Umum Set Itjen<br />

sependapat dengan narasumber sebelumnya. Ia<br />

menyampaikan untuk memastikan acara berjalan<br />

dengan baik, tidak ada satu pun persiapan yang di<br />

nomer dua kan. “Kita tidak boleh menyepelekan<br />

satu langkah, semua itu penting”, jelasnya. Termasuk<br />

diantaranya penyediaan katering, ia selaku PIC<br />

untuk memastikan ketersediaan katering menilai<br />

hal ini perlu dipersiapkan dengan matang. Untuk<br />

memastikan pemakaian catering baik untuk tamu<br />

VVIP, VIP maupun tamu undangan lainnya, ia harus<br />

berkoordinasi dengan protokoler dan menperkiraan<br />

perhitungan yang cukup akurat utuk penyediaan ini.<br />

Kerja keras yang dilakukan anggota tim untuk<br />

menyukseskan acara ini juga tidak jarang menhadapi<br />

batu terjal yang mampu menghambat kelancaran<br />

acara. C.M. Susetya menilai penyediaan anggaran<br />

acara yang terus berubah dan mengalami dinamisasi<br />

ini merupakan salah satu hambatan. Namun,<br />

dengan adanya sinergi yang sangat baik dengan Bag.<br />

Keuangan Set Itjen ini semua tidak menjadi factor<br />

penghambat yang dominan. Ia menambahkan<br />

bahwa dugaan munculnya hambatan ekseternal<br />

VOL V No. <strong>29</strong> | Edisi Maret - April 2012<br />

25


Liputan Khusus<br />

seperti koordinasi dengan pihak<br />

eksternal yaitu Setwapres dan<br />

Paspampres, ternyata tidak<br />

dialami. Seluruh koordinasi yang<br />

dilakukan dari persiapan awal<br />

hingga pelaksanaan acara dapat<br />

dilakukan dengan sangat baik.<br />

Ludovikus Agwin, pelaksana<br />

Subbag Penugasan Pengawasan<br />

Bag Umum Set Itjen ini menyoroti<br />

hal lain yang menjadi faktor<br />

penghambat acara ini. Ia menilai<br />

karena tipikal tamu undangan<br />

bermacam-macam, seringkali ia<br />

mendapatkan kesulitan. Hal ini<br />

mengingat tamu undangan acara<br />

ini adalah orang-orang penting<br />

baik di daerah dan di pusat, dan<br />

kita harus mengkonfirmasinya.<br />

Kendala adanya perbedaan waktu dan kesulitan<br />

menghubungi yang bersangkutan untuk melakukan<br />

konfirmasi undangan cukup menjadi fokus<br />

perhatiannya. Sejauh ini hambatan yang ada<br />

dapat dimitigasi dengan baik, dan tidak menjadi<br />

penghambat yang mengganggu kelangsungan acara<br />

ini. “I can handle this pokoknya”, pungkas Ludovikus<br />

dengan canda.<br />

Kesuksesan acara lokakarya ini merupakan<br />

sebuah prestasi bagi Itjen Kemenkeu. Bagi para<br />

panitia, rasa letih dan duka yang dialami tidak<br />

sebanding dengan kepuasan mereka menyaksikan<br />

kesuksesan acara ini. Bagi C.M. Susetya, ia mempunyai<br />

prinsip ketika ia ditunjuk menjadi apapun, maka ia<br />

harus enjoy dengan pekerjaan tersebut. Dengan<br />

enjoy dan berusaha menyenangi pekerjaan tersebut,<br />

seberat apapun itu, kita akan memaknainya sebagai<br />

tantangan untuk menambah pengalaman dan tidak<br />

menjadikannya sebuah duka. Budi Prayitno, Hari<br />

Purnomo dan Ludovikus pun sependapat dengan itu.<br />

Mereka menerjemahkan rasa letih dan capek dalam<br />

persiapan acara ini bukan sebagai sebuah duka.<br />

Banyaknya pengalaman baru dan bertemu dengan<br />

orang baru hingga bisa menjalin hubungan yang<br />

baik dengan mereka merupakan sebuah kebanggaan<br />

bagi Ludovikus. Hari Purnomo juga menilai dari<br />

tahap awal perencanaan pun kita sudah mendapat<br />

banyak pengalaman dan kompetensi baru. “Ketika<br />

acara ini sukses dengan ditandai ada senyum di bibir<br />

pejabat dan tidak ada keluhan dari mereka, kami<br />

panitia sangat senang”, tambah Budi Prayitno dalam<br />

wawancara yang dilakukan.<br />

Sebuah harapan menyeruak di akhir<br />

wawancara yang dilakukan kepada mereka<br />

26<br />

VOL V No. <strong>29</strong> | Edisi Maret - April 2012<br />

perwaiklan panitia. Mereka berharap jika suatu saat<br />

nanti diselenggarakan acara semacam ini, kita dapat<br />

menghandle acara ini terlepas dari bantuan EO.<br />

Budi Prayitno berharap, agar seluruh pegawai tetap<br />

bersemangat untuk terus belajar dan menambah<br />

kompetensi mereka untuk berlaku profesional dalam<br />

mengawal terselengaranya sebuah acara yang akan<br />

diselenggarakan Itjen Kemenkeu kelak. Ini semua<br />

juga perlu didukung dengan penyediaan alat dan<br />

perlengkapan yang mendongkrak berjalannya acara<br />

ini dan sejauh ini kita belum memilikinya. Ludovikus<br />

menambahkan bahwa koordinasi juga menjadi point<br />

yang cukup penting mengingat dengan komunikasi<br />

yang baik, maka acara tersebut dapat di handle<br />

dengan baik pula.<br />

Dalam pelaksanaan acara ini, tidak terlepas<br />

dari fungsi-fungsi manajemen yaitu Planing,<br />

Organizing, Actuating dan Controlling. Semua fungsi<br />

ini dihadapkan dan diarahkan pada pencapaian<br />

tujuan yaitu kesuksesan penyelenggaraan acara ini.<br />

Menurut Hari Purnomo, dengan perencanaan yang<br />

baik, maka sudah dapat dipastikan keberhasilan yang<br />

akan diraih akan diatas 50%, begitu pula sebaliknya.<br />

Ini semua berlaku untuk pejabat/pegawai Itjen<br />

Kemenkeu dalam menyelenggarakan acara ini di<br />

waktu mendatang. C.M. Susetya juga menekankan<br />

bahwa memilih anggota tim yang paham dan memiliki<br />

kompetensi yang sesuai dengan kebutuhan dalam<br />

tim juga patut menjadi perhatian. Karena selama<br />

ini, terkadang masih ada anggota tim yang kurang<br />

memberikan kontribusi dalam pelaksanaan kegiatan.<br />

Untuk itu, lebih bijak jika dalam perencanaan yang<br />

dilakukan, harus lebih selektif lagi dalam memilih<br />

susunan tim, jadi kontribusi yang diharapkan dari<br />

orang yang bersangkutan terhadap tim dapat<br />

diberikan secara maksimal. (DIT/MUJ/GAL)


Wawancara<br />

Bapak 4 anak yang mempunyai hobi nonton<br />

ini bersedia meluangkan waktunya untuk<br />

berbincang-bincang dengan kami awak<br />

<strong>Auditoria</strong>. Meskipun waktu sudah sore dan<br />

masih banyak berkas-berkas yang harus<br />

dilihat, namun beliau masih antusias dan<br />

dengan tangan terbuka menerima kami. Tidak<br />

hanya mengenai pekerjaan, beliau juga banyak<br />

berbagi pengalaman pribadi yang sarat pelajaran di<br />

dalamnya. Satu yang paling membekas dari cerita<br />

beliau bagi kami adalah semangat beliau berjuang<br />

untuk kehidupan dan berbagi kepada sesama.<br />

Berikut yang dapat kami bagi..<br />

“Nama asli saya sebenarnya hanya Syahroni saja.<br />

Waktu di SMP ditambah-tambahi, memakai Oni<br />

karena banyak yang panggil Oni. Waktu di Bandung<br />

saya keluar dari ajun, nama saya ditambahi dengan<br />

Priatna. Dari SMP saya sudah terbiasa prihatin,<br />

bapak saya cuma buruh saja. Dan waktu itu bisa<br />

dihitung dengan jari yang bisa sampai jenjang<br />

kuliah, saya termasuk nomor dua barangkali.”<br />

Jadilah nama beliau Oni Syahroni Priatna.<br />

Bagaimana bapak memandang<br />

Sekretariat Inspektorat Jenderal?<br />

Saya kira, kalau kita bicara sekretariat,<br />

ini tidak lepas dari dukungan. Jika kita lihat di<br />

Inspektorat Jenderal, tugas Inspektorat yang<br />

melakukan pengawasan dan kita melakukan kegiatan<br />

dukungan (supporting). Kita mendukung kegiatan<br />

yang dilakukan Inspektorat dan juga melakukan<br />

koordinasi antar Inspektorat. Terkait hal ini, kita<br />

lebih pada menata agar kemudian kegiatan utama<br />

bisa berjalan sesuai dengan yang diharapkan. Apa<br />

kegiatan utamanya? Kegiatan utamanya adalah<br />

kegiatan pengawasan yang dilakukan Inspektorat.<br />

Jika dikatakan nomor dua? tidak juga. Jika kegiatan<br />

dukungan tidak berjalan sesuai yang diharapkan,<br />

maka kemudian kegiatan utamanya jangan-jangan<br />

juga tidak sesuai dengan yang diharapkan. Seperti<br />

contohnya, seperti kegiatan dukungan penyediaan<br />

surat tugas dan dana untuk itu, dan jika kemudian<br />

tidak sinkron, maka kegiatan utama tidak akan<br />

berjalan dengan baik.<br />

Kegiatan dukungan ini perlu koordinasi<br />

dengan yang lain, seperti rencana pembiayaan. Kita<br />

tidak akan bisa membuat rencana pembiayaan yang<br />

tidak lepas dari rencana kegiatan dari Insepktorat.<br />

Hal ini karena mereka yang akan melakukan kegiatan<br />

pemeriksaan, untuk mendukung kegiatan utama<br />

itu, kita yang memberikan dukungan dan koordinir<br />

semuanya. Jadi jika perencanaan yang mereka<br />

buat bagus dan rinci, maka kita juga akan baik juga<br />

menyusun rencana pembiayaannya.<br />

Terkait SDM, untuk bisa melakukan<br />

kegiatan pengawasan itu juga butuh SDM. SDM yang<br />

dibutuhkan pun untuk masing-masing Inspektorat<br />

itu berbeda, hal ini dikarenakan pengawasan yang<br />

dilakukan berbeda, pengawasan mungkin sama, tapi<br />

yang diawasinya berbeda kegiatannya. Inspektorat<br />

melakukan pengawasan selain membutuhkan dana<br />

VOL V No. <strong>29</strong> | Edisi Maret - April 2012<br />

27


Wawancara<br />

tapi juga perlu SDM yang tepat, dan itu kita yang<br />

men-support.<br />

Apakah sejauh ini kinerja Sekretariat<br />

sudah optimal?<br />

Kita mencoba setiap tahun melakukan<br />

evaluasi terhadap apa yang dilakukan oleh kita<br />

melalui survey kepuasan pelanggan. Hal ini mungkin<br />

menjadi salah satu cara untuk melihat apakah yang<br />

kita lakukan sesuai dengan yang mereka harapkan.<br />

Walau kemudian hasilnya belum seperti apa yang<br />

diharapkan oleh mereka. Karena kita sebuah<br />

dukungan, jadi yang lebih mereka lihat adalah<br />

akhirnya saja, prosesnya jarang sekali dilihat. Hal Ini<br />

yang perlu menjadi catatan, padahal untuk mencapai<br />

dukungan yang optimal itu membutuhkan proses.<br />

Inilah yang kadang kali bisa menjadi disinsentif bagi<br />

rekan di sekretariat. Seharusnya bisa jadi tantangan<br />

untuk rekan di sekretariat untuk mengingkatkan<br />

pelayanan kita.<br />

Terkait dengan stakeholder luar, kita<br />

merupakan pintu masuk, jadi kita harus memberikan<br />

kesan yang baik kepada stakeholder kita. Seperti<br />

undangan, walaupun yang berhubungan dengan<br />

pajak, tetap kita yang menyiapkan, karena kita<br />

berusaha meyiapkan dengan baik. Jadi untuk<br />

kegiatan yang menyangkut dengan luar, kita tidak bisa<br />

diam, kita menyiapkan dari a-z sebagai motornya,<br />

walaupun substansinya bukan kita yang menyiapkan.<br />

Apa saja pembenahan pelayaan yang<br />

dilakukan?<br />

Sejauh ini saya memberikan kesempatan<br />

kepada manajer saya yaitu Kabag. Setiap dua<br />

minggu sekali kita berkumpul untuk melihat bersama<br />

program para Kabag, apa yang sudah dilaksanakan,<br />

dari itu apakah ditemukan kesulitan. Jika ada, mari<br />

kita bicarakan. Jika ada program baru, apa yang<br />

arus dilakukan dan sebagainya. Saya memberikan<br />

kebebasan untuk berkreasi dan berinovasi, sehingga<br />

bisa berkembang. Misalnya seperti di bagian<br />

Perencanaan dan Keuangan, mereka mencoba<br />

berinovasi yaitu pengajuan SKP secara cepat<br />

dengan online. Bagian Kepegawaian juga begitu<br />

dengan aplikasi Simanis dan Coaching-nya yang bisa<br />

memberikan konsultan, membantu pegawai yang<br />

membutuhkan. Bagian Umum juga mencoba terus<br />

berkreasi seperti dengan penataaan arsipdengan<br />

menggunakan ANRI, e-filing, web itjen pun juga terus<br />

jalan. Semua berkreasi bahkan mereka membuat<br />

rencana kegiatan program yang bahkan dibagi habis<br />

28<br />

VOL V No. <strong>29</strong> | Edisi Maret - April 2012<br />

sampai ke pegawai paling bawah untuk tanggung<br />

jawab itu.<br />

Jadi Alhamdulillah saya mendapat<br />

dukungan yang baik dari staff-staff saya. Paling<br />

tidak untuk kegiatan rutin sudah bisa terselesaikan.<br />

Kabag sudah bisa mendelegasikan dan sudah bisa<br />

diantisipasi, yang jadi masalah adalah kegiatan<br />

yang tidak rutin (unscertainty dan unstructured).<br />

Namanya dukungan itu lebih banyak unstructure-nya<br />

kemudian jika strukturnya tidak ditata dengan baik<br />

maka kita akan kesulitan menyelesaikan kegiatan<br />

unstructure-nya. Padahal unstructured biasanya<br />

malah menjadi perhatian pak Menteri, pak Irjen dan<br />

waktu persiapannyapun cenderung pendek.<br />

Bagaimana bapak memandang SDM di<br />

sekretariat?<br />

Kalau kita bicara unstructured, ini jarang<br />

terjadi dan namun dipandang penting, orangorang<br />

yang tidak hanya perlu pegetahuan tapi juga<br />

pengalaman. Kalau saya lihat teman disini sudah<br />

terbiasa dengan kerja yang padat, pengalamannya<br />

sudah cukup. Hanya saja ada beberapa yang tidak<br />

bisa mengikuti ritme ini yang akan menjadi beban.<br />

Kepala bagian sudah bisa memetakan pegawai mana<br />

yang mampu melakukan kegiatan unstructured<br />

dan pegawai yang hanya bisa melakukan kegiatan<br />

rutinnya.


Wawancara<br />

Bagaimana cara Bapak memotivasi para<br />

pegawai?<br />

Jadi misalnya hal-hal semacam ini perlu<br />

dicoba. Kepala bagian biasanya sudah memiliki<br />

layer eselon dibawahnya. Semisal ada pegawai<br />

yang terbiasa dengan kegiatan rutin, dicoba untuk<br />

dapat melakukan kegiatan unstructured yang<br />

membutuhkan pemikiran dan kreatifitas lebih.<br />

Biasanya dilakukan coaching oleh Kepala bagian<br />

atau atasan lainnya. Kepala bagian biasanya sudah<br />

memiliki peta kompetensi dari pegawainya. Biasanya<br />

cenderung menggunakan pendekatan coaching dan<br />

menggali dengan memberikan kesempatan yang<br />

sama kepada mereka. Seperti melanjutkan study,<br />

kita buka saja asal mereka mau berkompetisi. Ini<br />

yang seringkali mendorong mereka berpacu dan<br />

berkembang. Semua ini melalui Kabag-nya dengan<br />

memberi perhatian.<br />

Jika melihat Core business itjen adalah<br />

pengawasan, apakah sekretariat sebagai<br />

unit supporting itu jumlah nya sudah<br />

ideal?<br />

Harapannya di tahun 2014-2015 adalah 30%<br />

berbanding 70% untuk Sekeratriat dan Inspektorat.<br />

Sebelumnya kita 60% banding 40%, sekarang<br />

mencoba diimbangkan menjadi 45% banding 55%.<br />

Pada nantinya diharapkan akan berbalik menjadi<br />

lebih banyak pegawai di Inspektorat dibandingkan<br />

di Sekretariat. Kenapa kemarin seperti itu? Ketika<br />

Itjen terbentuk, banyak pegawai dari unit-unit lain,<br />

sehingga lebih banyak di Sekretariat karena mereka<br />

belum banyak kompetensi. Pada jaman pak Sutardi<br />

juga tidak menerima pegawai dari STAN. Sehingga<br />

menjadi kurang, karena memang mereka tidak ada<br />

kompetensi. Nantinya diharapkan lebih banyak yang<br />

audit dibandingkan supporting-nya. Walaupun<br />

berat, karena sebenarnya unit supporting juga<br />

membutuhkan banyak pegawai. Maka di Sekretariat<br />

mulai banyak menggunakan aplikasi, sehingga tidak<br />

membutuhkan banyak pegawai. Harapannya untuk<br />

antar Sekretariat memulai untuk paperless.<br />

Bagaimana dengan Program sekretariat<br />

secara keseluruhan di tahun 2012 dan<br />

program besarnya?<br />

Sebenarnya yang menjadi langkah strategis<br />

yang ditandatangani Irjen dan pak Menteri itu ada<br />

dua. Hal itu yang menjadi perhatian pak Menteri<br />

dan kemudian kita tindaklanjuti. Pertama adalah<br />

filling yang menjadi perhatian Menteri, karena filling<br />

tidak hanya e-filling, tidak semuanya di e-filling-kan.<br />

Hardcopy-nya tidak kita hilangkan, kemudian kita<br />

tata. Bagaimana kita bisa menyimpannya dengan<br />

aman dan ketika mencarinya lebih mudah? Makanya<br />

kita bekerjasama dengan ANRI yaitu program untuk<br />

menatanya. Begitu juga dengan dokumennya kita<br />

juga akan bekerjasama dengan ANRI. Inilah yang<br />

menjadi perhatian Menteri, dalam kunjungannya<br />

di kantor pusat maupun kantor vertikal-nya, beliau<br />

tidak mendapatkan kepuasan. Kelemahan di kantor<br />

Kemenkeu adalah file-nya, yang menjadi contoh<br />

adalah di Bapepam LK itu cukup bagus. Kemarin<br />

sempat dilihat Menteri, dan masih cukup perlu<br />

dibenahi, pak Menteri konsen kesitu.<br />

Hal ini salah satu menjadi temuan BPK<br />

adalah filenya DJP terkait piutang yang sempat saya<br />

angkat ketika saya di Inspektorat I. Dulu saya sempat<br />

melakukan rekonstruksi dan rekonsiliasi karena<br />

memang banyak kohir yang hilang. Makanya saya<br />

menyarankan membuat PMK untuk menerbitkan<br />

kembali kohir. Namun sejauh ini sepertinya belum<br />

selesai, hingga diperiksa BPK, dan sekarang malah<br />

menjadi betul-betul prioritas.<br />

Jadi memang keberadaan arsip dinilai sangat<br />

penting. Sementara ini yang ada di kita e-filing-nya<br />

masih jadi setengah, yang menjadi hambatan adalah<br />

bagaimana kita menatanya dan memerlukan tempat,<br />

bagaimana merekamnya. Kita sudah punya aplikasi,<br />

VOL V No. <strong>29</strong> | Edisi Maret - April 2012<br />

<strong>29</strong>


Wawancara<br />

untuk menatanya kita akan bekerjasama dengan<br />

ANRI. Tempatnya kita memiliki gudang di pasar rebo<br />

dan di depok.<br />

Kedua adalah harapan menteri agar<br />

lingkungan kerja yang bersih. Beliau tidak hanya<br />

konsen di kantor pusat, barangkali beliau menilai<br />

ini cukup mempengaruhi kinerja kita, lingkungan<br />

menjadi tidak menyenangkan. Maka dari itu<br />

membenahi lingkungan kerja ini menjadi salah satu<br />

langkah strategis kita, melalui 5R. Kemarin baru kita<br />

me-launching kickoff nya. Kita tidak hanya berharap<br />

hanya bersih sesaat tapi berharap ini akan menjadi<br />

budaya, sehingga ini semua butuh waktu karena<br />

mengubah budaya yang sebelumnya ada.<br />

Ketiga, ini adalah kegiatan rutin tapi<br />

memberikan pengaruh besar yaitu capacity building.<br />

Pak Menteri juga menaruh perhatian pada capacity<br />

building, walaupun ini tidak masuk dalam langkah<br />

strategis, namun ini masuk ke dalam IKU kita,<br />

sehingga dana yang dibutuhkan juga cukup besar.<br />

Kita punya BPPK dan punya program, program<br />

ini paling tidak setiap pegawai harus mengikuti<br />

diklat dalam setahun. Dana diklat ada yang dalam<br />

negeri atau luar negeri seperti yang bersifat khusus<br />

seperti terkait IT. Setiap Inspektorat, kita minta<br />

memetakan kebutuhan masing-masing akan diklat<br />

yang dibutuhkan, dan kepegawaian pun juga mencari<br />

sesuai kebutuhan pegawai. Kemudian kita buat<br />

tim seleksi atas program LN, timnya berisi semua<br />

Inspektur dengan penanggungawajab pak Irjen.<br />

Tim tersebut memutuskan apakah ini diklat yang<br />

perlu diikuti atau tidak. Sekarang ini semua diberi<br />

kesempatan untuk dapat mengikuti seleksi. Selain<br />

itu ada juga tawaran sekolah beaiswa. Ada pegawai<br />

yang mau untuk menggunakan kesempatan ini dan<br />

ada juga yang tidak.<br />

Apakah ada pesan untuk para pegawai<br />

Itjen khususnya di Sekretariat?<br />

Kalau saya, pertama teman-teman itu<br />

untuk setiap penugasan anggaplah sebagai belajar<br />

sehingga akan ada nilai tambah. Misalnya kita waste<br />

30<br />

VOL V No. <strong>29</strong> | Edisi Maret - April 2012<br />

time mengerjakan sesuatu yang kemudian kita<br />

tidak memiliki nilai tambah sama sekali. Bagaimana<br />

caranya? Ya belajar. Semua yang dikerjakan secara<br />

serius pasti akan ada nilai tambahnya. Paling<br />

tidak, kita jadi lebih tahu dari yang lainnya, bisa<br />

mengerjakan lebih banyak dari yang lain.<br />

Kemudian yang kedua adalah orangtua. Jika<br />

bapak dan ibu masih ada, bahagiakanlah mereka.<br />

Takaran bahagia bukan hanya dengan harta tapi<br />

bisa dengan keberhasilan kita atau hanya dengan<br />

kita “say hello”. Kadangkala hanya dengan disapa<br />

anak, orangtua sudah senang karena merasa masih<br />

diingat meskipun jauh. Saya ini yang barangkali<br />

belum puas untuk membahagiakan orangtua karena<br />

sudah lebih dulu diambil Yang Kuasa. Saya dan anakanak<br />

saya sudah berhasil tapi mereka belum sempat<br />

merasakan.<br />

Maka dari itu mumpung kalau masih ada,<br />

bila perlu diajak kesini, menginap di hotel. Meskipun<br />

kadang orangtua protes, “kok kayak gini, mahal ini”.<br />

Kalau hanya untuk sekali-sekali kan juga tidak apaapa<br />

untuk menunjukkan bahwa kita sayang mereka.<br />

Apalagi kalau orangtua jauh, nanti bakal menyesal.<br />

Kalau anda menanam sesuatu yang baik bukan<br />

berarti anda yang dapat kebaikan juga. Terkadang<br />

bisa saja yang mendapat balasan itu ke anak kita atau<br />

cucu kita atau bahkan mungkin di akhirat nanti.<br />

Setiap pekerjaan yang kita lakukan harus<br />

dikerjakan dengan serius, yang membuat kinerja kita<br />

baik ya kita sendiri. Berusaha saja sebaik mungkin<br />

maka pasti ada jalan. Perlu diperhatikan adalah<br />

jangan sampai menolak pekerjaan, sekali nolak akan<br />

berdampak ke depannya. Karena setiap pekerjaan<br />

bisa dijadikan tempat belajar dan kita menjadi<br />

semakin tahu. Hal ini bisa menjadi nilai tambah kita.<br />

Ketiga yaitu tentang ekspetasi kita terhadap<br />

hidup itu biasanya selalu tidak sama dengan realita.<br />

Terkadang ekpetasinya disini tapi realitanya disini.<br />

Orang yang biasanya sering kecewa adalah yang tidak<br />

bisa menurunkan ekpetasinya. Selama orang bisa<br />

bersyukur maka dia akan dtambah kenikmatannya.<br />

Karena begitu dapat sedikit saja sudah bisa<br />

alhamdulillah. Lalu kemudian orang yang ekpetasinya<br />

tinggi dan tidak bisa menurunkannya maka naik<br />

sebanyak apapun tidak akan disyukuri. Orang yang<br />

bahagia adalah orang yang bisa menerima realita<br />

dan menurunkan ekspetasinya. Tapi tidak berarti<br />

kemudian diam dan tidak berusaha. Dengan usaha<br />

itu kan hasilnya bisa benar-benar disyukuri, karena<br />

naik sedikit saja alhamdulillah. Kerjaan juga begitu,<br />

terus berusaha dan percaya diri. Kalau belum sampai<br />

ya harus terus berusaha dan mampu menurunkan<br />

ekspetasi. (KIN/DIT)


Wawancara<br />

LELAKI TANGGUH<br />

DARI CIREBON<br />

“Dulu waktu di kelas saya suka luangkan waktu 5-10 menit untuk ngobrol, cerita<br />

tentang saya itu saya ceritain hanya untuk motivasi mereka, kenapa? Saya katakan,<br />

sudah anda harus konsen, orangtua itu bukan main mengharapkan anda berhasil.”<br />

Tidak lengkap rasanya kalau kami tidak<br />

membagi juga cerita pak Oni kepada para<br />

pembaca <strong>Auditoria</strong>. Sepenggal cerita<br />

tentang beliau. Cuplikan-cuplikan kecil<br />

kehidupan beliau yang menegaskan bahwa segala<br />

sesuatu yang di dasari dengan semangat keiklasan<br />

dan berbagi akan mampu membawa kita pada<br />

kenikmatan dunia dan akhirat. Semoga bermanfaat..<br />

Berkeluarga saat masih mengenyam bangku<br />

kuliah memang bukan sesuatu yang mudah untuk<br />

dijalani. Matahari dan Bulan saja masih bengantian<br />

bekerja menerangi bumi. Sosok ini sepanjang hari<br />

tak membiarkan dirinya santai sejenak. Pagi harus<br />

kuliah, siang kerja dan tak jarang hingga larut malam.<br />

Ini semua dilakukan bukan hanya untuk istri dan 2<br />

anak saat dia di tingkat 5 tapi juga untuk adik-adiknya<br />

yang di Cirebon. Tak puas hanya membiayai keluarga<br />

dan adik-adiknya, beliau juga peduli dengan adik-adik<br />

istrinya.<br />

Lelah fisik tak pernah ia hiraukan dibanding<br />

dengan kegembiraan yang ia lihat di wajah istrinya,<br />

tawa anaknya dan kebahagiaan keluarga besarnya<br />

saat pulang. Terpisah jauh dengan keluarga semakin<br />

membuatnya semangat bekerja, memakan semua<br />

yang ada dihadapannya. Tak heran jika dia mampu<br />

menaklukkan 1 kantor akuntan publik dan 1<br />

perusahaan lain dalam satu hari. Keiklasan untuk<br />

hidup sendiri di Jakarta tanpa ingin istri dan keluarga<br />

merasakan keprihatinannya.<br />

Tak bosannya dia setiap minggu pulang<br />

naik bis dengan hanya ditemani jagung manis rebus<br />

VOL V No. <strong>29</strong> | Edisi Maret - April 2012<br />

31


Wawancara<br />

sekedar meredam suara perut. Semuanya<br />

terbayarkan dengan pelukan hangat<br />

dari keluarga di kampung tempat<br />

dia dan istri dipertemukan.<br />

Ternyata jagung menjadi tak<br />

terlepas dari hidupnya hingga<br />

kini. Tekadnya yang begitu<br />

besar membuat Tuhan tak<br />

rela membiarkan dia tanpa<br />

campur tangan-Nya. Kerja<br />

keras yang dia lakukan<br />

ternyata membuka jalan<br />

kemudahan dari-Nya. Bersyukur<br />

tak pernah ia lupakan di setiap<br />

langkahnya.<br />

Dia adalah Oni Syahroni Priatna.<br />

Keprihatinan yang sudah dia rasakan sejak<br />

masa SMP membuatnya menambahkan Priatna di<br />

nama belakangnya saat keluar dari adjun. Oni begitu<br />

panggilan akrab teman-temannya ingin terus ingat<br />

akan keprihatinan yang dialami sehingga tetap peduli<br />

dengan sesama yang kesusahan dan tidak takabur<br />

dengan apa yang sudah diraih. Pemilik nama asli<br />

Syahroni ini hanya seorang anak dari buruh pabrik<br />

gula tapi bisa sampai berkuliah.<br />

Berstatus mahasiswa tidak melepaskannya<br />

dari cibiran orang yang merasa dia tak pantas<br />

menyandangnya. Maklum di kampung halamannya,<br />

barangkali dia baru orang kedua yang nekad kuliah.<br />

Senyuman yang tulus malah diberikan pada orangorang<br />

itu. Bukan..bukan hanya orang-orang itu, dia<br />

selalu tersenyum ramah pada semua orang. Itu yang<br />

membuat dia dikenal dari mulai orangtua hingga<br />

anak-anak kecil di tempat dia tinggal saat kuliah. Di<br />

salah satu sudut kebun kopi di Cibereum menjadi<br />

tempat tinggalnya selama menjadi mahasiswa.<br />

Judulnya saja sudah kebun kopi, pastinya sepi dan<br />

minim penerangan apalagi di waktu itu. Dia lebih<br />

memilih tinggal di rumah salah satu petani yang<br />

seadanya. Letaknya di belakang sawah dan dekat<br />

dengan sumur. Terpencil, iya.. tapi itu tak membuat<br />

teman-temannya enggan berkunjung. Hampir setiap<br />

hari sudut yang sepi itu menjadi ramai karena banyak<br />

pemuda berkumpul, terdengar perdebatan serius<br />

mengenai mata kuliah yang sedang dibahas diselingi<br />

tawa riang memecah keheningan malam.<br />

Keputusannya tinggal di rumah itu bukan<br />

semata-mata karena tempatnya hampir sama<br />

dengan kampung halamannya. Tahun 70-an untuk<br />

sewa kamar setiap bulannya saja bisa menghabiskan<br />

5000 hingga 7500 rupiah, itu termasuk kamar yang<br />

paling sederhana. Padahal uang yang dia dapat dari<br />

orangtuanya hanya 3500 rupiah saja. Uang itupun<br />

dikirimkannya tak melalui pos layaknya<br />

orang-orang waktu itu, Ibunya<br />

menitipkan uang itu kepada<br />

tetangganya yang kebetulan<br />

kerja di Bantul. Karena dengan<br />

begitu bisa menghemat biaya<br />

posnya.Jadi tak mengapa<br />

jika dia harus tidur di rumah<br />

model panggung itu hanya<br />

beralaskan tikar di atas<br />

bambu yang dibagi dua,<br />

disusun sebagai lantai. Rasa<br />

sakit dan dingin yang menusuk<br />

karena angin yang berhembus<br />

di sela-sela bambu sudah menjadi<br />

teman tidurnya.<br />

Selama keprihatinan yang dia alami,<br />

Alhamdulillah menjadi penguat setiap jejaknya. Di<br />

balik keprihatinan selalu ada berkah. Itulah yang<br />

beliau rasakan ketika awal masuk kuliah, tidak salah<br />

keputusannya tinggal di Cibereum. Di sanalah Oni<br />

bertemu dengan belahan jiwanya. Seorang wanita<br />

bersahajah yang dengan sukarela memberi tali<br />

kasur untuk sang pujaan hati secara cuma-cuma.<br />

Oni muda yang baru pindah dan baru masuk kuliah,<br />

sempat kebingungan ketika ospek harus memakai<br />

papan nama yang digantung di leher. Di mana dia<br />

bisa mendapatkan tali yang sesuai. Dari situlah awal<br />

dua insan ini dipertemukan, Oni muda tanpa ragu<br />

mendatangi toko kasur itu dan mendapati sosok<br />

bersahaja yang langsung melantakan hatinya. Ya<br />

benarlah pepatah mengatakan di balik kesusahan<br />

selalu ada berkah. Pertemuan yang tak disangka<br />

mampu membawa kebahagian Oni muda hingga<br />

sekarang.<br />

Oni kecil dan saudara-saudaranya tinggal<br />

di kawasan pabrik gula. Kesehariannya banyak diisi<br />

dengan belajar dan terinspirasi dari pabrik itu. Oni<br />

kecil yang saat itu masih SMP suka berkeliaran dan<br />

bermain di kawasan pabrik. Pernah suatu hari dia<br />

memberanikan diri melongok ke ruang administrasi<br />

karena penasaran dengan bunyi yang ditimbulkan<br />

dari ruangan itu. Tik..tik..tik..tik... Dilihatnya seorang<br />

bapak-bapak sedang memencet tombol-tombol<br />

di depannya sehingga menimbulkan suara, yang<br />

kemudian dia tahu bahwa itu namanya mesin ketik.<br />

Ternyata tak hanya di pabrik gula dia menemui<br />

mesin itu, di kelurahan dia juga mendapati ibu-ibu<br />

asik memainkan jarinya di atas mesin itu. Timbullah<br />

pemikiran bahwa jika dia bisa menggunakan mesin<br />

itu maka dia akan bisa mudah mencari pekerjaan<br />

nantinya. Mulai dari itu Oni kecil yang masih SMP<br />

mengikuti kursus di pagi hari dan sekolah di siang<br />

32<br />

VOL V No. <strong>29</strong> | Edisi Maret - April 2012


Wawancara<br />

harinya. Tak peduli jika di tempat kursus dia sendiri<br />

yang masih mengenakan celana pendek warna biru.<br />

Tak puas hanya bisa mengetik, saat menginjak SMEA<br />

beliau mulai tertarik dengan label akuntan. Semakin<br />

terbuka akan persaingan yang dihadapinya<br />

nanti dengan orang kota<br />

yang memilki fasilitas<br />

lebih daripada dia. Hal ini<br />

mendorongnya kembali<br />

untuk mengambil kursus<br />

bahasa inggris sepulang<br />

sekolah meskipun jaraknya<br />

15 km tak membuatnya<br />

gentar. Harapan beliau<br />

kepada anak-anaknya,<br />

semoga dapat mengambil<br />

pelajaran dari hidupnya.<br />

Bahwa kegigihan kita untuk<br />

belajar dan ingin maju pasti<br />

akan membuahkan hasil di<br />

kemudian hari.<br />

Menuntut ilmu dan<br />

berkarier bukan berarti tak<br />

ada waktu untuk diri sendiri.<br />

Beliau hobi sekali nonton dan keinginan beliau<br />

saat kecil dulu adalah makan enak. Sederhana tapi<br />

itu begitu penting baginya. Ternyata keinginan makan<br />

enak ini timbul karena dulu setiap akhir minggu,<br />

saat para mandor menerima upah mingguan selalu<br />

ada tradisi menyisikan sedikit hasil untuk makan<br />

bersama. Saat itu sate ayam adalah makanan<br />

istimewa dan wajib saat bancak’an para mandor. Oni<br />

kecil selalu ada di dekat situ saat acara makan-makan<br />

itu dimulai, hanya untuk merasakan sedapnya bau<br />

asap sate ayam itu. Timbullah cita-cita sederhana<br />

itu, jika dia besar nanti dan mempunyai uang lebih<br />

akan dia belikan untuk makanan yang dia anggap<br />

enak. Mungkin ini cara Oni kecil mengobati rasa sakit<br />

hatinya ketika dulu hanya merasakan asapnya saja.<br />

Lembaran-lembaran buku kehidupan Oni<br />

terus terisi, perjuangan demi perjuangan membuat<br />

dia dan keluarga semakin solid. Hal inilah yang ingin<br />

selalu dia bagi kepada anak didiknya yang ada di<br />

STAN. Waktu 5-10 menit ia luangkan sekedar sharing<br />

tentang perjuangan dirinya untuk memotivasi<br />

mereka. Berulang-ulang selalu beliau tanamkan pada<br />

mereka untuk selalu membahagiakan orangtua. Tak<br />

perlu hal yang tinggi, hanya dengan belajar dengan<br />

baik di STAN saja sudah bisa membuat orangtua<br />

bangganya setengah mati. Meskipun terkadang<br />

banyak dari merka yang masuk STAN karena<br />

keinginan orangtua tapi jangan sampai harapan<br />

orangtua dihempaskan begitu saja. Kata-kata itulah<br />

yang tak bosan-bosannya diselipkan di setiap jam<br />

mata kuliahnya.<br />

Kesuksesan yang telah diraih tak membuat<br />

beliau lupa akan tempatnya<br />

dulu. Masih<br />

sering diajaknya anak-anak berkunjung ke sekolahnya<br />

dulu, tempat semasa kuliah. Semua ini beliau lakukan<br />

bukan ingin anak-anaknya seperti orangtuanya tapi<br />

memberi pengertian jika yang sekarang di dapat itu<br />

bukan sesutu yang mudah. Semua perlu pengorbanan<br />

dan perjuangan dalam meraih segala keinginan.<br />

Berbicara tentang pengorbanan membuat beliau<br />

ingat akan kakaknya yang rela berhenti dari bangku<br />

kuliah untuk adik-adiknya. Namun begitu kakaknya<br />

tetap bisa mengenyam pendidikan saat di pabrik gula<br />

yaitu di AGN (Ahli Gula Negara) Yogjakarta. Hal ini<br />

menjadi beban sekaligus semangat untuk bapak Oni<br />

untuk berhasil dan dapat membantu adik-adiknya.<br />

Beliau berpikir tak akan pernah menyia-nyiakan<br />

kesempatan yang sudah diberikan kakaknya untuk<br />

beliau.<br />

Kini ketika keberhasilan itu sudah di<br />

tangan, pengabdian kepada negara secara langsung<br />

harus terhenti oleh masa purna bakti. Sedih, lega,<br />

antusias bergejolak dalam dirinya. Sedih karena<br />

harus meninggalkan lingkungan kerja yang sudah<br />

sekian lama jatuh bangun bersama membangun<br />

negara. Lega karena beliau sudah menyelesaikan<br />

tugasnya hingga purna bakti. Begitu antusias beliau<br />

menjejakkan di babak baru hidupnya, tak sabar<br />

menghabiskan waktu dengan kekasih jiwa. rencana<br />

dan jadwal sudah dibuatnya untuk mengganti waktu<br />

yang hilang selama ini bersama keluarga. (KIN/DIT)<br />

VOL V No. <strong>29</strong> | Edisi Maret - April 2012<br />

33


SpeakOut<br />

Kata mereka “Penikmat Layanan”..<br />

Muhammad Umar (Kasubbag TU Inspektorat VI)<br />

Pelaksanaan e-filling dan layanan perpustakaan di Subbag TU cukup berjalan rapi dan baik.<br />

Subbag PP juga cukup fleksibel dalam melayani kami yang terkadang menghadapi kendala<br />

dalam penyusunan penugasan sesuai SOP. Untuk layanan rumah tangga, mereka cukup<br />

responsif dalam menerima laporan dari kami. Kalau boleh disarankan agar Subbag RT<br />

berinisiatif melakukan pengecekan secara berkala tentang kondisi sarana dan prasarana kerja.<br />

Misalnya ada wallpaper yang terkelupas, horizontal blind yang rusak, toilet yang rusak ataupun<br />

atap yang bocor. Untuk Subbag Perlengkapan, permintaan kami sejauh ini sudah terpenuhi<br />

dengan lancar. Namun untuk permintaan barang, terutama yang bersifat modal seperti laptop<br />

meski telah dipenuhi namun belum 100%.<br />

Yang sudah bagus tetap dipertahankan dan yang masih kurang bisa lebih ditingkatkan. Hal-hal yang masih perlu<br />

menjadi perhatian adalah masalah kebersihan, misalnya barang yang menumpuk di pojok ruangan seperti meja-meja<br />

yang tidak terpakai sebaiknya disingkirkan karena malah akan menjadi tempat nongkrong. Perlu disediakan pula ruangan<br />

khusus merokok dan peringatan dilarang merokok di ruangan yang tidak seharusnya diperuntukkan untuk merokok.<br />

Selain itu perlu juga ditambah penghijauan baik di dalam maupun luar ruangan.<br />

Hoedoyo Hening P (Kasubbag TU Inspektorat III)<br />

Adanya Gtalk Layanan Prima Bagian Umum yang mampu merespon cepat atas<br />

permintaan dan keluhan kami sangat positif. Dalam hal kepustakaan, buku-buku yang tersedia<br />

saya rasa masih kurang update. Jumlah buku untuk setiap judul perlu ditambah terutama<br />

bagi buku-buku yang banyak peminatnya. Layanan Subbag PP sudah berjalan cukup baik,<br />

walaupun SOP-nya 5 (lima) hari namun untuk kondisi tertentu seperti pembuatan Surat Tugas<br />

yang sifatnya mendadak karena perintah pimpinan, telah dapat terlaksana tepat waktu.<br />

Pemeliharaan inventaris sarana dan prasarana kerja serta kebersihan kantor selama ini sudah<br />

cukup baik, selama pengguna ruangan melaporkan kerusakan maka Subbagian Rumah Tangga<br />

akan langsung cepat merespon.<br />

Kepada Subbag Perlengkapan dalam pengadaan laptop sebaiknya memperhatikan<br />

spesifikasi yang dapat mendukung aplikasi teammate. Selain itu perlu dilakukan pembaharuan secara berkala karena<br />

biasanya alat-alat elektronik memiliki usia optimum 3 (tiga) tahun, lewat dari itu performance-nya sudah mulai menurun.<br />

Secara umum layanan dari Bagian Umum sejauh ini sudah cukup baik. Sebagai masukan, kebutuhan user harus<br />

benar-benar diperhatikan pada saat pelaksanaan pengadaan, selain itu sarana dan prasarana yang disediakan juga harus<br />

dapat mendukung pekerjaan dan sesuai fungsi ruang yang ada.<br />

34<br />

Siti Fadliyah (Kasubbag IR V)<br />

Kebetulan ruangan saya masih satu lantai dengan Subbagian Perlengkapan, sehingga untuk kebutuhan<br />

tertentu yang mendesak, begitu saya mengajukan permintaan maka langsung ditindaklanjuti oleh mereka dengan cepat.<br />

Saya melihat Subbagian Perlengkapan mengedepankan kecepatan dalam memenuhi kebutuhan user sebagai layanan<br />

prima mereka. Untuk pengadaan laptop belum semuanya terpenuhi, namun biasanya kami<br />

diminta untuk mendata dan mengajukan kebutuhan laptop ke Subbagian Perlengkapan.<br />

Begitu juga dengan Subbag PRT sudah cukup responsive, tapi mohon agar perbaikan inventaris<br />

dapat dipercepat. Untuk Subbag PP, memang SOP untuk kegiatan dukungan pengawasan<br />

adalah selama 5 (lima) hari kerja, namun untuk rencana penugasan diluar rencana yang<br />

bersifat mendadak, Subbagian PP selama ini sudah sangat membantu dengan mengusahakan<br />

pembuatan Surat Tugas dengan tepat waktu. Untuk Subbag TU dan Kehumasan terkait e-filling,<br />

digitalisasi berkas telah dilaksanakan dan dikoordinasikan secara baik. Begitupun untuk<br />

perpustakaan, buku yang disediakan sudah memenuhi kebutuhan dan keinginan user karena<br />

setiap orang diberikan kesempatan untuk menyampaikan usulan buku yang dibutuhkan.<br />

Secara umum, layanan Bagian Umum sekarang sudah banyak mengalami perkembangan. Pelayanan yang<br />

diberikan pun sudah banyak meningkat, terutama dalam hal pengaturan ruang kerja, pemenuhan kebutuhan inventaris<br />

kantor, kegiatan dalam hal dukungan pengawasan serta kegiatan-kegiatan lainnya. Selama ini masukan, saran dan<br />

permasalahan biasa disampaikan dan didiskusikan di dalam forum Kasubag. Saya harapkan pelayanan yang sudah baik<br />

dapat terus dipertahankan. (ARH/MUJ/PIA)<br />

VOL V No. <strong>29</strong> | Edisi Maret - April 2012


SpeakOut<br />

Kata mereka “Penyaji Layanan”..<br />

Haryadi (Kasubbag Perlengkapan)<br />

Dengan mengusung motto “belum sempurna, selalu berusaha”, tugas kami di<br />

Subbagian Perlengkapan adalah membantu pelaksanaan tupoksi seluruh unit di Inspektorat<br />

Jenderal yang mencakup penyediaan sarana dan prasarana kerja seperti meja, kursi,<br />

laptop, printer, ATK, dan lain-lain. Prosesnya adalah: mengidentifikasi kebutuhan Barang<br />

Milik Negara (BMN) baik berupa hardware maupun software; mengusulkan anggaran yang<br />

dibutuhkan untuk penyediaan sarana dan prasarana tersebut; melaksanakan pengadaan;<br />

mendistribusikan barang sesuai hasil analisa kebutuhan yang telah dilakukan sebelumnya; dan<br />

mengadministrasikan jumlah aset BMN di masing-masing inspektorat.<br />

Tantangan yang ada adalah ternyata mengidentifikasi kebutuhan lebih sulit daripada<br />

melaksanakan pengadaannya sendiri, karena kita harus dapat mengidentifikasi secara rinci<br />

spesifikasi yang optimum sesuai kebutuhan pengguna, dimana spesifikasi yang optimum<br />

bukan berarti identik dengan harga yang paling mahal ataupun spesifikasi komputer yang paling<br />

canggih. Selain itu kita juga mengajukan usulan penghapusan kepada Menteri Keuangan atas barang-barang yang sudah<br />

rusak atau tidak terpakai lagi.<br />

Visi Subbagian Perlengkapan ke depannya adalah dapat menjadikan subbagian ini sebagai contoh bagi unit<br />

yang lain, meski saat ini masih jauh perjalanan ke arah sana dan masih banyak langkah yang harus ditempuh. Oleh karena<br />

itu kami membutuhkan saran dan kritik dari yang lain agar dapat memberikan pelayanan yang memuaskan seluruh<br />

stakeholders.<br />

Hari Purnomo (Kasubbag Protokoler dan Rumah Tangga)<br />

Bila rekan-rekan di Itjen memiliki urusan dalam hal akomodasi, protokoler,<br />

kerumahtanggaan, perbaikan kerusakan pada inventaris kantor dan lain-lain, anda dapat<br />

langsung melapor kepada Subbagian Protokoler dan Rumah Tangga dan akan kami usahakan<br />

untuk seresponsif mungkin menanggapinya. Namun tidak semua perbaikan kerusakan dapat<br />

langsung diselesaikan dengan cepat, misalnya kerusakan pada kaca bangunan. Kaca ini memiliki<br />

spesifikasi tertentu sehingga harus diimpor secara khusus yang membutuhkan proses lama.<br />

Peningkatan pelayanan lainnya dari kami adalah akan disediakannya ruangan khusus<br />

merokok sesuai dengan keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) dalam penjelasan pasal 115<br />

ayat (1) UU No 36/2009 tentang kesehatan, yaitu “khusus bagi tempat kerja, tempat umum,<br />

dan tempat lainnya menyediakan tempat khusus untuk merokok”. Dalam hal pengelolaan<br />

barang-barang yang sudah tidak terpakai, kami juga melakukan koordinasi dengan Subbagian<br />

Perlengkapan dan unit pemilik barang tersebut.<br />

Berkaitan dengan pelayanan yang kami berikan, prinsip saya adalah jangan berkecil hati bila masih ada yang<br />

memberikan nilai rendah, yang terpenting adalah kami terus berusaha meningkatkan kinerja melalui pelayanan prima<br />

yaitu dengan continous improvement. Selama ini kami telah berupaya untuk meningkatkan pemeliharaan inventaris<br />

kantor, namun hal ini tidak akan berhasil tanpa dukungan dari para pengguna ruangan untuk ikut me-maintain sarana<br />

dan prasarana kantor yang ada. Harapan ke depannya adalah kami dapat mewujudkan pelayanan sesuai dengan motto<br />

5R yaitu Ringkas, Rapi, Resik, Rawat, Rajin.<br />

Budi Prayitno (Kasubbag Tata Usaha dan Kehumasan)<br />

Aplikasi e-filling yang dimiliki oleh Subbagian Tata Usaha dan Kehumasan saat ini<br />

masih menggunakan milik Pusintek, kedepannya kami akan membeli aplikasi dari ANRI dimana<br />

kelebihannya adalah berkas yang sudah didigitalisasi dapat langsung disimpan berikut arsip<br />

fisiknya, sehingga pencarian baik berkas softcopy maupun hardcopy-nya dapat lebih cepat.<br />

Perpustakaan Itjen saat ini sudah banyak mengalami perkembangan, dahulu koleksi<br />

buku kondisinya masih berantakan dan kebanyakan berisi peraturan-peraturan. Agar memberi<br />

daya tarik bagi pengunjung, kami tambahkan pula koleksi perpustakaan Itjen dengan bukubuku<br />

populer bertema motivasi, hukum, sastra dan lain-lain selain buku ilmiah tentunya sebab<br />

biasanya para pengunjung akan tertarik masuk perpustakan karena materi bacaan yang ringan<br />

baru bacaan yang berat. Selain itu dalam setahun dua kali kami juga mengedarkan form ke<br />

tiap bagian mengenai usulan buku-buku untuk diadakan, hal ini sebagai salah satu upaya kami<br />

untuk terus meng-update dan menambah koleksi buku sesuai keinginan pengguna.<br />

Visi dan misi kami adalah menjadi subbagian Tata Usaha dan Kehumasan yang baik yang mampu mewujudkan<br />

Bagian Umum menjadi bagian yang terbaik. Kami merasa saat ini masih jauh dari ideal, oleh karena itu semua lini masih<br />

harus ditingkatkan, baik itu dalam urusan persuratan, kearsipan, kepustakaan, penggandaan, ekspedisi dan lain-lain.<br />

Tantangannya adalah banyak pekerjaan yang bersifat unstructure dan on the spot yang harus dikerjakan dalam waktu<br />

sempit, prinsip kami semua pekerjaan harus dilaksanakan sebaik-baiknya meski terkadang harus pulang malam hari.<br />

(ARH/MUJ/PIA)<br />

VOL V No. <strong>29</strong> | Edisi Maret - April 2012<br />

35


Ragam Pengawasan<br />

Sekilas tentang<br />

Transfer Pricing<br />

(Transaksi Hubungan Istimewa)<br />

(Bagian Pertama dari dua tulisan)<br />

Oleh : Airvian Trisakti, Auditor Madya pada Inspektorat IV<br />

Pendahuluan<br />

Transfer Pricing merupakan salah satu<br />

cara yang paling banyak digunakan perusahaanperusahaan<br />

multinasional dalam meminimumkan<br />

beban pajak secara global. Tapi apakah itu transfer<br />

pricing itu? Sedemikian popular cara tersebut<br />

dipergunakan oleh perusahaan-perusahaan besar?<br />

Berdasarkan Organisasi untuk Kerjasama dan<br />

Pengembangan Ekonomi atau bahasa kerennya<br />

Organization for Economic Cooperation and<br />

Development (OECD) transfer pricing guidelines<br />

yang dimaksud dengan transfer pricing adalah<br />

the prices at which an enterprise transfer physical<br />

goods and intangible property or provides services<br />

to associated enterprises - penetapan harga atas<br />

transaksi penyerahan barang berwujud dan barang<br />

tidak berwujud, atau penyediaan jasa antar pihakpihak<br />

yang mempunyai hubungan istimewa.<br />

Bagi kalangan pebisnis, atau yang lebih<br />

dikenal dengan istilah Wajib Pajak, pajak tetap<br />

saja dipandang sebagai beban yang mengurangi<br />

keuntungan, sehingga mereka akan berupaya untuk<br />

meminimalisasi pajak dalam rangka memaksimalkan<br />

keuntungan. Atas dasar itu wajar jika mereka<br />

merekayasa suatu transaksi untuk meminimalkan<br />

beban pajak. Salah satunya dengan transfer pricing.<br />

Seperti dijelaskan di atas, transfer pricing<br />

sangat popular digunakan oleh perusahaanperusahaan<br />

besar terutama yang berskala<br />

international. Dengan anak-anak perusahaan yang<br />

tersebar di beberapa Negara mereka akan berupaya<br />

merekayasa transaksi dalam rangka mengalokasikan<br />

keuntungan antarbeberapa perusahaan dalam satu<br />

grup perusahaan multinasional tersebut. Secara<br />

keseluruhan yang terpenting dari akhir kegiatan<br />

adalah laba setelah pajak dari grup. Dengan kata<br />

lain transfer pricing dapat dikatakan sebagai suatu<br />

trik penghindaran pajak yang dilakukan lewat cara<br />

bertransaksi dengan perusahaan afiliasi di luar<br />

36<br />

VOL V No. <strong>29</strong> | Edisi Maret - April 2012<br />

negeri memakai harga yang tidak wajar. Akibatnya<br />

perusahaan tampak menderita kerugian atau apabila<br />

memperoleh keuntungan jumlahnya kecil sekali, dan<br />

akhirnya hanya membayar pajak penghasilan (PPh)<br />

dengan nilai yang lebih kecil dari yang seharusnya<br />

atau bahkan tidak membayar PPh sama sekali.<br />

Dalam rangka menggambarkan<br />

kompleksitas rekayasa penghindaran pajak dengan<br />

transfer pricing, Prof. Gunadi, Guru Besar Perpajakan<br />

Fisip UI, memberikan contoh sebagai berikut:<br />

• Perusahaan X, Ltd yang berkedudukan di<br />

Jepang mempunyai anak perusahaan di<br />

Malaysia, Hong Kong dan Indonesia. Pada<br />

suatu saat, perusahaan Indonesia mengimpor<br />

bahan dari X, Ltd Jepang. Namun, faktur dari<br />

Jepang dikirim ke Hong Kong dan dari Hong<br />

Kong dikirim ke Singapura. Dari Singapura<br />

inilah dikeluarkan faktur ke Indonesia. Dari<br />

Jepang barang dihitung harga US$100, dari<br />

Hong Kong ke Singapura dihitung US$200 dan<br />

dari Singapura ke Indonesia dihitung US$300.<br />

Di Indonesia dijual dengan US$400, sehingga<br />

laba seluruhnya adalah sekurang-kurangnya<br />

US$300.<br />

• Dengan transfer pricing, laba tersebut<br />

dialokasikan ke Jepang, Hong Kong, Singapura<br />

dan Indonesia. Padahal barang dari Jepang<br />

langsung dikirim ke Indonesia, hanya


Ragam Pengawasan<br />

kertasnya saja yang mampir-mampir. Karena<br />

perusahaan Indonesia dianggap memakai jasa<br />

broker Trading House Singapura, maka harus<br />

membayar komisi US$50. Atas modal kerja<br />

untuk melaksanakan pembelian itu dibiayai<br />

dengan pinjaman dari grup dengan bunga<br />

15% atau US$45. Berarti laba perusahaan<br />

Indonesia tinggal US$5. Kalau atas bahan<br />

tersebut diperlukan jasa teknik dari induk di<br />

Jepang dengan biaya US$30 (10%), akhirnya<br />

perusahaan Indonesia justru menderita rugi<br />

US$25.<br />

• Dari transaksi tersebut muncul keanehan<br />

(anomali), yaitu bahwa grup untung sekurangkurangnya<br />

US$300, yang diperoleh dari<br />

penjualan barang yang dibeli oleh orang<br />

Indonesia tetapi perusahaan di Indonesia<br />

malah menderita rugi US$25, sehingga<br />

Indonesia tidak dapat memungut pajak<br />

penghasilan dari perusahaan yang merugi<br />

tersebut.<br />

• Dengan rekayasa transfer pricing, anak<br />

perusahaan di Indonesia tidak mendapat<br />

alokasi laba, padahal seluruh barang itu dibeli<br />

oleh orang Indonesia. Karena dilakukan di luar<br />

Indonesia, pemeriksa pajak tidak punya akses<br />

data ke sana. Ini merupakan masalah yang<br />

pelik untuk pembuktiannya.<br />

Disamping anomali di atas, transfer<br />

pricing juga menyebabkan ketidakadilan dalam<br />

perpajakan karena perbedaan struktur perusahaan.<br />

Perusahaan group dapat merekayasa transaksi dan<br />

mengalokasikankan labanya sehingga meminimalkan<br />

pajak, sedangkan perusahaan tunggal harus<br />

membayar pajak seperti apa adanya.<br />

Dampak transfer pricing<br />

Dalam suatu training perpajakan dengan<br />

tema Transfer Pricing yang penulis ikuti, seorang<br />

instruktur menjelaskan, bahwa kita patut bertanya,<br />

bila melihat suatu perusahaan multinasional yang<br />

terus menerus merugi tetapi tetap beroperasi,<br />

bahkan bisa menambah asetnya secara signifikan.<br />

Bagaimana mungkin?? Apa yang diungkap oleh<br />

instruktur tersebut, yang juga mantan pemeriksa<br />

pajak, sejalan dengan komentar pengamat ekonomi<br />

Faisal Basri, dalam Kompas 23 November 2005,<br />

“Tidak masuk akal 750 perusahaan PMA merugi 5<br />

tahun berturut-turut dan tidak membayar pajak”.<br />

Bisa kita bayangkan berapa kerugian yang diderita<br />

negara ini akibat pengemplangan pajak yang<br />

dilakukan perusahaan PMA tersebut bila terbukti<br />

mereka melakukan akal-akalan dengan menggunakan<br />

senjata yang bernama transfer pricing tersebut.<br />

Dalam salah satu kolomnya, Kompas.<br />

com 30 Juni 2010 menuliskan, potensi kerugian<br />

(potential lost) penerimaan pajak akibat praktek<br />

transfer pricing yang dilakukan oleh perusahaanperusahaan<br />

yang beroperasi di Indonesia selama<br />

tahun 2009 lalu mungkin mencapai Rp1.300 triliun.<br />

Bukan main.......”Angka Rp1.300 triliun itu signifikan<br />

karena setara dengan 60 persen total transaksi yang<br />

mencapai Rp2.100 triliun”, demikian kata seorang<br />

pengamat perpajakan dalam seminar yang bertajuk<br />

“Reformasi Perpajakan “. Angka tersebut berasal dari<br />

Seksi Transfer Pricing Direktorat Jenderal Pajak yang<br />

diolah berdasarkan data milik OECD. “Transfer pricing<br />

biasanya digunakan oleh perusahaan-perusahaan<br />

multinasional kita untuk meminimalkan nilai pajak<br />

yang dibayar melalui rekayasa harga”, kata pengamat<br />

tersebut lebih lanjut.<br />

Hilangnya pendapatan pajak dalam jumlah<br />

yang cukup signifikan tersebut, tentu saja telah<br />

memberikan efek negative bagi negara Indonesia.<br />

Dari berkurangnya pendapatan pajak itu sendiri saja<br />

sudah akan memberikan dampak bagi pertumbuhan<br />

ekonomi negara Indonesia, belum lagi dampakdampak<br />

tidak langsung yang kemudian muncul<br />

seperti berkurangnya dana untuk pelayanan<br />

masyarakat dan berkurangnya dana bantuan/ subsidi<br />

dari pemerintah. Selain itu masyarakat Indonesia<br />

juga menanggung kerugian lain akibat dari praktik<br />

transfer pricing karena masyarakat Indonesia yang<br />

juga diposisikan sebagai salah satu pasar target dari<br />

perusahaan-perusahaan tersebut hanya menjadi<br />

layaknya sapi perah yang tidak mendapatkan<br />

imbalan.<br />

Bagaimana upaya Pemerintah??<br />

Upaya-upaya Pemerintah, dalam hal ini<br />

Kementerian Keuangan cq. Direktur Jenderal Pajak,<br />

dapat dilihat dari kebijakan yang dihasilkan. Beberapa<br />

diantaranya akan dipaparkan di bawah ini.<br />

• Undang-Undang No.7 tahun 1983 dan Surat<br />

Edaran No.04/PJ.7/1993<br />

Bila kita menengok kebelakang, sejak tahun 1983<br />

Pemerintah dalam hal ini Kementerian Keuangan<br />

cq. Direktorat Jenderal Pajak sebenarnya telah<br />

mengantisipasi adanya transaksi transfer pricing/<br />

hubungan istimewa, sebagaimana tertuang<br />

dalam pasal 5 ayat (1) dan (2), pasal 9 ayat (1)<br />

huruf e. dan pasal 18 ayat (2) dan (3) dalam<br />

Undang-Undang No.7 tahun 1983 tentang Pajak<br />

Penghasilan (sebagaimana telah diubah terakhir<br />

dengan UU No.36 tahun 2008). Pasal-pasal<br />

tersebut memberikan kewenangan kepada Dirjen<br />

VOL V No. <strong>29</strong> | Edisi Maret - April 2012<br />

37


Ragam Pengawasan<br />

Pajak untuk menghitung besarnya penghasilan<br />

dan/atau pengurangan dan menentukan utang<br />

sebagai modal apabila terdapat transaksi<br />

antara pihak yang mempunyai hubungan<br />

istimewa. Selanjutnya dalam tataran operasional<br />

diterbitkan Surat Edaran Dirjen Pajak Nomor 04/<br />

PJ.7/1993 tanggal 9 Maret 1993 tentang Petunjuk<br />

Penanganan Kasus-Kasus Transfer Pricing (Seri TP-<br />

1). Namun dalam prakteknya, upaya pencegahan<br />

pemanfaatan transfer pricing secara illegal tetap<br />

sulit dilakukan. Hal tersebut dapat dimaklumi<br />

karena kondisi dan instrumen pendukung dalam<br />

upaya mengatasi hal tersebut di Indonesia masih<br />

langka. Data Pembanding harga, biaya, dan<br />

laba kotor dari dunia perdagangan, industri dan<br />

sektor-sektor lainnya sangat sulit didapat. Secara<br />

logika bentuk transaksi yang persis sama bisa<br />

dikatakan hampir tidak mungkin. Hal tersebut<br />

menyebabkan, seperti yang diungkapkan<br />

instruktur training perpajakan yang cukup<br />

berpengalaman tersebut, koreksi-koreksi yang<br />

dibuat pemeriksa pajak atas transfer pricing,<br />

dengan mudah dibantah oleh Wajib Pajak pada<br />

saat banding di Pengadilan Pajak.<br />

• Peraturan Pemerintah No.80 tahun<br />

2007<br />

Walaupun banyak kesulitan yang dihadapi,<br />

terkait dengan transfer pricing, Pemerintah<br />

tetap berupaya melakukan tindakan-tindakan<br />

preventif, antara lain dengan menerbitkan<br />

Peraturan Pemerintah No. 80 tahun 2007 tentang<br />

Tata Cara Pelaksanaan Hak dan Kewajiban<br />

Perpajakan Berdasarkan Undang-Undang Nomor<br />

6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata<br />

Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa<br />

kali diubah terakhir dengan Undang-Undang<br />

Nomor 28 Tahun 2007. Dalam Pasal 16 ayat (2)<br />

PP tersebut, dinyatakan bahwa dalam hal Wajib<br />

Pajak melakukan transaksi dengan para pihak<br />

yang mempunyai hubungan istimewa, Wajib<br />

Pajak juga wajib menyimpan dokumen dan<br />

atau informasi tambahan—selain buku, catatan<br />

dan dokumen yang menjadi dasar pembukuan<br />

atau pencatatan. Hal tersebut dilakukan untuk<br />

mendukung bahwa transaksi yang dilakukan<br />

dengan pihak yang mempunyai hubungan<br />

istimewa telah sesuai dengan prinsip kewajaran<br />

dan kelaziman usaha. Dalam konteks UU Nomor<br />

28 Tahun 2007 (UU KUP), ketentuan di atas<br />

secara tidak langsung telah menginterpretasikan<br />

bahwa kewajiban untuk membuktikan (beban<br />

pembuktian) kewajaran transaksi dengan pihak<br />

yang memiliki hubungan istimewa, sekarang<br />

terletak di tangan Wajib Pajak. Selanjutnya<br />

dalam Pasal 16 ayat (3) dinyatakan, ketentuan<br />

lebih lanjut mengenai jenis dokumen dan/atau<br />

informasi tambahan sebagaimana dimaksud<br />

pada ayat (2) dan tata cara pengelolaannya<br />

diatur dengan atau berdasarkan Peraturan<br />

Menteri Keuangan. Namun demikian peraturan<br />

pelaksanaan PP tersebut dalam bentuk PMK<br />

sebagaimana dimaksud dalam pasal tersebut<br />

hingga saat ini belum diterbitkan, sehingga masih<br />

terdapat permasalahan mendasar antara Wajib<br />

Pajak dengan Fiskus.<br />

• Peraturan Direktur Jenderal Pajak (Perdirjen<br />

Pajak) No. PER-43/PJ/2010 dan PER-32/<br />

PJ/2011<br />

Upaya-upaya lain yang dilakukan Pemerintah<br />

dalam rangka menangani permasalahan transfer<br />

pricing adalah dengan menerbitkan Peraturan<br />

Direktur Jenderal Pajak (Perdirjen Pajak) No. PER-<br />

43/PJ/2010 tanggal 6 September 2010 berikut<br />

perubahannya berupa Perdirjen Pajak No. PER-<br />

32/PJ/2011 tanggal 11 November 2011, tentang<br />

Penerapan Prinsip Kewajaran dan Kelaziman<br />

Usaha dalam Transaksi Antara Wajb Pajak dengan<br />

Pihak yang Mempunyai Hubungan Istimewa.<br />

Kebijakan ini diharapkan dapat memberikan<br />

kepastian dan kelancaran dalam penerapan<br />

kewajaran dan kelaziman usaha dalam hal<br />

transfer pricing. Selain menjadi pegangan bagi<br />

Wajib Pajak kebijakan ini juga menjadi pegangan<br />

Fiskus dalam melakukan pemeriksaan pajak dan<br />

para Auditor Itjen apabila mendapat penugasan<br />

untuk melakukan compliance audit atas hasil<br />

pemeriksaan pajak yang dilakukan Fiskus.<br />

Di dalam Perdirjen dijelaskan apa yang<br />

dimaksud dengan pengertian Prinsip Kewajaran<br />

dan Kelaziman Usaha (Arm’s Length Principle/ALP)<br />

dalam Transfer Pricing, yaitu prinsip yang mengatur<br />

bahwa apabila kondisi dalam transaksi yang dilakukan<br />

antara pihak-pihak yang mempunyai Hubungan<br />

Istimewa sama atau sebanding dengan kondisi dalam<br />

transaksi yang dilakukan antara pihak-pihak yang<br />

tidak mempunyai Hubungan Istimewa yang menjadi<br />

pembanding, maka harga atau laba dalam transaksi<br />

yang dilakukan antara pihak-pihak yang mempunyai<br />

Hubungan Istimewa harus sama dengan atau berada<br />

dalam rentang harga atau laba dalam transaksi yang<br />

dilakukan antara pihak-pihak yang tidak mempunyai<br />

Hubungan Istimewa yang menjadi pembanding.<br />

Wajib Pajak dalam melakukan transaksi<br />

transfer pricing dengan pihak-pihak yang mempunyai<br />

Hubungan Istimewa wajib menerapkan Prinsip<br />

Kewajaran dan Kelaziman Usaha. Prinsip Kewajaran<br />

dan Kelaziman Usaha dilaksanakan dengan<br />

38<br />

VOL V No. <strong>29</strong> | Edisi Maret - April 2012


Ragam Pengawasan<br />

melakukan Analisis Kesebandingan dan menentukan<br />

pembanding, menentukan metode Penentuan<br />

Harga Transfer yang tepat, dan menerapkan Prinsip<br />

Kewajaran dan Kelaziman Usaha berdasarkan hasil<br />

Analisis Kesebandingan dan metode Penentuan Harga<br />

Transfer yang tepat ke dalam transaksi yang dilakukan<br />

antara Wajib Pajak dengan pihak yang mempunyai<br />

Hubungan Istimewa serta mendokumentasikan setiap<br />

langkah dalam menentukan Harga Wajar atau Laba<br />

Wajar sesuai dengan ketentuan perundangundangan<br />

perpajakan yang berlaku .<br />

Prinsip Kewajaran dan Kelaziman Usaha<br />

mendasarkan pada norma bahwa harga atau laba<br />

atas transaksi yang dilakukan oleh pihak-hak yang<br />

tidak mempunyai hubungan istimewa ditentukan<br />

oleh kekuatan pasar, sehingga transaksi tersebut<br />

mencerminkan harga pasar yang wajar (Fair Market<br />

Value/FMV).<br />

Harga Wajar atau Laba Wajar adalah harga<br />

atau Iaba yang terjadi dalam transaksi yang dilakukan<br />

antara pihak-pihak yang tidak mempunyai Hubungan<br />

Istimewa dalam kondisi yang sebanding, atau harga<br />

atau laba yang ditentukan sebagai harga atau laba<br />

yang memenuhi Prinsip Kewajaran dan Kelaziman<br />

Usaha, dapat ditentukan dalam bentuk harga<br />

atau laba tunggal (single price) atau dalam bentuk<br />

Rentang Harga Wajar atau Laba Wajar (arm’s length<br />

range/ALR).<br />

Transaksi yang dilakukan oleh Wajib Pajak<br />

dengan pihak-pihak yang mempunyai Hubungan<br />

Istimewa yang mempunyai nilai penghasilan atau<br />

pengeluaran tidak melebihi Rp 10.000.000.000,00<br />

(sepuluh miliar rupiah) dalam 1 (satu) tahun pajak<br />

untuk setiap lawan transaksi, dikecualikan dari<br />

kewajiban menerapkan Prinsip Kewajaran dan<br />

Kelaziman Usaha sebagaimana dimaksud di atas.<br />

Analisis Kesebandingan dilakukan oleh<br />

Wajib Pajak atau Direktorat Jenderal Pajak atas<br />

kondisi dalam transaksi yang dilakukan antara Wajib<br />

Pajak dengan pihak yang mempunyai Hubungan<br />

Istimewa untuk diperbandingkan dengan kondisi<br />

dalam transaksi yang dilakukan antara pihak-pihak<br />

yang tidak mempunyai Hubungan Istimewa, dan<br />

melakukan identifikasi atas perbedaan kondisi dalam<br />

kedua jenis transaksi dimaksud .<br />

Dalam melakukan Analisis Kesebandingan<br />

harus diperhatikan bahwa transaksi yang dilakukan<br />

antara Wajib Pajak dengan pihak yang mempunyai<br />

Hubungan Istimewa dianggap sebanding dengan<br />

transaksi yang dilakukan antara pihak-pihak yang<br />

tidak mempunyai Hubungan Istimewa dalam hal<br />

tidak terdapat perbedaan kondisi yang material atau<br />

signifikan yang dapat mempengaruhi harga atau<br />

laba dari transaksi yang diperbandingkan atau bila<br />

terdapat perbedaan kondisi masih dapat dilakukan<br />

penyesuaian untuk menghilangkan pengaruh yang<br />

material atau signifikan dari perbedaan kondisi<br />

tersebut terhadap harga atau laba. Selanjutnya dalam<br />

hal tersedia Data Pembanding Internal dan Data<br />

Pembanding Eksternal dengan tingkat kesebandingan<br />

yang sama, maka Wajib Pajak wajib menggunakan<br />

Data Pembanding Internal untuk penentuan Harga<br />

Wajar atau Laba Wajar dan apabila data pembanding<br />

internal bersifat insidental, maka data pembanding<br />

internal dimaksud hanya dapat dipergunakan dalam<br />

transaksi yang bersifat insidental antara Wajib Pajak<br />

dengan pihak-pihak yang mempunyai hubungan<br />

istimewa.<br />

Selanjutnya yang dimaksud dengan:<br />

1. Data Pembanding Internal adalah data<br />

Harga Wajar atau Laba Wajar dalam<br />

transaksi sebanding yang dilakukan oleh<br />

Wajib Pajak dengan pihak-pihak yang tidak<br />

mempunyai Hubungan Istimewa.<br />

2. Data Pembanding Eksternal adalah data<br />

Harga Wajar atau Laba Wajar dalam<br />

transaksi sebanding yang dilakukan oleh<br />

Wajib Pajak lain dengan pihak-pihak yang<br />

tidak mempunyai Hubungan Istimewa.<br />

3. Data Pembanding Internal dan Data<br />

Pembanding Eksternal harus memenuhi<br />

faktor-faktor yang dapat mempengaruhi<br />

tingkat kesebandingan.<br />

4. Dalam hal Data Pembanding Internal<br />

telah memenuhi faktor-faktor yang dapat<br />

mempengaruhi tingkat kesebandingan,<br />

maka Data Pembanding Eksternal tidak<br />

diperlukan.<br />

5. Data Pembanding Eksternal dapat diperoleh<br />

dari database komersial maupun database<br />

lainnya.<br />

Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi<br />

tingkat kesebandingan antara lain adalah karakteristik<br />

barang/harta berwujud dan barang/harta tidak<br />

berwujud yang diperjualbelikan, termasuk jasa,<br />

fungsi masing-masing pihak yang melakukan<br />

transaksi, ketentuan-ketentuan dalam kontrak/<br />

perjanjian, keadaan ekonomi, dan strategi usaha .<br />

Wajib Pajak wajib mendokumentasikan<br />

langkah-langkah, kajian, dan hasil kajian dalam<br />

melakukan Analisis Kesebandingan dan penentuan<br />

pembanding, penggunaan Data Pembanding<br />

Internal dan/atau Data Pembanding Eksternal serta<br />

menyimpan buku, dasar catatan, atau dokumen<br />

sesuai dengan ketentuan yang berlaku.<br />

VOL V No. <strong>29</strong> | Edisi Maret - April 2012<br />

39


Ragam Pengawasan<br />

SELAMAT DATANG<br />

BPHTB DI DAERAH<br />

(Bagian Kedua)<br />

Oleh : Heru Susanto (Auditor Inspektorat VII)<br />

c. Perkembangan Kesiapan Pemerintah Kabupaten/Kota<br />

Keberhasilan pengalihan BPHTB ditentukan oleh upaya-upaya yang dilakukan oleh Pemerintah Pusat sebagai<br />

pihak yang menyerahkan dan kesiapan yang dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten/Kota sebagai pihak yang<br />

menerima. Adapun parameter kesiapan diukur oleh beberapa faktor yaitu kesiapan Perda BPHTB, SDM,<br />

infrastruktur (hardware, sistem informasi teknologi), dan SOP.<br />

Berikut ini disajikan rekapitulasi kesiapan 491 Pemerintah Kabupaten/Kota dan 1 Propinsi DKI Jakarta<br />

berdasarkan penyiapan Perda (s.d. 31 Juli 2011) adalah sebagai berikut:<br />

No Kesiapan Daerah Jumlah Perda % dari Total Penerimaan BPHTB 2009<br />

1. Perda telah siap 409 (83,13%) 99,500%<br />

2. Perda dalam proses 80 (16,26%) 0,496%<br />

3. Belum ada informasi 3 (0,61%) 0,004%<br />

Sumber data : Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan<br />

Realisasi penerimaaan BPHTB Tahun 2009 berjumlah Rp6,4 trilyun untuk 492 daerah. Berikut ini<br />

pengelompokan daerah berdasarkan potensi penerimaan BPHTB adalah:<br />

No Katagori Penerimaan Jumlah<br />

Daerah<br />

% dari Jml<br />

Daerah<br />

% dari Total Penerimaan BPHTB<br />

1. Tinggi<br />

>Rp1 Milyar<br />

2. Sedang<br />

Rp500 Juta – Rp1 Milyar<br />

3. Rendah<br />

< Rp500 Juta<br />

235 47,8 98,5<br />

61 12,4 1,0<br />

196 39,8 0,5<br />

Sumber data : Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan<br />

5. Permasalahan Pengalihan BPHTB dan Solusi Alternatif<br />

Pengalihan BPHTB pasti mempunyai permasalahan bagi Pemerintah Kabupaten/Kota dan solusi<br />

alternatif atas permalasahan tersebut, yaitu:<br />

a. Ketentuan Peralihan UU PDRD Belum Mengatur Penyelesaian Atas Permohonan BPHTB yang Belum<br />

Diselesaikan per 31 Desember 2010<br />

Rumusan pasal 180 angka 6 yang masih memberlakukan UU BPHTB s.d. 31 Desember 2010 namun tidak<br />

40<br />

VOL V No. <strong>29</strong> | Edisi Maret - April 2012


Ragam Pengawasan<br />

mengakomodir dalam ketentuan peralihan UU<br />

mana yang diberlakukan untuk permohonan<br />

terkait BPHTB yang belum dapat diselesaikan per<br />

31 Desember 2010 adalah kesalahan fatal.<br />

Kondisi demikian mengakibatkan terjadi<br />

kekosongan hukum sementara itu UU BPHTB<br />

tidak berlaku 1 Januari 2011 yang berdampak<br />

pada tidak dapat diprosesnya permohonan<br />

pelayanan BPHTB (misalnya restitusi, keberatan,<br />

pengurangan, transaksi lelang) yang belum<br />

diselesaikan per 31 Desember 2010 hingga<br />

berlakunya UU PDRD sehingga berpotensi dapat<br />

merugikan masyarakat.<br />

Ketentuan Peralihan pada prinsipnya memuat<br />

penyesuaian pengaturan tindakan hukum atau<br />

hubungan hukum yang sudah ada berdasarkan<br />

Peraturan Perundang-undangan yang lama<br />

terhadap Peraturan Perundang-undangan yang<br />

baru, yang bertujuan untuk:<br />

1) menghindari terjadinya kekosongan<br />

hukum;<br />

2) menjamin kepastian hukum;<br />

3) memberikan perlindungan hukum bagi<br />

pihak yang terkena dampak perubahan<br />

ketentuan Peraturan Perundang-undangan;<br />

dan<br />

4) mengatur hal-hal yang bersifat transisional<br />

atau bersifat sementara.<br />

Untuk itu, agar seluruh layanan permohonan<br />

restitusi, keberatan, pengurangan, transaksi<br />

lelang yang tidak dapat diproses, segera dapat<br />

diselesaikan sebaiknya dilakukan perubahan<br />

atas Undang-undang Nomor 28 Tahun 2009 yang<br />

memuat ketentuan peralihan. Atas permasalahan<br />

ini, diperkirakan banyak permohonan layanan<br />

seperti restitusi, keberatan yang akan mempunyai<br />

dampak berupa konsekuensi DJP memberikan<br />

imbalan bunga atas keterlambatan penyelesaian<br />

permohonan layanan tersebut kepada pembayar<br />

BPHTB.<br />

b. Pemda melakukan Pungutan BPHTB sebagai<br />

Titipan meskipun Perda Belum Terbit<br />

Konsekuensi bagi Pemda yang belum mempunyai<br />

Perda maka Pemda tersebut tidak mempunyai<br />

kewenangan memungut BPHTB dan di sisi lain<br />

DJP mulai 1 Januari 2011 sudah tidak mempunyai<br />

kewenangan. Hal ini dikhawatirkan akan ada<br />

pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab<br />

memanfaatkan kondisi kekosongan kewenangan<br />

untuk memungut BPHTB dan ketidaktahuan<br />

masyarakat adanya perubahan kebijakan<br />

dimaksud. Bahkan ada beberapa Pemda yang<br />

telah melakukan pungutan BPHTB sebagai titipan<br />

meskipun belum mempunyai Perda BPHTB dan<br />

Perda tidak dapat berlaku surut. Mekanisme<br />

titipan tidak dikenal dalam sistem pemungutan<br />

BPHTB.<br />

Terhadap permasalahan tersebut, Pemda wajib<br />

mengembalikan pungutan BPHTB ke pembayar<br />

BPHTB. Hal ini dikarenakan prinsip dari pajak<br />

adalah pemungutannya harus berdasarkan<br />

undang-undang, jika tidak didasarkan atas<br />

undang-undang maka disebut perampokan.<br />

Serta memberdayakan helpdesk/Tempat<br />

Pelayanan Terpadu (TPT) di tiap-tiap KPP dan<br />

Kanwil DJP untuk memberikan keterangan terkait<br />

kebijakan pengalihan BPHTB dimaksud kepada<br />

masyarakat agar dapat dihindarkan adanya pihakpihak<br />

yang tidak bertanggungjawab yang akan<br />

memanfaatkan ketidaktahuan masyarakat akan<br />

hal pengalihan tersebut.<br />

c. Terhambatnya Proses Administrasi<br />

Pertanahan<br />

Banyak pejabat Kantor Pertanahan Nasional (BPN)<br />

dan Notaris/PPAT yang masih berpandangan<br />

bahwa proses penerbitan atas pengalihan<br />

sertipikat mutlak disertai dengan dilampirkannya<br />

Surat Setoran BPHTB (SSB). Dengan demikian,<br />

bila suatu Pemda belum mempunyai Perda maka<br />

proses penerbitan sertipikat menjadi terhambat.<br />

Terhadap permasalahan tersebut, perlu<br />

upaya menyamakan persepsi antara berbagai<br />

instansi khususnya BPN dan Notaris/PPPAT agar<br />

kewajiban untuk menyertakan bukti pelunasan<br />

BPHTB menjadi gugur untuk Pemda yang belum<br />

mempunyai Perda BPHTB sesuai dengan Surat<br />

Menteri Keuangan Nomor S-632/MK.07/2010<br />

tanggal 30 November 2010 hal Percepatan<br />

Penyusunan Peraturan Daerah tentang BPHTB.<br />

d. Berkas Piutang BPHTB Tidak Lengkap dan<br />

Daluwarsa<br />

Pengalihan BPHTB dari Pemerintah Pusat ke<br />

Pemerintah Kabupaten/Kota akan membawa<br />

konsekuensi pada pengalihan berkas piutang<br />

VOL V No. <strong>29</strong> | Edisi Maret - April 2012<br />

41


Ragam Pengawasan<br />

BPHTB. Permasalahan yang akan muncul dalam<br />

pengalihan berkas piutang BPHTB adalah Pemda<br />

tidak bersedia menerima karena antara lain tidak<br />

adanya fisik dokumen sumber piutang, piutang<br />

BPHTB telah daluwarsa (sudah 10 tahun). Atas<br />

permasalahan tersebut, Pemda sulit untuk tidak<br />

menerima kondisi dimaksud mengingat UU 28<br />

tahun 2009 telah mengamanatkan pengalihan<br />

BPHTB ke Pemda.<br />

Terhadap permasalahan tersebut, DJPK perlu<br />

berupaya memfasilitasi pengalihan piutang antara<br />

DJP dengan Pemda dan DJP perlu mempercepat<br />

proses penghapusan piutang khususnya piutang<br />

yang daluwarsa dengan tetap mengedepankan<br />

prinsip kehati-hatian.<br />

e. Efektivitas Pengawasan PPh Pasal 4 ayat (2)<br />

oleh DJP<br />

Transaksi jual beli bumi dan/atau bangunan<br />

akan berdampak pada kewajiban pembayaran<br />

BPHTB dari sisi pembeli dan PPh Pasal 4 ayat (2)<br />

dari sisi penjual. Setelah dialihkannya ke Pemda<br />

maka PPAT/Notaris atau Kepala Kantor yang<br />

membidangi pelayanan lelang berkewajiban<br />

menyampaikan laporan berkala tersebut kepada<br />

Pemerintah Kabupaten/Kota dari semula ke DJP,<br />

sehingga proses administrasi dan data BPHTB<br />

berada di tiap-tiap Pemerintah Kabupaten/<br />

Kota. Hal tersebut berdampak pada efektivitas<br />

pengawasan PPh Pasal 4 ayat (2) oleh DJP.<br />

Terhadap permasalahan tersebut, Direktorat<br />

Jenderal Pajak perlu membuat Keputusan<br />

Bersama dengan Kepala Badan Pertanahan<br />

Nasional yang mewajibkan PPAT/Notaris untuk<br />

tetap melaporkan atau memberitahukan<br />

Perolehan Hak atas Tanah dan atau Bangunan<br />

secara berkala kepada KPP Pratama.<br />

42<br />

VOL V No. <strong>29</strong> | Edisi Maret - April 2012


ex-auditor<br />

Ex-Auditor:<br />

Bapak E. Agust Hartono<br />

Itulah nilai yang ditanamkan orang tuanya sejak<br />

kecil. Ramah, mengayomi, dan berkomitmen<br />

tinggi, itulah kesan yang langsung bisa<br />

ditangkap saat auditoria berkunjung ke<br />

ruangan beliau. Mendengar pertanyaan pertama,<br />

beliau langsung teringat dengan masa-masa ketika<br />

masih bekerja di Inspektorat Jenderal, tepatnya di<br />

IBI. Ya, nama lengkap beliau adalah Emanuel Agust<br />

Hartono. Inilah kutipan wawancara kami dengan<br />

beliau yang kami angkat sebagai sosok ex-Auditor<br />

pada edisi kali ini.<br />

Bagaimana kabar Bapak? Keluarga sehat?<br />

Saya baik, keluarga sehat. Kalau misalnya<br />

pertanyaan sehat ini seperti sedang di BAP. Dulu<br />

kan saya mantan IBI. Kalau ditanyain keluarga sehat<br />

begini sudah ngeri banget gitu.<br />

Bisa diceritakan kepada kami tentang riwayat<br />

pekerjaan Bapak selama di Itjen?<br />

Jadi memang saya kan awalnya lulusan D3<br />

STAN. Saya masuk STAN kemudian bekerja di Itjen<br />

itu sejak tahun 1992. Langsung dipekerjakan di<br />

Itjen. Saya masuk pertama di Inspektorat Umum.<br />

Saya sempat beberapa tahun di situ. Lalu saya<br />

masuk ke Inspektorat III, nama sebelumnya dulu<br />

adalah Inspektorat Keuangan, menangani PBB. Baru<br />

kemudian saya ditugaskan sekolah ke luar negeri di<br />

Los Angeles di Univesity of Southern California pada<br />

tahun 2000-2001. Saya ambil Accounting. Pilihan<br />

dulu tidak banyak. Saya dulu ingin mengambil MBA.<br />

Tapi arahan pimpinan waktu itu tidak boleh ambil<br />

MBA. Jadi pilihan saya tinggal Leader Economic<br />

atau auditing dan akuntansi. Kalau economic di Itjen<br />

tidak kepakai, jadi saya ambil accounting karena di<br />

Itjen lebih relevan. Baru kemudian saya kembali lagi<br />

masuk di Inspektorat III. Tahun 2004, saya bergabung<br />

dengan IBI. Di IBI dulu tesnya agak berat juga. Itu dulu<br />

gambling banget. IBI itu sebenernya suatu program<br />

yuang merupakan terobosan dari Itjen. Waktu itu<br />

kita benar-benar menjalankan integritas yang tinggi.<br />

Waktu itu tidak dijanjikan apa-apa. Tidak dijanjikan<br />

penghasilannya akan bertambah atau tidak, padahal<br />

kan kita benar-benar menjunjung tinggi integritas.<br />

Wakti itu jaman masih jahiliyah, dan kita benarbenar<br />

bersih. Dan yang namanya remunerasi belum<br />

dijanjikan waktu itu. Tapi kita tetap komitmen.<br />

Teman-teman di IBI di bawah Pak Hadi Rudjito<br />

komitmen melakukan audit investigasi dengan<br />

integritas tinggi. Sampai dengan 2009 akhir saya di<br />

situ. Kemudian saya bergabung di PUSHAKA. Saya<br />

VOL V No. <strong>29</strong> | Edisi Maret - April 2012<br />

43


ex-auditor<br />

dipromosikan menjadi Kabid II Pushaka, setingkat<br />

dengan eselon IIIA.<br />

Bagaimana dengan pengalaman yang paling<br />

berkesan selama di Itjen?<br />

Paling berkesan itu waktu masuk IBI. Kan<br />

ada perbedan antara periksa kantor dan periksa<br />

orang. Di situ kita mengenal banyak karakter orang.<br />

Ada orang yang termasuk berkarakter nakal, tapi<br />

begitu kita periksa, ternyata mereka juga manusia<br />

biasa. Mereka juga takut dengan pemeriksaan<br />

melalui BAP. Saya sempat diancam juga, bahkan<br />

ada yang bilang dia punya senjata. Tapi kita tidak<br />

takut. Malahan kita gertak juga. Kalau misalnya kami<br />

mengalami itu, kita gertak dengan bertanya “biasa<br />

pake senjata apa?”. Itu memang teknik-teknik kita<br />

untuk menggertak orang. Selain itu, yang berkesan<br />

di IBI, kita mengerti banyak orang, mempelajari trik<br />

agar dia mau mengaku. Karena di IBI kita memang<br />

dibekali teknik-teknik itu.<br />

Bagaimana dengan suka duka selama bekerja di<br />

Itjen?<br />

Suka: Di Itjen itu kan kita fleksibel. Artinya<br />

kita mengatur pekerjaan sesuai kita sendiri. Misalnya<br />

laporan, walaupun ada targetnya, kita masih bisa<br />

me-manage. Di Itjen kita juga bisa menggali ilmu,<br />

belajar banyak, bertemu banyak orang, itu semua<br />

merupakan suatu hal yang menyenangkan buat saya.<br />

Saya juga bisa travelling.<br />

Duka: Kalau pemeriksa di Itjen itu sering ke luar<br />

kota. Mesti ninggalin anak-anak. Kita jadi tidak<br />

tau banyak perkembangan anak. Tau-tau sudah<br />

besar. Saya termasuk orang yang menikmati<br />

perkembangan anak.<br />

digambarkan unit di sini dibagi menjadi 3 fungsi yaitu<br />

SMO, DU, dan PO. Saya ada di fungsi DO. Penjelasan<br />

mudahnya seperti ini, kalau Menteri Keuangan punya<br />

visi, misi yang mengendalikan SMO yaitu bagaimana<br />

Kemenkeu mencapai sasaran tujuan harus dimanage<br />

dengan IKU-IKU. Dalam mencapai semua ini Menteri<br />

Keuangan perlu rapat, disposisi, monitoring. Nah<br />

ini yang dilakukan oleh DU. Kemudian PO adalah<br />

Backoffice-nya Menteri yang bertugas menyusun<br />

agenda, surat-menyurat, akomodasi rapat, keperluan<br />

menteri, semua diurusi oleh PO. Kalau kerja di Menteri<br />

kan kita tidak bisa mengatur sesuai keinginan kita.<br />

Istilahnya kita yang mengikuti. Bahkan sampai jam<br />

12 malam pun kita selalu siap. Itu bedanya dengan<br />

di fungsional.<br />

Setelah pindah dari Itjen bisa diceritakan sudah<br />

menempati posisi di mana saja?<br />

Masih satu posisi. Kepala bidang Program<br />

dan Kegiatan II. Saya membidangi masalah<br />

pengeluaran Negara. Kebijakan-kebijakan Menteri<br />

Keuangan dalam bidang pengeluaran dan kekayaan<br />

Negara.<br />

Bagaimana keseharian Bapak setelah pindah<br />

dari Itjen?<br />

Saya merasakan bedanya fungsional dengan<br />

struktural. Di fungsional kita lebih bisa mandiri<br />

dengan mengatur pekerjaan kita sendiri. Kalau di<br />

struktural kan tidak. Kita tergantung dengan atasan,<br />

orang lain, dan tuntutan rutinitas. Kalau sekarangsaya<br />

di Pushaka yang merupakan unit Kemenkeu yang<br />

mendukung kegiatan pimpinan. Sangat tergantung<br />

dengan kegiatan Menteri Keuangan, Wakil Menteri<br />

Keuangan dan pejabat eselon I. Jadi kita di sini benarbenar<br />

menjadi kantor yang strategis. Kalau bisa<br />

44<br />

VOL V No. <strong>29</strong> | Edisi Maret - April 2012


ex-auditor<br />

Pengalaman berkesan selama di lingkungan<br />

baru?<br />

Karena kita sehari-hari dengan Menteri<br />

Keuangan dan Wakil Menteri Keuangan, jadi kita<br />

cukup dekat. Kesannya kita bisa langsung berbicara<br />

dekat dengan menteri. Suatu pengalaman yang<br />

tidak setiap orang mendapatkannya. Kebetulan saya<br />

beruntung mendampingi dua Menteri Keuangan<br />

yang terbaik yaitu Ibu Sri dan Bapak Agus. Saya<br />

bersyukur bisa belajar banyak dari Menteri Keuangan<br />

yang benar-benar memiliki dedikasi bagus. Baik Ibu<br />

Sri maupun Bapak Agus benar-benar luar biasa. Kalau<br />

kita bilang benar-benar patriot. Orang-orang yang<br />

tidak punya agenda lain. Benar-benar memikirkan<br />

negara. Jadi kitapun sebagai staf harus dukung tugas<br />

beliau. Mereka sudah all-out jadi kita harus allout.<br />

Jam Kerja di Pushaka tidak terbatas artinya 24<br />

jam dalam 7 hari. Jadi kita sistemnya piket. Bahkan<br />

lebaran pun masih “hidup”. Hidup ini bukan dalam<br />

artian full, tapi tetap dapat dihubungi dan bisa<br />

berfungsi. Ada sistem piket. Jadi tiap hari ada yang<br />

bertugas. Yang paling penting adalah bagaimana kita<br />

belajar dari Menteri untuk memutuskan sesuatu,<br />

belajar bagaimana keputusan itu dibuat, kita mencari<br />

informasi, mengambil informasi, menggunakan<br />

informasi itu sesuatu merupakan pengalaman yang<br />

sangat berharga dan itu tidak ada di tempat lain<br />

hanya ada di lingkungan yang dekat dengan menteri.<br />

Cara Beliau untuk merumuskan, pendekatan<br />

masalah. Bagaimana mengambil keputusan saat<br />

genting, benar-benar luar biasa. Itu pengalaman<br />

yang menurut saya sangat berharga.<br />

Pendapat Bapak tentang peran auditor secara<br />

umum dan di Itjen secara khusus?<br />

Untuk Auditor Internal, saya termasuk<br />

yang paham bahwa internal auditor itu seharusnya<br />

membawa nilai tambah untuk organisasi. Tidak lagi<br />

zamannya kita menjadi auditor yang hanya mencari<br />

temuan, menyalahkan, bukan watchdog lagi. Maksud<br />

nilai tambah di sini adalah tidak hanya menyalahkan<br />

tapi dia bisa memperbaiki kekurangan yang tertuang<br />

dalam fungsi audit dan fungsi konsultansi. Bantuan<br />

pemecahan masalah itu harus ditekankan. Saya<br />

senang Itjen karena sekarang mindset-nya sudah<br />

berubah. Dulu benar-benar watchdog. Sekarang<br />

mulai bergeser. Sudah bisa memberikan solusi.<br />

Contohnya sekarang sudah ada helpdesk PBJ, LKPP<br />

ada pendampingan tidak hanya menyalahkan. Itu<br />

merupakan terobosan-terobosan yang bagus. Terus<br />

teman-teman di IR7 juga membantu dalam risk<br />

management, bagaimana membuat pemerintahan<br />

yang lebih baik . Tapi saya yakin seharusnya Itjen<br />

bisa lebih baik dari itu. Itjen itu kan kalau saya lihat<br />

kapasitas ataupun SDM nya bagus-bagus, persentase<br />

S2 terhadap pegawai termasuk tinggi. Itu harusnya<br />

lebih baik lagi, kareana harapan pak Menteri sangat<br />

tinggi terhadap Itjen. Artinya, kita tidak hanya<br />

mengaudit tapi mengatasi permasalahan. Banyak<br />

sekali loophole dalam system/prosedur Kementerian<br />

Keuangan. Yang bisa melihat kan hanya orang luar.<br />

Dalam hal ini Itjen sebagai audit internal. Itu yg harus<br />

dijalankan.<br />

Pendapat Bapak tentang Itjen yang sekarang?<br />

Itjen yang sekarang sudah mulai berubah.<br />

Tidak lagi sifatnya watchdog, sudah mengarah ke Itjen<br />

yang bisa memberikan atau menjawab kebutuhan.<br />

Ini masih dalam proses ya, tapi saya lihat memang<br />

masih belum sempurna karena belum sesuai dengan<br />

harapan. Sekarang kalau kita didatangi oleh Itjen,<br />

orang pasti welcome. Tapi pernah ga kita diminta<br />

utnuk datang? Itu saja tandanya. Saya pengalaman<br />

waktu studi banding di Belanda, auditor itu sampai<br />

dimiminta. Kenapa diminta? Karena mereka tahu<br />

begitu audtor datang. Ketika auditor datang, masalah<br />

yang dihadapi pasti beres. Apalagi pejabat baru,<br />

mereka minta auditor periksa dulu, jadi mereka aman.<br />

VOL V No. <strong>29</strong> | Edisi Maret - April 2012<br />

45


ex-auditor<br />

Kalau kita sudah sampai pada tahap auditee sudah<br />

mengharapkan kehadiran kita, itu berarti memang<br />

kita sudah dibutuhkan. Nah sekarang pertanyaannya,<br />

kita sudah sampai sana belum? Apakah kita sudah<br />

dibutuhkan oleh auditee?<br />

tapi kita juga tidak bisa menghambat karena UKI ini<br />

juga dibutuhkan dan tidak lagi monopoli di Itjen.<br />

UKI membantu semua prosedur dijalankan, controlkontrol<br />

dilaksanakan. Harapan saya ke depannya<br />

harus harmonis antara UKI dan Itjen.<br />

Apakah selama di tempat yang baru, Bapak<br />

pernah berhubungan dengan Itjen selaku<br />

institusi? Bisa diceritakan?<br />

Iya, saya berhubungan dengan Itjen<br />

itu terutama masalah Risk Management. Biasa<br />

hubungan dengan Bapak Alek, Bapak Hendra, dan<br />

Bapak Ghufron. Karena kan Pushaka ditugasi untuk<br />

membangun Risk Manangement. Sebenarnya sudah<br />

dibangun oleh Itjen. Tapi Pak Menteri maunya<br />

fungsinya itu harus dipisahkan dari itjen. Dibantu<br />

dengan teman-teman Itjen kita bentuk Pokja. Dalam<br />

hal montoring laporan UKP4, pelaksanaan Inpres-<br />

Inpres. Selain itu, waktu Lokakarya APIP, saya juga<br />

pernah dilibatkan.<br />

Adakah apresiasi khusus yang ingin Bapak<br />

sampaikan terhadap Itjen?<br />

Kalau apresiasi secara khusus saya<br />

melihatnya Itjen ini sudah berubah. Karena saya<br />

pernah hidup di jaman jahilliyah. Karena mengubah<br />

mindset/paradigma itu kan tidak mudah. Temanteman<br />

tidak lagi hidup dengan mindset lama tapi<br />

sekarang sudah memiliki nilai. Dan nilai yang ada<br />

di Itjen sudah merata dan ini saya sangat apresiasi<br />

sekali. Dulu saya lihat, kalau IBI adalah yang ditakuti,<br />

kalo sekarang relatif sama. Jadi baik teman-teman<br />

Itjen yang di IBI atau tidak relatif sama. Prestasi<br />

di Itjen itu yang bisa membantu teman-teman<br />

tadi, masalah pendampingan LKPP dan helpdesk<br />

PBJ, itu merupakan terobosan yang baik. Tapi ada<br />

tantangan ke depan di Itjen. Sekarang ada UKI (Unit<br />

Kontrol Internal), Itjen tidak lagi monopoli walaupun<br />

tugasnya beda. Ke depan kalau Itjen tidak bisa<br />

menempatkan diri, menunjukkan kinerjanya nanti<br />

lama-lama peran Itjen akan runtuh. Kalau kita gagal<br />

atau kita tidak menunjukkan kelas kita lambat laun<br />

Itjen tidak dibutuhkan, karena masing-masing punya<br />

nama UKI sendiri. Memang sekarang fungsinya<br />

masih di bawah koordinasi Itjen. Mungkin lama-lama<br />

bukan tidak mungkin, itu mereka bisa berkembang<br />

sendiri. Begitulah Itjen, artinya bagaimana kita<br />

menyingkapinya, saya tidak mau juga Itjen tenggelam,<br />

Adakah masukan dan pesan dari Bapak untuk<br />

rekan-rekan di Itjen agar lebih baik lagi?<br />

Dalam menghadapi perubahan kita tidak<br />

boleh resistant/menolak. Semua yang digariskan<br />

pimpinan harus dijalankan. Mau tidak mau kita<br />

harus menjawaab tantangan itu, kita harus berubah.<br />

Artinya kita jangan menganggap sebagai saingan,<br />

justru manfaatkan UKI sebagai alat bantu dari<br />

unit tersebut untuk menghasilkan kontrol dan<br />

memastikan prosedur semua berjalan. Itjen sebagai<br />

penanggung jawab. Itjen kan sistemnya random,<br />

setahun berapa kali. Ke depan ada tantangan yang<br />

dinamakan Risk Management. Masing-masing<br />

eselon I Kemenkeu akan memiliki risiko-risiko yang<br />

sudah disepakati yang dipahami dengan baik. Ini<br />

risiko utama yang harus kita hadapi. Nanti Itjen ke<br />

depan tidak lagi meriksa kantor, tapi memeriksa<br />

berdasarkan Risiko. RBA audit sangat penting nanti<br />

ke depan, jadi kita punya ratusan risiko tapi yang<br />

kita akan mitigasi hanya risiko utama saja. Gimana<br />

caranya? Nanti Itjen akan membantu, yang tidak<br />

teralu berisiko hanya alokasi berapa persen, risiko<br />

tinggi akan dibantu Itjen. Nanti ke depan seperti itu<br />

yang saya lihat. Teman-teman bisa menerapkan RBA.<br />

Ini belum bisa jalan utuh karena di eselon I baru<br />

mencoba menyusun risiko, masih belajar. Ke depan<br />

kalau mereka sudah risk enabled aturan sudah samasama<br />

paham. (MUJ/JO)<br />

46<br />

VOL V No. <strong>29</strong> | Edisi Maret - April 2012


Profil<br />

Pak Karwan,<br />

mengajarkan arti kata<br />

“Gigih” kepada kita<br />

Stasiun Jatinegara, suatu hari di tahun 1971.<br />

Matahari belum tampak, kehidupanpun<br />

belum menggeliat. Karwan kecil dan dua<br />

kerabatnya -yang juga kecil- celingakcelinguk<br />

di peron stasiun. Mereka baru saja<br />

menamatkan sekolah dasar. Keinginan untuk<br />

memperbaiki hidup mendorong tiga anak kecil<br />

ini menumpang kereta ke Jakarta, meninggalkan<br />

jernihnya air kali Serayu. Ditatapnya Jakarta dari<br />

jendela oplet, dalam tiupan semilir angin pagi.<br />

Ragu di hatinya, karena Jakarta tak seramah Maos,<br />

kampungnya di Cilacap sana. Tapi toh itu semua<br />

mesti dihadapi, tak mungkin dihindari. Bukan Karwan<br />

namanya kalau balik kanan trus pulang kampung.<br />

Mentalnya baja, berpuluh tahun kemudian, kita<br />

akan mengenal lelaki ini sebagai Karwan si gigih dari<br />

Cilacap.<br />

Dan benar, tak mudah hidup di Jakarta,<br />

apalagi hanya berbekal ijasah SD. Beruntung,<br />

seorang lelaki bernama Pak Mulyono mengulurkan<br />

tangannya. Meski hanya seorang guru, lelaki asal<br />

Gresik ini bersedia menampung Pak Karwan di<br />

rumahnya yang sederhana. Sambil sekolah, Pak<br />

Karwan bertugas mengasuh lima orang anak Pak<br />

Mul. Tahun 1973, ijazah SMP berhasil ia gondol, satu<br />

langkah besar dalam hidupnya. Tugas mengasuh<br />

anak Pak Guru tetap dijalani, sambil kursus montir,<br />

semua atas biaya Pak Mul.<br />

1976 adalah tahun penting dalam hidup<br />

Pak Karwan. Berbekal ijazah kursus montir, ia<br />

memberanikan diri hidup mandiri, lepas dari naungan<br />

Pak Mul. Berbagai pekerjaan dicobanya. Mulai dari<br />

bengkel mobil, pool bis kota, hingga perusahaan<br />

kontraktor. Kegigihan dan nasib bersepakat untuk<br />

membawanya berlabuh di Departemen Keuangan 4<br />

tahun kemudian, Oktober 1980 tepatnya. Jadilah ia<br />

CPNS golongan I/a Inspektorat Jenderal Depkeu. Ia<br />

tak pernah berhenti, perlahan dikejarnya ijazah SMA.<br />

Tak percuma kita sematkan kata gigih padanya. Tahun<br />

1986, ijazah SMA-pun tergenggam di tangannya.<br />

Senyumnya, satu bagian yang khas pada dirinya,<br />

semakin mengembang. Tak puas dengan ijazah SMA,<br />

Universitas Krisnadwipayana pun disambanginya<br />

setiap malam, keren katanya, bisa kuliah. Tahun<br />

1992, Drs. Karwan adalah nama lengkapnya. Gigih<br />

adalah julukannya.<br />

Kegigihan pula yang membawanya sukses<br />

meniti biduk rumah tangga bersama sang istri<br />

tercinta, Sumarsih. Kegigihan yang menitis pada<br />

ketiga anaknya. Si sulung Ari Iswanti adalah sarjana<br />

lulusan IISIP. Sang adik, Bayu Darmanto lulusan UPI<br />

Bandung sedangkan si bungsu Cahyo Rianto adalah<br />

lulusan Politeknik UI. Ketiga anak yang sudah bekerja<br />

dan sanggup membahagiakan orang tua.<br />

Tak terasa, 31 tahun lebih Pak Karwan<br />

mengabdi di sini, bersama kita. Saat pensiun<br />

pun tiba. Lelaki yang menghabiskan 11 tahun<br />

kariernya menjaga perpustakaan Itjen ini tak punya<br />

banyak kalimat untuk dikatakan. Bersyukur adalah<br />

segalanya, begitu katanya. Bersyukur karena telah<br />

menyelesaikan masa pengabdian. Bersyukur bisa<br />

pensiun dengan golongan IV/a padahal dulu masuk<br />

golongan I/a. Bersyukur telah diberi kesempatan<br />

mengikuti Diklat Adum, meski tak pernah merasakan<br />

jabatan. Bersyukur telah diberi kesempatan lulus JFA<br />

ahli, meski (juga) tak pernah diangkat jadi auditor.<br />

Bersyukur mendapat pengalaman berharga karena<br />

beberapa kali “diajak” tim audit. Bersyukur, dan<br />

bersyukur atas segalanya. Bersyukur, Tuhan telah<br />

memberi segalanya melalui Itjen.<br />

Kepada para pegawai muda, dalam satu kesempatan,<br />

ia berpesan. Tetaplah bekerja dengan serius, ada<br />

atau tidak ada imbalan. Teruslah bekerja, ada atau<br />

tidak ada ST. Nasehat yang sangat-sangat relevan,<br />

kawan. (CWL)<br />

VOL V No. <strong>29</strong> | Edisi Maret - April 2012<br />

47


Pojok SPIP<br />

Risk Manajemen atau UKI ?<br />

Pertanyaan di atas adalah sebuah pilihan, mau RM atau UKI ? Saya mau menterjemahkan itu dalam<br />

bahasa yang sederhana, karena dalam implementasi di tingkat manajerial, penggunaan Risk Manajemen adalah<br />

diutamakan oleh seorang Leader. Seorang leader yang selalu aware tentang resiko, maka ia tahu akan tujuan<br />

dari suatu kegiatan yang dipimpinnya dan memastikan untuk tercapai sesuai target yang telah ditetapkan.<br />

Namun apakah seluruh kegiatan ini akan dimanaje dengan mekanisme Risk Manajemen ?<br />

Pertanyaan ini perlu kita jawab, karena seluruh kegiatan yang akan dimanaje seorang leader dari suatu<br />

instansi akan sangat banyak mulai dari yang bersifat rutin, strategis sampai pada yang mempunyai dampak yang<br />

significan bagi instansi tersebut dalam pencapaian target secara nasional (lingkup yang lebih besar). Sehingga<br />

pilihan untuk melalkukan mitigasi resiko melalui Risk Manajemen atau UKI kiranya dapat menjadi salah satu<br />

parameter yang diperhitungkan.<br />

Refresh pada pola pikir RM.<br />

Gambaran Grafik adalah sebagai berikut :<br />

Melihat grafik di atas, maka kegiatan<br />

pengendalian sebenarnya melekat dalam setiap<br />

kegiatan, setelah dilakukan identifikasi resikonya<br />

kemudian dilakukan analisis resikonya dan<br />

bagaimana cara melakukan mitigasinya. Respon<br />

resiko membantu memfokuskan perhatian instansi<br />

pada kegiatan pengendalian yang diperlukan untuk<br />

memastikan bahwa respon resiko tersebut dilakukan<br />

dengan tepat dan terjadwal. Beberapa pilihan respon<br />

resiko, antara lain :<br />

1. Menghindarkan resiko (avoid)<br />

2. Mengubah kemungkinan munculnya resiko<br />

(abate)<br />

3. Mengubah konsekwensinya (mitigate)<br />

4. Berbagi resiko (share) atau mentransfer<br />

resiko<br />

5. Menerima atau mempertahankan resiko<br />

(acceptiretain).<br />

Respon resiko yang dipilih merupakan<br />

permulaan untuk melakukan kegiatan pengendalian<br />

atau menentukan pengendalian apa yang diperlukan<br />

untuk mengurangi resiko tersebut. Aktivitas<br />

pengendalian merupakan kebijakan dan prosedur<br />

yang disusun untuk meyakinan bahwa respon resiko<br />

berjalan secara efektif. Oleh karena itu respon resiko<br />

dapat dikatakan merupakan “jembatan” antara hasi<br />

penilaian resiko dan unsur kegiatan pengendalian.<br />

48<br />

VOL V No. <strong>29</strong> | Edisi Maret - April 2012


Pojok SPIP<br />

Berikut ilustrasi tentang hubungan antara tujuan,<br />

respon, resiko dan kegiatan pengendaliannya :<br />

Tujuan : Tidak adanya kehilangan barang-barang<br />

persediaan dalam pengelolaan Barang Persediaan di<br />

Gudang Inspektorat Jenderal.<br />

Resiko : Fraud berupa barang persediaan hilang /<br />

dicuri / disalahgunakan.<br />

Respon resiko : mengurangi kemungkian dan<br />

dampak, yaitu dengan melakukan pemisahan<br />

wewenang antara petugas pencatat, penerima, dan<br />

penjaga gudang persediaan.<br />

Kegiatan pengendalian : melakukan kegiatan<br />

rekonsiliasi antara catatan di gudang dengan catatan<br />

di Buku Persediaan, dan melakukan pengecekan<br />

phisik atas barang persediaan di Gudang.<br />

Bila disimpulkan kegiatan yang dimulai dari<br />

penetapan tujuan suatu kegiatan, sampai dengan<br />

dilakukan identifikasi dan analisis resiko yang akan<br />

menggagalkan tujuan serta bagaimana me-respon<br />

atas resiko yang ada dan bagaimana kegiatan<br />

pengendalian adalah sebuah proses manajemen<br />

resiko suatu kegiatan. Hal ini juga menjadi dasar<br />

dalam pelaksanaan Unit Kontrol Internal (UKI). Yang<br />

membedakan antara RM dan UKI adalah siapa yang<br />

akan melakukan manajemen dari resiko tersebut.<br />

Sesuai dengan PMK Nomor : 191/<br />

KMK.09/2008 tanggal 24 Nopember 2008 tentang<br />

Penerapan manajemen Resiko di lingkungan<br />

Kementerian Keuangan, Unit Pemliki Resiko (UPR)<br />

di lingkungan eselon I adalah pada level eselon<br />

II. Sehingga misalnya, UPR di tingkat Sekretariat<br />

Inspektorat Jenderal maka UPR-nya adalah Sekretaris<br />

Inspektorat Jenderal. Sedangkan untuk pengelolaan<br />

UKI dilakukan oleh Unit tertentu atau Unit Kepatuhan<br />

Internal yang ada di Eselon I (tidak mesti setingkat<br />

Eselon II). Kedua unit tersebut, UPR dan UKI samasama<br />

melakukan manajemen atas resiko-resiko yang<br />

telah diidentifikasi di unitnya masing-masing dalam<br />

eselon I-nya. Namun yang membedakan adalah<br />

bilamana UKI lebih dititik beratkan pada kegiatan<br />

rutin sehari-hari, maka UPR lebih dititik beratkan<br />

pada resiko-resiko yang secara signifikan mempunyai<br />

dampak bagi Eselon I tersebut bila tidak mencapai<br />

pada tujuan yang telah ditetapkan. Sehingga<br />

menjadi lebih jelas, bilamana UPR diharapkan hanya<br />

melakukan mitigasi resiko atas kegiatan-kegiatan<br />

yang strategis, kegiatan-kegiatan utama atau yang<br />

menjadi perhatian bagi pimpinan puncak (Menteri)<br />

atau tujuan utama eselon I tersebut. Sedangkan UKI<br />

pada kegiatan-kegiatan rutin sehari-hari. Namun<br />

demikian, hal itu juga tidak menjamin kalau kegiatan<br />

rutin tidak dilakukan pengelolaan resikonya melalui<br />

UPR. Misalnya, kegiatan pengelolaan persediaan<br />

barang-barang yang sangat mahal seperti : cadangan<br />

minyak bumi bagi Pertamina, persediaan barangbarang<br />

sparepart kapal (bagi KP PBC/Bea dan Cukai).<br />

Persediaan barang ini sangat rentan untuk hilang,<br />

disalahgunakan, dll, sehingga pengelolaan resikonya<br />

diangkat pada level UPR (eselon II).<br />

Kesimpulan :<br />

Seorang leader / manajer di Instansi<br />

pemerintah adalah baik bilamana mendasarkan<br />

keputusan-keputusan yang akan diambilnya melalui<br />

parameter resiko yang mungkin akan muncul dalam<br />

pencapaian tujuan. Melalui menajamen resiko yang<br />

dikelola melalui UPR atau UKI paling tidak respon<br />

yang telah dilakukan akan meminimalkan resikoresiko<br />

yang ada. Namun demikian, tetap dibutuhkan<br />

kebijaksanaan untuk memilih kegiatan-kegiatan yang<br />

akan dikelola resikonya melalui UPR atau UKI, karena<br />

hal ini akan memberikan bobot dari resiko tersebut<br />

mempunyai dampak yang signifikan atau tidak bagi<br />

tujuan organisasi / instansi secara keseluruhan.<br />

Jangan sampai sesuatu kegiatan yang dapat dikelola<br />

sehari-hari melalui UKI, dipaksanakan dilakaukan<br />

manajemen resikonya melalui UPR. Bila hal tersebut<br />

dilakukan, alangkah kurang bijaknya kita memberikan<br />

porsi bagi pimpinan eslon II untuk ikut melakaukan<br />

mitigasi atas kegiatan-kegiatan yang resikonya tidak<br />

mempunyai dampak sgnifikan. Mari kita lakukan<br />

manajemen resiko ini dengan arif dan bijaksana<br />

untuk suatu tujua yang utama : “TUJUAN INSTANSI<br />

SECARA KESELURUHAN”.<br />

Semoga.<br />

cm susetya – Mei 2012<br />

VOL V No. <strong>29</strong> | Edisi Maret - April 2012<br />

49


Alexander on Leadership<br />

KEADILAN<br />

It’s every man’s business to see justice done.<br />

SIR ARTHUR CONAN DOYLE, The Memoirs of Sherlock Holmes<br />

Susan lulus sarjana akutansi dari universitas negeri ternama dengan nilai tinggi. Setelah melalui<br />

beberapa wawancara kerja, dia menerima tawaran kerja di sebuah kantor akuntan publik (KAP) di<br />

Jakarta. Susan senang dengan tawaran yang diajukan KAP tersebut yang meliputi lingkungan kerja<br />

yang menantang, kantor dengan reputasi internasional, kesempatan memperoleh pengalaman kerja yang<br />

sangat baik, dan gaji tertinggi yang dapat ditawarkan sebuah KAP di Indonesia. Memang, semua itu layak<br />

ia dapatkan. Susan adalah ranking tertinggi di kelasnya, matang dan cerdas.<br />

Dua belas bulan kemudian, Susan masih merasa senang dengan pekerjaannya. Pekerjaan yang<br />

diterima ternyata menantang dan memuaskan sebagaimana harapannya semula. Genap setahun bekerja<br />

gajinya dinaikkan sebesar Rp4 juta per bulan.<br />

Akan tetapi, beberapa minggu terakhir, kinerja Susan merosot. Motivasi kerjanya menurun.<br />

Mengapa? KAP tersebut baru saja menerima sarjana akuntansi yang baru lulus dari universitas swasta yang<br />

sama sekali belum berpengalaman dengan gaji Rp500 ribu lebih tinggi dibandingkan gaji Susan sekarang.<br />

Susan marah. Bahkan mulai memikirkan untuk mencari pekerjaan di kantor lain.<br />

Cerita di atas adalah fiktif. Sebuah cerita yang<br />

dibuat untuk tujuan pembahasan kasuskasus<br />

bisnis di perguruan tinggi. Akan tetapi<br />

problemnya adalah nyata.<br />

Kisah diatas digunakan untuk<br />

menggambarkan peran keadilan terhadap motivasi<br />

kerja seorang pegawai. Pegawai akan mempersepsikan<br />

apa yang diperoleh dari pekerjaannya dengan upaya<br />

yang dilakukan untuk mencapai hal tersebut dan<br />

membandingkannya dengan pegawai lain. Jika hasil<br />

pembandingan itu memiliki rasio yang sama maka<br />

pegawai akan mempersepsikan keadlian hadir dalam<br />

organisasi. Akan tetapi apabila terjadi ketimpangan,<br />

akan terjadi ketegangan dalam hal keadilan. Jika<br />

pegawai merasa bahwa dirinya dihargai lebih rendah<br />

dari koleganya maka akan menimbulkan kemarahan.<br />

Namun, jika seorang pegawai merasa dihargai<br />

lebih tinggi dari koleghanya, akan muncul perasaan<br />

bersalah.<br />

Namun masalah keadilan tidak hanya<br />

menyangkut pemberian penghargaan dalam bentuk<br />

kompensasi. Pegawai mempersepsikan keadilan<br />

pimpinannya dalam beberapa dimensi.<br />

50<br />

VOL V No. <strong>29</strong> | Edisi Maret - April 2012<br />

Pertama adalah keadilan distributif.<br />

Keadilan distributif menunjukkan persepsi keadilan<br />

berdasarkan hasil pengambilan keputusan.<br />

Pegawai akan melihat apakah hasil pengambilan<br />

keputusan oleh pimpinan seperti tentang gaji,<br />

evaluasi, promosi, dan penugasan telah dialokasikan<br />

dengan adil? Cerita di atas menunjukkan dimensi<br />

keadilan distributif. Jadi, jika pemimpin mulai tidak<br />

adil memberikan penghargaan atau penugasan<br />

kepada anak buahnya, tunggulah ketegangan dan<br />

ledakkan yang akan terjadi. Akan tetapi, alokasi<br />

penghargaan individu sesuai dengan kontribusinya<br />

terhadap kinerja tidak selalu menunjukkan keadilan.<br />

Dalam menjaga kekompakan tim, dapat dilakukan<br />

pemberian penghargaan secara merata pada anggota<br />

tim seperti pemberian nilai mahasiswa untuk tugas<br />

kelompok. Bahkan untuk kepentingan kemanusiaan,<br />

maka kriteria kebutuhan lebih dianggap adil. Sebagai<br />

contoh KAP Price Waterhouse Cooper-New York<br />

mengirimkan USD4,000 untuk 43 pegawainya yang<br />

terkena imbas topan Katrina. KAP tersebut bahkan<br />

menanggung makan, pemukiman dan transportasi<br />

bagi mereka selama 3 bulan.


Alexander on Leadership<br />

Kedua, keadilan prosedural. Keadilan<br />

jenis ini adalah persepsi keadilan dilihat dari proses<br />

pengambilan keputusan. Keadilan prosedural terjadi<br />

apabila pimpinan mengikuti aturan proses yang adil.<br />

Salah satu normanya adalah masalah hak suara.<br />

Pegawai harus diberikan hak suara dalam proses<br />

pengambilan keputusan. Norma lainnya adalah<br />

keputusan dapat dikoreksi. Pegawai dapat meminta<br />

peninjauan kembali apabila prosedur terlihat tidak<br />

efektif.<br />

Disamping itu, keadilan prosedural<br />

akan terjadi apabila pimpinan mengikuti kaidah<br />

konsistensi, tidak bias, keterwakilan, dan keakuratan.<br />

Kaidah tersebut akan menjamin pengambilan<br />

keputusan yang netral dan objektif sebagai kebalikan<br />

dari bias dan diskriminatif. Keadilan prosedural ini<br />

semakin penting akhir-akhir ini. Data kompensasi di<br />

Amerika Serikat menunjukkan bahwa ras dan jenis<br />

kelamin masih memiliki pengaruh yang tinggi dalam<br />

pengambilan keputusan.<br />

Keadilan jenis ketiga adalah keadilan<br />

interpersonal. Selain kedua jenis keadilan<br />

sebelumnya, pegawai juga menilai keadilan dari<br />

bagaimana pimpinan memperlakukan mereka.<br />

Keadilan jenis ini akan tercapai bila pimpinan<br />

memperhatikan kaidah penghargaan dan pribadi.<br />

Kaidah penghargaan mengharapkan pemimpin<br />

memperlakukan pegawainya dengan penuh<br />

penghargaan dan sopan. Sedangkan kaidah pribadi<br />

mensyaratkan pemimpin tidak boleh memberikan<br />

komentar yang tidak layak atau menyerang.<br />

Apakah keadilan jenis ini penting? Data<br />

menunjukkan bahwa dari 5.000 pegawai yang<br />

disurvey 36 persennya mengalami perlakukan tidak<br />

menyenangkan dari pimpinannya. Pengaruh dari<br />

interaksi yang negatif dengan pimpinan ternyata lima<br />

kali lebih besar dari interaksi positif. Jadi, sebagai<br />

pemimpin berhati-hatilah dalam memperlakukan<br />

bawahannya. Bawahan tidak nyaman apabila<br />

diperlakukan tidak hormat. Bawahan yang terlihat<br />

nyaman apabila diperlakukan tidak hormat hanyalah<br />

bawahan yang penjilat dan tidak bermutu.<br />

Keadilan jenis keempat adalah keadilan<br />

informatif. Keadilan jenis ini mensyaratkan pimpinan<br />

berlaku adil dalam menyampaikan informasi<br />

berkenaan dengan pengambilan keputusan. Keadilan<br />

jenis ini mensyaratkan pimpinan menyampaikan<br />

penjelasan secara komprehensif, jujur, langsung, dan<br />

masuk akal. Meskipun hal ini terlihat seperti sesuatu<br />

yang masuk akal dan biasa tetapi tidak selalu prinsip<br />

ini dijalankan.<br />

Sebagai contoh, Radio Shack, sebuah<br />

perusahaan pengecer alat elektronik yang<br />

bermarkas di Texas melakukan pemecatan 400<br />

pegawainya melalui e-mail. Pegawai di kantor pusat<br />

menerima e-mail pada selasa pagi yang berbunyi,”<br />

Pemberitahuan pengurangan tenaga kerja sedang<br />

berlangsung. Sayangnya, posisi anda termasuk salah<br />

satu yang dihilangkan..” Setelah menerima pesan<br />

tersebut, pegawai memiliki waktu 30 menit untuk<br />

menelepon koleganya untuk mengucapkan salam<br />

perpisahan, sebelum membenahi barang-barangnya<br />

dalam kotak dan kantung plastik.<br />

Sadis? Ya. Tapi ada juga yang menganggapnya<br />

sebagai kesenangan.<br />

Jadi, apakah saya selaku pimpinan telah<br />

berlaku adil?<br />

Silahkan ukur dengan keempat dimensi<br />

keadilan di atas. Jika jawabnya belum, segeralah<br />

berubah. Pemimpin yang tidak adil merusak<br />

organisasi jauh lebih besar dari pemimpin yang<br />

tidak kompeten.<br />

Wassalam.<br />

VOL V No. <strong>29</strong> | Edisi Maret - April 2012<br />

51


Auditoase<br />

Auditor Senior,<br />

Panutan Yunior<br />

Dari jendela ruang kerja, saya bisa leluasa<br />

menatap pemandangan di luar. Kadang<br />

buram memang, kalau kaca itu lama tak<br />

dibersihkan. Dari jendela itu biasanya pandangan saya<br />

arahkan ke air mancur. Terus terang, keindahannya<br />

begitu mengagumkan. Air yang meliuk-liuk dengan<br />

gemulai, membuat pandangan mata yang mulai<br />

lelah bisa sedikit tersegarkan. Tanaman yang mulai<br />

tumbuh subur di sekelilingnya menambah lekat<br />

mata memandang. Harus diakui, kantor ini sekarang<br />

nampak lebih elok.<br />

Dari taman kebanggaan Kemenkeu itu<br />

saya mengalihkan pandangan agak ke barat. Di sana<br />

berdiri sebuah gedung yang –buat sebagian besar<br />

kita- sangat bersejarah. Gedung di mana sebagian<br />

besar pegawai Inspektorat Jenderal pernah berpuluh<br />

tahun menjejaknya. Gedung 12 lantai itu memang<br />

tak lagi indah dan mulus seperti dulu. Ia memang<br />

bagai ketinggalan zaman dibanding gedung lain yang<br />

jauh lebih baru. Tapi ia tetap berdiri gagah di sana,<br />

seakan menyapa setiap kita, setiap langkah kita.<br />

Melambaikan tangan, dan berharap kita tak akan<br />

melupakannya begitu saja.<br />

Akhir 1992, adalah saat ketika kami –saya<br />

dan kawan-kawan seangkatan- menginjakkan kaki<br />

di gedung itu. Sebagian dari kami –yang jarang<br />

sekali melihat gedung tinggi- memandang dengan<br />

kagum. Merasakan dingin hawa AC dengan penuh<br />

kenikmatan, setelah turun dari bis kota yang sumpek<br />

dan panas. Berdebar hati saat harus masuk lift,<br />

karena ini jenis barang mewah dan langka saat itu,<br />

terutama bagi kami yang kebanyakan bukan orang<br />

kota (untuk tidak mengatakan wong ndeso). Berbagai<br />

perasaan berkecamuk, inikah bakal kantor kami?<br />

Betapa megahnya.<br />

Seorang senior menyapa ramah, duh terasa<br />

gimana gitu. Bayangkan, kami yang melangkah penuh<br />

keraguan, kami yang baru hari pertama bekerja, kami<br />

yang hanya punya satu atau sedikit lebih setelan<br />

kerja, disapa dengan penuh senyum oleh senior.<br />

52<br />

VOL V No. <strong>29</strong> | Edisi Maret - April 2012<br />

Melayang rasanya. Melayang karena merasa diakui<br />

menjadi bagian dari Itjen, sebuah institusi berlumur<br />

kehormatan dan kebanggaan. Itjen, instansi yang<br />

bisa disingkat dalam dua kata, bukan main.<br />

Senior, kata itu menjadi begitu penting buat<br />

kami dan buat semua pemula, dalam hal apapun.<br />

Dunia kerja adalah dunia yang asing buat kami, maka<br />

kehadiran senior sangatlah penting. Boleh jadi ada di<br />

antara kami yang cemerlang dalam prestasi akademis<br />

ketika duduk di bangku kuliah, namun dunia kerja<br />

tetap tidak mudah. Tak selalu berbanding lurus<br />

dengan dunia akademis. Dunia kerja tak cukup hanya<br />

ditaklukkan dengan kepintaran kuliah. Tak sekedar<br />

pintar, kita harus pintar-pintar. Tak cukup pandai,<br />

kita harus pandai-pandai. Begitu nasehat para senior<br />

kepada kami. Di sinilah peran penting para senior.<br />

Tak terasa, dua puluh tahun berlalu, kami<br />

yang yunior telah menjelma menjadi senior. Para<br />

senior kami satu persatu memasuki masa purna<br />

bakti. Wajah-wajah baru dan segar mulai menghiasi<br />

kantor kita tercinta. Wajah-wajah yang bersih,<br />

belum ternoda hal-hal negatif dunia kerja. Wajahwajah<br />

idealis, yang memandang dunia hitam putih,<br />

bukan abu-abu. Wajah-wajah yang berharap para<br />

senior bersedia membimbing dan memberi contoh,<br />

bagaimana bekerja dengan baik dan benar.<br />

Di pundak para senior tersemat amanat.<br />

Bagaimana sosok para yunior ke depan, banyak<br />

bergantung pada apa yang dicontohkan para senior.<br />

Dunia kerja tak cukup hanya<br />

ditaklukkan dengan kepintaran<br />

kuliah. Tak sekedar pintar, kita<br />

harus pintar-pintar. Tak cukup<br />

pandai, kita harus pandai-pandai.


Auditoase<br />

Hitam putih para yunior, tergantung contoh yang<br />

dipertontonkan para senior di depan mata mereka.<br />

Bakal jadi pegawai terhormat atau bakal jadi pegawai<br />

pengkhianat-kah mereka, para seniorlah yang punya<br />

peran signifikan menentukan. Bakal jadi auditor abdi<br />

negara atau bakal jadi auditor tikam negara-kah<br />

mereka, seniorlah yang mesti bertanggungjawab.<br />

Hanya senior yang mereka lihat, hanya senior<br />

yang bisa mereka contoh, hanya senior yang bisa<br />

mewarnai mereka.<br />

Seorang anggota tim audit akan melihat<br />

dengan jelas bagaimana sepakterjang anggota tim<br />

audit yang lebih senior dalam penugasan. Anggota<br />

tim audit akan merekam dengan jelas bagaimana<br />

sikap ketua tim dalam penugasan. Setiap perkataan,<br />

ekspresi, watak, kebaikan dan keburukan ketua tim<br />

akan dijadikan referensi bila suatu saat mereka jadi<br />

ketua tim kelak.<br />

Setiap interaksi senior dengan auditi, setiap<br />

kata yang diucapkan kepada auditi, setiap sikap<br />

yang menjunjung tinggi kehormatan korps, setiap<br />

tindakan yang membela kehormatan Itjen. Semua<br />

itu akan jadi bahan pelajaran paling penting dalam<br />

perjalanan hidup para yunior. Begitupun sebaliknya.<br />

Setiap interaksi tak pantas dengan auditi, setiap sikap<br />

yang mengkhianati kode etik profesi, setiap laku<br />

langkah yang melecehkan kehormatan korps, setiap<br />

tindakan yang mengotori nama baik Itjen. Semua itu<br />

akan terekam, dalam memori yang tak indah dan siap<br />

“diteladani”.<br />

Seorang pegawai baru akan melihat dengan<br />

pasti bagaimana keseharian para senior di ruang<br />

kerja. Bagaiamana para atasan bersikap, bertindak,<br />

semua direkam dengan jelas di benak para yunior.<br />

Untuk dijadikan referensi tindak tanduk mereka<br />

kelak.<br />

Senior adalah guru, senior adalah tutor,<br />

senior kakak, senior adalah sahabat, senior adalah<br />

ayah, senior adalah ibu. Baik kelakuan senior, sangat<br />

mungkin baik perilaku yunior. Buruk kelakuan senior,<br />

bersiaplah menghadapi kelahiran generasi yang lebih<br />

buruk. Kebaikan itu menular cepat ke bawah, tapi<br />

masih jauh lebih cepat penularan keburukan. Itulah<br />

sebabnya, mengapa trend usia para tersangka tindak<br />

pidana korupsi semakin muda.<br />

Saya tertegun. Sebagai seorang yang sudah<br />

bekerja dua puluh tahun, tentu bolehlah saya<br />

dianggap senior (oleh para yunior saya). Bertanyalah<br />

saya kepada diri sendiri. Sudahkah saya memberikan<br />

teladan kepada para yunior. Mulai dari teladan yang<br />

ringan-ringan hingga teladan yang substantif esensial.<br />

Sudahkah saya bekerja dengan baik, sudahkah<br />

saya datang ke kantor tepat waktu, sudahkah saya<br />

memanfaatkan setiap detik jam kerja untuk halhal<br />

yang bermanfaat buat kantor, sudahkah saya<br />

menepati setiap butir kode etik pegawai,<br />

Sudahkah para yunior memandang saya<br />

sebagai teladan yang baik. Sudahkah para yunior<br />

memandang saya dengan penuh hormat, bukan<br />

terpaksa hormat. Sudahkah para yunior memandang<br />

saya sebagai senior yang punya sisi keteladanan,<br />

satu saja tak perlu banyak. Sudahkah para yunior<br />

memandang saya dengan kekaguman karena sikap<br />

dan kinerja saya patut diteladani.<br />

Terus terang saya ragu menjawabnya.<br />

Bagaimana dengan anda?<br />

(14 Mei 2012 –cwl-)<br />

Hitam putih para yunior,<br />

tergantung contoh yang<br />

dipertontonkan para senior<br />

di depan mata mereka.<br />

VOL V No. <strong>29</strong> | Edisi Maret - April 2012<br />

53


Sudut Kantor<br />

Petugas Keamanan,<br />

Selalu Siap Lembur<br />

Saat Yang Lain Libur<br />

Kantor pusat Kementerian Keuangan<br />

di kawasan Lapangan Banteng Jakarta<br />

Pusat memiliki wilayah yang sangat luas.<br />

Masing-masing unit eselon I menempati<br />

gedung yang berbeda-beda dan terpencar lokasinya<br />

di sekitaran Lapangan Banteng. Peran petugas<br />

keamanan sangat penting untuk menjaga stabilitas<br />

keamanan lingkungan kerja.<br />

Satuan petugas keamanan Kementerian Pusat<br />

Keuangan secara bergantian melakukan pengamanan<br />

dan menjaga ketertiban kantor selama 24 jam. Seperti<br />

di Gedung Juanda II, para petugas keamanan selama<br />

24 jam bekerja dibantu dengan sarana kamera CCTV.<br />

Bahkan pada saat hari libur, mereka kadang masih<br />

harus melaksanakan pengamanan, dan itu luput<br />

dari perhatian kita yang biasanya berkumpul dengan<br />

keluarga saat hari libur. Semua itu dilakukannya<br />

sebagai bentuk profesionalisme mereka dalam<br />

menjalankan tugas, walaupun harus mengorbankan<br />

waktunya untuk kumpul dengan keluarga.<br />

Suka duka menjadi petugas kemanan<br />

telah mereka rasakan selama melaksanakan tugas.<br />

Kita sebagai pegawai Inspektorat Jenderal kadang<br />

tidak sadar bahwa selama ini kita diawasi dan<br />

diperhatikan oleh para petugas keamanan<br />

ini. Keamanan para pegawai termasuk<br />

para Pejabat menjadi tanggung jawab<br />

mereka. “Masih banyak pegawai yang<br />

tidak tertib dalam berpakaian dan<br />

tidak memakai kartu tanda pengenal”,<br />

jelas Oscar, salah satu personel satuan<br />

petugas keamanan Kementerian Keuangan.<br />

Padahal kartu tanda pengenal itu sangat penting,<br />

apalagi untuk mengurangi risiko kemungkinan orang<br />

yang tidak berkepentingan masuk ke kantor dan<br />

menyebabkan keadaan yang tidak kondusif.<br />

Petugas Keamanan yang menjaga keamanan<br />

di lingkungan Inspektorat Jenderal memiliki<br />

tanggung jawab yang cukup besar. Selain untuk<br />

menjaga kemanan dan ketertiban selama 24 jam<br />

penuh, mereka juga harus melakukan pengamanan<br />

terhadap aset-aset negara yang ada di Inspektorat<br />

Jenderal. Itu sebabnya saat kita mau mengeluarkan<br />

barang dari kantor, mereka tak segan-segan akan<br />

menanyakan kepada kita perihal surat permohonan<br />

izin mengeluarkan barang.<br />

Petugas keamanan tentunya dibekali<br />

beberapa keterampilan pengamanan. Beberapa<br />

petugas keamanan diikutsertakan dalam kegiatan<br />

pendidikan informal, misalnya pendidikan profesi<br />

SATPAM, diklat pengamanan VVIP/Pimpinan, diklat<br />

pengoperasian CCTV, dan beberapa kegiatan lain<br />

untuk menunjang pekerjaan mereka. Dengan<br />

melaksanakan kegiatan-kegiatan tersebut<br />

diharapkan para petugas keamanan<br />

dapat memberikan pelayanan terbaik<br />

kepada pegawai terutama para pejabat<br />

di lingkungan Inspektorat Jenderal.<br />

“Pejabat di Inspektorat Jenderal tidak<br />

banyak tuntutan untuk masalah layanan<br />

keamanan”, imbuh Oscar mengakhiri<br />

cerita suka dukanya bekerja menjadi petugas<br />

keamanan di Kementerian Keuangan.<br />

Terima kasih pak, dari bapak-bapak di<br />

Satuan Petugas Keamanan Kementerian Keuangan<br />

kami belajar bagaimana bekerja ikhlas dan<br />

penuh profesionalisme sesuai dengan nilai-nilai<br />

Kementerian Keuangan.<br />

(PUT/VIN/RHM)<br />

54<br />

VOL V No. <strong>29</strong> | Edisi Maret - April 2012


Pojok psikologi<br />

RUBRIK KONSULTASI PSIKOLOGI<br />

Pengantar Redaksi :<br />

Mulai Edisi ini dan seterusnya, <strong>Auditoria</strong> menampilkan rubrik konsultasi psikologi. Rubrik ini diasuh<br />

oleh 3 (tiga) orang Psikolog Inspektorat Jenderal, yaitu Talitha Sya’banah Fajrin Sudana, S.Psi., Terdi Selidevi<br />

Silalahi, S.Psi dan Maria Alexandra Leonora Marcus, S.Psi. Para pembaca yang ingin berpartisipasi dalam rubrik<br />

ini dapat mengirimkan pertanyaan kepada kami melalui majalah.auditoria@gmail.com. Selamat menyimak,<br />

semoga bermanfaat.<br />

Dear tim psikolog Itjen,.... Nama saya A, auditor pada sebuah Inspektorat. Apakah profesi auditor secara<br />

psikologis dapat mempengaruhi sifat-sifat seseorang. Misalnya, seseorang yang rendah hati bisa berubah menjadi<br />

tinggi hati karena situasi psikologis auditor auditi. Saya memperhatikan beberapa teman-teman dan saya sendiri,<br />

ada semacam dorongan yang terasa seperti merubah sifat yang sudah ada sebelumnya. Mohon pencerahan. (A,<br />

auditor Inspektorat X)<br />

Jawaban Tim Psikolog<br />

Dear A,<br />

Berangkat dari pandangan Psikologi Industri dan Organisasi serta Psikologi Sosial, hal tersebut memang<br />

dimungkinkan terjadi. Perubahan tersebut disebabkan oleh proses belajar yang seringkali tidak kita sadari. Proses<br />

belajar disini adalah suatu perubahan perilaku yang relatif permanen –atau kecenderungan perilaku – yang<br />

terjadi sebagai hasil interaksi seseorang dengan lingkungannya (McShane & Von Glinow, 2005). Yang terjadi pada<br />

diri anda adalah proses belajar sosial (social learning) karena unit organisasi pekerjaan Anda bisa saja tanpa<br />

Anda sadari menuntut untuk bersikap, bersifat, maupun berperilaku dengan cara tertentu. Cara tertentu disini<br />

maksudnya adalah pola perilaku yang Anda tangkap dari rekan-rekan di unit kerja Anda. Yang umumnya terjadi<br />

pada individu yang ditempatkan dalam sebuah kelompok adalah timbulnya suatu keinginan untuk blend in,<br />

untuk memiliki kesamaan atau menyatu dengan kelompok. Hal ini walau tidak bisa terlihat secara nyata namun<br />

ada, seperti pepatah orang jaman dulu, bertemanlah dengan penjual arang maka kau akan hitam, bertemanlah<br />

dengan penjual minyak wangi maka kau akan wangi J Maka, perilaku kelompok yang Anda amati, kemungkinan<br />

besar akan Anda tiru dan tampilkan juga nantinya. Proses belajar tersebut bisa terlihat dalam bagan berikut.<br />

Iklim bekerja sebagai auditor memang menuntut sikap dan perilaku yang khusus. Tentu Anda beserta<br />

para auditor lainlah yang lebih mengetahuinya. Namun dari sudut pandang kami, sifat tersebut dipengaruhi<br />

VOL V No. <strong>29</strong> | Edisi Maret - April 2012<br />

55


Pojok psikologi<br />

oleh ‘mind-set’ yang tertanam sejak lama, yaitu<br />

auditor Inspektorat Jenderal sebagai watchdog.<br />

Sikap dan sifat sebagai pengawas-lah yang tertanam<br />

dan berpadu dengan sikap dan sifat asal yang<br />

dimiliki oleh masing-masing individu. Seharusnya<br />

sikap dan sifat pengawas tersebut hanya berlaku<br />

ketika bertemu dengan auditee namun nyatanya<br />

banyak yang terbawa ke lingkungan kantor atau<br />

bahkan dengan rekan sesama pegawai Itjen. Seperti<br />

tergambar dalam bagan, selain belajar dengan<br />

melihat dan meniru perilaku orang lain, perilaku kita<br />

juga dipengaruhi oleh unsur pengendalian diri (selfcontrol)<br />

dan efikasi diri (self-efficacy), yaitu individu<br />

menyesuaikan apa yang dia pelajari dengan apa<br />

yang dia miliki (keyakinan diri, cara hidup, tujuan,<br />

dll). Bila Anda mendapati bahwa perilaku yang Anda<br />

serap dan tampilkan ternyata tidak kongruen atau<br />

berbeda dengan karakter Anda, mungkin Anda perlu<br />

meninjau lagi unsur pengendalian diri dan efikasi<br />

diri Anda. Lagipula saat ini, haluan Itjen sebagai<br />

watchdog sudah diarahkan kepada Itjen sebagai<br />

konsultan dan katalisator. Maka diharapkan sikap dan<br />

sifat sebagai ‘kawan’ (yaitu konsultan dan katalisator)<br />

bisa mengimbangi sikap dan sifat para auditor<br />

‘pengawas’. Sepertinya kita perlu ‘belajar’ lagi untuk<br />

bisa mendukung peran tersebut. J<br />

Akhirnya, menjawab kekhawatiran Anda<br />

(asumsi kami Anda merasa concern dengan temanteman<br />

yang dulunya rendah hati tetapi seolah<br />

berubah menjadi tinggi hati), kekhawatiran Anda<br />

memang cukup beralasan. Tentu saja kita tidak<br />

mau bila perilaku ‘tinggi hati’ ini terpelihara sampai<br />

akhirnya menghambat terwujudnya nilai Sinergi di<br />

Kementerian Keuangan, khususnya di Itjen sendiri.<br />

Telah kita ketahui bahwa poin-poin nilai sinergi<br />

antara lain memiliki sangka baik, saling percaya,<br />

dan menghormati. Jangan sampai ada teman kita<br />

yang berkata “tugas kami memang pelayanan tapi<br />

kami bukan pelayan”. Seolah-olah ada kasta Tuan<br />

dan kasta Pelayan. Namun biarlah masing-masing<br />

individu di Itjen bisa bersikap dan bersifat mulia,<br />

secara profesional maupun secara personal. Sikap<br />

dan sifat terbaik dan mulia bukan hanya kita yang<br />

menentukan tetapi juga pandangan orang lain,<br />

karena kita hidup secara sosial. Dengan demikian<br />

semua pegawai di Itjen bisa bersatu, satu untuk<br />

semua, dan semua untuk satu.J<br />

Info keluarga<br />

BERITA KELUARGA ITJEN<br />

PENSIUN<br />

Selamat memasuki masa purnabhakti, pensiun bukan berarti<br />

berhenti berkarir, tapi menuju sebuah karir yang baru..<br />

Terimakasih atas segala kontribusi Bapak selama ini untuk<br />

Inspektorat Jenderal Kementerian Keuangan.. J<br />

Maret 2012<br />

Iskandar Natakusuma [Auditor Penyelia Inspektorat IV]<br />

Partono [Pelaksana Bagian Organisasi dan Tata Laksana]<br />

April 2012<br />

Drs. Firman Siregar, M.A. [Inspektur IV]<br />

Marihot Siregar [Auditor Penyelia Inspektorat I]<br />

Syamsuddin, S.E., M.M. [Auditor Muda Inspektorat III]<br />

Ratam [Pelaksana Subbag TU Inspektorat VI]<br />

MENIKAH<br />

Selamat berbahagia kepada kawan-kawan kita yang telah<br />

menemukan belahan jiwanya, semoga dengan lengkapnya<br />

belahan jiwa dapat menambah motivasi untuk berkarya di<br />

kantor kita yang tercinta ini, yeay.. ;)<br />

Priyatin Purwoko Adi, S.H.<br />

(Pelaksana Subbag TU Inspektorat III)<br />

&<br />

Rike Lidyarini, S.AP<br />

7 April 2012<br />

M. Faiz<br />

(Pelaksana Subbag TU Inspektorat VII)<br />

&<br />

Yeni Puspitasari, S.I.Kom<br />

8 April 2012<br />

Zakky Chaidar<br />

(Pelaksana Subbag PP Bagian Umum)<br />

&<br />

dr. Nurun Nisa’<br />

22 April 2012<br />

LAHIR<br />

A baby will make love stronger, days shorter, nights longer,<br />

bankroll smaller, home happier, clothes shabbier, the past<br />

forgotten and the future worth living for


Pojok Komunitas<br />

Komunitas Fotografi Itjen (KoFI) mewujud pada tahun 2007. Berawal dari kejayaan Forum Itjen,<br />

beberapa pecinta fotografi bersepakat untuk saling sharing banyak hal tentang fotografi setiap<br />

rabu. Kegiatan hunting fotho menjadi hal yang sangat menyenangkan buat para aktivis KoFI. April<br />

2011 mereka sukses menggelar pameran fotho. Mulai edisi ini <strong>Auditoria</strong> menampilkan karya<br />

fotografi temen-teman KoFI. Buat yang ingin bergabung dengan KoFI, silakan menghubungi Pak<br />

Agus Sarwodi di IBI.<br />

VOL V No. <strong>29</strong> | Edisi Maret - April 2012<br />

57


Pojok Komunitas<br />

Benci..<br />

Aku benci dia karena dia lebih pintar dari aku.<br />

Aku benci dia karena orangtuaku lebih perhatian<br />

kepadanya dibanding aku.<br />

Aku benci dia karena semua keluarga selalu mengeluelukannya.<br />

Aku benci matanya yang buta sebelah.<br />

Aku benci semua yang ada pada dirinya.<br />

Aku benci ketika ibuku memeluknya karena dia juara<br />

kelas.<br />

Aku benci ketika ayah menjewerku karena dia<br />

kutendang.<br />

Aku benci dia ada di keluargaku.<br />

Aku benci dia semakin dikasihani orang.<br />

Aku benci melihat ayahku jadi pendiam.<br />

Aku benci mengingat malam itu, saat Ibuku<br />

bersimbah darah dan aku di sampingnya dengan<br />

pisau di tanganku.<br />

Seharusnya yang disitu kakak angkatku bukan ibuku..<br />

(KIN)<br />

Pulang..<br />

“Ayah, minggu depan aku akan pulang.”<br />

“Syukurlah nak, ayahmu ini sudah rindu sekali.”<br />

“Aku mengambil beberapa hari cuti, yah. Nanti kita<br />

jalan-jalan ya?”<br />

“Ayah ini sudah tua mau kamu ajak kemana?”<br />

“Kemana aja yah, yang penting kita menghabiskan<br />

waktu bersama”<br />

“Iya nak, nanti kalau pulang jangan lupa mampir ke<br />

makam ibumu ya..”<br />

“Baik yah, sudah dulu ya yah. Sampai ketemu di<br />

rumah. Assalamu’alaikum..”<br />

“Wa’alaikumsalam”<br />

##<br />

“Sudah lama ayah tidak naik bis seperti ini.”<br />

“Aku senang lihat ayah senang..”<br />

“Dulu, ayah juga suka mengajak ibumu jalan-jalan<br />

begini.”<br />

“Ibu sering cerita..”<br />

##<br />

Ciiiiiitttt..<br />

“Aduh.. kenapa ini?”<br />

“Ayah pegangan, ayah..”<br />

Brraaaakkk..<br />

##<br />

Ibu kami pulang..<br />

(KIN)<br />

PeSaN<br />

Komunitas PeSaN (Penikmat Sastra itjeN) tak pernah secara resmi berdiri.<br />

Pertengahan tahun 2007 beberapa punggawa Itjen yang suka membaca (membaca<br />

apapun) menggelar karpet dan saling membacakan puisi. Beberapa di antaranya<br />

menenteng cerpen. Ada pula yang membawakan karya sendiri. Keberadaan PeSaN<br />

tak mungkin bisa dilepaskan dari masa jaya Forum Itjen. Mulai edisi ini, <strong>Auditoria</strong><br />

menyajikan karya para PeSaN yang tentu saja sarat dengan pesan. Silahkan<br />

menikmati cerita 99 kata dari kami...<br />

58<br />

VOL V No. <strong>29</strong> | Edisi Maret - April 2012


Resensi Buku<br />

Jangan Pernah Jadi Malaikat: Dari<br />

Dwifungsi “Pengusaha”, Intrik Politik,<br />

Sampai “Rekening Gendut”<br />

Penulis : Christianto Wibisono<br />

Penerbit : Gramedia Pustaka Utama<br />

Terbit : 2010<br />

Motif tindak korupsi saat ini sudah bukan lagi soal<br />

kebutuhan hidup, melainkan kerakusan gaya hidup<br />

predator. Inilah pola tingkah laku kebanyakan elite<br />

politik dan pemerintahan Indonesia sekarang. Mulai<br />

dari mereka yang duduk di jenjang karier paling awal<br />

sampai elite teras lembaga tinggi Negara. Repotnya<br />

lagi, Indonesia kini telah memasuki era “Dwifungsi<br />

Pengusaha”. Semakin banyak pengusaha yang sudah<br />

dan akan merangsek masuk ke dalam sistem dan<br />

rezim politik menjadi penguasa. Hal ini tentu rawan<br />

dengan intrik politik dan konflik kepentingan yang<br />

membuat skala korupsi yang jauh lebih mengerikan<br />

dan dan mengancam negara. Apalagi, Indonesia<br />

saat ini belum begitu mengenal wacana konflik<br />

kepentingan yang bahkan di negara demokrasi<br />

mapan juga masih relatif baru. Dalam situasi sepert<br />

iini, tentu mustahil mengharapkan KPK bisa menjadi<br />

malaikat dalam pemberantasan korupsi.<br />

Maka dari itu, buku ini menawarkan pendekatan<br />

dan solusi komprehensif yang sama sekali berbeda.<br />

Berdasarkan studi perbandingan empiris dengan<br />

negara lain dan sejarah pemberantasan korupsi<br />

sejak zaman demokrasi liberal, ada trio senjata<br />

pamungkas yang disodorkan: UU Amnesty<br />

Berpenalti: UU Pembuktian Terbalik, dan UU Anti-<br />

Konflik Kepentingan. Hanya dengan cara ini, RI<br />

bisa diselamatkan dari ancaman para predator<br />

penyandera negara. (MUJ)<br />

Seni Perang Sun Zi Dan Sistem<br />

Pengendalian Manajemen: Filosofi<br />

Dan Aplikasi<br />

Penulis : Sujoko Efferin dan Bonnie Soeherman<br />

Penerbit : Elex Media Komputindo<br />

Terbit : 2010<br />

Semua pebisnis sepakat bahawa manusia adalah kunci<br />

sukses organisasi. Sistem PEngendalian Manajemen<br />

(SPM) adalah sebuah konsep holistik lintas ilmu yang<br />

menggabungkan akuntansi, manajemen, sosiologi,<br />

antroplogi, psikologi, dan politik organisasi yang<br />

dirancang untuk memastikan karyawan berperilaku<br />

dan menghasilkan kinerja selaras dengan tujuan<br />

dan strategi organisasinya. SPM diperlukan untuk<br />

menyelesaikan tiga masalah fundamental manusia<br />

dalam organisasi, yaitu tidak mau, dan tidak mampu.<br />

Seni Perang Sun Zi, mengandung taktik dan strategi<br />

berperang, kebajikan Timur, filosofi, dan cara berpikir<br />

yang amat kaya ditulis sekitar 2.500 tahun yang<br />

lampau. Buku ini akan membuka mata hati Anda<br />

dengan membedah 3 prinsip fundamental Sun Zi<br />

dalam desain dan implementasi Sistem Pengendalian<br />

Manajemen. (MUJ)<br />

VOL V No. <strong>29</strong> | Edisi Maret - April 2012<br />

59


60<br />

VOL V No. <strong>29</strong> | Edisi Maret - April 2012

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!