Create successful ePaper yourself
Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.
ASDFASDF<br />
VOL V No. <strong>29</strong> | Edisi Maret - April 2012<br />
1
Contens<br />
Editorial 3<br />
Auditama 4<br />
Liputan Khusus 17<br />
AuditOase 28<br />
Wawancara 30<br />
Info Penting 35<br />
Berita Keluarga 36<br />
Profil 37<br />
SpeakOut 38<br />
Ex-Auditor 40<br />
Ragam Pengawasan 49<br />
Sudut Kantor 52<br />
Pojok SPIP 53<br />
Alexander on Leadership 55<br />
Pojok Komunitas 57<br />
Pesan 58<br />
Resensi Buku 59<br />
4<br />
8<br />
25<br />
8<br />
Redaksi menerima sumbangan tulisan atau artikel yang sesuai dengan misi penerbitan. Redaksi berhak mengubah<br />
isi tulisan tanpa mengubah maksud dan substansi. Artikel atau tulisan yang dimuat akan diberikan honor sesuai<br />
Standar Biaya Umum (SBU).<br />
Isi majalah tidak mencerminkan kebijakan Inspektorat Jenderal<br />
Pelindung: Inspektur Jenderal, Penasihat: Sekretaris Inspektur Jenderal, Inspektur I, Inspektur II, Inspektur III,<br />
Inspektur IV, Inspektur V, Inspektur VI, Inspektur VII, Inspektur Bidang Investigasi,<br />
Penanggung jawab :C.M. Susetya, Redaktur :Budi Prayitno, Penyunting : Alexander Zulkarnaen, Dedhi Suharto,<br />
M. Hisyam Haikal, M. Gilang Ramadhan, Galih Teguh Gumilang, Ridzky Aditya Saputra, Desain Grafis/ Fotografer<br />
:Terry Castello, Putra Kusumo Bekti, Sekretariat :Delima Frida, Suryani, Istianah, Maria Cecilia Kinanthi, Dianita<br />
Wahyuningtyas, Rahmawati Setyaningsih, Mujaini, Ari Hapsari, Johan Rizki, Agus Rismanto, Ervin Septian Firdaus,<br />
Talitha Sya'banah Fajrin Sudana, Ari Hapsari<br />
ISSN : 1411 - 9455<br />
Alamat: Jl. Dr. Wahidin No. 1, Gedung Juanda II Lantai IV - XIII,<br />
Telp. (021) 3865430 fax. (021) 3440907 Kode Pos : 10710<br />
e-mail : Majalah.<strong>Auditoria</strong>@gmail.com<br />
2<br />
VOL V No. <strong>29</strong> | Edisi Maret - April 2012
aditorial<br />
VOL V No. <strong>29</strong> | Edisi Maret - April 2012<br />
3
auditama<br />
Siapa Bilang TU dan<br />
Kehumasan itu Hanya<br />
Sekedar Surat Menyurat?<br />
Ketika berbicara mengenai tata usaha atau biasa disingkat TU, maka yang ada dibenak kita adalah proses<br />
administrasi persuratan, penggandaan, dan pengarsipan. Pada prakteknya, seringkali pekerjaan pegawai<br />
TU ini dipandang sebelah mata karena dianggap sangat mudah dilakukan dan tidak membutuhkan pemikiran.<br />
Mungkin dalam bayangan kita, pekerjaan pegawai TU hanya sebatas pada menerima surat, mencatat,<br />
menggandakan, kemudian menyimpan surat tersebut. Namun, apakah sesederhana itu pekerjaan pegawai TU ?<br />
Tata Usaha Identik dengan Surat, Dokumentasi,<br />
dan Arsip<br />
Memang benar bahwa tugas utama<br />
pegawai TU adalah berkaitan dengan persuratan dan<br />
penyimpanan arsip. Terkadang keberadaan pegawai<br />
TU mungkin tidak dianggap penting pada saat surat<br />
atau berkas baru masuk ke ruang pimpinan. Tapi<br />
pada akhirnya, keberadaan pegawai TU akan terlihat<br />
penting ketika proses surat atau berkas tersebut<br />
sudah berjalan beberapa waktu kemudian, misalnya:<br />
seorang pimpinan membutuhkan surat atau berkas<br />
yang dikirim enam bulan yang lalu, hal ini akan<br />
lebih mudah jika ada pegawai TU yang menangani<br />
sehingga surat-surat atau berkas-berkas yang masuk<br />
mudah untuk dicari kembali.<br />
Berkaitan dengan persuratan, dua orang<br />
pegawai subbag TU dan Kehumasan Bagian Umum<br />
Sekretariat Itjen, Natassa Feryza dan Canggih W. S.,<br />
memberikan penjelasan mengenai alur pekerjaan<br />
mereka. Hal pertama yang dilakukan adalah<br />
menerima surat masuk yang ditujukan kepada<br />
Irjen atau Sekretaris Irjen, lalu diinput ke aplikasi,<br />
selanjutnya dicetak lembar disposisi. Setelah itu<br />
surat disampaikan kepada Irjen atau Sekretaris<br />
4<br />
VOL V No. <strong>29</strong> | Edisi Maret - April 2012
auditama<br />
Irjen untuk didisposisikan, setelah didisposisi lalu<br />
direkam dalam aplikasi, kemudian surat itu dikirim<br />
sesuai tujuan disposisi. Dalam hal ini, pihak-pihak<br />
yang terlibat yaitu dari subbag TU, Bagian SIP jika<br />
ada kendala dalam aplikasi persuratan, dan unit lain<br />
yang menjadi tujuan disposisi Irjen atau Sekretaris<br />
Irjen untuk merespon surat masuk tersebut sesuai<br />
arahan/disposisi Irjen atau Sekretaris Irjen.<br />
Tata usaha selalu berkaitan dengan<br />
dokumentasi dan kearsipan. Inilah mengapa<br />
perpustakan juga merupakan salah satu unit yang<br />
dikelola oleh subbag TU dan Kehumasan. Mujaini,<br />
seorang Sarjana Humaniora yang bergabung di<br />
Itjen tahun 2010 menjelaskan tugas-tugasnya di<br />
Perpustakaan Itjen. “Yang utama adalah mengelola<br />
koleksi perpustakaan, baik yang berbentuk buku<br />
maupun non-buku, seperti dokumen peraturanperaturan<br />
atau undang-undang”, terang Mujaini.<br />
Wawan Surahman, rekan kerja Mujaini di<br />
perpustakaan, turut menambahkan bahwa yang yang<br />
dilakukan dalam mengelola perpustakaan adalah<br />
scan data buku, perawatan ruangan, perawatan fisik<br />
buku, pelayanan peminjaman dan pengembalian.<br />
Dapat dikatakan bahwa penyimpanan arsip fisik<br />
dan pendokumentasian juga merupakan salah satu<br />
kegiatan di perpustakaan, terutama yang berkaitan<br />
dengan pengadaan dokumentasi peraturanperaturan.“Jadi<br />
kami siap membantu rekan-rekan<br />
yang sekiranya membutuhkan dokumen peraturan”<br />
jelasnya.<br />
Tata Usaha ditambah Kehumasan, jadi seperti<br />
apa ya?<br />
Pada tahun 2010, berdasarkan PMK<br />
184/PMK.01/2010 terdapat penambahan fungsi<br />
kehumasan dalam subbagian TU Bagian Umum,<br />
sehingga namanya pun berubah menjadi Subbag<br />
TU dan Kehumasan. Subbagian TU dan Kehumasan<br />
Bagian umum yang dikomandoi oleh Budi Prayitno<br />
mempunyai tugas melakukan urusan persuratan,<br />
kearsipan, kepustakaan, penggandaan, ekspedisi,<br />
kehumasan, komunikasi publik, pemantauan aktivitas<br />
harian Inspektorat jenderal, dan pendampingan<br />
kepada para pegawai Inspektorat Jenderal yang<br />
dalam pelaksanaan tugasnya dimintai keterangan<br />
oleh aparat penegak hukum.<br />
Ketika ditemui di ruang kerjanya di lantai<br />
IV gedung Djuanda II, Budi menuturkan visi dan misi<br />
Subbag TU dan Kehumasan, visi dan misi SUbbag<br />
TU dan Kehumasan adalah mewujudkan Bagian<br />
Umum menjadi bagian yang terbaik melalui tupoksi<br />
Subbag TU dan Kehumasan, yaitu persuratan,<br />
kearsipan, perpustakaan, penggandaan, ekspedisi<br />
dan kehumasan. “Kami merasa saat ini masih jauh<br />
dari ideal, oleh karena itu semua lini masih harus<br />
ditingkatkan, baik itu dalam urusan persuratan,<br />
kearsipan, kepustakaan, penggandaan, ekspedisi dan<br />
lain-lain”, ujar Budi sambil membenahi letak tempat<br />
duduknya.“Tantangannya adalah banyak pekerjaan<br />
yang bersifat unstructure dan on the spot yang harus<br />
dikerjakan dalam waktu sempit, prinsip kami semua<br />
pekerjaan harus dilaksanakan sebaik-baiknya meski<br />
terkadang harus pulang malam hari”, tambahnya.<br />
Hal senada juga disampaikan oleh Galih<br />
Teguh Gumilang, salah satu punggawa Subbag TU<br />
dan Kehumasan yang mahir dalam bidang desain.<br />
Menurut Galih, pekerjaan di Subbag TU dan<br />
Kehumasan tidak hanya apa yang terikat dalam<br />
kontrak kinerja ataupun tupoksi yang ada, namun<br />
jauh lebih luas lagi. Segala sesuatu dilakukan dengan<br />
sentuhan seni, mulai dari desain, pengadaan barang<br />
seni, dokumentasi kegiatan, event organizer, hingga<br />
pelayanan pimpinan.<br />
Tata Usaha dan Kehumasan adalah dua<br />
bidang yang sama-sama berhubungan dengan pihak<br />
luar. Menurut Galih, dengan adanya kehumasan<br />
di Itjen struktur organisasi kehumasan yang ada<br />
saat ini semakin jelas. Tugas humas sendiri adalah<br />
mensosialisasikan dan mengkomunikasikan segala<br />
bentuk informasi kepada publik, baik itu internal<br />
maupun eksternal. Dan agar membuat kerja<br />
kehumasan lebih baik, efisien, dan efektif, humas<br />
seharusnya memiliki struktur langsung dari unit<br />
VOL V No. <strong>29</strong> | Edisi Maret - April 2012<br />
5
auditama<br />
organisasi. Karena biasanya humas membawa tugas<br />
mengenai kebijakan-kebijakan Unit Eselon I maupun<br />
yang bersifat Kementerian.<br />
Dengan adanya Kehumasan di struktur<br />
organisasi Itjen dampak langsungnya terhadap<br />
pekerjaan adalah lebih mudah berkoordinasi<br />
dan mensinergikan strategi-strategi kehumasan<br />
yang adatiap-tiap eselon I. “Dan dampak lainnya<br />
adalah menambah pekerjaan, tetapi yang dengan<br />
bertambahnya pekerjaan pasti akan bertambah<br />
pula pengalaman dan pengetahuan”, ujarnya<br />
dengan bijak. Canggih dan Tassa pun berpendapat,<br />
bahwa dengan adanya unit kehumasan sangat<br />
bagus untuk meng-update informasi-informasi<br />
seputar Itjen, baik melalui website, ataupun majalah<br />
<strong>Auditoria</strong>. Kegiatan-kegiatan yang ada di Itjen dapat<br />
dipublikasikan dan di-update di website.<br />
“Subbag TU dan<br />
Kehumasan terkadang<br />
masih dipandang sebelah<br />
mata. Beberapa masih<br />
menganggap pekerjaan<br />
unit ini sepele dan mudah,<br />
padahal kenyataannya<br />
tidak demikian”<br />
menjelaskan bahwa manfaat penggunaan e-filing ini<br />
baru terasa ketika kita harus mencari arsip-arsip yang<br />
sudah lama, entah dimana atau masih ada atau tidak,<br />
tidak ada yang tahu. Melalui e-filing hal tersebut<br />
dapat diatasi. Dokumen dengan mudah dan cepat<br />
bisa ditemukan. Semua ini dilakukan sebagai bentuk<br />
dukungan terhadap kegiatan pengawasan yang ada<br />
di Itjen.<br />
Perpustakaan Itjen sekarang ini<br />
dikembangkan menjadi perpustakaan modern.<br />
Wawan mengatakan, perpustakaan Itjen sekarang<br />
ini mengalami perkembangan yang pesat, mulai dari<br />
alat, sistem pelayanan, aplikasi sampai dengan koleksi<br />
buku. Pengadaan buku-buku dilakukan berdasarkan<br />
permintaan dari tiap-tiap unit atau bagian di Itjen,<br />
sehingga koleksi yang ada di perpustakaan dapat<br />
memenuhi apa yang dibutuhkan para pegawai<br />
Itjen. Dibandingkan dengan beberapa tahun yang<br />
lalu, perpustakaan Itjen lebih banyak mengoleksi<br />
peraturan-peraturan dibandingkan dengan bukubuku.<br />
Curahan Hati para Punggawa Subbag TU dan<br />
Kehumasan<br />
Yang Diunggulkan di Subbag TU dan Kehumasan<br />
Pada tahun 2012 ini, pengarsipan berbasis<br />
aplikasi (e-filing) dan perpustakaan modern menjadi<br />
konsentrasi utama di Subbag TU dan Kehumasan.<br />
Electronic Filing atau biasa disingkat dengan e-filing<br />
merupakan pengelolaan arsip atau dokumen dengan<br />
menggunakan aplikasi. Kegiatan ini adalah salah<br />
satu upaya subbag TU dan Kehumasan dalam rangka<br />
mewujudkan e-government. Selama ini arsip-arsip<br />
yang sangat tingg inilainya justru dicampakkan<br />
begitu saja dan tidak ditindaklanjuti. Padahal, bisa<br />
jadi suatu arsip akan sangat berguna di waktu-waktu<br />
mendatang. Baik arsip fisik maupun arsip digital,<br />
dikelola dengan menggunakan aplikasi ini. Galih<br />
Suka dan duka, pastinya dialami oleh<br />
para punggawa subbag TU dan Kehumasan dalam<br />
menjalankan tugasnya. Natassa bercerita, sejak<br />
ditempatkan di Subbag TU dan Kehumasan pada<br />
awal tahun 2008 banyak sekali pengalaman yang<br />
dirasakannya. Tugasnya yang mengurusi persuratan<br />
di ruang Sekretaris Itren, membuat Natassa sering<br />
berkomunikasi dengan Sekretaris Itjen. Disitulah<br />
Natassa merasa bahwa ternyata para pejabat<br />
itu manusia biasa yang juga senang bercanda.<br />
Pengalaman lain juga dirasakan oleh Canggih yang<br />
bertugas mengelola persuratan yang ditujukan<br />
6<br />
VOL V No. <strong>29</strong> | Edisi Maret - April 2012
auditama<br />
untuk Irjen. Pada saat-saat tertentu Canggih<br />
diharuskan untuk standby di ruangan sampai malam<br />
hari. Meskipun lelah, tapi Canggih melakukan<br />
dengan senang hati, karena itu adalah tugas yang<br />
memang harus dilaksanakan. Pengalaman lain yang<br />
menurutnya sangat berkesan adalah Bagian Umum<br />
secara rutin mengadakan Family Gathering setiap<br />
tahunnya. Menurutnya hal ini sangat bagus untuk<br />
meningkatkan kekompakan serta rasa kekeluargaan,<br />
mengingat subbag-subbag di Bagian Umum memiliki<br />
ruang kerja yang terpisah sehingga sangat jarang<br />
untuk bisa berkumpul bersama.<br />
Sebagai seorang pustakawan, Mujaini<br />
tentu saja dituntut untuk bertemu banyak orang<br />
dan memberikan pelayanan sebaik-baiknya. Mujaini<br />
menganggap ini adalah sebuah tantangan dan<br />
kesenangan, karena bisa mengenal rekan-rekan di<br />
Itjen. Namun, beberapa kendala juga ia alami. Salah<br />
satunya adalah ketika tidak dapat memberikan<br />
pelayanan dengan baik, misalnya memberikan<br />
buku yang hendak dipinjam karena buku tersebut<br />
belum ada di perpustakaan atau ada namun<br />
sedang dipinjam orang lain. Kendala lain yang dia<br />
rasakan adalah kurangnya kedisiplinan beberapa<br />
pegawai dalam mengembalikan buku. Ada juga yang<br />
mengembalikan buku dalam keadaan rusak. Ada satu<br />
cerita yang membuatnya sedih, ketika ia bertemu<br />
dengan seorang pegawai Itjen dan kemudian<br />
berkata, “Oh, ternyata Itjen punya perpus ya?”. Galih<br />
memaparkan bahwa sampai saat ini subbag TU dan<br />
Kehumasan terkadang masih dipandang sebelah<br />
mata. “Beberapa pegawai Itjen masih menganggap<br />
pekerjaan TU dan Kehumasan itu sepele dan mudah,<br />
padahal kenyataannya tidak demikian”, ungkapnya.<br />
Harapan para Punggawa Subbag TU dan<br />
Kehumasan<br />
Dari pengalaman yang dialami Mujaini<br />
mengenai masih adanya pegawai Itjen yang tidak tahu<br />
adanya perpustakaan di Itjen, ia berharap ada sarana<br />
untuk lebih mempromosikan perpustakaan. Selain<br />
itu, ia juga mengharapkan kerjasama dari semua<br />
pihak yang menggunakan fasilitas perpustakaan<br />
untuk disiplin dalam mengembalikan buku yang<br />
dipinjam. Peningkatan fasilitas juga menurutnya<br />
perlu ditingkatkan lagi, seperti mesin fotocopy dan<br />
unit komputer sebagai mesin pencarian. Mesin<br />
fotocopy dibutuhkan terutama untuk buku-buku<br />
limited namun banyak dicari, sehingga cukup memfotocopy<br />
halaman-halaman yang diperlukan, tanpa<br />
perlu meminjam. Untuk komputer, digunakan untuk<br />
memudahkan pegawai mencari buku yang diinginkan.<br />
“Sebagai supporting unit, tugas<br />
subbag TU dan Kehumasan tidak<br />
akan berhasil maksimal tanpa<br />
adanya kerjasama dari para<br />
pemangku kepentingan”<br />
Kerjasama, adalah suatu hal yang<br />
sangat dasar dan dibutuhkan dalam<br />
melakukan suatu proses kegiatan. Begitu<br />
pula dalam manajemen e-filing. Galih<br />
menyebutkan, kendala yang dihadapi dalam<br />
melakukan e-filing adalah keterlambatan<br />
penyerahan arsip dari masing-masing unit<br />
atau bagian, serta masih terdapat beberapa<br />
jenis dokumen belum sesuai dengan aturan<br />
yang berlaku. Kegiatan E-filing tidak akan<br />
berjalan jika tidak ada tanggapan dan<br />
keseriusan dari masing-masing pemangku<br />
kepentingan di Itjen. Harapannya, tiap-tiap<br />
PIC yang ditunjuk benar-benar bertanggung<br />
jawab atas urusan kearsipan di masing-masing<br />
unit. Ya, meskipun sebagai supporting unit,<br />
tugas subbag TU dan Kehumasan tidak akan<br />
berhasil maksimal tanpa adanya kerjasama<br />
dari para pemangku kepentingan. (VIN/RHM/<br />
PUT)<br />
VOL V No. <strong>29</strong> | Edisi Maret - April 2012<br />
7
auditama<br />
Layanan Subbagian PRT :<br />
TERASA<br />
tapi tak kentara<br />
Dalam melaksanakan pekerjaan seharihari,<br />
terkadang kita merasa sudah<br />
bekerja sekuat tenaga, melayani<br />
sebaik-baiknya, namun sedikit sekali<br />
apresiasi dari orang lain. Begitulah<br />
yang terjadi di Bagian umum. Semua yang dikerjakan<br />
barangkali adalah hal yang tidak luar biasa, just<br />
ordinary. Melayani sebaik-baiknya, tanpa berharap<br />
pujian orang lain, adalah hal biasa. Sebaliknya,<br />
kesalahan sedikit saja bisa berbuah complaint yang<br />
luar biasa. Itulah pelayanan.<br />
Subbag Protokoler dan Rumah Tangga<br />
adalah suatu unit kerja yang mengurusi urusan<br />
dalam, rumah tangga, pengangkutan, atau jamuan<br />
tamu. Jarang sekali orang menganggapnya sebagai<br />
tugas yang ‘fundamental’ bagi organisasi. Pekerjaan<br />
yang merupakan unit pendukung tersebut tentunya<br />
bukanlah tugas pokok yang merupakan core Business,<br />
tetapi tidak dapat juga dikesampingkan peranannya.<br />
Tanpanya, sedikit banyak berimbas pada pencapaian<br />
tujuan organisasi.<br />
Tidak hanya ada di perusahaan atau<br />
badan usaha, di Instansi pemerintah seperti<br />
Inspektorat Jenderal pun bagian/unit kerja seperti<br />
ini pasti ada. Melihat dari kacamata yang tidak<br />
biasa, Majalah <strong>Auditoria</strong> kali ini akan mengupas<br />
unit pelayanan yang mengurusi hal-hal yang<br />
kelihatannya ‘sepele’ di atas.<br />
Apa sih Subbag PRT itu ?<br />
Adalah Subbagian Protokol dan Rumah<br />
Tangga yang selanjutnya disingkat Subbag PRT<br />
(bukan kependekan dari Pembantu Rumah Tangga).<br />
Subbag PRT adalah salah satu subbagian di Bagian<br />
Umum Sekretariat Inspektorat Jenderal. Subbag<br />
PRT mempunyai tugas pokok melakukan urusan<br />
dalam, akomodasi, protokoler, kerumahtanggaan,<br />
pengangkutan, dan pemeliharaan inventaris kantor.<br />
Kelihatannya memang simple, namun ketika kita<br />
mencoba menyelami pekerjaan yang mereka lakukan,<br />
sungguh di luar apa yang kita bayangkan.<br />
Sebagai Kepala Subbag PRT, Hari Purnomo<br />
menjelaskan bahwa tugas utama subbag PRT adalah<br />
pemeliharaan yang berpokok pada pemeliharaan<br />
aset yang dimiliki Inspektorat Jenderal seperti<br />
pemeliharaan kendaraan dinas, inventaris, rumah<br />
dinas, gedung kantor dan protokoler yang terkait erat<br />
dengan pelayanan pimpinan (meliputi pengawalan<br />
pimpinan), antar jemput tugas dinas, akomodasi<br />
hotel, penyiapan bahan dan jamuan rapat, dan lainlain.<br />
Mujiastono -yang akrab disapa Mujay,<br />
seorang petugas di Subbag PRT- mengungkapkan<br />
8<br />
VOL V No. <strong>29</strong> | Edisi Maret - April 2012
auditama<br />
bahwa selama di Subbag PRT, tugasnya adalah<br />
mengelola perawatan inventaris, pemeliharaan<br />
rumah dinas, mengelola langganan daya dan jasa,<br />
mengelola jasa kebersihan (cleaning service), dan<br />
sewa mesin fotocopy. “Hampir setiap bisnis proses<br />
di subbag PRT mirip satu sama lain, hanya berbeda<br />
objek yang ditanganinya” katanya.<br />
Lain lagi kata Murdiono, salah satu staf<br />
Protokol Inspektur Jendral. Imunk –panggilan akrab<br />
Murdiono- mengibaratkan pekerjaan di Subbag<br />
PRT sebagai “Jaga Warung”. Staf harus standby<br />
di ruangan dan siap sedia untuk melayani ketika<br />
ada stakeholders yang membutuhkan pelayanan.<br />
Sebagai ajudan, Imunk bertugas mendampingi dan<br />
memastikan segala kebutuhan Inspektur Jenderal<br />
terpenuhi tepat pada waktunya.<br />
Program Unggulan Subbag PRT<br />
Ternyata tidak hanya pekerjaan rutin yang<br />
dilakukan oleh Subbag PRT. Ada beberapa program<br />
dan kegiatan yang menjadi unggulan. Dari pemaparan<br />
Hari Purnomo, kegiatan unggulan yang ada di subbag<br />
ini adalah Program Kebersihan atau yang dikenal<br />
dengan istilah 5R (Ringkas, Rapi, Resik, Rawat, Rajin),<br />
Pembangunan Aplikasi pelayanan Pimpinan (Katana)<br />
yang merupakan aplikasi berbasis Web untuk<br />
mengadministrasikan Agenda Pimpinan (pejabat<br />
Eselon I dan II Itjen), serta program pelayanan satu<br />
pintu atas setiap permintaan pelayanan.<br />
Khusus untuk program 5R, Hari menekankan<br />
pentingnya pelaksanaan program ini sebagai upaya<br />
yang diharapkan dapat mengubah budaya kerja<br />
pegawai Itjen menjadi semakin baik. Program 5R yang<br />
baru pertama dijalankan di tahun 2012 ini tidak sama<br />
dengan program kebersihan lainnya. Fokusnya lebih<br />
ke arah pembangunan budaya kerja yang dimulai<br />
dari tempat kerja sampai kepada perubahan prilaku<br />
masing-masing pegawai. Program ini dilakukan<br />
secara bertahap dengan menerapkan falsafah jepang<br />
‘Kaizen’ yang menitikberatkan terhadap perubahan<br />
dari yang salah, benar, dan menuju lebih baik secara<br />
berkelanjutan.<br />
Adapun dalam praktiknya, gambaran<br />
umum program 5R ini dilakukan secara bertahap,<br />
diantaranya melakukan pengelompokan barangbarang<br />
berdasarkan tingkat kebutuhan pegawai di<br />
masing-masing meja kerja dan menyingkirkan semua<br />
barang-barang yang tidak diperlukan. Selanjutnya,<br />
pegawai menyediakan sistim sarana penyimpanan<br />
serta lay-out untuk menjamin bahwa barang-barang<br />
yang diperlukan menjadi mudah dikenali dan mudah<br />
ditemukan dan mudah dikembalikan. Selanjutnya<br />
melakukan penerapan secara terus menerus<br />
menjadikan tempat kerja yang sehat dan ramah<br />
terhadap lingkungan melalui standar pengendalian<br />
program 5R.<br />
Sebagai bentuk evaluasi terhadap<br />
pelaksanaan program 5R, dilakukan penilaian oleh<br />
Top Management, dalam hal ini para pimpinan<br />
organisasi untuk menilai sejauh mana tingkat<br />
efektif dan efisien pelaksanan program 5R. Hari<br />
menambahkan, “progam ini dapat berjalan dengan<br />
baik jika semua pegawai tidak hanya perpartisipasi<br />
saja tetapi harus mempunyai keterlibatan yang<br />
berarti dan juga adanya komitmen dari para pimpinan<br />
untuk aktif mendukung program 5R.”<br />
Program 5R Subbag PRT<br />
Sebagai salah satu kegiatan protokoler,<br />
Subbag PRT juga menjalankan aplikasi Katana<br />
sebagai langkah untuk mempermudah pelaksanaan<br />
kegiatan/acara pimpinan Itjen, baik dari segi<br />
penyediaan ruangan, jamuan, pendampingan, dan<br />
lain sebagainya. Aplikasi ini merupakan bentuk<br />
monitoring agenda pimpinan sehingga kegiatan<br />
keprotokoleran lebih terintegrasi. Tujuannya agar<br />
Subbag PRT selaku protokoler dapat mengantisipasi<br />
kebutuhan-kebutuhan apa saja yang diinginkan<br />
pimpinan dalam rangka pelaksanaan tugasnya<br />
tersebut.<br />
VOL V No. <strong>29</strong> | Edisi Maret - April 2012<br />
9
auditama<br />
Sedangkan untuk program pelayanan satu<br />
pintu atas setiap permintaan pelayanan merupakan<br />
langkah maju untuk meningkatkan proses administrasi<br />
pelayanan menjadi lebih jelas dan rapi. Melalui<br />
pelayanan satu pintu, semua jenis permintaan akan<br />
lebih terkontrol, cepat ditindaklanjuti, dan tersistem.<br />
Program dan kegiatan tersebut umumnya<br />
telah berjalan cukup baik, meskipun masih ada<br />
beberapa kendala. Misalnya program pelayanan satu<br />
pintu yang terkendala dengan kekurangan SDM yang<br />
kompeten, Program 5R yang masih dalam proses<br />
pilot project di unit Sekretariat Itjen dan Kasubbag<br />
TU Inspektorat sehingga belum terlaksana di seluruh<br />
unit di lingkungan Itjen. Namun, program-program ini<br />
akan terus dikembangkan sesuai dengan kebutuhan<br />
dan lebih baik lagi.<br />
Suka duka melayani<br />
Menelisik suka duka para pegawai Subbag<br />
PRT tentu sangat menarik. Pengalaman seru selama<br />
di Subbag PRT mungkin tak bakal dijumpai di tempat<br />
lain. Johan Rizky Aditya, pelaksana tugas Subbag<br />
PRT punya cerita positif tentang pengalaman kerja<br />
di sini. “Gara- gara bekerja disini saya jadi lebih<br />
komunikatif karena tugasnya berhubungan dengan<br />
pihak lain. Dulu saya malas ngomong panjang lebar”,<br />
Ungkapnya. Tidak hanya itu, Johan juga mendapat<br />
banyak ilmu dan menjadi lebih bersabar melayani<br />
stakeholders yang selalu menuntut ini dan itu. “Kalau<br />
dulu saya dihadapkan dengan orang yang banyak<br />
nuntut, udah saya tinggal” candanya.<br />
Hal yang sama juga diutarakan oleh Imunk.<br />
Pekerjaan sebagai ajudan yang menuntutnya untuk<br />
berhubungan dengan banyak pihak, khususnya para<br />
pejabat eselon I, membuat Imunk semakin baik<br />
dalam berkomunikasi dan memperluas jaringan relasi<br />
saya. Selain itu, Imunk pun selalu lebih dahulu tahu<br />
atas informasi yang sedang menjadi issue di Itjen<br />
atau Kementerian Keuangan. “Menjadi kebanggaan<br />
tersendiri karena bisa dekat dengan pimpinan<br />
tertinggi Itjen. Saya jadi bisa belajar bagaimana<br />
menjadi seorang pemimpin yang baik” tambahnya.<br />
Adapun dukanya adalah sebagian besar waktu habis<br />
di kantor dan terbiasanya pulang malam, jauh di luar<br />
jam kerja. “Ibaratnya, kami ga pernah lihat matahari<br />
karena berangkat pagi dan pulang sudah sangat<br />
malam” tambah Imunk.<br />
Lain halnya dengan Mujay. Menurutnya,<br />
sukanya bekerja di subbag PRT adalah sikap para<br />
pegawainya yang baik, ramah, peduli satu sama<br />
lain, dan enjoy. Pekerjaannya mengasyikkan karena<br />
sifatnya yang lebih menuntut pegawainya untuk rajin<br />
dan selalu siap cepat tanggap. Namun ada juga sisi<br />
negatifnya, sebagian pegawainya adalah perokok<br />
aktif dan ini adalah sisi buruk suatu instansi yang<br />
harus dibenahi. “Kami sebagai pembaharu di subbag<br />
PRT berusaha mengubah stigma ini bertahap demi<br />
bertahap, selalu menyindir siapa saja yang merokok<br />
dan sekarang telah sedikit demi sedikit mulai<br />
berubah” terangnya.<br />
Selanjutnya, pegawai Subbag PRT, Dadang<br />
Risman Sunandar mengeluhkan “Subbag PRT<br />
merupakan unit pendukung yang bekerja di belakang<br />
layar. Kalau ada yang salah akan disalahkan, tapi<br />
kalau berjalan sukses biasa-biasa saja.”<br />
Pengalaman dan kendala Subbag PRT<br />
Dari pengalaman Hari Purnomo, jika<br />
pelayanan yang diberikan oleh staf di Subbag<br />
PRT sesuai dengan harapan, maka pegawai yang<br />
dilayani tidak berkomentar. Berbeda halnya jika ada<br />
pelayanan yang tidak memuaskan, stakeholders<br />
langsung berkomentar atau bahkan marah. Untuk<br />
mensiasatinya, Kasubbag PRT ini mengarahkan agar<br />
staf di subbagnya memberikan pelayanan prima dan<br />
sesuai dengan tupoksinya dan berpikir positif untuk<br />
setiap pekerjaan yang dilakukan.<br />
10<br />
VOL V No. <strong>29</strong> | Edisi Maret - April 2012
auditama<br />
“Apabila Anda bekerja hanya mencari uang, maka<br />
Anda akan terpaksa melakukan suatu pekerjaan.<br />
Namun jika Anda melakukan pekerjaan dengan<br />
sungguh-sungguh, maka uanglah yang akan<br />
mencari Anda”<br />
Dari penjelasan Imunk, ada kendalakendala<br />
yang seringkali terjadi. Misalnya, rapat yang<br />
sifatnya mendadak sehingga harus berlarian untuk<br />
mencari dan memastikan bahan rapat. Kadangkala<br />
ada kegiatan rapat yang tidak terinfokan sehingga<br />
ketika ditanya pimpinan, kami tidak bisa menjawab<br />
yang akhirnya malah ditegur. Permasalahan ini juga<br />
diamini oleh Johan. Menurutnya, kendala yang sering<br />
dialami adalah permintaan jamuan<br />
yang bersifat<br />
mendadak dan harus saat itu tersedia. “Subbag<br />
PRT bukanlah Warung Makan. Perlu adanya proses<br />
pemesanan makanan yang tentunya memerlukan<br />
waktu penyiapan dan pengirimannya. Namun,<br />
banyak stakeholders yang tidak mau mengerti”<br />
keluhnya.<br />
Dari cerita Imunk, banyak pengalaman unik<br />
yang dirasakannya. Misalnya saja sewaktu adanya<br />
rapat pimpinan di Aula Mezzanine Gd. Djuanda I.<br />
Pada saat itu karena keasyikan ngobrol dengan teman<br />
ajudan yang lain, Imunk tidak sadar kalau Inspektur<br />
Jenderal sudah kembali ke ruangan sendiri. Ada lagi<br />
tambahnya, “Pernah suatu waktu Menteri Keuangan<br />
mengadakan Rapat pimpinan di salah satu Eselon I,<br />
kalau tidak salah hari Sabtu. Rapim dimulai pagi hari<br />
dan baru berakhir pada pukul 24.00 malam.“ Hal<br />
yang sama juga dialami Dadang. Sebagai pegawai di<br />
Subbag PRT, Dadang kadangkala bekerja sampe jam 2<br />
pagi dan besoknya tetap masuk pagi.<br />
Ada juga pengalaman menarik yang dialami<br />
Mujay. Seringkali hari Sabtu dan Minggu bekerja<br />
di kantor demi menjalankan tugas dan melayani<br />
stakeholders. “Saya pernah standby di ruangan<br />
sampai jam 11 malam hanya untuk menunggu adanya<br />
permintaan dari pimpinan yang meminta jamuan<br />
untuk rapat yang diadakan malam hari” tambahnya.<br />
Harapan Subbag PRT ke depannya<br />
Bagi perbaikan di lingkungan<br />
internalnya, Johan berharap bahwa<br />
sebagian pegawai yang merupakan perokok<br />
agar melakukan perubahan sikap untuk<br />
tidak merokok di ruangan kantor karena<br />
membuat image Bagian Umum khususnya<br />
Subbag PRT. Selain akan terlihat jelek<br />
di mata stakeholders, bau asap rokok<br />
membuat suasana kerja menjadi pengap<br />
dan tidak kondusif. “Sebagai pelopor<br />
program 5R, diharapkan subbag PRT<br />
dapat menjadi teladan bagi yang lainnya<br />
dan lebih kompak lagi” ujarnya.<br />
Sebagai pimpinan Subbag<br />
PRT, Hari Purnomo berpesan agar<br />
jangan sampai waktu stakeholders<br />
terbuang sia-sia karena pelayanan yang tidak<br />
optimal. Selain itu, Hari berharap bahwa<br />
pelaksanaan program dan kegiatan yang dilakukan<br />
Subbag PRT selalu ada improvement. “Walaupun<br />
sedikit demi sedikit, tapi selalu ada peningkatan<br />
kinerja sehingga arahnya jelas dan pasti” harapnya.<br />
(VIN/RHM/PUT)<br />
VOL V No. <strong>29</strong> | Edisi Maret - April 2012<br />
11
auditama<br />
Tiada Itjen tanpa Penugasan<br />
(Subbag PP, dari ST hingga tiket)<br />
“...tidak ada kata lain selain continous improvement, yang harus terus ditunaikan oleh<br />
Subbag PP demi pelayanan yang lebih dan lebih baik lagi...”<br />
Selayang Pandang<br />
Sebagai Pegawai Negeri Sipil, apa yang terlintas di kepala kita jika kita mendengar kata “Surat Tugas”?<br />
Apa pula yang kita pikirkan jika kita mendengar singkatan “SPPD”? Dua istilah itulah yang sehari-hari menjadi<br />
–istilahnya- sarapan, makan siang, bahkan makan malam bagi Subbagian Penugasan Pengawasan (PP), Bagian<br />
Umum Sekretariat Inspektorat Jenderal.<br />
Sesuai dengan peraturan Menteri Keuangan nomor 184/PMK.01/2010 tentang Organisasi Kementerian<br />
Keuangan, Subbagian Penugasan Pengawasan bertugas melakukan administrasi penugasan dan urusan<br />
perjalanan dinas. Selain itu, Subbagian PP juga bertanggungjawab secara khusus untuk mengelola management<br />
tools di lingkungan Bagian Umum. Management tools tersebut meliputi Balance Score Card (BSC), Risk<br />
Management (RM), Indeks Kinerja Utama (IKU), Analisis Beban Kerja (ABK), dll.<br />
Pengurusan administrasi penguasan dan perjalanan dinas ini dilaksanakan oleh Subbagian Penugasan<br />
Pengawasan yang terdiri dari sebelas pegawai, termasuk Ibu Kasubbag. Sekali lagi, sepintas pekerjaan tersebut<br />
terlihat sederhana, sehingga sebelas pegawai didedikasikan khusus untuk itu jadi terasa berlebihan, mungkin,<br />
seperti “membunuh nyamuk dengan bazooka”?<br />
Namun ternyata, apabila digali lebih dalam, ternyata hanya mengurus Surat Tugas (ST), Surat Perintah<br />
Perjalanan Dinas (SPPD), serta transportasi perjalanan dinas bukanlah pekerjaan yang sederhana. Ditemani<br />
pelaksana Subbagian PP, <strong>Auditoria</strong> kali ini mencoba menyelami lebih dalam lika-liku pengurusan ST dan SPPD di<br />
Inspektorat Jenderal kita tercinta ini.<br />
12<br />
VOL V No. <strong>29</strong> | Edisi Maret - April 2012
auditama<br />
Administrasi Penugasan, Dulu dan Kini<br />
Sebelum mengulik lebih dalam, ada baiknya<br />
kita melongok sejarah pengurusan administrasi<br />
penugasan dan perjalana dinas di Inspektorat<br />
Jenderal.<br />
Embrio dari subbagian ini adalah Subbagian<br />
Administrasi Penugasan Pengawasan (APP) dan masih<br />
di bawah Bagian Perencanaan dan Tata Laksana<br />
(BPT). Sebelum terbit PMK 184, seluruh administrasi<br />
penugasan pengawasan dikelola oleh Subbagian<br />
APP tersebut. Namun bedanya, Subbag APP tidak<br />
mengadministrasikan perjalanan dinas. Ketika<br />
masih bernama Subbagian APP, jumlah pegawai<br />
hanya 4 orang plus 1 orang Kasubbag. Kelima orang<br />
tersebut yang menyelesaikan surat tugas sampai<br />
ke penyusunan laporan pemantauan (monitoring)<br />
pengawasan.<br />
Lalu, mengapa pekerjaan<br />
yang dulu bisa diselesaikan oleh<br />
5 orang pegawai, sekarang harus<br />
dikerjakan 11 orang pegawai<br />
plus extra time untuk jam kerja?<br />
Mengapa Subbagian yang “hanya”<br />
menyelesaikan 2 hal saja perlu<br />
21 Standard Operating Procedure<br />
(SOP)? Apa saja administrasi<br />
penugasan pengawasan itu? Apabila<br />
yang terbetik mengenai administrasi<br />
penugasan hanyalah sekadar<br />
mengetik surat tugas, meminta tanda tangan atasan,<br />
lantas selesai, maka ternyata jawabannya adalah<br />
“tidak!”<br />
Administrasi penugasan, dalam hal ini<br />
terutama surat tugas, adalah hasil akhir dari sebuah<br />
proses yang melalui banyak tahapan. Selain itu, surat<br />
tugas juga harus dikelompokkan menurut sifatnya,<br />
mulai dari surat tugas yang sesuai dengan Program<br />
Kerja Pengawasan Tahunan (PKPT), surat tugas yang<br />
tidak sesuai PKPT, surat tugas dukungan pengawasan,<br />
sampai surat tugas terkait pengawasan investigasi.<br />
Tiap-tiap jenis penugasan tersebut memiliki ciri,<br />
perlakuan, dan alur yang berbeda dalam proses<br />
penerbitannya.<br />
Secara garis besar, proses penerbitan surat<br />
tugas meliputi beberapa tahapan utama. Surat tugas<br />
diawali dari usulan dari masing masing Inspektur<br />
atau Kepala Bagian kepada Sekretaris Inspektorat<br />
Jenderal. Khusus penugasan investigasi, usulannya<br />
ditujukan langsung ke Inspektur Jenderal. Proses<br />
selanjutnya dilaksanakan oleh Subbagian Penugasan<br />
Pengawasan.<br />
Hal pertama yang dilakukan di Subbagian PP<br />
adalah memastikan bahwa usulan penugasan yang<br />
hendak diproses telah sesuai dengan PKPT, baik dari<br />
segi tema pengawasan, lokasi, jumlah sumber daya,<br />
s.d. penyediaan transportasi. Proses selanjutnya<br />
adalah perekaman data penugasan ke dalam aplikasi,<br />
yaitu aplikasi MONITA. Setelah data direkam, konsep<br />
surat tugas, surat pemberitahuan pengawasan, surat<br />
perintah perjalanan dinas serta pakta integritas<br />
sudah siap disusun dan diajukan ke Sekretaris<br />
Inspektorat Jenderal untuk ditandatangani. Terakhir,<br />
surat tugas dimaksud diteruskan ke Subbagian Tata<br />
Usaha dan Kehumasan untuk diadministrasikan dan<br />
didistribusikan.<br />
Dalam pelaksanaannya,<br />
seringkali proses yang berjalan tidak<br />
seringkas dan serunut gambaran<br />
di atas. Kenyataannya, penerbitan<br />
surat tugas sering –meskipun tidak<br />
selalu- mengalami pembatalan<br />
surat tugas, revisi, ketidaksesuaian<br />
dengan PKPT, dan banyak hal lain<br />
yang memerlukan penyesuaian.<br />
Tiap-tiap “kasus” memerlukan<br />
penanganan tersendiri, dan sudah<br />
barang tentu memerlukan alokasi sumber daya<br />
untuk itu.<br />
Hal lain yang juga perlu dipastikan adalah<br />
setelah proses penerbitan surat tugas dan SPPD<br />
selesai, bersamaan dengan itu pula transportasi<br />
penugasan diselesaikan. Kedua proses itu berjalan<br />
secara bersamaan dan menjadi tanggung jawab<br />
Subbagian PP. Berbeda dengan Subbagian APP<br />
pada masa lalu yang sama sekali tidak mengelola<br />
transportasi penugasan.<br />
Dalam pengurusan transportasi penugasan,<br />
Subbagian PP bertanggungjawab untuk memastikan<br />
ketersediaan transportasi, terutama transportasi<br />
melalui jalur udara, sesuai dengan jadwal penugasan.<br />
Hal ini ada kalanya memiliki tantangan tersendiri,<br />
terutama terkait kesesuaian pagu anggaran dengan<br />
VOL V No. <strong>29</strong> | Edisi Maret - April 2012<br />
13
auditama<br />
harga, serta ketersediaan tiket di pasaran ketika<br />
penugasan berlangsung selama peak season. Di<br />
samping itu, dalam rangka memberikan nilai tambah,<br />
Subbagian PP juga memberikan keleluasaan bagi<br />
pegawai untuk memilih jadwal keberangkatannya.<br />
Hal-hal tersebut mendorong Subbagian<br />
PP untuk menata waktu kerja sedemikian rupa,<br />
agar pengurusan administrasi penugasan sekaligus<br />
transportasi perjalanan dinas dapat selesai tepat<br />
waktu, sehingga tidak menghambat jalannya<br />
pengawasan oleh Itjen. Sebagai konsekuensi, tidak<br />
jarang pula, pegawai Subbagian PP harus menambah<br />
waktu kerja agar pekerjaan dapat selesai tepat waktu.<br />
Namun demikian, selayaknya sebuah<br />
pelayanan, pelayanan dari Subbagian PP masih<br />
membuka ruang perbaikan dan penyempurnaan.<br />
Hal ini antara lain tercermin dari masih adanya<br />
keluhan dari para pengguna jasa. Keluhan semacam<br />
penyediaan tiket, penerbitan surat tugas yang lama,<br />
serta keluhan-keluhan lainnya.<br />
Sebagaimana dipaparkan sebelumnya,<br />
pengurusan administrasi dan transportasi penugasan<br />
terkadang harus dikerjakan over time, seluruh<br />
SOP yang ada sudah dijalankan, namun masih<br />
kurang cukup baik hasilnya. Menjadi pertanyaan<br />
kemudian, di mana kesalahannya? Apa yang harus<br />
dilakukan? Tentu tidak ada kata lain selain continous<br />
improvement, yang harus terus ditunaikan<br />
oleh Subbag PP demi pelayanan yang<br />
lebih dan lebih baik lagi.<br />
tawanya yang khas.<br />
“Perbaikan itu adalah bagian dari Good<br />
Corporate Governance” begitulah yang diucapkan<br />
Siswo Haryoko, salah seorang pegawai Subbagian PP<br />
yang mewakil Kasubbagnya (Ibu Dewi Karti) ketika<br />
wawancara ini berlangsung. Menurut pegawai yang<br />
lulusan sekolah tinggi di Jurangmangu tahun 2007<br />
“Namanya juga bekerja dengan banyak orang, jadi<br />
banyak hal bisa terjadi. Semua customer adalah<br />
raja, jadi semua dilayani dengan baik, kami harap<br />
kami dapat memberikan sumbangsih bagi Bagian<br />
Umum pada khusus dan Itjen pada umumnya” ujar<br />
Siwo, demikian ia biasa disapa, sembari menutup<br />
wawancara ini.<br />
(RAS/GIL/JO)<br />
Apa Kata Mereka?<br />
“Tugas dibebankan saya,<br />
menurut saya cukup, yang penting semua dikerjakan<br />
dengan ikhlas, dengan senyum, jadi semua pekerjaan<br />
terasa ringan, demikian kalimat tersebut terlontar<br />
dari Ludovicus yang juga akrab disapa Dovi, pegawai<br />
lulusan STAN tahun 2008 yang sudah berkutat<br />
dengan Subbag PP selama kurang lebih 2 tahun.<br />
“Pokoknya jangan pernah ngeluh, yang penting<br />
kalo ada tugas dari pimpinan kita siap. Selama<br />
saya bertugas sih banyak banget kejadian yang<br />
berkesan, bahkan hampir tiap hari selalu banyak<br />
yang berkesan, kalo diceritain bisa dibikin novel<br />
bersambung loh mas” ujar Dovi diiringi derai<br />
14<br />
VOL V No. <strong>29</strong> | Edisi Maret - April 2012
auditama<br />
Pengadaan (harus) jalan terus, meski SDM terbatas<br />
(Subbag Perlengkapan, demi kepuasan stakeholder)<br />
“...semua kita kedepankan untuk kepuasan pelanggan...”<br />
Sebagai unit pengawasan, penyelenggaraan<br />
tugas pengawasan oleh Inspektorat Jenderal<br />
tidak dapat dipisahkan dari dukungan<br />
sarana dan prasarana. Dapat dibayangkan,<br />
apa jadinya bila sebuah kegiatan investigasi, di mana<br />
seorang investigator melakukan –katakanlah- tugas<br />
secara klandestin, namun tidak dibekali dengan<br />
perangkat yang memadai? Atau contoh lain misalnya,<br />
seorang auditor hendak mengirim file ke kantor pusat<br />
via internet, tanpa dibekali notebook dan modem<br />
yang memadai?<br />
Ketersediaan sarana dan prasana yang<br />
memadai merupakan unsur penting bagi<br />
pelaksanaan kegiatan pengawasan.<br />
Lebih dari itu, ketersediaan sarana<br />
dan prasarana yang tepat dan<br />
berfungsi optimal sangat<br />
mempengaruhi kualitas dari<br />
kegiatan pengawasan yang<br />
dilaksanakan. Yang juga<br />
penting untuk diperhatikan<br />
adalah aspek efisiensi, selain<br />
efektivitas, dari penyediaan<br />
sarana dan prasarana tersebut.<br />
Di lingkungan Inspektorat<br />
Jenderal, terdapat satu unit yang<br />
bertanggung jawab atas pengelolaan, bukan<br />
hanya penyediaan, sarana prasarana tersebut. Unit<br />
dimaksud adalah Subbagian Perlengkapan.<br />
Sebagai salah satu Subbagian di Bagian<br />
Umum Sekretariat Inspektorat Jenderal, Subbagian<br />
Perlengkapan bertugas menunjang pelaksanaan<br />
tugas dan fungsi Inspektorat Jenderal dalam hal<br />
pelayanan perlengkapan. Pelayanan dimaksud<br />
mencakup penyediaan Barang Milik Negara (BMN)<br />
dan supplies, dari mulai perencanaan, pengadaan,<br />
administrasi, distribusi, sampai kepada penghapusan<br />
barang yang tidak optimal dan rusak.<br />
Seluruh kegiatan di Subbagian Perlengkapan<br />
sudah dituangkan dalam SOP. Namun dalam<br />
perjalanan waktu, perkembangan organisasi<br />
menyebabkan beberapa standar prosedur sudah<br />
tidak sesuai dan harus diusulkan untuk diubah.<br />
Sebagai contoh, SOP pengadaan barang Jasa yang<br />
mengacu pada peraturan yang kini sudah berubah.<br />
Kepala Subbagian Perlengkapan, Haryadi,<br />
mengutarakan bahwa dalam Subbagiannya kepuasan<br />
pelanggan merupakan hal yang paling penting. Fokus<br />
utamanya adalah memberikan pelayanan terbaik<br />
kepada seluruh user atau stakeholders. Setiap<br />
kegiatan yang ada di Subbagian Perlengkapan akan<br />
ditangani sebaik mungkin, tidak ada yang tidak<br />
diunggulkan. Semua dikedepankan untuk<br />
mencapai kepuasan pelanggan.<br />
“Kita sebenarnya ingin<br />
tidak ada satu hal yang kita<br />
unggulkan dan yang tidak kita<br />
unggulkan. Semua ingin kita<br />
tangani sebaik-baiknya. Salah<br />
satu IKU kita tercapai kepuasan<br />
pelanggan, saya concern seluruh<br />
user/stakeholders puas terhadap<br />
pelayanan yang kita berikan.<br />
Concern saya di situ, jadi tidak ada<br />
satu hal khusus yang kita unggulkan<br />
dibanding yang lain. Semua kita kedepankan<br />
untuk kepuasan pelanggan” demikian ujar sang<br />
Kepala Subbagian.<br />
Meskipun demikian, diakui oleh Pak Haryadi,<br />
yang sebelumnya pernah aktif menjadi pemeriksa<br />
di bidang Kepabeanan dan Cukai, bahwa masih<br />
terdengar pernyataan kurang puas terhadap layanan<br />
yang diberikan oleh Subbagian Perlengkapan. Halhal<br />
yang mungkin terdengar “sepele”, semisal kertas,<br />
tinta printer, dll namun ketika tidak tersedia bisa<br />
sangat menghambat pelaksanaan pekerjaan.<br />
Sesuai SOP yang berlaku, Subbagian<br />
Perlengkapan memang bertanggungjawab<br />
VOL V No. <strong>29</strong> | Edisi Maret - April 2012<br />
15
auditama<br />
memberikan pelayanan sarana dan prasarana,<br />
namun harus melalui Kepala Subbagian TU (di tiaptiap<br />
Inspektorat). Menurut Pak Haryadi, melalui<br />
forum Kepala Subbagian, apabila secara informal<br />
disampaikan hal-hal yang perlu ditindaklanjuti<br />
Subbagian Perlengkapan, maka saat itu juga<br />
Subbagian Perlengkapan akan menindaklanjutinya.<br />
“Kami akan memberikan berapapun<br />
kertas, tinta yang diminta selagi itu diajukan oleh<br />
stakeholders melalui Kepala Subbagian TU-nya. Jadi<br />
dari keorganisasian bukan dari person ke person, tapi<br />
dari Subbagian perkap ke Subbagian TU. Mungkin<br />
ada beberapa yang ga puas, karena Subbagian TUnya<br />
kurang cepet dalam mengajukan permintaan<br />
supplies, sehingga supplies sudah keburu habis dan<br />
mereka belum mengajukan lagi. Jadi ketika barang<br />
sudah habis mereka baru mengajukan. Jadi kami<br />
memberikan pelayanan kepada organisasi bukan<br />
kepada person” tegas Pak Haryadi.<br />
Ketidakpuasan pengguna kemungkinan<br />
disebabkan hambatan komunikasi dan proses, di<br />
mana pelayanan dari Subbagian Perlengkapan,<br />
sebagaimana dijelaskan sebelumnya, disampaikan<br />
kepada organisasi dan bukan langsung ke pengguna<br />
yang bersangkutan. Sementara ada kalanya<br />
kebutuhan cukup mendesak.<br />
Jika persoalan penting dalam penyediaan<br />
supplies terutama pada waktu penyediaan, lain<br />
halnya dengan pelayanan BMN. Sebagai asset tetap<br />
yang diperoleh dari belanja modal, penyediaannya<br />
tidak sesederhana penyediaan supplies. “Kalau<br />
BMN, kadang2 mereka gak paham. Di bulan April-<br />
Maret mereka minta printer/pc. Padahal mereka<br />
tidak pernah mengajukan di rencana kebutuhan<br />
16<br />
VOL V No. <strong>29</strong> | Edisi Maret - April 2012<br />
sehinga barang tersebut tidak kita adakan karena<br />
anggaran tidak ada dalam daftar DIPA. Selagi itu<br />
tercantum di DIPA akan kita adakan. Kalo tidak, akan<br />
direncanakan untuk pengadaan di tahun berikutnya,<br />
atau kalo anggaran masih longgar kita usulkan untuk<br />
mengajukan revisi agar kebutuhan mereka bisa<br />
dipenuhi.”<br />
Pernyataan di atas disampaikan oleh Pak<br />
Haryadi mengingat banyaknya keluhan unit terkait<br />
mengenai beberapa sarana prasana yang tidak<br />
diselenggarakan bagi unitnya. Padahal, sekali lagi,<br />
proses menyelenggarakan suatu inventaris kantor itu<br />
tidak sebentar.<br />
Bahkan, disampaikan juga oleh Bapak dari<br />
4 orang anak ini, seringkali unit-unit terkait ini tidak<br />
tahu apa yang mereka minta. Maksudnya adalah<br />
terkadang unit-unit tersebut tidak paham jenis<br />
barang apa yang mereka minta. Sebagai contoh, salah<br />
satu unit pernah mengajukan permohonan kamera,<br />
tapi unit tersebut tidak menyampaikan spesifikasi<br />
kamera seperti apa yang diminta. Jika nanti kamera<br />
tersebut langsung diadakan, besar risikonya kamera<br />
tersebut tidak sesuai dengan kebutuhan unit yang<br />
bersangkutan.<br />
Selain spesifikasi, titik krusial lain dari<br />
penyediaan BMN adalah penetapan Harga Perkiraan<br />
Sendiri (HPS) juga menjadi kendala tersendiri. Karena<br />
itu adalah titik krusial dalam penyelenggaraan<br />
pengadaan. Penetapan HPS itu sendiri harus<br />
memperhitungkan banyak hal antara lain pajak,<br />
margin penyedia, dan beberapa hal lain.<br />
Beberapa kendala yang disebutkan di<br />
atas tidak menyurutkan semangat Subbagian<br />
Perlengkapan untuk tetap berusaha memenuhi<br />
kebutuhan penggunanya. Dengan beragamnya<br />
kebutuhan, beragam pula karakteristik<br />
pengelolaannya, pemenuhan kebutuhan pengguna<br />
terkait layanan sarana dan prasaran tentu bukan<br />
hal yang mudah, namun tidak juga mustahil bukan?<br />
(RAS/GIL/JO)
Liputan Khusus<br />
Seputar APIP<br />
dan Forbes APIP<br />
Forbes APIP yang didirikan pada 23 Agustus 2002 mengiringi lahirnya Reformasi Keuangan Negara yang<br />
ditandai digelontorkannya satu paket UU Keuangan Negara. Forum ini merupakan wadah “informal”<br />
bagi APIP untuk dapat saling berkomunikasi dan berkonsultasi dalam memecahkan masalah yang<br />
dihadapi oleh APIP.<br />
Pengelolaan keuangan negara yang<br />
optimal dibutuhkan untuk menjamin<br />
langgengnya pembangunan negara<br />
kita tercinta. Dari segi peraturan, telah<br />
banyak peraturan yang disusun oleh<br />
pemerintah untuk menjamin pengelolaan keuangan<br />
negara berjalan sesuai dengan semestinya. Salah<br />
satu peraturan yang dapat dijadikan acuan dalam<br />
pengelolaan keuangan negara adalah Pasal 58 UU<br />
No. 1/2004 tentang Perbendaharaan Negara.<br />
Dalam pasal 58 UU No. 1/2004, disebutkan<br />
bahwa “Dalam rangka meningkatkan kinerja,<br />
transparansi, dan akuntabilitas pengelolaan keuangan<br />
negara, Presiden selaku Kepala Pemerintahan<br />
mengatur dan menyelenggarakan sistem<br />
pengendalian intern di lingkungan pemerintahan<br />
secara menyeluruh”. Kemudian dalam penjelasan<br />
Pasal tersebut disebutkan bahwa “Menteri/pimpinan<br />
lembaga selaku Pengguna Anggaran/Pengguna<br />
Barang menyelenggarakan sistem pengendalian<br />
intern di bidang pemerintahan masing-masing.<br />
Gubernur/bupati/walikota mengatur lebih lanjut<br />
dan menyelenggarakan sistem pengendalian intern<br />
di lingkungan pemerintah daerah yang dipimpinnya”.<br />
Pasal tersebut mengisyaratkan bahwa pengendalian<br />
intern adalah kunci penting dalam pengelolaan<br />
keuangan negara.<br />
Pengelolaan keuangan negara lebih bersifat<br />
operasional yang dilakukan oleh unit-unit kerja di<br />
lingkungan Kementerian/ Lembaga dan unit kerja di<br />
Pemerintahan Daerah. Kegiatan operasional tersebut<br />
tentu saja harus diawasi secara internal dalam hal<br />
perencanaan, penganggaran, pelaksanaan anggaran,<br />
akuntansi dan pelaporan keuangan, serta audit/<br />
pengawasan. Tugas tersebut tentu saja tidak dapat<br />
dikatakan ringan. Pengawas internal harus memiliki<br />
kemampuan dan kompetensi yang baik dalam<br />
melaksanakan tugasnya. Oleh karena itu, dengan<br />
adanya APIP, Menteri/Pimpinan Lembaga dan<br />
Kepala Daerah dapat menggunakan jajaran Aparat<br />
Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) untuk lebih<br />
dapat membantu unit-unit operasional menjalankan<br />
tugas dan fungsinya. APIP harus diberdayakan secara<br />
efektif untuk menjaga berjalannya tugas dan fungsi<br />
VOL V No. <strong>29</strong> | Edisi Maret - April 2012<br />
17
Liputan Khusus<br />
pengawasan serta memberikan pandangan yang<br />
independen atas setiap siklus anggaran, mulai dari<br />
perencanaan sampai dengan audit/pengawasan.<br />
Tugas APIP yang sangat ideal tersebut<br />
apabila dapat dilaksanakan dengan baik bisa cukup<br />
menjamin penyelenggaraan dan pengelolaan<br />
keuangan negara yang dari mulai dari pemerintah<br />
daerah sampai dengan pemerintah pusat. Terkait<br />
dengan kondisi yang masih terjadi di penyelenggaraan<br />
dan pengelolaan keuangan negara saat ini, bisa<br />
dikatakan APIP memiliki banyak tugas dan banyak<br />
tanggung jawab yang diembannya.<br />
Apa dan Siapa Forbes APIP<br />
Pengawasan internal merupakan salah<br />
satu kunci pengelolaan keuangan negara yang baik.<br />
Apabila BPK dikenal sebagai pengawas eksternal<br />
pemerintah, maka Aparat Pengawasan Internal<br />
Pemerintah (APIP) dikenal sebagai pengawas internal<br />
pemerintah.<br />
APIP terdiri atas BPKP (bertanggungjawab<br />
kepada Presiden), Itjen Departemen/LPND<br />
(bertanggungjawab kepada tiap-tiap Menteri/<br />
Pimpinan LPND), dan Inspektorat/Badan Pengawas<br />
Daerah (Bawasda) Propinsi/Kabupaten/Kota yang<br />
bertanggungjawab kepada Kepala Daerah. Masingmasing<br />
lembaga pengawasan fungsional tersebut<br />
mempunyai fungsi dan peran tersendiri dan<br />
pembentukan struktur organisasinya berdasarkan<br />
Keputusan Presiden untuk BPKP, Keputusan masing-<br />
masing menteri untuk tiap-tiap Itjen Departemen,<br />
dan Perda Propinsi untuk Bawasda Propinsi serta<br />
Perda Kabupaten/Kota untuk Inspektorat/Bawasda<br />
Kabupaten/Kota.<br />
Forum Besar Aparat Pengawasan Intern<br />
Pemerintah merupakan wadah atau acuan<br />
bagi seluruh APIP di Pusat dan Daerah dalam<br />
melaksanakan tugas sehingga ada kesinambungan<br />
dan kesamaan konsep. Ketua Forbes APIP Periode<br />
2005-2008 adalah Basoeki Hadimoeljono. Walaupun<br />
forum bersama (Forbes) APIP ini bersifat “informal”,<br />
namun keberadaannya sangat penting untuk<br />
mensinergikan kegiatan pengawasan internal di<br />
pemerintah daerah, kementerian dan lembaga.<br />
Dalam sambutannya saat pertanggungjawaban<br />
pengurus ForBes APIP Periode 2005-<br />
2008, Menteri Pekerjaan Umum Djoko Kirmanto<br />
mengatakan ForBes - APIP telah membuktikan diri<br />
sebagai wadah informasi yang mampu menyelesaikan<br />
masalah bersama yang dihadapi oleh APIP.<br />
Lebih lanjut dikatakannya, kurun waktu<br />
7 (tujuh) tahun ini, ForBes - APIP telah melakukan<br />
kegiatan-kegiatan yang bermanfaat bagi APIP berupa<br />
seminar, lokakarya, diskusi, semiloka, studi banding<br />
dan kajian-kajian yang diperlukan dalam pelaksanaan<br />
tugas pengawasan. ForBes – APIP juga telah berperan<br />
meningkatkan efektifitas pengawasan intern<br />
pemerintah melalui beberapa saran dan rekomendasi<br />
kepada instansi terkait. Hal tersebut dilakukan dalam<br />
upaya perbaikan sistem karier auditor APIP agar dapat<br />
mendorong peningkatan integritas, indenpendensi<br />
obyektifitas dan kompetensi APIP.<br />
18<br />
VOL V No. <strong>29</strong> | Edisi Maret - April 2012<br />
Tantangan untuk Forbes APIP<br />
Memastikan penyelenggaraan pengelolaan<br />
keuangan negara berjalan dengan baik bukanlah tugas<br />
yang sederhana. Masih banyak tantangan-tantangan<br />
terkait dengan pengelolaan keuangan negara yang<br />
harus dibenahi. Beberapa tantangan tersebut adalah<br />
percepatan penyerapan anggaran, masih adanya<br />
anggaran belanja yang diblokir, persoalan dalam<br />
bidang penerimaan APBN, proses akuntansi dan<br />
pelaporan keuangan yang masih membutuhkan<br />
perbaikan, membantu proses reformasi birokrasi<br />
yang sedang berjalan, serta indeks prestasi korupsi di<br />
Indonesia yang masih buruk.<br />
Hal-hal diatas merupakan pekerjaan<br />
rumah yang harus dapat diselesaikan oleh APIP.<br />
Melalui forum bersama, APIP kementerian/lembaga<br />
dan pemerintah daerah dapat mempercepat<br />
penyelesaian pekerjaan rumah tersebut. Lalu, apa
Liputan Khusus<br />
saja yang dapat dilakukan oleh Forbes APIP untuk<br />
mengatasi tantangan-tantangan yang ada?<br />
Penyerapan anggaran merupakan salah satu<br />
momok yang masih menghantui penyelenggaraan<br />
pengelolaan keuangan negara. Seringkali,<br />
penyerapan anggaran tidak optimal karena terjadi<br />
lonjakan penyerapan anggaran pada akhir tahun,<br />
atau bahkan pada bulan Desember. Dalam hal<br />
percepatan penyerapan anggaran Forbes APIP dapat<br />
berperan untuk memastikan bahwa seluruh unit<br />
kerja K/L dan pemda telah menyusun disbursement<br />
plan dan procurement plan, serta menjalankannya<br />
dengan disiplin. Akan lebih baik lagi kalau APIP<br />
dapat menjalankan fungsi konsultasi, misalnya<br />
dengan menyiapkan help desk pengadaan barang/<br />
jasa, dalam rangka pengamanan belanja modal<br />
dan barang yang mungkin akan rendah karena<br />
keragu-raguan bahkan ketakutan para pejabat<br />
pengadaan dalam melaksanakan kegiatan. Karena,<br />
kadangkala penyerapan anggaran yang rendah<br />
justru terjadi karena ketidaktahuan bendahara atau<br />
penanggungjawab anggaran dalam memanfaatkan<br />
anggaran tersebut.<br />
Terkait masih adanya anggaran belanja<br />
yang masih diblokir/, Forbes APIP dapat mengambil<br />
bagian dalam penyelesaian masalah ini antara lain<br />
dengan melaksanakan fungsi konsultansinya. APIP<br />
dapat melihat lebih dekat pada hal-hal penyebab<br />
(root cause) yang mengakibatkan tidak lengkapnya<br />
data pendukung administrasi dan memberikan<br />
rekomendasi yang dapat menghilangkan penyebab<br />
pemblokiran tersebut.<br />
Dalam rangka meningkatkan dan<br />
menyelesaikan persoalan di bidang penerimaan<br />
APBN, APIP dapat berkontribusi dengan menjalankan<br />
fungsi (assurance) antara lain melalui pengujian dan<br />
penilaian atas kepatuhan satker dalam implementasi<br />
pemungutan dan penyetoran PNBP, kepatuhan<br />
bendahara dalam melaksanakan pemotongan,<br />
pemungutan dan penyetoran pajak, serta kepatuhan<br />
PNS untuk memenuhi kewajiban perpajakannya.<br />
Selain itu, tentu saja APIP diminta secara konstruktif<br />
melaksanakan fungsi katalisator dan konsultasi untuk<br />
mendorong pemenuhan kewajiban perpajakan/PNBP<br />
di K/L dan pemda, serta meningkatkan optimalisasi<br />
penerimaan APBN/APBD.<br />
Opini dalam laporan keuangan yang<br />
diberikan oleh BPK pada kementerian/lembaga<br />
harus ditingkatkan pada tahun 2012 dan seterusnya.<br />
Pada tahun anggaran 2010 Laporan Keuangan<br />
Pemerintah Pusat (LKPP) masih memperoleh opini<br />
“Wajar Dengan Pengecualian” (WDP). Demikian<br />
juga Laporan Keuangan Kementerian Negara/<br />
Lembaga (LKKL), dari 83 LKKL 53 diantaranya telah<br />
mendapat opini WTP, sementara sisanya sebanyak 28<br />
mendapat opini WDP dan 2 mendapat opini “Tidak<br />
Memberikan Pendapat” (TMP). Adapun Laporan<br />
Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD), gambaran atas<br />
524 LKPD dapat dilihat dari hasil pemeriksaan BPK<br />
RI selama semester I 2011 atas 358 LKPD, yaitu 32<br />
mendapat opini WTP, 271 mendapat opini WDP, dan<br />
43 mendapat opini TMP, serta 12 mendapat opini<br />
“Tidak Wajar”.<br />
Forbes APIP memiliki peran strategis dalam<br />
membantu Kementerian/ Lembaga dan Pemerintah<br />
Daerah untuk menjamin jaminan bahwa seluruh<br />
proses akuntansi dan pelaporan keuangan telah<br />
dilaksanakan sesuai dengan Standar Akuntansi<br />
Pemerintahan untuk menghasilkan laporan keuangan<br />
yang berkualitas. APIP juga dapat menjadi semacam<br />
liaison officer bagi unit-unit operasional dalam<br />
menghadapi pemeriksaan oleh BPK RI.<br />
Terakhir, terkait dengan reformasi birokrasi<br />
dan indeks persepsi korupsi di Indonesia yang masih<br />
buruk, Forbes APIP dapat ikut berperan serta agar<br />
kedua hal tersebut menjadi lebih baik. Forbes APIP<br />
harus ikut serta dalam meningkatkan integritas para<br />
aparatnya.<br />
Agar Forbes APIP Menjadi Lebih Baik<br />
APIP memiliki peran yang luas dalam<br />
menjaga akuntabilitas keuangan pemerintah serta<br />
menjaga kinerja para penyelenggara pemerintahan<br />
negara mulai dari daerah sampai pusat. Oleh<br />
karena itu, para aparat APIP harus memiliki inisiatif<br />
dan proaktif dalam melakukan tugasnya. Apabila<br />
sebelumnya koreksi atau penanganan suatu<br />
masalah yang dilakukan oleh aparat pengawasan<br />
internal dapat terlambat, karena mereka tidak<br />
terlibat banyak, maka ke depan hal itu seharusnya<br />
dapat dihindari.<br />
APIP dapat memberikan kontribusi yang<br />
banyak dalam pengelolaan keuangan negara apabila<br />
APIP dilibatkan sejak proses perencanaan kegiatan<br />
pada satker dilakukan. Selain itu, untuk mengatasi<br />
beragamnya kualitas aparat yang dimiliki oleh<br />
APIP, maka akan lebih baik apabila Forbes APIP<br />
memiliki petunjuk manual pengawasan yang untuk<br />
mengantisipasi aparat APIP yang belum memiliki<br />
latar belakang pengawasan atau audit.<br />
(GUS/KIN/TER)<br />
Sumber:<br />
VOL V No. <strong>29</strong> | Edisi Maret - April 2012<br />
19
Liputan Khusus<br />
Lokakarya APIP, mengapa perlu?<br />
Dari tahun ke tahun, praktik reformasi yang<br />
dijalankan di segala bidang baik politik,<br />
ekonomi, hukum maupun birokrasi telah<br />
mulai menghasilkan berbagai perbaikan dalam<br />
kehidupan berbangsa dan bernegara. Namun,<br />
upaya tersebut harus terus ditingkatkan. Termasuk<br />
dalam hal reformasi pengelolaan keuangan negara<br />
yang dimaksudkan untuk menata kembali aspek<br />
perencanaan, pelaksanaan, dan pertanggungjawaban<br />
keuangan negara dengan mengikuti praktik-praktik<br />
terbaik yang berlaku harus tetap memperoleh<br />
perhatian yang serius. Mengapa demikian? Hal ini<br />
dikarenakan berbagai indikator masih menunjukkan<br />
kondisi yang belum menggembirakan. Secara riil<br />
pemerintah menghadapi penyerapan anggaran yang<br />
terus turun dalam tiga tahun terakhir sehingga tidak<br />
mendukung pertumbuhan ekonomi nasional. Pada<br />
kesempatan penyerahan DIPA tahun anggaran 2012<br />
Presiden memberikan perhatian khusus terhadap hal<br />
ini karena penyerapan anggaran tahun 2011 hanya<br />
sebesar 87% atau turun dari tahun 2010 sebesar<br />
90,9% dan tahun 2009 sebesar 91,8%.<br />
Sementara itu dari sisi pelaporan,<br />
laporan keuangan pemerintah sebagai alat<br />
pertanggungjawaban keuangan negara juga belum<br />
memperlihatkan opini maksimal, baik di tingkat<br />
pemerintah pusat, kementerian/lembaga, maupun<br />
pemerintah daerah. Laporan Keuangan Pemerintah<br />
20<br />
VOL V No. <strong>29</strong> | Edisi Maret - April 2012<br />
Pusat tahun 2010 masih memperoleh opini “Wajar<br />
Dengan Pengecualian” (WDP), demikian juga<br />
Laporan Keuangan Kementerian Negara/Lembaga<br />
dan Pemerintah Daerah masih banyak yang<br />
baru memperoleh opini WDP atau malah “Tidak<br />
Menyatakan Pendapat”.<br />
Kondisi di atas memperlihatkan masih<br />
adanya berbagai kekurangan yang harus terus<br />
dibenahi di bidang pengelolaan keuangan dan<br />
kinerja oleh jajaran manajemen pemerintah, baik<br />
pada level pusat maupun daerah. Upaya ini perlu<br />
dijalankan dengan lebih sistematis dan terstruktur,<br />
terutama untuk menyelesaikan hal-hal yang muncul<br />
di atas oleh segenap unsur pemerintah, terutama<br />
pihak manajemen. Dalam pelaksanaannya Aparat<br />
Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) dapat<br />
dimintakan kontribusinya lebih banyak sesuai dengan<br />
peran dan fungsinya. APIP harus dapat memberikan<br />
keyakinan bahwa pengelolaan keuangan dan<br />
pelaksanaan tugas serta fungsi dapat bebas dari<br />
praktik penyimpangan. Selain itu APIP juga perlu<br />
mengembangkan peran utama lainnya yang sangat<br />
penting yaitu membantu manajemen instansi<br />
pemerintah untuk merancang berbagai perbaikan<br />
sistem agar tools kontrol dan manajemen risiko<br />
dapat berjalan efektif untuk mendapatkan kondisi<br />
governance yang lebih baik.<br />
Dengan latarbelakang penguatan peran
Liputan Khusus<br />
APIP bagi peningkatan kualitas pengelolaan keuangan<br />
negara dan kinerja instansi pemerintah tersebut,<br />
Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum<br />
Negara memandang perlu untuk menyelenggarakan<br />
lokakarya bagi segenap APIP di lingkungan<br />
kementerian/lembaga dan pemerintah daerah.<br />
Menurut Pak Firmansyah N. Nazaruddin, Inspektur VI<br />
Itjen Kemenkeu selaku Ketua II menjelaskan bahwa<br />
ide yang melatarbelakangi acara lokakarya APIP ini<br />
adalah Inspektur Jenderal Kemenkeu yang kemudian<br />
menyampaikannya kepada Menteri Keuangan<br />
untuk mendapat persetujuan. C.M. Susetya selaku<br />
ketua bidang penyelenggaraan menambahkan<br />
bahwa ide tersebut tercetus pada akhir tahun 2011<br />
untuk mengumpulkan seluruh Itjen Kementerian/<br />
Lembaga guna menyampaikan konsen Presiden RI<br />
tentang penyerapan anggaran, tentang akuntabilitas<br />
penyerapan anggaran tahun 2011 kemarin itu masih<br />
cukup memprihatinkan yang menumpuk di triwulan<br />
akhir. Selain itu, secara kebetulan, APIP yang diketuai<br />
oleh Irjen Kementerian Pekerjaan Umum (PU) juga<br />
berencana melakukan lokakarya APIP, sehingga<br />
kemudian dibicarakan lebih lanjut untuk kemudian<br />
tercetus ide untuk digabung menjadi lokakarya yang<br />
hostnya Kemenkeu dan forbes APIP. Intinya acara ini<br />
bertujuan untuk mewadahi dua kepentingan dengan<br />
beberapa tema yang dimasukkan dalam acara<br />
tersebut, salah satunya adalah penguatan peran APIP<br />
di seluruh Kementerian/Lembaga.<br />
Terkait dengan kepentingan yang menjadi<br />
tujuan dari penyelenggaraan acara ini, ruang lingkup<br />
materi nya pun tidak jauh dari kedua hal diatas.<br />
Menurut Pak Ahmad Ghufron, salah satu panitia<br />
bidang materi memaparkan bahwasannya secara<br />
garis besar, ruang lingkup materi yang disajikan<br />
dalam acara ini berhubungan dengan kualitas<br />
pengelolaan keuangan dan peningkatan peran APIP.<br />
Dalam penyusunan materi tersebut, bidang materi<br />
lah yang menyusun dan mengkoordinasikan kepada<br />
para narasumber yang bersangkutan. Bagi panitia<br />
bidang materi, mereka tidak menemukan kendala<br />
yang berarti dalam menentukan materi lokakarya<br />
tersebut. hal ini dikarenakan baik materi terkait<br />
pengelolaan keuangan negara dan juga peningkatan<br />
kapabilitas APIP, panitia telah mendapatkan<br />
guideline yang jelas baik dari Irjen Kemenkeu, Ses<br />
Itjen Kemenkeu, Inspektur Bidang VII dan juga<br />
panitia dari Forum Bersama (Forbes) APIP. Pak<br />
Ghufron menambahkan bahwa untuk menyusun<br />
materi tersebut, mereka memerlukan beberapa kali<br />
pertemuan antara Forbes APIP dan Itjen Kemenkeu<br />
untuk mensingkronkan materi yang akan diangkat<br />
dan format acaranya termasuk pembicara yang akan<br />
kita hadirkan.<br />
Terkait dengan kesediaan Wapres RI<br />
untuk berkenan membuka acara lokakarya ini,<br />
secara otomatis diperlukan persiapan-persiapan<br />
tersendiri termasuk dalam hal materi yang akan<br />
disampaikan. Persiapan khusus sudah barang<br />
tentu dilakukan adalah bertanggung jawab untuk<br />
menyiapkan rancangan sambutan Wapres RI dan<br />
konsep sambutan Menkeu RI. Selain dua materi<br />
tersebut, konsep keynote speech Menkeu setelah<br />
pembukaan dan juga materi Irjen Kemenkeu juga<br />
tidak kalah membutuhkan perhatian serius. Untuk<br />
menyelesaikan itu semua, panitia bidang materi<br />
membentuk semacam tim kerja untuk menyiapkan<br />
konsep tersebut dengan membaginya dalam tim kecil<br />
untuk menyiapkan baik arahan, sambutan maupun<br />
keynote speech yang akan disampaikan dalam acara<br />
lokakarya ini.<br />
Sepanjang acara lokakarya ini berlangsung,<br />
ada beberapa materi yang disampaikan. Arahan<br />
Wapres RI membuka acara lokakarya ini. Dalam<br />
arahannya, Wapres RI lebih menekankan mengenai<br />
peran yang harus dijalankan oleh pimpinan<br />
instansi pemerintah dan APIP untuk meningkatkan<br />
kualitas pengelolaan keuangan negara dan kinerja<br />
kementerian/lembaga dan pemerintah daerah<br />
terutama untuk menyelesaikan hal-hal yang saat<br />
ini menjadi perhatian Presiden. Kemudian, acara<br />
dilanjutkan dengan keynote speech dari Menteri<br />
Keuangan, Kepala UKP4, Menteri PAN & RB, dan<br />
juga Kepala BPKP. Selaku Bendahara Umum Negara,<br />
pada kesempatan tersebut Menkeu menyampaikan<br />
materi terkait pengelolaan keuangan negara, Kepala<br />
UKP4 dan Menteri PAN-RB yang menyampaikan<br />
keterkaitan fungsi APIP dalam peningkatan kinerja<br />
instansi pemerintah dan juga perannya dalam<br />
konstelasi penataan aparatur pemerintah, dan juga<br />
Kepala BPKP yang menyampaikan materi tentang<br />
hubungan APIP dan BPK dalam peningkatan kualitas<br />
pengelolaan keuangan negara.<br />
Materi tersebut dilanjutkan dengan<br />
penyampaikan diskusi panel yang dibagi dalam<br />
beberapa sesi hingga sore hari. Dalam panel I<br />
dengan topik Peningkatan Kualitas Pengelolaan<br />
VOL V No. <strong>29</strong> | Edisi Maret - April 2012<br />
21
Liputan Khusus<br />
Keuangan Negara disampaikan oleh Dirjen Anggaran<br />
Kemenkeu, Dirjen Perbendaharaan Kemenkeu, Dirjen<br />
Pajak Kemenkeu serta Irjen Kementerian PU. Yang<br />
bertindak sebagai moderator pada Panel I ini adalah<br />
Sekretaris Jenderal Kemenkeu. Penyampaian materi<br />
dilanjutkan dalam diskusi panel II yang dimoderatori<br />
oleh Irjen Kementerian Kelautan dan Perikanan<br />
mengenai peningkatan kinerja instansi pemerintah<br />
dan penguatan kapabilitas APIP. Diskusi panel II<br />
disampaikan oleh Irjen Kemenkeu, Irjen Kemendagri<br />
dan Deputi Pengawasan Instansi Pemerintah Bidang<br />
Perekonomian BPKP. Dalam acara ini juga disampaikan<br />
beberapa materi dari beberapa narasumber tamu<br />
yaitu Hermawan Sulistyo terkait pandangan dan<br />
harapan masyarakat/stakeholders terhadap APIP dan<br />
juga Angota II BPK Taufiequrachman Ruki.<br />
Sebagian besar dari narasumber tersebut<br />
dapat hadir, namun dikarenakan adanya keperluan<br />
yang cukup mendesak, maka Wakil Menteri PAN<br />
& RB tidak dapat menghadiri lokakarya ini. Selain<br />
itu Dirjen Pajak yang semula dijadwalkan untuk<br />
menjadi salah satu panelis dalam diskusi panel<br />
I juga diwakilkan oleh salah satu direktur di DJP<br />
yang memiliki pengetahuan cukup atas materi yang<br />
akan disampaikan. Ketidakhadiran dari beberapa<br />
narasumber ini tidak menjadi hambatan dalam<br />
kesuksesan acara ini. Acara berlangsung dengan<br />
lancar dan bahkan terlihat antusias dari para peserta<br />
sangat baik. Menurut Pak Firmansyah dan A.Ghufron,<br />
antusiasme peserta terlihat dari beberapa indikator,<br />
yaitu dari jalannya lokakarya, kehadiran peserta<br />
hingga akhir acara, serta banyaknya pertanyaan yang<br />
diajukan selama forum tanya jawab. Hal ini dinilai<br />
cukup mengembirakan dan patut diapresiasi untuk<br />
kesuksesan acara ini.<br />
Dalam perumusan materi yang dilakukan,<br />
panitia bidang materi mendapatkan banyak masukan<br />
dan pengalaman untuk mengemas materi yang cukup<br />
berbobot dalam sambutan pejabat level Wapres<br />
RI dan Menteri. A. Ghufron menggarisbawahi<br />
bahwa menjadi sebuah penting ketika materi yang<br />
disajikan tersebut memilik kekuatan data. Jadi<br />
dalam penyusunan materi terutama materi-materi<br />
yang membutuhkan data statistik dan angka harus<br />
kita pastikan bahwa data itu valid dan akurat, dan<br />
itu harus kita lakukan melalui collecting data dari<br />
berbagai sumber langsung. Bagi panitia di bidang<br />
materi, ini merupakan sebuah tantangan untuk<br />
lebih memperhatikan keakuratan melalui koordinasi<br />
dengan pihak-pihak terkait.<br />
Menjadi sebuah wacana untuk menjadikan<br />
acara lokakarya APIP ini secara periodik. Hal ini juga<br />
disampaikan oleh Pak Firmansyah bahwasannya<br />
adanya keinginan dari Forbes APIP untuk<br />
menyelenggarakan kegiatan serupa secara bergiliran<br />
di tahun-tahun mendatang. Ia juga menyampaikan<br />
harapan pribadinya agar acara lokakarya semacam<br />
ini nantinya diisi dengan topik yang berbeda untuk<br />
menghindari kejenuhan baik dari penyelenggara<br />
maupun peserta lokakarya ini. (DIT/MUJ/GAL)<br />
22<br />
VOL V No. <strong>29</strong> | Edisi Maret - April 2012
Liputan Khusus<br />
MEREKA YANG BEKERJA<br />
DI BALIK LAYAR<br />
“Ketika kita ditunjuk untuk menjadi apapun dalam sebuah kepanitiaan, menjadi sebuah<br />
prinsip untuk untuk enjoy dengan pekerjaan tersebut. Dengan enjoy dan berusaha<br />
menyenangi pekerjaan tersebut, seberat apapun itu, kita akan memaknainya sebagai<br />
tantangan untuk menambah pengalaman dan tidak menjadikannya sebuah duka.”<br />
Pengelolaan sebuah acara dapat diibaratkan<br />
seperti pengelolaan sebuah perusahaan.<br />
Dimana dalam hal ini, pengelolaan yang<br />
dimaksud adalah untuk mencapai tujuan yang<br />
dikehendaki. Dalam sebuah acara, sudah sepantasnya<br />
dalam tahap perencanaan, dibentuklah sebuah<br />
organisasi. Mengapa demikian? Hal ini dikarenakan<br />
tanpa adanya sebuah organisasi, event atau acara<br />
yang akan diselenggarakan tersebut sulit untuk<br />
terlaksana dengan baik. Organisasi yang dimaksudkan<br />
disini lebih merujuk pada organisasi yang sifatnya<br />
temporer atau sering kita sebut dengan istilah<br />
organisasi panitia (commite organization). Inilah<br />
yang dilakukan Inspektorat Jenderal Kementerian<br />
Keuangan ketika mendapat amanat untuk menjadi<br />
‘host’ penyelenggaraan lokakarya Aparat Pengawas<br />
Intern Pemerintah (APIP) pada Rabu, 22 Februari<br />
2012 lalu. Tugas panitia lokakarya APIP ini lebih<br />
ditekankan untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan<br />
khusus terkait dengan terselenggaranya acara<br />
ini.<br />
Kepanitiaan dalam acara ini mayoritas<br />
terdiri dari pejabat/pegawai Itjen Kemenkeu.<br />
Namun dikarenakan ruang lingkup acara ini<br />
cukup besar dengan dibuka langsung oleh Wakil<br />
Presiden Ri, Itjen Kemenkeu telah berkoordinasi<br />
dan berkolaborasi dengan pihak internal Kemenkeu<br />
yaitu Sekretariat Jenderal Kemenkeu dan juga pihak<br />
VOL V No. <strong>29</strong> | Edisi Maret - April 2012<br />
23
Liputan Khusus<br />
eksternal Kemenkeu yaitu Forum Bersama (Forbes)<br />
APIP yang terdiri dari Badan Pengawas Keuangan<br />
Pemerintah (BPKP), Itjen Kementerian Dalam Negeri,<br />
Itjen Kementerian Pekerjaan Umum, dan Itjen<br />
Kementerian Kelautan dan Perikanan.<br />
Secara garis besar, kepanitiaan lokakarya<br />
APIP ini dibagi menjadi dua kegiatan yaitu terkait<br />
dengan penyediaan materi yang dikoordinir dalam<br />
Bidang Materi (Inspektorat VII Itjen Kemenkeu<br />
berkoordinasi dengan Forbes APIP) dan juga halhal<br />
yang berhubungan dengan penyelenggaraan<br />
acara tersebut yang dikoordinir dalam Bidang<br />
Penyelenggaraan (Sekretariat Itjen Kemenkeu<br />
berkoordinasi dengan Setjen Kemenkeu). Persiapan<br />
yang dilakukan Forbes APIP lebih ditekankan pada<br />
peran mereka dalam memberikan masukan sekaligus<br />
menjadi LO dari Kepala/Inspektur Jenderal masingmasing.<br />
Ide dari konsep acara lokakarya ini disusun<br />
bersama-sama melalui beberapa rapat koordinasi<br />
yang hasilnya kemudian diputuskan langsung oleh<br />
Inspektur Jenderal Kemenkeu. Konsep acara ini<br />
ditentukan dengan menyesuaikan latar belakang dari<br />
penyelenggaraan acara ini, dimana lebih menyoroti<br />
terkait Akuntabilitas Penyerapan Anggaran dan juga<br />
Penguatan Peran APIP di seluruh Kementerian/<br />
Lembaga.<br />
24<br />
VOL V No. <strong>29</strong> | Edisi Maret - April 2012<br />
Undangan yang diundang dalam lokakarya<br />
ini sebanyak ± 330 tamu undangan yang terdiri dari<br />
Kepala Unit Kerja Presiden Bidang Pengawasan<br />
dan Pengendalian Pembangunan (UKP4), Kepala<br />
BPKP, beberapa Menteri antara lain Menteri<br />
Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi<br />
Birokrasi (PAN & RB), Menteri Dalam Negeri,<br />
Menteri Pekerjaan Umum, dan Menteri Kelautan dan<br />
Perikanan, beberapa Gubernur, Walikota dan Bupati,<br />
seluruh Inspektur Jenderal Kementerian/Lembaga,<br />
seluruh Sekretaris Jenderal maupun Sekretaris Utama<br />
di Kementerian/Lembaga, beberapa perwakilan<br />
Inspektur Provinsi dan Inspektur Kota, dan juga<br />
perwakilan auditor setingkat pengendali teknis di<br />
beberapa Kementerian/Lembaga. Mengingat acara<br />
ini mencakup audience yang banyak dengan dibuka<br />
langsung oleh Wapres RI, maka tidak heran kalau<br />
Itjen Kemenkeu menggandeng Event Organizer (EO)<br />
profesional untuk membantu menghandle acara<br />
ini. Menurut Kasubbag TU dan Kehumasan Bag<br />
Umum Set Itjen, Budi Prayitno, melakukan kerjasama<br />
dengan EO profesional adalah sebuah pilihan yang<br />
tepat, mengingat tenggang waktu pelaksanaan<br />
yang cukup mendadak dan juga kurangnya<br />
pengalaman dari rekan-rekan Itjen Kemenkeu untuk<br />
menyelenggarakan acara lokakarya sebesar ini. Ia<br />
menambahkan bahwa dengan kerjasama dengan EO<br />
ini mampu memperkaya wacana dan pengetahuan
Liputan Khusus<br />
rekan-rekan di Itjen Kemenkeu untuk dapat<br />
menggarap event besar di waktu mendatang.<br />
“Kehadiran 90% dari seluruh tamu yang<br />
diundang dalam lokakarya ini merupakan sesuatu<br />
yang luar biasa bagi kita” papar Kepala Bagian Umum<br />
Set Itjen, C.M. Susetya. Ia menjelaskan lebih lanjut<br />
bahwasannya ini semua berhasil atas kerjasama<br />
yang baik dari seluruh anggota tim yang dengan<br />
serta merta berkenan membagi waktunya untuk<br />
turut menyukseskan acara ini disamping pekerjaan<br />
rutin mereka. Demi terselenggara acara ini dengan<br />
baik, jelaslah dibutuhkan cukup banyak persiapan<br />
dibandingkan dengan persiapan acara-acara lainnya.<br />
Menurut C.M. Susetya, persiapan yang memerlukan<br />
persiapan lebih adalah bagaimana mengemas acara<br />
ini menjadi sesuatu yang menarik. Baginya ini bukan<br />
persoalan yang sederhana, karena jika acara kurang<br />
menarik, maka para tamu undangan pun enggan<br />
berlama-lama mengikuti hingga akhir acara. Ia pun<br />
juga menilai acara ini bisa dikatakan sukses, ini semua<br />
bisa dilihat dari antusiasme tamu undangan dan juga<br />
keseriusan mereka mengikuti acara ini hingga selesai.<br />
Selain itu, persipaan terkait tersediannya sarana<br />
prasarana untuk tamu setingkat Wapres RI (tamu<br />
VVIP) juga dirasa membutuhkan attention tersendiri.<br />
Hal serupa juga disampaikan oleh Budi<br />
Prayitno dan Ludovikus Agwin selaku anggota<br />
tim bidang penyelenggaraan bahwa memastikan<br />
ketersediaan undangan hingga tahap distribusi dan<br />
juga melakukan konfirmasi untuk memastikan siapa<br />
saja tamu yang akan hadir, merupakan persiapan yang<br />
juga butuh extrapower. Mengapa demikian? Mereka<br />
menilai bahwa keterlambatan distribusi undangan<br />
dapat menjadi hambatan yang cukup signifikan.<br />
Berkenaan dengan undangan yang sudah embossed<br />
Setwapres, juga perlu dilakukan konformasi untuk<br />
memastikan tamu undangan tidak kesulitan untuk<br />
memasuki tempat acara. Hari Purnomo, Kasubbag<br />
Protokoler dan Rumah Tangga Bag Umum Set Itjen<br />
sependapat dengan narasumber sebelumnya. Ia<br />
menyampaikan untuk memastikan acara berjalan<br />
dengan baik, tidak ada satu pun persiapan yang di<br />
nomer dua kan. “Kita tidak boleh menyepelekan<br />
satu langkah, semua itu penting”, jelasnya. Termasuk<br />
diantaranya penyediaan katering, ia selaku PIC<br />
untuk memastikan ketersediaan katering menilai<br />
hal ini perlu dipersiapkan dengan matang. Untuk<br />
memastikan pemakaian catering baik untuk tamu<br />
VVIP, VIP maupun tamu undangan lainnya, ia harus<br />
berkoordinasi dengan protokoler dan menperkiraan<br />
perhitungan yang cukup akurat utuk penyediaan ini.<br />
Kerja keras yang dilakukan anggota tim untuk<br />
menyukseskan acara ini juga tidak jarang menhadapi<br />
batu terjal yang mampu menghambat kelancaran<br />
acara. C.M. Susetya menilai penyediaan anggaran<br />
acara yang terus berubah dan mengalami dinamisasi<br />
ini merupakan salah satu hambatan. Namun,<br />
dengan adanya sinergi yang sangat baik dengan Bag.<br />
Keuangan Set Itjen ini semua tidak menjadi factor<br />
penghambat yang dominan. Ia menambahkan<br />
bahwa dugaan munculnya hambatan ekseternal<br />
VOL V No. <strong>29</strong> | Edisi Maret - April 2012<br />
25
Liputan Khusus<br />
seperti koordinasi dengan pihak<br />
eksternal yaitu Setwapres dan<br />
Paspampres, ternyata tidak<br />
dialami. Seluruh koordinasi yang<br />
dilakukan dari persiapan awal<br />
hingga pelaksanaan acara dapat<br />
dilakukan dengan sangat baik.<br />
Ludovikus Agwin, pelaksana<br />
Subbag Penugasan Pengawasan<br />
Bag Umum Set Itjen ini menyoroti<br />
hal lain yang menjadi faktor<br />
penghambat acara ini. Ia menilai<br />
karena tipikal tamu undangan<br />
bermacam-macam, seringkali ia<br />
mendapatkan kesulitan. Hal ini<br />
mengingat tamu undangan acara<br />
ini adalah orang-orang penting<br />
baik di daerah dan di pusat, dan<br />
kita harus mengkonfirmasinya.<br />
Kendala adanya perbedaan waktu dan kesulitan<br />
menghubungi yang bersangkutan untuk melakukan<br />
konfirmasi undangan cukup menjadi fokus<br />
perhatiannya. Sejauh ini hambatan yang ada<br />
dapat dimitigasi dengan baik, dan tidak menjadi<br />
penghambat yang mengganggu kelangsungan acara<br />
ini. “I can handle this pokoknya”, pungkas Ludovikus<br />
dengan canda.<br />
Kesuksesan acara lokakarya ini merupakan<br />
sebuah prestasi bagi Itjen Kemenkeu. Bagi para<br />
panitia, rasa letih dan duka yang dialami tidak<br />
sebanding dengan kepuasan mereka menyaksikan<br />
kesuksesan acara ini. Bagi C.M. Susetya, ia mempunyai<br />
prinsip ketika ia ditunjuk menjadi apapun, maka ia<br />
harus enjoy dengan pekerjaan tersebut. Dengan<br />
enjoy dan berusaha menyenangi pekerjaan tersebut,<br />
seberat apapun itu, kita akan memaknainya sebagai<br />
tantangan untuk menambah pengalaman dan tidak<br />
menjadikannya sebuah duka. Budi Prayitno, Hari<br />
Purnomo dan Ludovikus pun sependapat dengan itu.<br />
Mereka menerjemahkan rasa letih dan capek dalam<br />
persiapan acara ini bukan sebagai sebuah duka.<br />
Banyaknya pengalaman baru dan bertemu dengan<br />
orang baru hingga bisa menjalin hubungan yang<br />
baik dengan mereka merupakan sebuah kebanggaan<br />
bagi Ludovikus. Hari Purnomo juga menilai dari<br />
tahap awal perencanaan pun kita sudah mendapat<br />
banyak pengalaman dan kompetensi baru. “Ketika<br />
acara ini sukses dengan ditandai ada senyum di bibir<br />
pejabat dan tidak ada keluhan dari mereka, kami<br />
panitia sangat senang”, tambah Budi Prayitno dalam<br />
wawancara yang dilakukan.<br />
Sebuah harapan menyeruak di akhir<br />
wawancara yang dilakukan kepada mereka<br />
26<br />
VOL V No. <strong>29</strong> | Edisi Maret - April 2012<br />
perwaiklan panitia. Mereka berharap jika suatu saat<br />
nanti diselenggarakan acara semacam ini, kita dapat<br />
menghandle acara ini terlepas dari bantuan EO.<br />
Budi Prayitno berharap, agar seluruh pegawai tetap<br />
bersemangat untuk terus belajar dan menambah<br />
kompetensi mereka untuk berlaku profesional dalam<br />
mengawal terselengaranya sebuah acara yang akan<br />
diselenggarakan Itjen Kemenkeu kelak. Ini semua<br />
juga perlu didukung dengan penyediaan alat dan<br />
perlengkapan yang mendongkrak berjalannya acara<br />
ini dan sejauh ini kita belum memilikinya. Ludovikus<br />
menambahkan bahwa koordinasi juga menjadi point<br />
yang cukup penting mengingat dengan komunikasi<br />
yang baik, maka acara tersebut dapat di handle<br />
dengan baik pula.<br />
Dalam pelaksanaan acara ini, tidak terlepas<br />
dari fungsi-fungsi manajemen yaitu Planing,<br />
Organizing, Actuating dan Controlling. Semua fungsi<br />
ini dihadapkan dan diarahkan pada pencapaian<br />
tujuan yaitu kesuksesan penyelenggaraan acara ini.<br />
Menurut Hari Purnomo, dengan perencanaan yang<br />
baik, maka sudah dapat dipastikan keberhasilan yang<br />
akan diraih akan diatas 50%, begitu pula sebaliknya.<br />
Ini semua berlaku untuk pejabat/pegawai Itjen<br />
Kemenkeu dalam menyelenggarakan acara ini di<br />
waktu mendatang. C.M. Susetya juga menekankan<br />
bahwa memilih anggota tim yang paham dan memiliki<br />
kompetensi yang sesuai dengan kebutuhan dalam<br />
tim juga patut menjadi perhatian. Karena selama<br />
ini, terkadang masih ada anggota tim yang kurang<br />
memberikan kontribusi dalam pelaksanaan kegiatan.<br />
Untuk itu, lebih bijak jika dalam perencanaan yang<br />
dilakukan, harus lebih selektif lagi dalam memilih<br />
susunan tim, jadi kontribusi yang diharapkan dari<br />
orang yang bersangkutan terhadap tim dapat<br />
diberikan secara maksimal. (DIT/MUJ/GAL)
Wawancara<br />
Bapak 4 anak yang mempunyai hobi nonton<br />
ini bersedia meluangkan waktunya untuk<br />
berbincang-bincang dengan kami awak<br />
<strong>Auditoria</strong>. Meskipun waktu sudah sore dan<br />
masih banyak berkas-berkas yang harus<br />
dilihat, namun beliau masih antusias dan<br />
dengan tangan terbuka menerima kami. Tidak<br />
hanya mengenai pekerjaan, beliau juga banyak<br />
berbagi pengalaman pribadi yang sarat pelajaran di<br />
dalamnya. Satu yang paling membekas dari cerita<br />
beliau bagi kami adalah semangat beliau berjuang<br />
untuk kehidupan dan berbagi kepada sesama.<br />
Berikut yang dapat kami bagi..<br />
“Nama asli saya sebenarnya hanya Syahroni saja.<br />
Waktu di SMP ditambah-tambahi, memakai Oni<br />
karena banyak yang panggil Oni. Waktu di Bandung<br />
saya keluar dari ajun, nama saya ditambahi dengan<br />
Priatna. Dari SMP saya sudah terbiasa prihatin,<br />
bapak saya cuma buruh saja. Dan waktu itu bisa<br />
dihitung dengan jari yang bisa sampai jenjang<br />
kuliah, saya termasuk nomor dua barangkali.”<br />
Jadilah nama beliau Oni Syahroni Priatna.<br />
Bagaimana bapak memandang<br />
Sekretariat Inspektorat Jenderal?<br />
Saya kira, kalau kita bicara sekretariat,<br />
ini tidak lepas dari dukungan. Jika kita lihat di<br />
Inspektorat Jenderal, tugas Inspektorat yang<br />
melakukan pengawasan dan kita melakukan kegiatan<br />
dukungan (supporting). Kita mendukung kegiatan<br />
yang dilakukan Inspektorat dan juga melakukan<br />
koordinasi antar Inspektorat. Terkait hal ini, kita<br />
lebih pada menata agar kemudian kegiatan utama<br />
bisa berjalan sesuai dengan yang diharapkan. Apa<br />
kegiatan utamanya? Kegiatan utamanya adalah<br />
kegiatan pengawasan yang dilakukan Inspektorat.<br />
Jika dikatakan nomor dua? tidak juga. Jika kegiatan<br />
dukungan tidak berjalan sesuai yang diharapkan,<br />
maka kemudian kegiatan utamanya jangan-jangan<br />
juga tidak sesuai dengan yang diharapkan. Seperti<br />
contohnya, seperti kegiatan dukungan penyediaan<br />
surat tugas dan dana untuk itu, dan jika kemudian<br />
tidak sinkron, maka kegiatan utama tidak akan<br />
berjalan dengan baik.<br />
Kegiatan dukungan ini perlu koordinasi<br />
dengan yang lain, seperti rencana pembiayaan. Kita<br />
tidak akan bisa membuat rencana pembiayaan yang<br />
tidak lepas dari rencana kegiatan dari Insepktorat.<br />
Hal ini karena mereka yang akan melakukan kegiatan<br />
pemeriksaan, untuk mendukung kegiatan utama<br />
itu, kita yang memberikan dukungan dan koordinir<br />
semuanya. Jadi jika perencanaan yang mereka<br />
buat bagus dan rinci, maka kita juga akan baik juga<br />
menyusun rencana pembiayaannya.<br />
Terkait SDM, untuk bisa melakukan<br />
kegiatan pengawasan itu juga butuh SDM. SDM yang<br />
dibutuhkan pun untuk masing-masing Inspektorat<br />
itu berbeda, hal ini dikarenakan pengawasan yang<br />
dilakukan berbeda, pengawasan mungkin sama, tapi<br />
yang diawasinya berbeda kegiatannya. Inspektorat<br />
melakukan pengawasan selain membutuhkan dana<br />
VOL V No. <strong>29</strong> | Edisi Maret - April 2012<br />
27
Wawancara<br />
tapi juga perlu SDM yang tepat, dan itu kita yang<br />
men-support.<br />
Apakah sejauh ini kinerja Sekretariat<br />
sudah optimal?<br />
Kita mencoba setiap tahun melakukan<br />
evaluasi terhadap apa yang dilakukan oleh kita<br />
melalui survey kepuasan pelanggan. Hal ini mungkin<br />
menjadi salah satu cara untuk melihat apakah yang<br />
kita lakukan sesuai dengan yang mereka harapkan.<br />
Walau kemudian hasilnya belum seperti apa yang<br />
diharapkan oleh mereka. Karena kita sebuah<br />
dukungan, jadi yang lebih mereka lihat adalah<br />
akhirnya saja, prosesnya jarang sekali dilihat. Hal Ini<br />
yang perlu menjadi catatan, padahal untuk mencapai<br />
dukungan yang optimal itu membutuhkan proses.<br />
Inilah yang kadang kali bisa menjadi disinsentif bagi<br />
rekan di sekretariat. Seharusnya bisa jadi tantangan<br />
untuk rekan di sekretariat untuk mengingkatkan<br />
pelayanan kita.<br />
Terkait dengan stakeholder luar, kita<br />
merupakan pintu masuk, jadi kita harus memberikan<br />
kesan yang baik kepada stakeholder kita. Seperti<br />
undangan, walaupun yang berhubungan dengan<br />
pajak, tetap kita yang menyiapkan, karena kita<br />
berusaha meyiapkan dengan baik. Jadi untuk<br />
kegiatan yang menyangkut dengan luar, kita tidak bisa<br />
diam, kita menyiapkan dari a-z sebagai motornya,<br />
walaupun substansinya bukan kita yang menyiapkan.<br />
Apa saja pembenahan pelayaan yang<br />
dilakukan?<br />
Sejauh ini saya memberikan kesempatan<br />
kepada manajer saya yaitu Kabag. Setiap dua<br />
minggu sekali kita berkumpul untuk melihat bersama<br />
program para Kabag, apa yang sudah dilaksanakan,<br />
dari itu apakah ditemukan kesulitan. Jika ada, mari<br />
kita bicarakan. Jika ada program baru, apa yang<br />
arus dilakukan dan sebagainya. Saya memberikan<br />
kebebasan untuk berkreasi dan berinovasi, sehingga<br />
bisa berkembang. Misalnya seperti di bagian<br />
Perencanaan dan Keuangan, mereka mencoba<br />
berinovasi yaitu pengajuan SKP secara cepat<br />
dengan online. Bagian Kepegawaian juga begitu<br />
dengan aplikasi Simanis dan Coaching-nya yang bisa<br />
memberikan konsultan, membantu pegawai yang<br />
membutuhkan. Bagian Umum juga mencoba terus<br />
berkreasi seperti dengan penataaan arsipdengan<br />
menggunakan ANRI, e-filing, web itjen pun juga terus<br />
jalan. Semua berkreasi bahkan mereka membuat<br />
rencana kegiatan program yang bahkan dibagi habis<br />
28<br />
VOL V No. <strong>29</strong> | Edisi Maret - April 2012<br />
sampai ke pegawai paling bawah untuk tanggung<br />
jawab itu.<br />
Jadi Alhamdulillah saya mendapat<br />
dukungan yang baik dari staff-staff saya. Paling<br />
tidak untuk kegiatan rutin sudah bisa terselesaikan.<br />
Kabag sudah bisa mendelegasikan dan sudah bisa<br />
diantisipasi, yang jadi masalah adalah kegiatan<br />
yang tidak rutin (unscertainty dan unstructured).<br />
Namanya dukungan itu lebih banyak unstructure-nya<br />
kemudian jika strukturnya tidak ditata dengan baik<br />
maka kita akan kesulitan menyelesaikan kegiatan<br />
unstructure-nya. Padahal unstructured biasanya<br />
malah menjadi perhatian pak Menteri, pak Irjen dan<br />
waktu persiapannyapun cenderung pendek.<br />
Bagaimana bapak memandang SDM di<br />
sekretariat?<br />
Kalau kita bicara unstructured, ini jarang<br />
terjadi dan namun dipandang penting, orangorang<br />
yang tidak hanya perlu pegetahuan tapi juga<br />
pengalaman. Kalau saya lihat teman disini sudah<br />
terbiasa dengan kerja yang padat, pengalamannya<br />
sudah cukup. Hanya saja ada beberapa yang tidak<br />
bisa mengikuti ritme ini yang akan menjadi beban.<br />
Kepala bagian sudah bisa memetakan pegawai mana<br />
yang mampu melakukan kegiatan unstructured<br />
dan pegawai yang hanya bisa melakukan kegiatan<br />
rutinnya.
Wawancara<br />
Bagaimana cara Bapak memotivasi para<br />
pegawai?<br />
Jadi misalnya hal-hal semacam ini perlu<br />
dicoba. Kepala bagian biasanya sudah memiliki<br />
layer eselon dibawahnya. Semisal ada pegawai<br />
yang terbiasa dengan kegiatan rutin, dicoba untuk<br />
dapat melakukan kegiatan unstructured yang<br />
membutuhkan pemikiran dan kreatifitas lebih.<br />
Biasanya dilakukan coaching oleh Kepala bagian<br />
atau atasan lainnya. Kepala bagian biasanya sudah<br />
memiliki peta kompetensi dari pegawainya. Biasanya<br />
cenderung menggunakan pendekatan coaching dan<br />
menggali dengan memberikan kesempatan yang<br />
sama kepada mereka. Seperti melanjutkan study,<br />
kita buka saja asal mereka mau berkompetisi. Ini<br />
yang seringkali mendorong mereka berpacu dan<br />
berkembang. Semua ini melalui Kabag-nya dengan<br />
memberi perhatian.<br />
Jika melihat Core business itjen adalah<br />
pengawasan, apakah sekretariat sebagai<br />
unit supporting itu jumlah nya sudah<br />
ideal?<br />
Harapannya di tahun 2014-2015 adalah 30%<br />
berbanding 70% untuk Sekeratriat dan Inspektorat.<br />
Sebelumnya kita 60% banding 40%, sekarang<br />
mencoba diimbangkan menjadi 45% banding 55%.<br />
Pada nantinya diharapkan akan berbalik menjadi<br />
lebih banyak pegawai di Inspektorat dibandingkan<br />
di Sekretariat. Kenapa kemarin seperti itu? Ketika<br />
Itjen terbentuk, banyak pegawai dari unit-unit lain,<br />
sehingga lebih banyak di Sekretariat karena mereka<br />
belum banyak kompetensi. Pada jaman pak Sutardi<br />
juga tidak menerima pegawai dari STAN. Sehingga<br />
menjadi kurang, karena memang mereka tidak ada<br />
kompetensi. Nantinya diharapkan lebih banyak yang<br />
audit dibandingkan supporting-nya. Walaupun<br />
berat, karena sebenarnya unit supporting juga<br />
membutuhkan banyak pegawai. Maka di Sekretariat<br />
mulai banyak menggunakan aplikasi, sehingga tidak<br />
membutuhkan banyak pegawai. Harapannya untuk<br />
antar Sekretariat memulai untuk paperless.<br />
Bagaimana dengan Program sekretariat<br />
secara keseluruhan di tahun 2012 dan<br />
program besarnya?<br />
Sebenarnya yang menjadi langkah strategis<br />
yang ditandatangani Irjen dan pak Menteri itu ada<br />
dua. Hal itu yang menjadi perhatian pak Menteri<br />
dan kemudian kita tindaklanjuti. Pertama adalah<br />
filling yang menjadi perhatian Menteri, karena filling<br />
tidak hanya e-filling, tidak semuanya di e-filling-kan.<br />
Hardcopy-nya tidak kita hilangkan, kemudian kita<br />
tata. Bagaimana kita bisa menyimpannya dengan<br />
aman dan ketika mencarinya lebih mudah? Makanya<br />
kita bekerjasama dengan ANRI yaitu program untuk<br />
menatanya. Begitu juga dengan dokumennya kita<br />
juga akan bekerjasama dengan ANRI. Inilah yang<br />
menjadi perhatian Menteri, dalam kunjungannya<br />
di kantor pusat maupun kantor vertikal-nya, beliau<br />
tidak mendapatkan kepuasan. Kelemahan di kantor<br />
Kemenkeu adalah file-nya, yang menjadi contoh<br />
adalah di Bapepam LK itu cukup bagus. Kemarin<br />
sempat dilihat Menteri, dan masih cukup perlu<br />
dibenahi, pak Menteri konsen kesitu.<br />
Hal ini salah satu menjadi temuan BPK<br />
adalah filenya DJP terkait piutang yang sempat saya<br />
angkat ketika saya di Inspektorat I. Dulu saya sempat<br />
melakukan rekonstruksi dan rekonsiliasi karena<br />
memang banyak kohir yang hilang. Makanya saya<br />
menyarankan membuat PMK untuk menerbitkan<br />
kembali kohir. Namun sejauh ini sepertinya belum<br />
selesai, hingga diperiksa BPK, dan sekarang malah<br />
menjadi betul-betul prioritas.<br />
Jadi memang keberadaan arsip dinilai sangat<br />
penting. Sementara ini yang ada di kita e-filing-nya<br />
masih jadi setengah, yang menjadi hambatan adalah<br />
bagaimana kita menatanya dan memerlukan tempat,<br />
bagaimana merekamnya. Kita sudah punya aplikasi,<br />
VOL V No. <strong>29</strong> | Edisi Maret - April 2012<br />
<strong>29</strong>
Wawancara<br />
untuk menatanya kita akan bekerjasama dengan<br />
ANRI. Tempatnya kita memiliki gudang di pasar rebo<br />
dan di depok.<br />
Kedua adalah harapan menteri agar<br />
lingkungan kerja yang bersih. Beliau tidak hanya<br />
konsen di kantor pusat, barangkali beliau menilai<br />
ini cukup mempengaruhi kinerja kita, lingkungan<br />
menjadi tidak menyenangkan. Maka dari itu<br />
membenahi lingkungan kerja ini menjadi salah satu<br />
langkah strategis kita, melalui 5R. Kemarin baru kita<br />
me-launching kickoff nya. Kita tidak hanya berharap<br />
hanya bersih sesaat tapi berharap ini akan menjadi<br />
budaya, sehingga ini semua butuh waktu karena<br />
mengubah budaya yang sebelumnya ada.<br />
Ketiga, ini adalah kegiatan rutin tapi<br />
memberikan pengaruh besar yaitu capacity building.<br />
Pak Menteri juga menaruh perhatian pada capacity<br />
building, walaupun ini tidak masuk dalam langkah<br />
strategis, namun ini masuk ke dalam IKU kita,<br />
sehingga dana yang dibutuhkan juga cukup besar.<br />
Kita punya BPPK dan punya program, program<br />
ini paling tidak setiap pegawai harus mengikuti<br />
diklat dalam setahun. Dana diklat ada yang dalam<br />
negeri atau luar negeri seperti yang bersifat khusus<br />
seperti terkait IT. Setiap Inspektorat, kita minta<br />
memetakan kebutuhan masing-masing akan diklat<br />
yang dibutuhkan, dan kepegawaian pun juga mencari<br />
sesuai kebutuhan pegawai. Kemudian kita buat<br />
tim seleksi atas program LN, timnya berisi semua<br />
Inspektur dengan penanggungawajab pak Irjen.<br />
Tim tersebut memutuskan apakah ini diklat yang<br />
perlu diikuti atau tidak. Sekarang ini semua diberi<br />
kesempatan untuk dapat mengikuti seleksi. Selain<br />
itu ada juga tawaran sekolah beaiswa. Ada pegawai<br />
yang mau untuk menggunakan kesempatan ini dan<br />
ada juga yang tidak.<br />
Apakah ada pesan untuk para pegawai<br />
Itjen khususnya di Sekretariat?<br />
Kalau saya, pertama teman-teman itu<br />
untuk setiap penugasan anggaplah sebagai belajar<br />
sehingga akan ada nilai tambah. Misalnya kita waste<br />
30<br />
VOL V No. <strong>29</strong> | Edisi Maret - April 2012<br />
time mengerjakan sesuatu yang kemudian kita<br />
tidak memiliki nilai tambah sama sekali. Bagaimana<br />
caranya? Ya belajar. Semua yang dikerjakan secara<br />
serius pasti akan ada nilai tambahnya. Paling<br />
tidak, kita jadi lebih tahu dari yang lainnya, bisa<br />
mengerjakan lebih banyak dari yang lain.<br />
Kemudian yang kedua adalah orangtua. Jika<br />
bapak dan ibu masih ada, bahagiakanlah mereka.<br />
Takaran bahagia bukan hanya dengan harta tapi<br />
bisa dengan keberhasilan kita atau hanya dengan<br />
kita “say hello”. Kadangkala hanya dengan disapa<br />
anak, orangtua sudah senang karena merasa masih<br />
diingat meskipun jauh. Saya ini yang barangkali<br />
belum puas untuk membahagiakan orangtua karena<br />
sudah lebih dulu diambil Yang Kuasa. Saya dan anakanak<br />
saya sudah berhasil tapi mereka belum sempat<br />
merasakan.<br />
Maka dari itu mumpung kalau masih ada,<br />
bila perlu diajak kesini, menginap di hotel. Meskipun<br />
kadang orangtua protes, “kok kayak gini, mahal ini”.<br />
Kalau hanya untuk sekali-sekali kan juga tidak apaapa<br />
untuk menunjukkan bahwa kita sayang mereka.<br />
Apalagi kalau orangtua jauh, nanti bakal menyesal.<br />
Kalau anda menanam sesuatu yang baik bukan<br />
berarti anda yang dapat kebaikan juga. Terkadang<br />
bisa saja yang mendapat balasan itu ke anak kita atau<br />
cucu kita atau bahkan mungkin di akhirat nanti.<br />
Setiap pekerjaan yang kita lakukan harus<br />
dikerjakan dengan serius, yang membuat kinerja kita<br />
baik ya kita sendiri. Berusaha saja sebaik mungkin<br />
maka pasti ada jalan. Perlu diperhatikan adalah<br />
jangan sampai menolak pekerjaan, sekali nolak akan<br />
berdampak ke depannya. Karena setiap pekerjaan<br />
bisa dijadikan tempat belajar dan kita menjadi<br />
semakin tahu. Hal ini bisa menjadi nilai tambah kita.<br />
Ketiga yaitu tentang ekspetasi kita terhadap<br />
hidup itu biasanya selalu tidak sama dengan realita.<br />
Terkadang ekpetasinya disini tapi realitanya disini.<br />
Orang yang biasanya sering kecewa adalah yang tidak<br />
bisa menurunkan ekpetasinya. Selama orang bisa<br />
bersyukur maka dia akan dtambah kenikmatannya.<br />
Karena begitu dapat sedikit saja sudah bisa<br />
alhamdulillah. Lalu kemudian orang yang ekpetasinya<br />
tinggi dan tidak bisa menurunkannya maka naik<br />
sebanyak apapun tidak akan disyukuri. Orang yang<br />
bahagia adalah orang yang bisa menerima realita<br />
dan menurunkan ekspetasinya. Tapi tidak berarti<br />
kemudian diam dan tidak berusaha. Dengan usaha<br />
itu kan hasilnya bisa benar-benar disyukuri, karena<br />
naik sedikit saja alhamdulillah. Kerjaan juga begitu,<br />
terus berusaha dan percaya diri. Kalau belum sampai<br />
ya harus terus berusaha dan mampu menurunkan<br />
ekspetasi. (KIN/DIT)
Wawancara<br />
LELAKI TANGGUH<br />
DARI CIREBON<br />
“Dulu waktu di kelas saya suka luangkan waktu 5-10 menit untuk ngobrol, cerita<br />
tentang saya itu saya ceritain hanya untuk motivasi mereka, kenapa? Saya katakan,<br />
sudah anda harus konsen, orangtua itu bukan main mengharapkan anda berhasil.”<br />
Tidak lengkap rasanya kalau kami tidak<br />
membagi juga cerita pak Oni kepada para<br />
pembaca <strong>Auditoria</strong>. Sepenggal cerita<br />
tentang beliau. Cuplikan-cuplikan kecil<br />
kehidupan beliau yang menegaskan bahwa segala<br />
sesuatu yang di dasari dengan semangat keiklasan<br />
dan berbagi akan mampu membawa kita pada<br />
kenikmatan dunia dan akhirat. Semoga bermanfaat..<br />
Berkeluarga saat masih mengenyam bangku<br />
kuliah memang bukan sesuatu yang mudah untuk<br />
dijalani. Matahari dan Bulan saja masih bengantian<br />
bekerja menerangi bumi. Sosok ini sepanjang hari<br />
tak membiarkan dirinya santai sejenak. Pagi harus<br />
kuliah, siang kerja dan tak jarang hingga larut malam.<br />
Ini semua dilakukan bukan hanya untuk istri dan 2<br />
anak saat dia di tingkat 5 tapi juga untuk adik-adiknya<br />
yang di Cirebon. Tak puas hanya membiayai keluarga<br />
dan adik-adiknya, beliau juga peduli dengan adik-adik<br />
istrinya.<br />
Lelah fisik tak pernah ia hiraukan dibanding<br />
dengan kegembiraan yang ia lihat di wajah istrinya,<br />
tawa anaknya dan kebahagiaan keluarga besarnya<br />
saat pulang. Terpisah jauh dengan keluarga semakin<br />
membuatnya semangat bekerja, memakan semua<br />
yang ada dihadapannya. Tak heran jika dia mampu<br />
menaklukkan 1 kantor akuntan publik dan 1<br />
perusahaan lain dalam satu hari. Keiklasan untuk<br />
hidup sendiri di Jakarta tanpa ingin istri dan keluarga<br />
merasakan keprihatinannya.<br />
Tak bosannya dia setiap minggu pulang<br />
naik bis dengan hanya ditemani jagung manis rebus<br />
VOL V No. <strong>29</strong> | Edisi Maret - April 2012<br />
31
Wawancara<br />
sekedar meredam suara perut. Semuanya<br />
terbayarkan dengan pelukan hangat<br />
dari keluarga di kampung tempat<br />
dia dan istri dipertemukan.<br />
Ternyata jagung menjadi tak<br />
terlepas dari hidupnya hingga<br />
kini. Tekadnya yang begitu<br />
besar membuat Tuhan tak<br />
rela membiarkan dia tanpa<br />
campur tangan-Nya. Kerja<br />
keras yang dia lakukan<br />
ternyata membuka jalan<br />
kemudahan dari-Nya. Bersyukur<br />
tak pernah ia lupakan di setiap<br />
langkahnya.<br />
Dia adalah Oni Syahroni Priatna.<br />
Keprihatinan yang sudah dia rasakan sejak<br />
masa SMP membuatnya menambahkan Priatna di<br />
nama belakangnya saat keluar dari adjun. Oni begitu<br />
panggilan akrab teman-temannya ingin terus ingat<br />
akan keprihatinan yang dialami sehingga tetap peduli<br />
dengan sesama yang kesusahan dan tidak takabur<br />
dengan apa yang sudah diraih. Pemilik nama asli<br />
Syahroni ini hanya seorang anak dari buruh pabrik<br />
gula tapi bisa sampai berkuliah.<br />
Berstatus mahasiswa tidak melepaskannya<br />
dari cibiran orang yang merasa dia tak pantas<br />
menyandangnya. Maklum di kampung halamannya,<br />
barangkali dia baru orang kedua yang nekad kuliah.<br />
Senyuman yang tulus malah diberikan pada orangorang<br />
itu. Bukan..bukan hanya orang-orang itu, dia<br />
selalu tersenyum ramah pada semua orang. Itu yang<br />
membuat dia dikenal dari mulai orangtua hingga<br />
anak-anak kecil di tempat dia tinggal saat kuliah. Di<br />
salah satu sudut kebun kopi di Cibereum menjadi<br />
tempat tinggalnya selama menjadi mahasiswa.<br />
Judulnya saja sudah kebun kopi, pastinya sepi dan<br />
minim penerangan apalagi di waktu itu. Dia lebih<br />
memilih tinggal di rumah salah satu petani yang<br />
seadanya. Letaknya di belakang sawah dan dekat<br />
dengan sumur. Terpencil, iya.. tapi itu tak membuat<br />
teman-temannya enggan berkunjung. Hampir setiap<br />
hari sudut yang sepi itu menjadi ramai karena banyak<br />
pemuda berkumpul, terdengar perdebatan serius<br />
mengenai mata kuliah yang sedang dibahas diselingi<br />
tawa riang memecah keheningan malam.<br />
Keputusannya tinggal di rumah itu bukan<br />
semata-mata karena tempatnya hampir sama<br />
dengan kampung halamannya. Tahun 70-an untuk<br />
sewa kamar setiap bulannya saja bisa menghabiskan<br />
5000 hingga 7500 rupiah, itu termasuk kamar yang<br />
paling sederhana. Padahal uang yang dia dapat dari<br />
orangtuanya hanya 3500 rupiah saja. Uang itupun<br />
dikirimkannya tak melalui pos layaknya<br />
orang-orang waktu itu, Ibunya<br />
menitipkan uang itu kepada<br />
tetangganya yang kebetulan<br />
kerja di Bantul. Karena dengan<br />
begitu bisa menghemat biaya<br />
posnya.Jadi tak mengapa<br />
jika dia harus tidur di rumah<br />
model panggung itu hanya<br />
beralaskan tikar di atas<br />
bambu yang dibagi dua,<br />
disusun sebagai lantai. Rasa<br />
sakit dan dingin yang menusuk<br />
karena angin yang berhembus<br />
di sela-sela bambu sudah menjadi<br />
teman tidurnya.<br />
Selama keprihatinan yang dia alami,<br />
Alhamdulillah menjadi penguat setiap jejaknya. Di<br />
balik keprihatinan selalu ada berkah. Itulah yang<br />
beliau rasakan ketika awal masuk kuliah, tidak salah<br />
keputusannya tinggal di Cibereum. Di sanalah Oni<br />
bertemu dengan belahan jiwanya. Seorang wanita<br />
bersahajah yang dengan sukarela memberi tali<br />
kasur untuk sang pujaan hati secara cuma-cuma.<br />
Oni muda yang baru pindah dan baru masuk kuliah,<br />
sempat kebingungan ketika ospek harus memakai<br />
papan nama yang digantung di leher. Di mana dia<br />
bisa mendapatkan tali yang sesuai. Dari situlah awal<br />
dua insan ini dipertemukan, Oni muda tanpa ragu<br />
mendatangi toko kasur itu dan mendapati sosok<br />
bersahaja yang langsung melantakan hatinya. Ya<br />
benarlah pepatah mengatakan di balik kesusahan<br />
selalu ada berkah. Pertemuan yang tak disangka<br />
mampu membawa kebahagian Oni muda hingga<br />
sekarang.<br />
Oni kecil dan saudara-saudaranya tinggal<br />
di kawasan pabrik gula. Kesehariannya banyak diisi<br />
dengan belajar dan terinspirasi dari pabrik itu. Oni<br />
kecil yang saat itu masih SMP suka berkeliaran dan<br />
bermain di kawasan pabrik. Pernah suatu hari dia<br />
memberanikan diri melongok ke ruang administrasi<br />
karena penasaran dengan bunyi yang ditimbulkan<br />
dari ruangan itu. Tik..tik..tik..tik... Dilihatnya seorang<br />
bapak-bapak sedang memencet tombol-tombol<br />
di depannya sehingga menimbulkan suara, yang<br />
kemudian dia tahu bahwa itu namanya mesin ketik.<br />
Ternyata tak hanya di pabrik gula dia menemui<br />
mesin itu, di kelurahan dia juga mendapati ibu-ibu<br />
asik memainkan jarinya di atas mesin itu. Timbullah<br />
pemikiran bahwa jika dia bisa menggunakan mesin<br />
itu maka dia akan bisa mudah mencari pekerjaan<br />
nantinya. Mulai dari itu Oni kecil yang masih SMP<br />
mengikuti kursus di pagi hari dan sekolah di siang<br />
32<br />
VOL V No. <strong>29</strong> | Edisi Maret - April 2012
Wawancara<br />
harinya. Tak peduli jika di tempat kursus dia sendiri<br />
yang masih mengenakan celana pendek warna biru.<br />
Tak puas hanya bisa mengetik, saat menginjak SMEA<br />
beliau mulai tertarik dengan label akuntan. Semakin<br />
terbuka akan persaingan yang dihadapinya<br />
nanti dengan orang kota<br />
yang memilki fasilitas<br />
lebih daripada dia. Hal ini<br />
mendorongnya kembali<br />
untuk mengambil kursus<br />
bahasa inggris sepulang<br />
sekolah meskipun jaraknya<br />
15 km tak membuatnya<br />
gentar. Harapan beliau<br />
kepada anak-anaknya,<br />
semoga dapat mengambil<br />
pelajaran dari hidupnya.<br />
Bahwa kegigihan kita untuk<br />
belajar dan ingin maju pasti<br />
akan membuahkan hasil di<br />
kemudian hari.<br />
Menuntut ilmu dan<br />
berkarier bukan berarti tak<br />
ada waktu untuk diri sendiri.<br />
Beliau hobi sekali nonton dan keinginan beliau<br />
saat kecil dulu adalah makan enak. Sederhana tapi<br />
itu begitu penting baginya. Ternyata keinginan makan<br />
enak ini timbul karena dulu setiap akhir minggu,<br />
saat para mandor menerima upah mingguan selalu<br />
ada tradisi menyisikan sedikit hasil untuk makan<br />
bersama. Saat itu sate ayam adalah makanan<br />
istimewa dan wajib saat bancak’an para mandor. Oni<br />
kecil selalu ada di dekat situ saat acara makan-makan<br />
itu dimulai, hanya untuk merasakan sedapnya bau<br />
asap sate ayam itu. Timbullah cita-cita sederhana<br />
itu, jika dia besar nanti dan mempunyai uang lebih<br />
akan dia belikan untuk makanan yang dia anggap<br />
enak. Mungkin ini cara Oni kecil mengobati rasa sakit<br />
hatinya ketika dulu hanya merasakan asapnya saja.<br />
Lembaran-lembaran buku kehidupan Oni<br />
terus terisi, perjuangan demi perjuangan membuat<br />
dia dan keluarga semakin solid. Hal inilah yang ingin<br />
selalu dia bagi kepada anak didiknya yang ada di<br />
STAN. Waktu 5-10 menit ia luangkan sekedar sharing<br />
tentang perjuangan dirinya untuk memotivasi<br />
mereka. Berulang-ulang selalu beliau tanamkan pada<br />
mereka untuk selalu membahagiakan orangtua. Tak<br />
perlu hal yang tinggi, hanya dengan belajar dengan<br />
baik di STAN saja sudah bisa membuat orangtua<br />
bangganya setengah mati. Meskipun terkadang<br />
banyak dari merka yang masuk STAN karena<br />
keinginan orangtua tapi jangan sampai harapan<br />
orangtua dihempaskan begitu saja. Kata-kata itulah<br />
yang tak bosan-bosannya diselipkan di setiap jam<br />
mata kuliahnya.<br />
Kesuksesan yang telah diraih tak membuat<br />
beliau lupa akan tempatnya<br />
dulu. Masih<br />
sering diajaknya anak-anak berkunjung ke sekolahnya<br />
dulu, tempat semasa kuliah. Semua ini beliau lakukan<br />
bukan ingin anak-anaknya seperti orangtuanya tapi<br />
memberi pengertian jika yang sekarang di dapat itu<br />
bukan sesutu yang mudah. Semua perlu pengorbanan<br />
dan perjuangan dalam meraih segala keinginan.<br />
Berbicara tentang pengorbanan membuat beliau<br />
ingat akan kakaknya yang rela berhenti dari bangku<br />
kuliah untuk adik-adiknya. Namun begitu kakaknya<br />
tetap bisa mengenyam pendidikan saat di pabrik gula<br />
yaitu di AGN (Ahli Gula Negara) Yogjakarta. Hal ini<br />
menjadi beban sekaligus semangat untuk bapak Oni<br />
untuk berhasil dan dapat membantu adik-adiknya.<br />
Beliau berpikir tak akan pernah menyia-nyiakan<br />
kesempatan yang sudah diberikan kakaknya untuk<br />
beliau.<br />
Kini ketika keberhasilan itu sudah di<br />
tangan, pengabdian kepada negara secara langsung<br />
harus terhenti oleh masa purna bakti. Sedih, lega,<br />
antusias bergejolak dalam dirinya. Sedih karena<br />
harus meninggalkan lingkungan kerja yang sudah<br />
sekian lama jatuh bangun bersama membangun<br />
negara. Lega karena beliau sudah menyelesaikan<br />
tugasnya hingga purna bakti. Begitu antusias beliau<br />
menjejakkan di babak baru hidupnya, tak sabar<br />
menghabiskan waktu dengan kekasih jiwa. rencana<br />
dan jadwal sudah dibuatnya untuk mengganti waktu<br />
yang hilang selama ini bersama keluarga. (KIN/DIT)<br />
VOL V No. <strong>29</strong> | Edisi Maret - April 2012<br />
33
SpeakOut<br />
Kata mereka “Penikmat Layanan”..<br />
Muhammad Umar (Kasubbag TU Inspektorat VI)<br />
Pelaksanaan e-filling dan layanan perpustakaan di Subbag TU cukup berjalan rapi dan baik.<br />
Subbag PP juga cukup fleksibel dalam melayani kami yang terkadang menghadapi kendala<br />
dalam penyusunan penugasan sesuai SOP. Untuk layanan rumah tangga, mereka cukup<br />
responsif dalam menerima laporan dari kami. Kalau boleh disarankan agar Subbag RT<br />
berinisiatif melakukan pengecekan secara berkala tentang kondisi sarana dan prasarana kerja.<br />
Misalnya ada wallpaper yang terkelupas, horizontal blind yang rusak, toilet yang rusak ataupun<br />
atap yang bocor. Untuk Subbag Perlengkapan, permintaan kami sejauh ini sudah terpenuhi<br />
dengan lancar. Namun untuk permintaan barang, terutama yang bersifat modal seperti laptop<br />
meski telah dipenuhi namun belum 100%.<br />
Yang sudah bagus tetap dipertahankan dan yang masih kurang bisa lebih ditingkatkan. Hal-hal yang masih perlu<br />
menjadi perhatian adalah masalah kebersihan, misalnya barang yang menumpuk di pojok ruangan seperti meja-meja<br />
yang tidak terpakai sebaiknya disingkirkan karena malah akan menjadi tempat nongkrong. Perlu disediakan pula ruangan<br />
khusus merokok dan peringatan dilarang merokok di ruangan yang tidak seharusnya diperuntukkan untuk merokok.<br />
Selain itu perlu juga ditambah penghijauan baik di dalam maupun luar ruangan.<br />
Hoedoyo Hening P (Kasubbag TU Inspektorat III)<br />
Adanya Gtalk Layanan Prima Bagian Umum yang mampu merespon cepat atas<br />
permintaan dan keluhan kami sangat positif. Dalam hal kepustakaan, buku-buku yang tersedia<br />
saya rasa masih kurang update. Jumlah buku untuk setiap judul perlu ditambah terutama<br />
bagi buku-buku yang banyak peminatnya. Layanan Subbag PP sudah berjalan cukup baik,<br />
walaupun SOP-nya 5 (lima) hari namun untuk kondisi tertentu seperti pembuatan Surat Tugas<br />
yang sifatnya mendadak karena perintah pimpinan, telah dapat terlaksana tepat waktu.<br />
Pemeliharaan inventaris sarana dan prasarana kerja serta kebersihan kantor selama ini sudah<br />
cukup baik, selama pengguna ruangan melaporkan kerusakan maka Subbagian Rumah Tangga<br />
akan langsung cepat merespon.<br />
Kepada Subbag Perlengkapan dalam pengadaan laptop sebaiknya memperhatikan<br />
spesifikasi yang dapat mendukung aplikasi teammate. Selain itu perlu dilakukan pembaharuan secara berkala karena<br />
biasanya alat-alat elektronik memiliki usia optimum 3 (tiga) tahun, lewat dari itu performance-nya sudah mulai menurun.<br />
Secara umum layanan dari Bagian Umum sejauh ini sudah cukup baik. Sebagai masukan, kebutuhan user harus<br />
benar-benar diperhatikan pada saat pelaksanaan pengadaan, selain itu sarana dan prasarana yang disediakan juga harus<br />
dapat mendukung pekerjaan dan sesuai fungsi ruang yang ada.<br />
34<br />
Siti Fadliyah (Kasubbag IR V)<br />
Kebetulan ruangan saya masih satu lantai dengan Subbagian Perlengkapan, sehingga untuk kebutuhan<br />
tertentu yang mendesak, begitu saya mengajukan permintaan maka langsung ditindaklanjuti oleh mereka dengan cepat.<br />
Saya melihat Subbagian Perlengkapan mengedepankan kecepatan dalam memenuhi kebutuhan user sebagai layanan<br />
prima mereka. Untuk pengadaan laptop belum semuanya terpenuhi, namun biasanya kami<br />
diminta untuk mendata dan mengajukan kebutuhan laptop ke Subbagian Perlengkapan.<br />
Begitu juga dengan Subbag PRT sudah cukup responsive, tapi mohon agar perbaikan inventaris<br />
dapat dipercepat. Untuk Subbag PP, memang SOP untuk kegiatan dukungan pengawasan<br />
adalah selama 5 (lima) hari kerja, namun untuk rencana penugasan diluar rencana yang<br />
bersifat mendadak, Subbagian PP selama ini sudah sangat membantu dengan mengusahakan<br />
pembuatan Surat Tugas dengan tepat waktu. Untuk Subbag TU dan Kehumasan terkait e-filling,<br />
digitalisasi berkas telah dilaksanakan dan dikoordinasikan secara baik. Begitupun untuk<br />
perpustakaan, buku yang disediakan sudah memenuhi kebutuhan dan keinginan user karena<br />
setiap orang diberikan kesempatan untuk menyampaikan usulan buku yang dibutuhkan.<br />
Secara umum, layanan Bagian Umum sekarang sudah banyak mengalami perkembangan. Pelayanan yang<br />
diberikan pun sudah banyak meningkat, terutama dalam hal pengaturan ruang kerja, pemenuhan kebutuhan inventaris<br />
kantor, kegiatan dalam hal dukungan pengawasan serta kegiatan-kegiatan lainnya. Selama ini masukan, saran dan<br />
permasalahan biasa disampaikan dan didiskusikan di dalam forum Kasubag. Saya harapkan pelayanan yang sudah baik<br />
dapat terus dipertahankan. (ARH/MUJ/PIA)<br />
VOL V No. <strong>29</strong> | Edisi Maret - April 2012
SpeakOut<br />
Kata mereka “Penyaji Layanan”..<br />
Haryadi (Kasubbag Perlengkapan)<br />
Dengan mengusung motto “belum sempurna, selalu berusaha”, tugas kami di<br />
Subbagian Perlengkapan adalah membantu pelaksanaan tupoksi seluruh unit di Inspektorat<br />
Jenderal yang mencakup penyediaan sarana dan prasarana kerja seperti meja, kursi,<br />
laptop, printer, ATK, dan lain-lain. Prosesnya adalah: mengidentifikasi kebutuhan Barang<br />
Milik Negara (BMN) baik berupa hardware maupun software; mengusulkan anggaran yang<br />
dibutuhkan untuk penyediaan sarana dan prasarana tersebut; melaksanakan pengadaan;<br />
mendistribusikan barang sesuai hasil analisa kebutuhan yang telah dilakukan sebelumnya; dan<br />
mengadministrasikan jumlah aset BMN di masing-masing inspektorat.<br />
Tantangan yang ada adalah ternyata mengidentifikasi kebutuhan lebih sulit daripada<br />
melaksanakan pengadaannya sendiri, karena kita harus dapat mengidentifikasi secara rinci<br />
spesifikasi yang optimum sesuai kebutuhan pengguna, dimana spesifikasi yang optimum<br />
bukan berarti identik dengan harga yang paling mahal ataupun spesifikasi komputer yang paling<br />
canggih. Selain itu kita juga mengajukan usulan penghapusan kepada Menteri Keuangan atas barang-barang yang sudah<br />
rusak atau tidak terpakai lagi.<br />
Visi Subbagian Perlengkapan ke depannya adalah dapat menjadikan subbagian ini sebagai contoh bagi unit<br />
yang lain, meski saat ini masih jauh perjalanan ke arah sana dan masih banyak langkah yang harus ditempuh. Oleh karena<br />
itu kami membutuhkan saran dan kritik dari yang lain agar dapat memberikan pelayanan yang memuaskan seluruh<br />
stakeholders.<br />
Hari Purnomo (Kasubbag Protokoler dan Rumah Tangga)<br />
Bila rekan-rekan di Itjen memiliki urusan dalam hal akomodasi, protokoler,<br />
kerumahtanggaan, perbaikan kerusakan pada inventaris kantor dan lain-lain, anda dapat<br />
langsung melapor kepada Subbagian Protokoler dan Rumah Tangga dan akan kami usahakan<br />
untuk seresponsif mungkin menanggapinya. Namun tidak semua perbaikan kerusakan dapat<br />
langsung diselesaikan dengan cepat, misalnya kerusakan pada kaca bangunan. Kaca ini memiliki<br />
spesifikasi tertentu sehingga harus diimpor secara khusus yang membutuhkan proses lama.<br />
Peningkatan pelayanan lainnya dari kami adalah akan disediakannya ruangan khusus<br />
merokok sesuai dengan keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) dalam penjelasan pasal 115<br />
ayat (1) UU No 36/2009 tentang kesehatan, yaitu “khusus bagi tempat kerja, tempat umum,<br />
dan tempat lainnya menyediakan tempat khusus untuk merokok”. Dalam hal pengelolaan<br />
barang-barang yang sudah tidak terpakai, kami juga melakukan koordinasi dengan Subbagian<br />
Perlengkapan dan unit pemilik barang tersebut.<br />
Berkaitan dengan pelayanan yang kami berikan, prinsip saya adalah jangan berkecil hati bila masih ada yang<br />
memberikan nilai rendah, yang terpenting adalah kami terus berusaha meningkatkan kinerja melalui pelayanan prima<br />
yaitu dengan continous improvement. Selama ini kami telah berupaya untuk meningkatkan pemeliharaan inventaris<br />
kantor, namun hal ini tidak akan berhasil tanpa dukungan dari para pengguna ruangan untuk ikut me-maintain sarana<br />
dan prasarana kantor yang ada. Harapan ke depannya adalah kami dapat mewujudkan pelayanan sesuai dengan motto<br />
5R yaitu Ringkas, Rapi, Resik, Rawat, Rajin.<br />
Budi Prayitno (Kasubbag Tata Usaha dan Kehumasan)<br />
Aplikasi e-filling yang dimiliki oleh Subbagian Tata Usaha dan Kehumasan saat ini<br />
masih menggunakan milik Pusintek, kedepannya kami akan membeli aplikasi dari ANRI dimana<br />
kelebihannya adalah berkas yang sudah didigitalisasi dapat langsung disimpan berikut arsip<br />
fisiknya, sehingga pencarian baik berkas softcopy maupun hardcopy-nya dapat lebih cepat.<br />
Perpustakaan Itjen saat ini sudah banyak mengalami perkembangan, dahulu koleksi<br />
buku kondisinya masih berantakan dan kebanyakan berisi peraturan-peraturan. Agar memberi<br />
daya tarik bagi pengunjung, kami tambahkan pula koleksi perpustakaan Itjen dengan bukubuku<br />
populer bertema motivasi, hukum, sastra dan lain-lain selain buku ilmiah tentunya sebab<br />
biasanya para pengunjung akan tertarik masuk perpustakan karena materi bacaan yang ringan<br />
baru bacaan yang berat. Selain itu dalam setahun dua kali kami juga mengedarkan form ke<br />
tiap bagian mengenai usulan buku-buku untuk diadakan, hal ini sebagai salah satu upaya kami<br />
untuk terus meng-update dan menambah koleksi buku sesuai keinginan pengguna.<br />
Visi dan misi kami adalah menjadi subbagian Tata Usaha dan Kehumasan yang baik yang mampu mewujudkan<br />
Bagian Umum menjadi bagian yang terbaik. Kami merasa saat ini masih jauh dari ideal, oleh karena itu semua lini masih<br />
harus ditingkatkan, baik itu dalam urusan persuratan, kearsipan, kepustakaan, penggandaan, ekspedisi dan lain-lain.<br />
Tantangannya adalah banyak pekerjaan yang bersifat unstructure dan on the spot yang harus dikerjakan dalam waktu<br />
sempit, prinsip kami semua pekerjaan harus dilaksanakan sebaik-baiknya meski terkadang harus pulang malam hari.<br />
(ARH/MUJ/PIA)<br />
VOL V No. <strong>29</strong> | Edisi Maret - April 2012<br />
35
Ragam Pengawasan<br />
Sekilas tentang<br />
Transfer Pricing<br />
(Transaksi Hubungan Istimewa)<br />
(Bagian Pertama dari dua tulisan)<br />
Oleh : Airvian Trisakti, Auditor Madya pada Inspektorat IV<br />
Pendahuluan<br />
Transfer Pricing merupakan salah satu<br />
cara yang paling banyak digunakan perusahaanperusahaan<br />
multinasional dalam meminimumkan<br />
beban pajak secara global. Tapi apakah itu transfer<br />
pricing itu? Sedemikian popular cara tersebut<br />
dipergunakan oleh perusahaan-perusahaan besar?<br />
Berdasarkan Organisasi untuk Kerjasama dan<br />
Pengembangan Ekonomi atau bahasa kerennya<br />
Organization for Economic Cooperation and<br />
Development (OECD) transfer pricing guidelines<br />
yang dimaksud dengan transfer pricing adalah<br />
the prices at which an enterprise transfer physical<br />
goods and intangible property or provides services<br />
to associated enterprises - penetapan harga atas<br />
transaksi penyerahan barang berwujud dan barang<br />
tidak berwujud, atau penyediaan jasa antar pihakpihak<br />
yang mempunyai hubungan istimewa.<br />
Bagi kalangan pebisnis, atau yang lebih<br />
dikenal dengan istilah Wajib Pajak, pajak tetap<br />
saja dipandang sebagai beban yang mengurangi<br />
keuntungan, sehingga mereka akan berupaya untuk<br />
meminimalisasi pajak dalam rangka memaksimalkan<br />
keuntungan. Atas dasar itu wajar jika mereka<br />
merekayasa suatu transaksi untuk meminimalkan<br />
beban pajak. Salah satunya dengan transfer pricing.<br />
Seperti dijelaskan di atas, transfer pricing<br />
sangat popular digunakan oleh perusahaanperusahaan<br />
besar terutama yang berskala<br />
international. Dengan anak-anak perusahaan yang<br />
tersebar di beberapa Negara mereka akan berupaya<br />
merekayasa transaksi dalam rangka mengalokasikan<br />
keuntungan antarbeberapa perusahaan dalam satu<br />
grup perusahaan multinasional tersebut. Secara<br />
keseluruhan yang terpenting dari akhir kegiatan<br />
adalah laba setelah pajak dari grup. Dengan kata<br />
lain transfer pricing dapat dikatakan sebagai suatu<br />
trik penghindaran pajak yang dilakukan lewat cara<br />
bertransaksi dengan perusahaan afiliasi di luar<br />
36<br />
VOL V No. <strong>29</strong> | Edisi Maret - April 2012<br />
negeri memakai harga yang tidak wajar. Akibatnya<br />
perusahaan tampak menderita kerugian atau apabila<br />
memperoleh keuntungan jumlahnya kecil sekali, dan<br />
akhirnya hanya membayar pajak penghasilan (PPh)<br />
dengan nilai yang lebih kecil dari yang seharusnya<br />
atau bahkan tidak membayar PPh sama sekali.<br />
Dalam rangka menggambarkan<br />
kompleksitas rekayasa penghindaran pajak dengan<br />
transfer pricing, Prof. Gunadi, Guru Besar Perpajakan<br />
Fisip UI, memberikan contoh sebagai berikut:<br />
• Perusahaan X, Ltd yang berkedudukan di<br />
Jepang mempunyai anak perusahaan di<br />
Malaysia, Hong Kong dan Indonesia. Pada<br />
suatu saat, perusahaan Indonesia mengimpor<br />
bahan dari X, Ltd Jepang. Namun, faktur dari<br />
Jepang dikirim ke Hong Kong dan dari Hong<br />
Kong dikirim ke Singapura. Dari Singapura<br />
inilah dikeluarkan faktur ke Indonesia. Dari<br />
Jepang barang dihitung harga US$100, dari<br />
Hong Kong ke Singapura dihitung US$200 dan<br />
dari Singapura ke Indonesia dihitung US$300.<br />
Di Indonesia dijual dengan US$400, sehingga<br />
laba seluruhnya adalah sekurang-kurangnya<br />
US$300.<br />
• Dengan transfer pricing, laba tersebut<br />
dialokasikan ke Jepang, Hong Kong, Singapura<br />
dan Indonesia. Padahal barang dari Jepang<br />
langsung dikirim ke Indonesia, hanya
Ragam Pengawasan<br />
kertasnya saja yang mampir-mampir. Karena<br />
perusahaan Indonesia dianggap memakai jasa<br />
broker Trading House Singapura, maka harus<br />
membayar komisi US$50. Atas modal kerja<br />
untuk melaksanakan pembelian itu dibiayai<br />
dengan pinjaman dari grup dengan bunga<br />
15% atau US$45. Berarti laba perusahaan<br />
Indonesia tinggal US$5. Kalau atas bahan<br />
tersebut diperlukan jasa teknik dari induk di<br />
Jepang dengan biaya US$30 (10%), akhirnya<br />
perusahaan Indonesia justru menderita rugi<br />
US$25.<br />
• Dari transaksi tersebut muncul keanehan<br />
(anomali), yaitu bahwa grup untung sekurangkurangnya<br />
US$300, yang diperoleh dari<br />
penjualan barang yang dibeli oleh orang<br />
Indonesia tetapi perusahaan di Indonesia<br />
malah menderita rugi US$25, sehingga<br />
Indonesia tidak dapat memungut pajak<br />
penghasilan dari perusahaan yang merugi<br />
tersebut.<br />
• Dengan rekayasa transfer pricing, anak<br />
perusahaan di Indonesia tidak mendapat<br />
alokasi laba, padahal seluruh barang itu dibeli<br />
oleh orang Indonesia. Karena dilakukan di luar<br />
Indonesia, pemeriksa pajak tidak punya akses<br />
data ke sana. Ini merupakan masalah yang<br />
pelik untuk pembuktiannya.<br />
Disamping anomali di atas, transfer<br />
pricing juga menyebabkan ketidakadilan dalam<br />
perpajakan karena perbedaan struktur perusahaan.<br />
Perusahaan group dapat merekayasa transaksi dan<br />
mengalokasikankan labanya sehingga meminimalkan<br />
pajak, sedangkan perusahaan tunggal harus<br />
membayar pajak seperti apa adanya.<br />
Dampak transfer pricing<br />
Dalam suatu training perpajakan dengan<br />
tema Transfer Pricing yang penulis ikuti, seorang<br />
instruktur menjelaskan, bahwa kita patut bertanya,<br />
bila melihat suatu perusahaan multinasional yang<br />
terus menerus merugi tetapi tetap beroperasi,<br />
bahkan bisa menambah asetnya secara signifikan.<br />
Bagaimana mungkin?? Apa yang diungkap oleh<br />
instruktur tersebut, yang juga mantan pemeriksa<br />
pajak, sejalan dengan komentar pengamat ekonomi<br />
Faisal Basri, dalam Kompas 23 November 2005,<br />
“Tidak masuk akal 750 perusahaan PMA merugi 5<br />
tahun berturut-turut dan tidak membayar pajak”.<br />
Bisa kita bayangkan berapa kerugian yang diderita<br />
negara ini akibat pengemplangan pajak yang<br />
dilakukan perusahaan PMA tersebut bila terbukti<br />
mereka melakukan akal-akalan dengan menggunakan<br />
senjata yang bernama transfer pricing tersebut.<br />
Dalam salah satu kolomnya, Kompas.<br />
com 30 Juni 2010 menuliskan, potensi kerugian<br />
(potential lost) penerimaan pajak akibat praktek<br />
transfer pricing yang dilakukan oleh perusahaanperusahaan<br />
yang beroperasi di Indonesia selama<br />
tahun 2009 lalu mungkin mencapai Rp1.300 triliun.<br />
Bukan main.......”Angka Rp1.300 triliun itu signifikan<br />
karena setara dengan 60 persen total transaksi yang<br />
mencapai Rp2.100 triliun”, demikian kata seorang<br />
pengamat perpajakan dalam seminar yang bertajuk<br />
“Reformasi Perpajakan “. Angka tersebut berasal dari<br />
Seksi Transfer Pricing Direktorat Jenderal Pajak yang<br />
diolah berdasarkan data milik OECD. “Transfer pricing<br />
biasanya digunakan oleh perusahaan-perusahaan<br />
multinasional kita untuk meminimalkan nilai pajak<br />
yang dibayar melalui rekayasa harga”, kata pengamat<br />
tersebut lebih lanjut.<br />
Hilangnya pendapatan pajak dalam jumlah<br />
yang cukup signifikan tersebut, tentu saja telah<br />
memberikan efek negative bagi negara Indonesia.<br />
Dari berkurangnya pendapatan pajak itu sendiri saja<br />
sudah akan memberikan dampak bagi pertumbuhan<br />
ekonomi negara Indonesia, belum lagi dampakdampak<br />
tidak langsung yang kemudian muncul<br />
seperti berkurangnya dana untuk pelayanan<br />
masyarakat dan berkurangnya dana bantuan/ subsidi<br />
dari pemerintah. Selain itu masyarakat Indonesia<br />
juga menanggung kerugian lain akibat dari praktik<br />
transfer pricing karena masyarakat Indonesia yang<br />
juga diposisikan sebagai salah satu pasar target dari<br />
perusahaan-perusahaan tersebut hanya menjadi<br />
layaknya sapi perah yang tidak mendapatkan<br />
imbalan.<br />
Bagaimana upaya Pemerintah??<br />
Upaya-upaya Pemerintah, dalam hal ini<br />
Kementerian Keuangan cq. Direktur Jenderal Pajak,<br />
dapat dilihat dari kebijakan yang dihasilkan. Beberapa<br />
diantaranya akan dipaparkan di bawah ini.<br />
• Undang-Undang No.7 tahun 1983 dan Surat<br />
Edaran No.04/PJ.7/1993<br />
Bila kita menengok kebelakang, sejak tahun 1983<br />
Pemerintah dalam hal ini Kementerian Keuangan<br />
cq. Direktorat Jenderal Pajak sebenarnya telah<br />
mengantisipasi adanya transaksi transfer pricing/<br />
hubungan istimewa, sebagaimana tertuang<br />
dalam pasal 5 ayat (1) dan (2), pasal 9 ayat (1)<br />
huruf e. dan pasal 18 ayat (2) dan (3) dalam<br />
Undang-Undang No.7 tahun 1983 tentang Pajak<br />
Penghasilan (sebagaimana telah diubah terakhir<br />
dengan UU No.36 tahun 2008). Pasal-pasal<br />
tersebut memberikan kewenangan kepada Dirjen<br />
VOL V No. <strong>29</strong> | Edisi Maret - April 2012<br />
37
Ragam Pengawasan<br />
Pajak untuk menghitung besarnya penghasilan<br />
dan/atau pengurangan dan menentukan utang<br />
sebagai modal apabila terdapat transaksi<br />
antara pihak yang mempunyai hubungan<br />
istimewa. Selanjutnya dalam tataran operasional<br />
diterbitkan Surat Edaran Dirjen Pajak Nomor 04/<br />
PJ.7/1993 tanggal 9 Maret 1993 tentang Petunjuk<br />
Penanganan Kasus-Kasus Transfer Pricing (Seri TP-<br />
1). Namun dalam prakteknya, upaya pencegahan<br />
pemanfaatan transfer pricing secara illegal tetap<br />
sulit dilakukan. Hal tersebut dapat dimaklumi<br />
karena kondisi dan instrumen pendukung dalam<br />
upaya mengatasi hal tersebut di Indonesia masih<br />
langka. Data Pembanding harga, biaya, dan<br />
laba kotor dari dunia perdagangan, industri dan<br />
sektor-sektor lainnya sangat sulit didapat. Secara<br />
logika bentuk transaksi yang persis sama bisa<br />
dikatakan hampir tidak mungkin. Hal tersebut<br />
menyebabkan, seperti yang diungkapkan<br />
instruktur training perpajakan yang cukup<br />
berpengalaman tersebut, koreksi-koreksi yang<br />
dibuat pemeriksa pajak atas transfer pricing,<br />
dengan mudah dibantah oleh Wajib Pajak pada<br />
saat banding di Pengadilan Pajak.<br />
• Peraturan Pemerintah No.80 tahun<br />
2007<br />
Walaupun banyak kesulitan yang dihadapi,<br />
terkait dengan transfer pricing, Pemerintah<br />
tetap berupaya melakukan tindakan-tindakan<br />
preventif, antara lain dengan menerbitkan<br />
Peraturan Pemerintah No. 80 tahun 2007 tentang<br />
Tata Cara Pelaksanaan Hak dan Kewajiban<br />
Perpajakan Berdasarkan Undang-Undang Nomor<br />
6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata<br />
Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa<br />
kali diubah terakhir dengan Undang-Undang<br />
Nomor 28 Tahun 2007. Dalam Pasal 16 ayat (2)<br />
PP tersebut, dinyatakan bahwa dalam hal Wajib<br />
Pajak melakukan transaksi dengan para pihak<br />
yang mempunyai hubungan istimewa, Wajib<br />
Pajak juga wajib menyimpan dokumen dan<br />
atau informasi tambahan—selain buku, catatan<br />
dan dokumen yang menjadi dasar pembukuan<br />
atau pencatatan. Hal tersebut dilakukan untuk<br />
mendukung bahwa transaksi yang dilakukan<br />
dengan pihak yang mempunyai hubungan<br />
istimewa telah sesuai dengan prinsip kewajaran<br />
dan kelaziman usaha. Dalam konteks UU Nomor<br />
28 Tahun 2007 (UU KUP), ketentuan di atas<br />
secara tidak langsung telah menginterpretasikan<br />
bahwa kewajiban untuk membuktikan (beban<br />
pembuktian) kewajaran transaksi dengan pihak<br />
yang memiliki hubungan istimewa, sekarang<br />
terletak di tangan Wajib Pajak. Selanjutnya<br />
dalam Pasal 16 ayat (3) dinyatakan, ketentuan<br />
lebih lanjut mengenai jenis dokumen dan/atau<br />
informasi tambahan sebagaimana dimaksud<br />
pada ayat (2) dan tata cara pengelolaannya<br />
diatur dengan atau berdasarkan Peraturan<br />
Menteri Keuangan. Namun demikian peraturan<br />
pelaksanaan PP tersebut dalam bentuk PMK<br />
sebagaimana dimaksud dalam pasal tersebut<br />
hingga saat ini belum diterbitkan, sehingga masih<br />
terdapat permasalahan mendasar antara Wajib<br />
Pajak dengan Fiskus.<br />
• Peraturan Direktur Jenderal Pajak (Perdirjen<br />
Pajak) No. PER-43/PJ/2010 dan PER-32/<br />
PJ/2011<br />
Upaya-upaya lain yang dilakukan Pemerintah<br />
dalam rangka menangani permasalahan transfer<br />
pricing adalah dengan menerbitkan Peraturan<br />
Direktur Jenderal Pajak (Perdirjen Pajak) No. PER-<br />
43/PJ/2010 tanggal 6 September 2010 berikut<br />
perubahannya berupa Perdirjen Pajak No. PER-<br />
32/PJ/2011 tanggal 11 November 2011, tentang<br />
Penerapan Prinsip Kewajaran dan Kelaziman<br />
Usaha dalam Transaksi Antara Wajb Pajak dengan<br />
Pihak yang Mempunyai Hubungan Istimewa.<br />
Kebijakan ini diharapkan dapat memberikan<br />
kepastian dan kelancaran dalam penerapan<br />
kewajaran dan kelaziman usaha dalam hal<br />
transfer pricing. Selain menjadi pegangan bagi<br />
Wajib Pajak kebijakan ini juga menjadi pegangan<br />
Fiskus dalam melakukan pemeriksaan pajak dan<br />
para Auditor Itjen apabila mendapat penugasan<br />
untuk melakukan compliance audit atas hasil<br />
pemeriksaan pajak yang dilakukan Fiskus.<br />
Di dalam Perdirjen dijelaskan apa yang<br />
dimaksud dengan pengertian Prinsip Kewajaran<br />
dan Kelaziman Usaha (Arm’s Length Principle/ALP)<br />
dalam Transfer Pricing, yaitu prinsip yang mengatur<br />
bahwa apabila kondisi dalam transaksi yang dilakukan<br />
antara pihak-pihak yang mempunyai Hubungan<br />
Istimewa sama atau sebanding dengan kondisi dalam<br />
transaksi yang dilakukan antara pihak-pihak yang<br />
tidak mempunyai Hubungan Istimewa yang menjadi<br />
pembanding, maka harga atau laba dalam transaksi<br />
yang dilakukan antara pihak-pihak yang mempunyai<br />
Hubungan Istimewa harus sama dengan atau berada<br />
dalam rentang harga atau laba dalam transaksi yang<br />
dilakukan antara pihak-pihak yang tidak mempunyai<br />
Hubungan Istimewa yang menjadi pembanding.<br />
Wajib Pajak dalam melakukan transaksi<br />
transfer pricing dengan pihak-pihak yang mempunyai<br />
Hubungan Istimewa wajib menerapkan Prinsip<br />
Kewajaran dan Kelaziman Usaha. Prinsip Kewajaran<br />
dan Kelaziman Usaha dilaksanakan dengan<br />
38<br />
VOL V No. <strong>29</strong> | Edisi Maret - April 2012
Ragam Pengawasan<br />
melakukan Analisis Kesebandingan dan menentukan<br />
pembanding, menentukan metode Penentuan<br />
Harga Transfer yang tepat, dan menerapkan Prinsip<br />
Kewajaran dan Kelaziman Usaha berdasarkan hasil<br />
Analisis Kesebandingan dan metode Penentuan Harga<br />
Transfer yang tepat ke dalam transaksi yang dilakukan<br />
antara Wajib Pajak dengan pihak yang mempunyai<br />
Hubungan Istimewa serta mendokumentasikan setiap<br />
langkah dalam menentukan Harga Wajar atau Laba<br />
Wajar sesuai dengan ketentuan perundangundangan<br />
perpajakan yang berlaku .<br />
Prinsip Kewajaran dan Kelaziman Usaha<br />
mendasarkan pada norma bahwa harga atau laba<br />
atas transaksi yang dilakukan oleh pihak-hak yang<br />
tidak mempunyai hubungan istimewa ditentukan<br />
oleh kekuatan pasar, sehingga transaksi tersebut<br />
mencerminkan harga pasar yang wajar (Fair Market<br />
Value/FMV).<br />
Harga Wajar atau Laba Wajar adalah harga<br />
atau Iaba yang terjadi dalam transaksi yang dilakukan<br />
antara pihak-pihak yang tidak mempunyai Hubungan<br />
Istimewa dalam kondisi yang sebanding, atau harga<br />
atau laba yang ditentukan sebagai harga atau laba<br />
yang memenuhi Prinsip Kewajaran dan Kelaziman<br />
Usaha, dapat ditentukan dalam bentuk harga<br />
atau laba tunggal (single price) atau dalam bentuk<br />
Rentang Harga Wajar atau Laba Wajar (arm’s length<br />
range/ALR).<br />
Transaksi yang dilakukan oleh Wajib Pajak<br />
dengan pihak-pihak yang mempunyai Hubungan<br />
Istimewa yang mempunyai nilai penghasilan atau<br />
pengeluaran tidak melebihi Rp 10.000.000.000,00<br />
(sepuluh miliar rupiah) dalam 1 (satu) tahun pajak<br />
untuk setiap lawan transaksi, dikecualikan dari<br />
kewajiban menerapkan Prinsip Kewajaran dan<br />
Kelaziman Usaha sebagaimana dimaksud di atas.<br />
Analisis Kesebandingan dilakukan oleh<br />
Wajib Pajak atau Direktorat Jenderal Pajak atas<br />
kondisi dalam transaksi yang dilakukan antara Wajib<br />
Pajak dengan pihak yang mempunyai Hubungan<br />
Istimewa untuk diperbandingkan dengan kondisi<br />
dalam transaksi yang dilakukan antara pihak-pihak<br />
yang tidak mempunyai Hubungan Istimewa, dan<br />
melakukan identifikasi atas perbedaan kondisi dalam<br />
kedua jenis transaksi dimaksud .<br />
Dalam melakukan Analisis Kesebandingan<br />
harus diperhatikan bahwa transaksi yang dilakukan<br />
antara Wajib Pajak dengan pihak yang mempunyai<br />
Hubungan Istimewa dianggap sebanding dengan<br />
transaksi yang dilakukan antara pihak-pihak yang<br />
tidak mempunyai Hubungan Istimewa dalam hal<br />
tidak terdapat perbedaan kondisi yang material atau<br />
signifikan yang dapat mempengaruhi harga atau<br />
laba dari transaksi yang diperbandingkan atau bila<br />
terdapat perbedaan kondisi masih dapat dilakukan<br />
penyesuaian untuk menghilangkan pengaruh yang<br />
material atau signifikan dari perbedaan kondisi<br />
tersebut terhadap harga atau laba. Selanjutnya dalam<br />
hal tersedia Data Pembanding Internal dan Data<br />
Pembanding Eksternal dengan tingkat kesebandingan<br />
yang sama, maka Wajib Pajak wajib menggunakan<br />
Data Pembanding Internal untuk penentuan Harga<br />
Wajar atau Laba Wajar dan apabila data pembanding<br />
internal bersifat insidental, maka data pembanding<br />
internal dimaksud hanya dapat dipergunakan dalam<br />
transaksi yang bersifat insidental antara Wajib Pajak<br />
dengan pihak-pihak yang mempunyai hubungan<br />
istimewa.<br />
Selanjutnya yang dimaksud dengan:<br />
1. Data Pembanding Internal adalah data<br />
Harga Wajar atau Laba Wajar dalam<br />
transaksi sebanding yang dilakukan oleh<br />
Wajib Pajak dengan pihak-pihak yang tidak<br />
mempunyai Hubungan Istimewa.<br />
2. Data Pembanding Eksternal adalah data<br />
Harga Wajar atau Laba Wajar dalam<br />
transaksi sebanding yang dilakukan oleh<br />
Wajib Pajak lain dengan pihak-pihak yang<br />
tidak mempunyai Hubungan Istimewa.<br />
3. Data Pembanding Internal dan Data<br />
Pembanding Eksternal harus memenuhi<br />
faktor-faktor yang dapat mempengaruhi<br />
tingkat kesebandingan.<br />
4. Dalam hal Data Pembanding Internal<br />
telah memenuhi faktor-faktor yang dapat<br />
mempengaruhi tingkat kesebandingan,<br />
maka Data Pembanding Eksternal tidak<br />
diperlukan.<br />
5. Data Pembanding Eksternal dapat diperoleh<br />
dari database komersial maupun database<br />
lainnya.<br />
Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi<br />
tingkat kesebandingan antara lain adalah karakteristik<br />
barang/harta berwujud dan barang/harta tidak<br />
berwujud yang diperjualbelikan, termasuk jasa,<br />
fungsi masing-masing pihak yang melakukan<br />
transaksi, ketentuan-ketentuan dalam kontrak/<br />
perjanjian, keadaan ekonomi, dan strategi usaha .<br />
Wajib Pajak wajib mendokumentasikan<br />
langkah-langkah, kajian, dan hasil kajian dalam<br />
melakukan Analisis Kesebandingan dan penentuan<br />
pembanding, penggunaan Data Pembanding<br />
Internal dan/atau Data Pembanding Eksternal serta<br />
menyimpan buku, dasar catatan, atau dokumen<br />
sesuai dengan ketentuan yang berlaku.<br />
VOL V No. <strong>29</strong> | Edisi Maret - April 2012<br />
39
Ragam Pengawasan<br />
SELAMAT DATANG<br />
BPHTB DI DAERAH<br />
(Bagian Kedua)<br />
Oleh : Heru Susanto (Auditor Inspektorat VII)<br />
c. Perkembangan Kesiapan Pemerintah Kabupaten/Kota<br />
Keberhasilan pengalihan BPHTB ditentukan oleh upaya-upaya yang dilakukan oleh Pemerintah Pusat sebagai<br />
pihak yang menyerahkan dan kesiapan yang dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten/Kota sebagai pihak yang<br />
menerima. Adapun parameter kesiapan diukur oleh beberapa faktor yaitu kesiapan Perda BPHTB, SDM,<br />
infrastruktur (hardware, sistem informasi teknologi), dan SOP.<br />
Berikut ini disajikan rekapitulasi kesiapan 491 Pemerintah Kabupaten/Kota dan 1 Propinsi DKI Jakarta<br />
berdasarkan penyiapan Perda (s.d. 31 Juli 2011) adalah sebagai berikut:<br />
No Kesiapan Daerah Jumlah Perda % dari Total Penerimaan BPHTB 2009<br />
1. Perda telah siap 409 (83,13%) 99,500%<br />
2. Perda dalam proses 80 (16,26%) 0,496%<br />
3. Belum ada informasi 3 (0,61%) 0,004%<br />
Sumber data : Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan<br />
Realisasi penerimaaan BPHTB Tahun 2009 berjumlah Rp6,4 trilyun untuk 492 daerah. Berikut ini<br />
pengelompokan daerah berdasarkan potensi penerimaan BPHTB adalah:<br />
No Katagori Penerimaan Jumlah<br />
Daerah<br />
% dari Jml<br />
Daerah<br />
% dari Total Penerimaan BPHTB<br />
1. Tinggi<br />
>Rp1 Milyar<br />
2. Sedang<br />
Rp500 Juta – Rp1 Milyar<br />
3. Rendah<br />
< Rp500 Juta<br />
235 47,8 98,5<br />
61 12,4 1,0<br />
196 39,8 0,5<br />
Sumber data : Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan<br />
5. Permasalahan Pengalihan BPHTB dan Solusi Alternatif<br />
Pengalihan BPHTB pasti mempunyai permasalahan bagi Pemerintah Kabupaten/Kota dan solusi<br />
alternatif atas permalasahan tersebut, yaitu:<br />
a. Ketentuan Peralihan UU PDRD Belum Mengatur Penyelesaian Atas Permohonan BPHTB yang Belum<br />
Diselesaikan per 31 Desember 2010<br />
Rumusan pasal 180 angka 6 yang masih memberlakukan UU BPHTB s.d. 31 Desember 2010 namun tidak<br />
40<br />
VOL V No. <strong>29</strong> | Edisi Maret - April 2012
Ragam Pengawasan<br />
mengakomodir dalam ketentuan peralihan UU<br />
mana yang diberlakukan untuk permohonan<br />
terkait BPHTB yang belum dapat diselesaikan per<br />
31 Desember 2010 adalah kesalahan fatal.<br />
Kondisi demikian mengakibatkan terjadi<br />
kekosongan hukum sementara itu UU BPHTB<br />
tidak berlaku 1 Januari 2011 yang berdampak<br />
pada tidak dapat diprosesnya permohonan<br />
pelayanan BPHTB (misalnya restitusi, keberatan,<br />
pengurangan, transaksi lelang) yang belum<br />
diselesaikan per 31 Desember 2010 hingga<br />
berlakunya UU PDRD sehingga berpotensi dapat<br />
merugikan masyarakat.<br />
Ketentuan Peralihan pada prinsipnya memuat<br />
penyesuaian pengaturan tindakan hukum atau<br />
hubungan hukum yang sudah ada berdasarkan<br />
Peraturan Perundang-undangan yang lama<br />
terhadap Peraturan Perundang-undangan yang<br />
baru, yang bertujuan untuk:<br />
1) menghindari terjadinya kekosongan<br />
hukum;<br />
2) menjamin kepastian hukum;<br />
3) memberikan perlindungan hukum bagi<br />
pihak yang terkena dampak perubahan<br />
ketentuan Peraturan Perundang-undangan;<br />
dan<br />
4) mengatur hal-hal yang bersifat transisional<br />
atau bersifat sementara.<br />
Untuk itu, agar seluruh layanan permohonan<br />
restitusi, keberatan, pengurangan, transaksi<br />
lelang yang tidak dapat diproses, segera dapat<br />
diselesaikan sebaiknya dilakukan perubahan<br />
atas Undang-undang Nomor 28 Tahun 2009 yang<br />
memuat ketentuan peralihan. Atas permasalahan<br />
ini, diperkirakan banyak permohonan layanan<br />
seperti restitusi, keberatan yang akan mempunyai<br />
dampak berupa konsekuensi DJP memberikan<br />
imbalan bunga atas keterlambatan penyelesaian<br />
permohonan layanan tersebut kepada pembayar<br />
BPHTB.<br />
b. Pemda melakukan Pungutan BPHTB sebagai<br />
Titipan meskipun Perda Belum Terbit<br />
Konsekuensi bagi Pemda yang belum mempunyai<br />
Perda maka Pemda tersebut tidak mempunyai<br />
kewenangan memungut BPHTB dan di sisi lain<br />
DJP mulai 1 Januari 2011 sudah tidak mempunyai<br />
kewenangan. Hal ini dikhawatirkan akan ada<br />
pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab<br />
memanfaatkan kondisi kekosongan kewenangan<br />
untuk memungut BPHTB dan ketidaktahuan<br />
masyarakat adanya perubahan kebijakan<br />
dimaksud. Bahkan ada beberapa Pemda yang<br />
telah melakukan pungutan BPHTB sebagai titipan<br />
meskipun belum mempunyai Perda BPHTB dan<br />
Perda tidak dapat berlaku surut. Mekanisme<br />
titipan tidak dikenal dalam sistem pemungutan<br />
BPHTB.<br />
Terhadap permasalahan tersebut, Pemda wajib<br />
mengembalikan pungutan BPHTB ke pembayar<br />
BPHTB. Hal ini dikarenakan prinsip dari pajak<br />
adalah pemungutannya harus berdasarkan<br />
undang-undang, jika tidak didasarkan atas<br />
undang-undang maka disebut perampokan.<br />
Serta memberdayakan helpdesk/Tempat<br />
Pelayanan Terpadu (TPT) di tiap-tiap KPP dan<br />
Kanwil DJP untuk memberikan keterangan terkait<br />
kebijakan pengalihan BPHTB dimaksud kepada<br />
masyarakat agar dapat dihindarkan adanya pihakpihak<br />
yang tidak bertanggungjawab yang akan<br />
memanfaatkan ketidaktahuan masyarakat akan<br />
hal pengalihan tersebut.<br />
c. Terhambatnya Proses Administrasi<br />
Pertanahan<br />
Banyak pejabat Kantor Pertanahan Nasional (BPN)<br />
dan Notaris/PPAT yang masih berpandangan<br />
bahwa proses penerbitan atas pengalihan<br />
sertipikat mutlak disertai dengan dilampirkannya<br />
Surat Setoran BPHTB (SSB). Dengan demikian,<br />
bila suatu Pemda belum mempunyai Perda maka<br />
proses penerbitan sertipikat menjadi terhambat.<br />
Terhadap permasalahan tersebut, perlu<br />
upaya menyamakan persepsi antara berbagai<br />
instansi khususnya BPN dan Notaris/PPPAT agar<br />
kewajiban untuk menyertakan bukti pelunasan<br />
BPHTB menjadi gugur untuk Pemda yang belum<br />
mempunyai Perda BPHTB sesuai dengan Surat<br />
Menteri Keuangan Nomor S-632/MK.07/2010<br />
tanggal 30 November 2010 hal Percepatan<br />
Penyusunan Peraturan Daerah tentang BPHTB.<br />
d. Berkas Piutang BPHTB Tidak Lengkap dan<br />
Daluwarsa<br />
Pengalihan BPHTB dari Pemerintah Pusat ke<br />
Pemerintah Kabupaten/Kota akan membawa<br />
konsekuensi pada pengalihan berkas piutang<br />
VOL V No. <strong>29</strong> | Edisi Maret - April 2012<br />
41
Ragam Pengawasan<br />
BPHTB. Permasalahan yang akan muncul dalam<br />
pengalihan berkas piutang BPHTB adalah Pemda<br />
tidak bersedia menerima karena antara lain tidak<br />
adanya fisik dokumen sumber piutang, piutang<br />
BPHTB telah daluwarsa (sudah 10 tahun). Atas<br />
permasalahan tersebut, Pemda sulit untuk tidak<br />
menerima kondisi dimaksud mengingat UU 28<br />
tahun 2009 telah mengamanatkan pengalihan<br />
BPHTB ke Pemda.<br />
Terhadap permasalahan tersebut, DJPK perlu<br />
berupaya memfasilitasi pengalihan piutang antara<br />
DJP dengan Pemda dan DJP perlu mempercepat<br />
proses penghapusan piutang khususnya piutang<br />
yang daluwarsa dengan tetap mengedepankan<br />
prinsip kehati-hatian.<br />
e. Efektivitas Pengawasan PPh Pasal 4 ayat (2)<br />
oleh DJP<br />
Transaksi jual beli bumi dan/atau bangunan<br />
akan berdampak pada kewajiban pembayaran<br />
BPHTB dari sisi pembeli dan PPh Pasal 4 ayat (2)<br />
dari sisi penjual. Setelah dialihkannya ke Pemda<br />
maka PPAT/Notaris atau Kepala Kantor yang<br />
membidangi pelayanan lelang berkewajiban<br />
menyampaikan laporan berkala tersebut kepada<br />
Pemerintah Kabupaten/Kota dari semula ke DJP,<br />
sehingga proses administrasi dan data BPHTB<br />
berada di tiap-tiap Pemerintah Kabupaten/<br />
Kota. Hal tersebut berdampak pada efektivitas<br />
pengawasan PPh Pasal 4 ayat (2) oleh DJP.<br />
Terhadap permasalahan tersebut, Direktorat<br />
Jenderal Pajak perlu membuat Keputusan<br />
Bersama dengan Kepala Badan Pertanahan<br />
Nasional yang mewajibkan PPAT/Notaris untuk<br />
tetap melaporkan atau memberitahukan<br />
Perolehan Hak atas Tanah dan atau Bangunan<br />
secara berkala kepada KPP Pratama.<br />
42<br />
VOL V No. <strong>29</strong> | Edisi Maret - April 2012
ex-auditor<br />
Ex-Auditor:<br />
Bapak E. Agust Hartono<br />
Itulah nilai yang ditanamkan orang tuanya sejak<br />
kecil. Ramah, mengayomi, dan berkomitmen<br />
tinggi, itulah kesan yang langsung bisa<br />
ditangkap saat auditoria berkunjung ke<br />
ruangan beliau. Mendengar pertanyaan pertama,<br />
beliau langsung teringat dengan masa-masa ketika<br />
masih bekerja di Inspektorat Jenderal, tepatnya di<br />
IBI. Ya, nama lengkap beliau adalah Emanuel Agust<br />
Hartono. Inilah kutipan wawancara kami dengan<br />
beliau yang kami angkat sebagai sosok ex-Auditor<br />
pada edisi kali ini.<br />
Bagaimana kabar Bapak? Keluarga sehat?<br />
Saya baik, keluarga sehat. Kalau misalnya<br />
pertanyaan sehat ini seperti sedang di BAP. Dulu<br />
kan saya mantan IBI. Kalau ditanyain keluarga sehat<br />
begini sudah ngeri banget gitu.<br />
Bisa diceritakan kepada kami tentang riwayat<br />
pekerjaan Bapak selama di Itjen?<br />
Jadi memang saya kan awalnya lulusan D3<br />
STAN. Saya masuk STAN kemudian bekerja di Itjen<br />
itu sejak tahun 1992. Langsung dipekerjakan di<br />
Itjen. Saya masuk pertama di Inspektorat Umum.<br />
Saya sempat beberapa tahun di situ. Lalu saya<br />
masuk ke Inspektorat III, nama sebelumnya dulu<br />
adalah Inspektorat Keuangan, menangani PBB. Baru<br />
kemudian saya ditugaskan sekolah ke luar negeri di<br />
Los Angeles di Univesity of Southern California pada<br />
tahun 2000-2001. Saya ambil Accounting. Pilihan<br />
dulu tidak banyak. Saya dulu ingin mengambil MBA.<br />
Tapi arahan pimpinan waktu itu tidak boleh ambil<br />
MBA. Jadi pilihan saya tinggal Leader Economic<br />
atau auditing dan akuntansi. Kalau economic di Itjen<br />
tidak kepakai, jadi saya ambil accounting karena di<br />
Itjen lebih relevan. Baru kemudian saya kembali lagi<br />
masuk di Inspektorat III. Tahun 2004, saya bergabung<br />
dengan IBI. Di IBI dulu tesnya agak berat juga. Itu dulu<br />
gambling banget. IBI itu sebenernya suatu program<br />
yuang merupakan terobosan dari Itjen. Waktu itu<br />
kita benar-benar menjalankan integritas yang tinggi.<br />
Waktu itu tidak dijanjikan apa-apa. Tidak dijanjikan<br />
penghasilannya akan bertambah atau tidak, padahal<br />
kan kita benar-benar menjunjung tinggi integritas.<br />
Wakti itu jaman masih jahiliyah, dan kita benarbenar<br />
bersih. Dan yang namanya remunerasi belum<br />
dijanjikan waktu itu. Tapi kita tetap komitmen.<br />
Teman-teman di IBI di bawah Pak Hadi Rudjito<br />
komitmen melakukan audit investigasi dengan<br />
integritas tinggi. Sampai dengan 2009 akhir saya di<br />
situ. Kemudian saya bergabung di PUSHAKA. Saya<br />
VOL V No. <strong>29</strong> | Edisi Maret - April 2012<br />
43
ex-auditor<br />
dipromosikan menjadi Kabid II Pushaka, setingkat<br />
dengan eselon IIIA.<br />
Bagaimana dengan pengalaman yang paling<br />
berkesan selama di Itjen?<br />
Paling berkesan itu waktu masuk IBI. Kan<br />
ada perbedan antara periksa kantor dan periksa<br />
orang. Di situ kita mengenal banyak karakter orang.<br />
Ada orang yang termasuk berkarakter nakal, tapi<br />
begitu kita periksa, ternyata mereka juga manusia<br />
biasa. Mereka juga takut dengan pemeriksaan<br />
melalui BAP. Saya sempat diancam juga, bahkan<br />
ada yang bilang dia punya senjata. Tapi kita tidak<br />
takut. Malahan kita gertak juga. Kalau misalnya kami<br />
mengalami itu, kita gertak dengan bertanya “biasa<br />
pake senjata apa?”. Itu memang teknik-teknik kita<br />
untuk menggertak orang. Selain itu, yang berkesan<br />
di IBI, kita mengerti banyak orang, mempelajari trik<br />
agar dia mau mengaku. Karena di IBI kita memang<br />
dibekali teknik-teknik itu.<br />
Bagaimana dengan suka duka selama bekerja di<br />
Itjen?<br />
Suka: Di Itjen itu kan kita fleksibel. Artinya<br />
kita mengatur pekerjaan sesuai kita sendiri. Misalnya<br />
laporan, walaupun ada targetnya, kita masih bisa<br />
me-manage. Di Itjen kita juga bisa menggali ilmu,<br />
belajar banyak, bertemu banyak orang, itu semua<br />
merupakan suatu hal yang menyenangkan buat saya.<br />
Saya juga bisa travelling.<br />
Duka: Kalau pemeriksa di Itjen itu sering ke luar<br />
kota. Mesti ninggalin anak-anak. Kita jadi tidak<br />
tau banyak perkembangan anak. Tau-tau sudah<br />
besar. Saya termasuk orang yang menikmati<br />
perkembangan anak.<br />
digambarkan unit di sini dibagi menjadi 3 fungsi yaitu<br />
SMO, DU, dan PO. Saya ada di fungsi DO. Penjelasan<br />
mudahnya seperti ini, kalau Menteri Keuangan punya<br />
visi, misi yang mengendalikan SMO yaitu bagaimana<br />
Kemenkeu mencapai sasaran tujuan harus dimanage<br />
dengan IKU-IKU. Dalam mencapai semua ini Menteri<br />
Keuangan perlu rapat, disposisi, monitoring. Nah<br />
ini yang dilakukan oleh DU. Kemudian PO adalah<br />
Backoffice-nya Menteri yang bertugas menyusun<br />
agenda, surat-menyurat, akomodasi rapat, keperluan<br />
menteri, semua diurusi oleh PO. Kalau kerja di Menteri<br />
kan kita tidak bisa mengatur sesuai keinginan kita.<br />
Istilahnya kita yang mengikuti. Bahkan sampai jam<br />
12 malam pun kita selalu siap. Itu bedanya dengan<br />
di fungsional.<br />
Setelah pindah dari Itjen bisa diceritakan sudah<br />
menempati posisi di mana saja?<br />
Masih satu posisi. Kepala bidang Program<br />
dan Kegiatan II. Saya membidangi masalah<br />
pengeluaran Negara. Kebijakan-kebijakan Menteri<br />
Keuangan dalam bidang pengeluaran dan kekayaan<br />
Negara.<br />
Bagaimana keseharian Bapak setelah pindah<br />
dari Itjen?<br />
Saya merasakan bedanya fungsional dengan<br />
struktural. Di fungsional kita lebih bisa mandiri<br />
dengan mengatur pekerjaan kita sendiri. Kalau di<br />
struktural kan tidak. Kita tergantung dengan atasan,<br />
orang lain, dan tuntutan rutinitas. Kalau sekarangsaya<br />
di Pushaka yang merupakan unit Kemenkeu yang<br />
mendukung kegiatan pimpinan. Sangat tergantung<br />
dengan kegiatan Menteri Keuangan, Wakil Menteri<br />
Keuangan dan pejabat eselon I. Jadi kita di sini benarbenar<br />
menjadi kantor yang strategis. Kalau bisa<br />
44<br />
VOL V No. <strong>29</strong> | Edisi Maret - April 2012
ex-auditor<br />
Pengalaman berkesan selama di lingkungan<br />
baru?<br />
Karena kita sehari-hari dengan Menteri<br />
Keuangan dan Wakil Menteri Keuangan, jadi kita<br />
cukup dekat. Kesannya kita bisa langsung berbicara<br />
dekat dengan menteri. Suatu pengalaman yang<br />
tidak setiap orang mendapatkannya. Kebetulan saya<br />
beruntung mendampingi dua Menteri Keuangan<br />
yang terbaik yaitu Ibu Sri dan Bapak Agus. Saya<br />
bersyukur bisa belajar banyak dari Menteri Keuangan<br />
yang benar-benar memiliki dedikasi bagus. Baik Ibu<br />
Sri maupun Bapak Agus benar-benar luar biasa. Kalau<br />
kita bilang benar-benar patriot. Orang-orang yang<br />
tidak punya agenda lain. Benar-benar memikirkan<br />
negara. Jadi kitapun sebagai staf harus dukung tugas<br />
beliau. Mereka sudah all-out jadi kita harus allout.<br />
Jam Kerja di Pushaka tidak terbatas artinya 24<br />
jam dalam 7 hari. Jadi kita sistemnya piket. Bahkan<br />
lebaran pun masih “hidup”. Hidup ini bukan dalam<br />
artian full, tapi tetap dapat dihubungi dan bisa<br />
berfungsi. Ada sistem piket. Jadi tiap hari ada yang<br />
bertugas. Yang paling penting adalah bagaimana kita<br />
belajar dari Menteri untuk memutuskan sesuatu,<br />
belajar bagaimana keputusan itu dibuat, kita mencari<br />
informasi, mengambil informasi, menggunakan<br />
informasi itu sesuatu merupakan pengalaman yang<br />
sangat berharga dan itu tidak ada di tempat lain<br />
hanya ada di lingkungan yang dekat dengan menteri.<br />
Cara Beliau untuk merumuskan, pendekatan<br />
masalah. Bagaimana mengambil keputusan saat<br />
genting, benar-benar luar biasa. Itu pengalaman<br />
yang menurut saya sangat berharga.<br />
Pendapat Bapak tentang peran auditor secara<br />
umum dan di Itjen secara khusus?<br />
Untuk Auditor Internal, saya termasuk<br />
yang paham bahwa internal auditor itu seharusnya<br />
membawa nilai tambah untuk organisasi. Tidak lagi<br />
zamannya kita menjadi auditor yang hanya mencari<br />
temuan, menyalahkan, bukan watchdog lagi. Maksud<br />
nilai tambah di sini adalah tidak hanya menyalahkan<br />
tapi dia bisa memperbaiki kekurangan yang tertuang<br />
dalam fungsi audit dan fungsi konsultansi. Bantuan<br />
pemecahan masalah itu harus ditekankan. Saya<br />
senang Itjen karena sekarang mindset-nya sudah<br />
berubah. Dulu benar-benar watchdog. Sekarang<br />
mulai bergeser. Sudah bisa memberikan solusi.<br />
Contohnya sekarang sudah ada helpdesk PBJ, LKPP<br />
ada pendampingan tidak hanya menyalahkan. Itu<br />
merupakan terobosan-terobosan yang bagus. Terus<br />
teman-teman di IR7 juga membantu dalam risk<br />
management, bagaimana membuat pemerintahan<br />
yang lebih baik . Tapi saya yakin seharusnya Itjen<br />
bisa lebih baik dari itu. Itjen itu kan kalau saya lihat<br />
kapasitas ataupun SDM nya bagus-bagus, persentase<br />
S2 terhadap pegawai termasuk tinggi. Itu harusnya<br />
lebih baik lagi, kareana harapan pak Menteri sangat<br />
tinggi terhadap Itjen. Artinya, kita tidak hanya<br />
mengaudit tapi mengatasi permasalahan. Banyak<br />
sekali loophole dalam system/prosedur Kementerian<br />
Keuangan. Yang bisa melihat kan hanya orang luar.<br />
Dalam hal ini Itjen sebagai audit internal. Itu yg harus<br />
dijalankan.<br />
Pendapat Bapak tentang Itjen yang sekarang?<br />
Itjen yang sekarang sudah mulai berubah.<br />
Tidak lagi sifatnya watchdog, sudah mengarah ke Itjen<br />
yang bisa memberikan atau menjawab kebutuhan.<br />
Ini masih dalam proses ya, tapi saya lihat memang<br />
masih belum sempurna karena belum sesuai dengan<br />
harapan. Sekarang kalau kita didatangi oleh Itjen,<br />
orang pasti welcome. Tapi pernah ga kita diminta<br />
utnuk datang? Itu saja tandanya. Saya pengalaman<br />
waktu studi banding di Belanda, auditor itu sampai<br />
dimiminta. Kenapa diminta? Karena mereka tahu<br />
begitu audtor datang. Ketika auditor datang, masalah<br />
yang dihadapi pasti beres. Apalagi pejabat baru,<br />
mereka minta auditor periksa dulu, jadi mereka aman.<br />
VOL V No. <strong>29</strong> | Edisi Maret - April 2012<br />
45
ex-auditor<br />
Kalau kita sudah sampai pada tahap auditee sudah<br />
mengharapkan kehadiran kita, itu berarti memang<br />
kita sudah dibutuhkan. Nah sekarang pertanyaannya,<br />
kita sudah sampai sana belum? Apakah kita sudah<br />
dibutuhkan oleh auditee?<br />
tapi kita juga tidak bisa menghambat karena UKI ini<br />
juga dibutuhkan dan tidak lagi monopoli di Itjen.<br />
UKI membantu semua prosedur dijalankan, controlkontrol<br />
dilaksanakan. Harapan saya ke depannya<br />
harus harmonis antara UKI dan Itjen.<br />
Apakah selama di tempat yang baru, Bapak<br />
pernah berhubungan dengan Itjen selaku<br />
institusi? Bisa diceritakan?<br />
Iya, saya berhubungan dengan Itjen<br />
itu terutama masalah Risk Management. Biasa<br />
hubungan dengan Bapak Alek, Bapak Hendra, dan<br />
Bapak Ghufron. Karena kan Pushaka ditugasi untuk<br />
membangun Risk Manangement. Sebenarnya sudah<br />
dibangun oleh Itjen. Tapi Pak Menteri maunya<br />
fungsinya itu harus dipisahkan dari itjen. Dibantu<br />
dengan teman-teman Itjen kita bentuk Pokja. Dalam<br />
hal montoring laporan UKP4, pelaksanaan Inpres-<br />
Inpres. Selain itu, waktu Lokakarya APIP, saya juga<br />
pernah dilibatkan.<br />
Adakah apresiasi khusus yang ingin Bapak<br />
sampaikan terhadap Itjen?<br />
Kalau apresiasi secara khusus saya<br />
melihatnya Itjen ini sudah berubah. Karena saya<br />
pernah hidup di jaman jahilliyah. Karena mengubah<br />
mindset/paradigma itu kan tidak mudah. Temanteman<br />
tidak lagi hidup dengan mindset lama tapi<br />
sekarang sudah memiliki nilai. Dan nilai yang ada<br />
di Itjen sudah merata dan ini saya sangat apresiasi<br />
sekali. Dulu saya lihat, kalau IBI adalah yang ditakuti,<br />
kalo sekarang relatif sama. Jadi baik teman-teman<br />
Itjen yang di IBI atau tidak relatif sama. Prestasi<br />
di Itjen itu yang bisa membantu teman-teman<br />
tadi, masalah pendampingan LKPP dan helpdesk<br />
PBJ, itu merupakan terobosan yang baik. Tapi ada<br />
tantangan ke depan di Itjen. Sekarang ada UKI (Unit<br />
Kontrol Internal), Itjen tidak lagi monopoli walaupun<br />
tugasnya beda. Ke depan kalau Itjen tidak bisa<br />
menempatkan diri, menunjukkan kinerjanya nanti<br />
lama-lama peran Itjen akan runtuh. Kalau kita gagal<br />
atau kita tidak menunjukkan kelas kita lambat laun<br />
Itjen tidak dibutuhkan, karena masing-masing punya<br />
nama UKI sendiri. Memang sekarang fungsinya<br />
masih di bawah koordinasi Itjen. Mungkin lama-lama<br />
bukan tidak mungkin, itu mereka bisa berkembang<br />
sendiri. Begitulah Itjen, artinya bagaimana kita<br />
menyingkapinya, saya tidak mau juga Itjen tenggelam,<br />
Adakah masukan dan pesan dari Bapak untuk<br />
rekan-rekan di Itjen agar lebih baik lagi?<br />
Dalam menghadapi perubahan kita tidak<br />
boleh resistant/menolak. Semua yang digariskan<br />
pimpinan harus dijalankan. Mau tidak mau kita<br />
harus menjawaab tantangan itu, kita harus berubah.<br />
Artinya kita jangan menganggap sebagai saingan,<br />
justru manfaatkan UKI sebagai alat bantu dari<br />
unit tersebut untuk menghasilkan kontrol dan<br />
memastikan prosedur semua berjalan. Itjen sebagai<br />
penanggung jawab. Itjen kan sistemnya random,<br />
setahun berapa kali. Ke depan ada tantangan yang<br />
dinamakan Risk Management. Masing-masing<br />
eselon I Kemenkeu akan memiliki risiko-risiko yang<br />
sudah disepakati yang dipahami dengan baik. Ini<br />
risiko utama yang harus kita hadapi. Nanti Itjen ke<br />
depan tidak lagi meriksa kantor, tapi memeriksa<br />
berdasarkan Risiko. RBA audit sangat penting nanti<br />
ke depan, jadi kita punya ratusan risiko tapi yang<br />
kita akan mitigasi hanya risiko utama saja. Gimana<br />
caranya? Nanti Itjen akan membantu, yang tidak<br />
teralu berisiko hanya alokasi berapa persen, risiko<br />
tinggi akan dibantu Itjen. Nanti ke depan seperti itu<br />
yang saya lihat. Teman-teman bisa menerapkan RBA.<br />
Ini belum bisa jalan utuh karena di eselon I baru<br />
mencoba menyusun risiko, masih belajar. Ke depan<br />
kalau mereka sudah risk enabled aturan sudah samasama<br />
paham. (MUJ/JO)<br />
46<br />
VOL V No. <strong>29</strong> | Edisi Maret - April 2012
Profil<br />
Pak Karwan,<br />
mengajarkan arti kata<br />
“Gigih” kepada kita<br />
Stasiun Jatinegara, suatu hari di tahun 1971.<br />
Matahari belum tampak, kehidupanpun<br />
belum menggeliat. Karwan kecil dan dua<br />
kerabatnya -yang juga kecil- celingakcelinguk<br />
di peron stasiun. Mereka baru saja<br />
menamatkan sekolah dasar. Keinginan untuk<br />
memperbaiki hidup mendorong tiga anak kecil<br />
ini menumpang kereta ke Jakarta, meninggalkan<br />
jernihnya air kali Serayu. Ditatapnya Jakarta dari<br />
jendela oplet, dalam tiupan semilir angin pagi.<br />
Ragu di hatinya, karena Jakarta tak seramah Maos,<br />
kampungnya di Cilacap sana. Tapi toh itu semua<br />
mesti dihadapi, tak mungkin dihindari. Bukan Karwan<br />
namanya kalau balik kanan trus pulang kampung.<br />
Mentalnya baja, berpuluh tahun kemudian, kita<br />
akan mengenal lelaki ini sebagai Karwan si gigih dari<br />
Cilacap.<br />
Dan benar, tak mudah hidup di Jakarta,<br />
apalagi hanya berbekal ijasah SD. Beruntung,<br />
seorang lelaki bernama Pak Mulyono mengulurkan<br />
tangannya. Meski hanya seorang guru, lelaki asal<br />
Gresik ini bersedia menampung Pak Karwan di<br />
rumahnya yang sederhana. Sambil sekolah, Pak<br />
Karwan bertugas mengasuh lima orang anak Pak<br />
Mul. Tahun 1973, ijazah SMP berhasil ia gondol, satu<br />
langkah besar dalam hidupnya. Tugas mengasuh<br />
anak Pak Guru tetap dijalani, sambil kursus montir,<br />
semua atas biaya Pak Mul.<br />
1976 adalah tahun penting dalam hidup<br />
Pak Karwan. Berbekal ijazah kursus montir, ia<br />
memberanikan diri hidup mandiri, lepas dari naungan<br />
Pak Mul. Berbagai pekerjaan dicobanya. Mulai dari<br />
bengkel mobil, pool bis kota, hingga perusahaan<br />
kontraktor. Kegigihan dan nasib bersepakat untuk<br />
membawanya berlabuh di Departemen Keuangan 4<br />
tahun kemudian, Oktober 1980 tepatnya. Jadilah ia<br />
CPNS golongan I/a Inspektorat Jenderal Depkeu. Ia<br />
tak pernah berhenti, perlahan dikejarnya ijazah SMA.<br />
Tak percuma kita sematkan kata gigih padanya. Tahun<br />
1986, ijazah SMA-pun tergenggam di tangannya.<br />
Senyumnya, satu bagian yang khas pada dirinya,<br />
semakin mengembang. Tak puas dengan ijazah SMA,<br />
Universitas Krisnadwipayana pun disambanginya<br />
setiap malam, keren katanya, bisa kuliah. Tahun<br />
1992, Drs. Karwan adalah nama lengkapnya. Gigih<br />
adalah julukannya.<br />
Kegigihan pula yang membawanya sukses<br />
meniti biduk rumah tangga bersama sang istri<br />
tercinta, Sumarsih. Kegigihan yang menitis pada<br />
ketiga anaknya. Si sulung Ari Iswanti adalah sarjana<br />
lulusan IISIP. Sang adik, Bayu Darmanto lulusan UPI<br />
Bandung sedangkan si bungsu Cahyo Rianto adalah<br />
lulusan Politeknik UI. Ketiga anak yang sudah bekerja<br />
dan sanggup membahagiakan orang tua.<br />
Tak terasa, 31 tahun lebih Pak Karwan<br />
mengabdi di sini, bersama kita. Saat pensiun<br />
pun tiba. Lelaki yang menghabiskan 11 tahun<br />
kariernya menjaga perpustakaan Itjen ini tak punya<br />
banyak kalimat untuk dikatakan. Bersyukur adalah<br />
segalanya, begitu katanya. Bersyukur karena telah<br />
menyelesaikan masa pengabdian. Bersyukur bisa<br />
pensiun dengan golongan IV/a padahal dulu masuk<br />
golongan I/a. Bersyukur telah diberi kesempatan<br />
mengikuti Diklat Adum, meski tak pernah merasakan<br />
jabatan. Bersyukur telah diberi kesempatan lulus JFA<br />
ahli, meski (juga) tak pernah diangkat jadi auditor.<br />
Bersyukur mendapat pengalaman berharga karena<br />
beberapa kali “diajak” tim audit. Bersyukur, dan<br />
bersyukur atas segalanya. Bersyukur, Tuhan telah<br />
memberi segalanya melalui Itjen.<br />
Kepada para pegawai muda, dalam satu kesempatan,<br />
ia berpesan. Tetaplah bekerja dengan serius, ada<br />
atau tidak ada imbalan. Teruslah bekerja, ada atau<br />
tidak ada ST. Nasehat yang sangat-sangat relevan,<br />
kawan. (CWL)<br />
VOL V No. <strong>29</strong> | Edisi Maret - April 2012<br />
47
Pojok SPIP<br />
Risk Manajemen atau UKI ?<br />
Pertanyaan di atas adalah sebuah pilihan, mau RM atau UKI ? Saya mau menterjemahkan itu dalam<br />
bahasa yang sederhana, karena dalam implementasi di tingkat manajerial, penggunaan Risk Manajemen adalah<br />
diutamakan oleh seorang Leader. Seorang leader yang selalu aware tentang resiko, maka ia tahu akan tujuan<br />
dari suatu kegiatan yang dipimpinnya dan memastikan untuk tercapai sesuai target yang telah ditetapkan.<br />
Namun apakah seluruh kegiatan ini akan dimanaje dengan mekanisme Risk Manajemen ?<br />
Pertanyaan ini perlu kita jawab, karena seluruh kegiatan yang akan dimanaje seorang leader dari suatu<br />
instansi akan sangat banyak mulai dari yang bersifat rutin, strategis sampai pada yang mempunyai dampak yang<br />
significan bagi instansi tersebut dalam pencapaian target secara nasional (lingkup yang lebih besar). Sehingga<br />
pilihan untuk melalkukan mitigasi resiko melalui Risk Manajemen atau UKI kiranya dapat menjadi salah satu<br />
parameter yang diperhitungkan.<br />
Refresh pada pola pikir RM.<br />
Gambaran Grafik adalah sebagai berikut :<br />
Melihat grafik di atas, maka kegiatan<br />
pengendalian sebenarnya melekat dalam setiap<br />
kegiatan, setelah dilakukan identifikasi resikonya<br />
kemudian dilakukan analisis resikonya dan<br />
bagaimana cara melakukan mitigasinya. Respon<br />
resiko membantu memfokuskan perhatian instansi<br />
pada kegiatan pengendalian yang diperlukan untuk<br />
memastikan bahwa respon resiko tersebut dilakukan<br />
dengan tepat dan terjadwal. Beberapa pilihan respon<br />
resiko, antara lain :<br />
1. Menghindarkan resiko (avoid)<br />
2. Mengubah kemungkinan munculnya resiko<br />
(abate)<br />
3. Mengubah konsekwensinya (mitigate)<br />
4. Berbagi resiko (share) atau mentransfer<br />
resiko<br />
5. Menerima atau mempertahankan resiko<br />
(acceptiretain).<br />
Respon resiko yang dipilih merupakan<br />
permulaan untuk melakukan kegiatan pengendalian<br />
atau menentukan pengendalian apa yang diperlukan<br />
untuk mengurangi resiko tersebut. Aktivitas<br />
pengendalian merupakan kebijakan dan prosedur<br />
yang disusun untuk meyakinan bahwa respon resiko<br />
berjalan secara efektif. Oleh karena itu respon resiko<br />
dapat dikatakan merupakan “jembatan” antara hasi<br />
penilaian resiko dan unsur kegiatan pengendalian.<br />
48<br />
VOL V No. <strong>29</strong> | Edisi Maret - April 2012
Pojok SPIP<br />
Berikut ilustrasi tentang hubungan antara tujuan,<br />
respon, resiko dan kegiatan pengendaliannya :<br />
Tujuan : Tidak adanya kehilangan barang-barang<br />
persediaan dalam pengelolaan Barang Persediaan di<br />
Gudang Inspektorat Jenderal.<br />
Resiko : Fraud berupa barang persediaan hilang /<br />
dicuri / disalahgunakan.<br />
Respon resiko : mengurangi kemungkian dan<br />
dampak, yaitu dengan melakukan pemisahan<br />
wewenang antara petugas pencatat, penerima, dan<br />
penjaga gudang persediaan.<br />
Kegiatan pengendalian : melakukan kegiatan<br />
rekonsiliasi antara catatan di gudang dengan catatan<br />
di Buku Persediaan, dan melakukan pengecekan<br />
phisik atas barang persediaan di Gudang.<br />
Bila disimpulkan kegiatan yang dimulai dari<br />
penetapan tujuan suatu kegiatan, sampai dengan<br />
dilakukan identifikasi dan analisis resiko yang akan<br />
menggagalkan tujuan serta bagaimana me-respon<br />
atas resiko yang ada dan bagaimana kegiatan<br />
pengendalian adalah sebuah proses manajemen<br />
resiko suatu kegiatan. Hal ini juga menjadi dasar<br />
dalam pelaksanaan Unit Kontrol Internal (UKI). Yang<br />
membedakan antara RM dan UKI adalah siapa yang<br />
akan melakukan manajemen dari resiko tersebut.<br />
Sesuai dengan PMK Nomor : 191/<br />
KMK.09/2008 tanggal 24 Nopember 2008 tentang<br />
Penerapan manajemen Resiko di lingkungan<br />
Kementerian Keuangan, Unit Pemliki Resiko (UPR)<br />
di lingkungan eselon I adalah pada level eselon<br />
II. Sehingga misalnya, UPR di tingkat Sekretariat<br />
Inspektorat Jenderal maka UPR-nya adalah Sekretaris<br />
Inspektorat Jenderal. Sedangkan untuk pengelolaan<br />
UKI dilakukan oleh Unit tertentu atau Unit Kepatuhan<br />
Internal yang ada di Eselon I (tidak mesti setingkat<br />
Eselon II). Kedua unit tersebut, UPR dan UKI samasama<br />
melakukan manajemen atas resiko-resiko yang<br />
telah diidentifikasi di unitnya masing-masing dalam<br />
eselon I-nya. Namun yang membedakan adalah<br />
bilamana UKI lebih dititik beratkan pada kegiatan<br />
rutin sehari-hari, maka UPR lebih dititik beratkan<br />
pada resiko-resiko yang secara signifikan mempunyai<br />
dampak bagi Eselon I tersebut bila tidak mencapai<br />
pada tujuan yang telah ditetapkan. Sehingga<br />
menjadi lebih jelas, bilamana UPR diharapkan hanya<br />
melakukan mitigasi resiko atas kegiatan-kegiatan<br />
yang strategis, kegiatan-kegiatan utama atau yang<br />
menjadi perhatian bagi pimpinan puncak (Menteri)<br />
atau tujuan utama eselon I tersebut. Sedangkan UKI<br />
pada kegiatan-kegiatan rutin sehari-hari. Namun<br />
demikian, hal itu juga tidak menjamin kalau kegiatan<br />
rutin tidak dilakukan pengelolaan resikonya melalui<br />
UPR. Misalnya, kegiatan pengelolaan persediaan<br />
barang-barang yang sangat mahal seperti : cadangan<br />
minyak bumi bagi Pertamina, persediaan barangbarang<br />
sparepart kapal (bagi KP PBC/Bea dan Cukai).<br />
Persediaan barang ini sangat rentan untuk hilang,<br />
disalahgunakan, dll, sehingga pengelolaan resikonya<br />
diangkat pada level UPR (eselon II).<br />
Kesimpulan :<br />
Seorang leader / manajer di Instansi<br />
pemerintah adalah baik bilamana mendasarkan<br />
keputusan-keputusan yang akan diambilnya melalui<br />
parameter resiko yang mungkin akan muncul dalam<br />
pencapaian tujuan. Melalui menajamen resiko yang<br />
dikelola melalui UPR atau UKI paling tidak respon<br />
yang telah dilakukan akan meminimalkan resikoresiko<br />
yang ada. Namun demikian, tetap dibutuhkan<br />
kebijaksanaan untuk memilih kegiatan-kegiatan yang<br />
akan dikelola resikonya melalui UPR atau UKI, karena<br />
hal ini akan memberikan bobot dari resiko tersebut<br />
mempunyai dampak yang signifikan atau tidak bagi<br />
tujuan organisasi / instansi secara keseluruhan.<br />
Jangan sampai sesuatu kegiatan yang dapat dikelola<br />
sehari-hari melalui UKI, dipaksanakan dilakaukan<br />
manajemen resikonya melalui UPR. Bila hal tersebut<br />
dilakukan, alangkah kurang bijaknya kita memberikan<br />
porsi bagi pimpinan eslon II untuk ikut melakaukan<br />
mitigasi atas kegiatan-kegiatan yang resikonya tidak<br />
mempunyai dampak sgnifikan. Mari kita lakukan<br />
manajemen resiko ini dengan arif dan bijaksana<br />
untuk suatu tujua yang utama : “TUJUAN INSTANSI<br />
SECARA KESELURUHAN”.<br />
Semoga.<br />
cm susetya – Mei 2012<br />
VOL V No. <strong>29</strong> | Edisi Maret - April 2012<br />
49
Alexander on Leadership<br />
KEADILAN<br />
It’s every man’s business to see justice done.<br />
SIR ARTHUR CONAN DOYLE, The Memoirs of Sherlock Holmes<br />
Susan lulus sarjana akutansi dari universitas negeri ternama dengan nilai tinggi. Setelah melalui<br />
beberapa wawancara kerja, dia menerima tawaran kerja di sebuah kantor akuntan publik (KAP) di<br />
Jakarta. Susan senang dengan tawaran yang diajukan KAP tersebut yang meliputi lingkungan kerja<br />
yang menantang, kantor dengan reputasi internasional, kesempatan memperoleh pengalaman kerja yang<br />
sangat baik, dan gaji tertinggi yang dapat ditawarkan sebuah KAP di Indonesia. Memang, semua itu layak<br />
ia dapatkan. Susan adalah ranking tertinggi di kelasnya, matang dan cerdas.<br />
Dua belas bulan kemudian, Susan masih merasa senang dengan pekerjaannya. Pekerjaan yang<br />
diterima ternyata menantang dan memuaskan sebagaimana harapannya semula. Genap setahun bekerja<br />
gajinya dinaikkan sebesar Rp4 juta per bulan.<br />
Akan tetapi, beberapa minggu terakhir, kinerja Susan merosot. Motivasi kerjanya menurun.<br />
Mengapa? KAP tersebut baru saja menerima sarjana akuntansi yang baru lulus dari universitas swasta yang<br />
sama sekali belum berpengalaman dengan gaji Rp500 ribu lebih tinggi dibandingkan gaji Susan sekarang.<br />
Susan marah. Bahkan mulai memikirkan untuk mencari pekerjaan di kantor lain.<br />
Cerita di atas adalah fiktif. Sebuah cerita yang<br />
dibuat untuk tujuan pembahasan kasuskasus<br />
bisnis di perguruan tinggi. Akan tetapi<br />
problemnya adalah nyata.<br />
Kisah diatas digunakan untuk<br />
menggambarkan peran keadilan terhadap motivasi<br />
kerja seorang pegawai. Pegawai akan mempersepsikan<br />
apa yang diperoleh dari pekerjaannya dengan upaya<br />
yang dilakukan untuk mencapai hal tersebut dan<br />
membandingkannya dengan pegawai lain. Jika hasil<br />
pembandingan itu memiliki rasio yang sama maka<br />
pegawai akan mempersepsikan keadlian hadir dalam<br />
organisasi. Akan tetapi apabila terjadi ketimpangan,<br />
akan terjadi ketegangan dalam hal keadilan. Jika<br />
pegawai merasa bahwa dirinya dihargai lebih rendah<br />
dari koleganya maka akan menimbulkan kemarahan.<br />
Namun, jika seorang pegawai merasa dihargai<br />
lebih tinggi dari koleghanya, akan muncul perasaan<br />
bersalah.<br />
Namun masalah keadilan tidak hanya<br />
menyangkut pemberian penghargaan dalam bentuk<br />
kompensasi. Pegawai mempersepsikan keadilan<br />
pimpinannya dalam beberapa dimensi.<br />
50<br />
VOL V No. <strong>29</strong> | Edisi Maret - April 2012<br />
Pertama adalah keadilan distributif.<br />
Keadilan distributif menunjukkan persepsi keadilan<br />
berdasarkan hasil pengambilan keputusan.<br />
Pegawai akan melihat apakah hasil pengambilan<br />
keputusan oleh pimpinan seperti tentang gaji,<br />
evaluasi, promosi, dan penugasan telah dialokasikan<br />
dengan adil? Cerita di atas menunjukkan dimensi<br />
keadilan distributif. Jadi, jika pemimpin mulai tidak<br />
adil memberikan penghargaan atau penugasan<br />
kepada anak buahnya, tunggulah ketegangan dan<br />
ledakkan yang akan terjadi. Akan tetapi, alokasi<br />
penghargaan individu sesuai dengan kontribusinya<br />
terhadap kinerja tidak selalu menunjukkan keadilan.<br />
Dalam menjaga kekompakan tim, dapat dilakukan<br />
pemberian penghargaan secara merata pada anggota<br />
tim seperti pemberian nilai mahasiswa untuk tugas<br />
kelompok. Bahkan untuk kepentingan kemanusiaan,<br />
maka kriteria kebutuhan lebih dianggap adil. Sebagai<br />
contoh KAP Price Waterhouse Cooper-New York<br />
mengirimkan USD4,000 untuk 43 pegawainya yang<br />
terkena imbas topan Katrina. KAP tersebut bahkan<br />
menanggung makan, pemukiman dan transportasi<br />
bagi mereka selama 3 bulan.
Alexander on Leadership<br />
Kedua, keadilan prosedural. Keadilan<br />
jenis ini adalah persepsi keadilan dilihat dari proses<br />
pengambilan keputusan. Keadilan prosedural terjadi<br />
apabila pimpinan mengikuti aturan proses yang adil.<br />
Salah satu normanya adalah masalah hak suara.<br />
Pegawai harus diberikan hak suara dalam proses<br />
pengambilan keputusan. Norma lainnya adalah<br />
keputusan dapat dikoreksi. Pegawai dapat meminta<br />
peninjauan kembali apabila prosedur terlihat tidak<br />
efektif.<br />
Disamping itu, keadilan prosedural<br />
akan terjadi apabila pimpinan mengikuti kaidah<br />
konsistensi, tidak bias, keterwakilan, dan keakuratan.<br />
Kaidah tersebut akan menjamin pengambilan<br />
keputusan yang netral dan objektif sebagai kebalikan<br />
dari bias dan diskriminatif. Keadilan prosedural ini<br />
semakin penting akhir-akhir ini. Data kompensasi di<br />
Amerika Serikat menunjukkan bahwa ras dan jenis<br />
kelamin masih memiliki pengaruh yang tinggi dalam<br />
pengambilan keputusan.<br />
Keadilan jenis ketiga adalah keadilan<br />
interpersonal. Selain kedua jenis keadilan<br />
sebelumnya, pegawai juga menilai keadilan dari<br />
bagaimana pimpinan memperlakukan mereka.<br />
Keadilan jenis ini akan tercapai bila pimpinan<br />
memperhatikan kaidah penghargaan dan pribadi.<br />
Kaidah penghargaan mengharapkan pemimpin<br />
memperlakukan pegawainya dengan penuh<br />
penghargaan dan sopan. Sedangkan kaidah pribadi<br />
mensyaratkan pemimpin tidak boleh memberikan<br />
komentar yang tidak layak atau menyerang.<br />
Apakah keadilan jenis ini penting? Data<br />
menunjukkan bahwa dari 5.000 pegawai yang<br />
disurvey 36 persennya mengalami perlakukan tidak<br />
menyenangkan dari pimpinannya. Pengaruh dari<br />
interaksi yang negatif dengan pimpinan ternyata lima<br />
kali lebih besar dari interaksi positif. Jadi, sebagai<br />
pemimpin berhati-hatilah dalam memperlakukan<br />
bawahannya. Bawahan tidak nyaman apabila<br />
diperlakukan tidak hormat. Bawahan yang terlihat<br />
nyaman apabila diperlakukan tidak hormat hanyalah<br />
bawahan yang penjilat dan tidak bermutu.<br />
Keadilan jenis keempat adalah keadilan<br />
informatif. Keadilan jenis ini mensyaratkan pimpinan<br />
berlaku adil dalam menyampaikan informasi<br />
berkenaan dengan pengambilan keputusan. Keadilan<br />
jenis ini mensyaratkan pimpinan menyampaikan<br />
penjelasan secara komprehensif, jujur, langsung, dan<br />
masuk akal. Meskipun hal ini terlihat seperti sesuatu<br />
yang masuk akal dan biasa tetapi tidak selalu prinsip<br />
ini dijalankan.<br />
Sebagai contoh, Radio Shack, sebuah<br />
perusahaan pengecer alat elektronik yang<br />
bermarkas di Texas melakukan pemecatan 400<br />
pegawainya melalui e-mail. Pegawai di kantor pusat<br />
menerima e-mail pada selasa pagi yang berbunyi,”<br />
Pemberitahuan pengurangan tenaga kerja sedang<br />
berlangsung. Sayangnya, posisi anda termasuk salah<br />
satu yang dihilangkan..” Setelah menerima pesan<br />
tersebut, pegawai memiliki waktu 30 menit untuk<br />
menelepon koleganya untuk mengucapkan salam<br />
perpisahan, sebelum membenahi barang-barangnya<br />
dalam kotak dan kantung plastik.<br />
Sadis? Ya. Tapi ada juga yang menganggapnya<br />
sebagai kesenangan.<br />
Jadi, apakah saya selaku pimpinan telah<br />
berlaku adil?<br />
Silahkan ukur dengan keempat dimensi<br />
keadilan di atas. Jika jawabnya belum, segeralah<br />
berubah. Pemimpin yang tidak adil merusak<br />
organisasi jauh lebih besar dari pemimpin yang<br />
tidak kompeten.<br />
Wassalam.<br />
VOL V No. <strong>29</strong> | Edisi Maret - April 2012<br />
51
Auditoase<br />
Auditor Senior,<br />
Panutan Yunior<br />
Dari jendela ruang kerja, saya bisa leluasa<br />
menatap pemandangan di luar. Kadang<br />
buram memang, kalau kaca itu lama tak<br />
dibersihkan. Dari jendela itu biasanya pandangan saya<br />
arahkan ke air mancur. Terus terang, keindahannya<br />
begitu mengagumkan. Air yang meliuk-liuk dengan<br />
gemulai, membuat pandangan mata yang mulai<br />
lelah bisa sedikit tersegarkan. Tanaman yang mulai<br />
tumbuh subur di sekelilingnya menambah lekat<br />
mata memandang. Harus diakui, kantor ini sekarang<br />
nampak lebih elok.<br />
Dari taman kebanggaan Kemenkeu itu<br />
saya mengalihkan pandangan agak ke barat. Di sana<br />
berdiri sebuah gedung yang –buat sebagian besar<br />
kita- sangat bersejarah. Gedung di mana sebagian<br />
besar pegawai Inspektorat Jenderal pernah berpuluh<br />
tahun menjejaknya. Gedung 12 lantai itu memang<br />
tak lagi indah dan mulus seperti dulu. Ia memang<br />
bagai ketinggalan zaman dibanding gedung lain yang<br />
jauh lebih baru. Tapi ia tetap berdiri gagah di sana,<br />
seakan menyapa setiap kita, setiap langkah kita.<br />
Melambaikan tangan, dan berharap kita tak akan<br />
melupakannya begitu saja.<br />
Akhir 1992, adalah saat ketika kami –saya<br />
dan kawan-kawan seangkatan- menginjakkan kaki<br />
di gedung itu. Sebagian dari kami –yang jarang<br />
sekali melihat gedung tinggi- memandang dengan<br />
kagum. Merasakan dingin hawa AC dengan penuh<br />
kenikmatan, setelah turun dari bis kota yang sumpek<br />
dan panas. Berdebar hati saat harus masuk lift,<br />
karena ini jenis barang mewah dan langka saat itu,<br />
terutama bagi kami yang kebanyakan bukan orang<br />
kota (untuk tidak mengatakan wong ndeso). Berbagai<br />
perasaan berkecamuk, inikah bakal kantor kami?<br />
Betapa megahnya.<br />
Seorang senior menyapa ramah, duh terasa<br />
gimana gitu. Bayangkan, kami yang melangkah penuh<br />
keraguan, kami yang baru hari pertama bekerja, kami<br />
yang hanya punya satu atau sedikit lebih setelan<br />
kerja, disapa dengan penuh senyum oleh senior.<br />
52<br />
VOL V No. <strong>29</strong> | Edisi Maret - April 2012<br />
Melayang rasanya. Melayang karena merasa diakui<br />
menjadi bagian dari Itjen, sebuah institusi berlumur<br />
kehormatan dan kebanggaan. Itjen, instansi yang<br />
bisa disingkat dalam dua kata, bukan main.<br />
Senior, kata itu menjadi begitu penting buat<br />
kami dan buat semua pemula, dalam hal apapun.<br />
Dunia kerja adalah dunia yang asing buat kami, maka<br />
kehadiran senior sangatlah penting. Boleh jadi ada di<br />
antara kami yang cemerlang dalam prestasi akademis<br />
ketika duduk di bangku kuliah, namun dunia kerja<br />
tetap tidak mudah. Tak selalu berbanding lurus<br />
dengan dunia akademis. Dunia kerja tak cukup hanya<br />
ditaklukkan dengan kepintaran kuliah. Tak sekedar<br />
pintar, kita harus pintar-pintar. Tak cukup pandai,<br />
kita harus pandai-pandai. Begitu nasehat para senior<br />
kepada kami. Di sinilah peran penting para senior.<br />
Tak terasa, dua puluh tahun berlalu, kami<br />
yang yunior telah menjelma menjadi senior. Para<br />
senior kami satu persatu memasuki masa purna<br />
bakti. Wajah-wajah baru dan segar mulai menghiasi<br />
kantor kita tercinta. Wajah-wajah yang bersih,<br />
belum ternoda hal-hal negatif dunia kerja. Wajahwajah<br />
idealis, yang memandang dunia hitam putih,<br />
bukan abu-abu. Wajah-wajah yang berharap para<br />
senior bersedia membimbing dan memberi contoh,<br />
bagaimana bekerja dengan baik dan benar.<br />
Di pundak para senior tersemat amanat.<br />
Bagaimana sosok para yunior ke depan, banyak<br />
bergantung pada apa yang dicontohkan para senior.<br />
Dunia kerja tak cukup hanya<br />
ditaklukkan dengan kepintaran<br />
kuliah. Tak sekedar pintar, kita<br />
harus pintar-pintar. Tak cukup<br />
pandai, kita harus pandai-pandai.
Auditoase<br />
Hitam putih para yunior, tergantung contoh yang<br />
dipertontonkan para senior di depan mata mereka.<br />
Bakal jadi pegawai terhormat atau bakal jadi pegawai<br />
pengkhianat-kah mereka, para seniorlah yang punya<br />
peran signifikan menentukan. Bakal jadi auditor abdi<br />
negara atau bakal jadi auditor tikam negara-kah<br />
mereka, seniorlah yang mesti bertanggungjawab.<br />
Hanya senior yang mereka lihat, hanya senior<br />
yang bisa mereka contoh, hanya senior yang bisa<br />
mewarnai mereka.<br />
Seorang anggota tim audit akan melihat<br />
dengan jelas bagaimana sepakterjang anggota tim<br />
audit yang lebih senior dalam penugasan. Anggota<br />
tim audit akan merekam dengan jelas bagaimana<br />
sikap ketua tim dalam penugasan. Setiap perkataan,<br />
ekspresi, watak, kebaikan dan keburukan ketua tim<br />
akan dijadikan referensi bila suatu saat mereka jadi<br />
ketua tim kelak.<br />
Setiap interaksi senior dengan auditi, setiap<br />
kata yang diucapkan kepada auditi, setiap sikap<br />
yang menjunjung tinggi kehormatan korps, setiap<br />
tindakan yang membela kehormatan Itjen. Semua<br />
itu akan jadi bahan pelajaran paling penting dalam<br />
perjalanan hidup para yunior. Begitupun sebaliknya.<br />
Setiap interaksi tak pantas dengan auditi, setiap sikap<br />
yang mengkhianati kode etik profesi, setiap laku<br />
langkah yang melecehkan kehormatan korps, setiap<br />
tindakan yang mengotori nama baik Itjen. Semua itu<br />
akan terekam, dalam memori yang tak indah dan siap<br />
“diteladani”.<br />
Seorang pegawai baru akan melihat dengan<br />
pasti bagaimana keseharian para senior di ruang<br />
kerja. Bagaiamana para atasan bersikap, bertindak,<br />
semua direkam dengan jelas di benak para yunior.<br />
Untuk dijadikan referensi tindak tanduk mereka<br />
kelak.<br />
Senior adalah guru, senior adalah tutor,<br />
senior kakak, senior adalah sahabat, senior adalah<br />
ayah, senior adalah ibu. Baik kelakuan senior, sangat<br />
mungkin baik perilaku yunior. Buruk kelakuan senior,<br />
bersiaplah menghadapi kelahiran generasi yang lebih<br />
buruk. Kebaikan itu menular cepat ke bawah, tapi<br />
masih jauh lebih cepat penularan keburukan. Itulah<br />
sebabnya, mengapa trend usia para tersangka tindak<br />
pidana korupsi semakin muda.<br />
Saya tertegun. Sebagai seorang yang sudah<br />
bekerja dua puluh tahun, tentu bolehlah saya<br />
dianggap senior (oleh para yunior saya). Bertanyalah<br />
saya kepada diri sendiri. Sudahkah saya memberikan<br />
teladan kepada para yunior. Mulai dari teladan yang<br />
ringan-ringan hingga teladan yang substantif esensial.<br />
Sudahkah saya bekerja dengan baik, sudahkah<br />
saya datang ke kantor tepat waktu, sudahkah saya<br />
memanfaatkan setiap detik jam kerja untuk halhal<br />
yang bermanfaat buat kantor, sudahkah saya<br />
menepati setiap butir kode etik pegawai,<br />
Sudahkah para yunior memandang saya<br />
sebagai teladan yang baik. Sudahkah para yunior<br />
memandang saya dengan penuh hormat, bukan<br />
terpaksa hormat. Sudahkah para yunior memandang<br />
saya sebagai senior yang punya sisi keteladanan,<br />
satu saja tak perlu banyak. Sudahkah para yunior<br />
memandang saya dengan kekaguman karena sikap<br />
dan kinerja saya patut diteladani.<br />
Terus terang saya ragu menjawabnya.<br />
Bagaimana dengan anda?<br />
(14 Mei 2012 –cwl-)<br />
Hitam putih para yunior,<br />
tergantung contoh yang<br />
dipertontonkan para senior<br />
di depan mata mereka.<br />
VOL V No. <strong>29</strong> | Edisi Maret - April 2012<br />
53
Sudut Kantor<br />
Petugas Keamanan,<br />
Selalu Siap Lembur<br />
Saat Yang Lain Libur<br />
Kantor pusat Kementerian Keuangan<br />
di kawasan Lapangan Banteng Jakarta<br />
Pusat memiliki wilayah yang sangat luas.<br />
Masing-masing unit eselon I menempati<br />
gedung yang berbeda-beda dan terpencar lokasinya<br />
di sekitaran Lapangan Banteng. Peran petugas<br />
keamanan sangat penting untuk menjaga stabilitas<br />
keamanan lingkungan kerja.<br />
Satuan petugas keamanan Kementerian Pusat<br />
Keuangan secara bergantian melakukan pengamanan<br />
dan menjaga ketertiban kantor selama 24 jam. Seperti<br />
di Gedung Juanda II, para petugas keamanan selama<br />
24 jam bekerja dibantu dengan sarana kamera CCTV.<br />
Bahkan pada saat hari libur, mereka kadang masih<br />
harus melaksanakan pengamanan, dan itu luput<br />
dari perhatian kita yang biasanya berkumpul dengan<br />
keluarga saat hari libur. Semua itu dilakukannya<br />
sebagai bentuk profesionalisme mereka dalam<br />
menjalankan tugas, walaupun harus mengorbankan<br />
waktunya untuk kumpul dengan keluarga.<br />
Suka duka menjadi petugas kemanan<br />
telah mereka rasakan selama melaksanakan tugas.<br />
Kita sebagai pegawai Inspektorat Jenderal kadang<br />
tidak sadar bahwa selama ini kita diawasi dan<br />
diperhatikan oleh para petugas keamanan<br />
ini. Keamanan para pegawai termasuk<br />
para Pejabat menjadi tanggung jawab<br />
mereka. “Masih banyak pegawai yang<br />
tidak tertib dalam berpakaian dan<br />
tidak memakai kartu tanda pengenal”,<br />
jelas Oscar, salah satu personel satuan<br />
petugas keamanan Kementerian Keuangan.<br />
Padahal kartu tanda pengenal itu sangat penting,<br />
apalagi untuk mengurangi risiko kemungkinan orang<br />
yang tidak berkepentingan masuk ke kantor dan<br />
menyebabkan keadaan yang tidak kondusif.<br />
Petugas Keamanan yang menjaga keamanan<br />
di lingkungan Inspektorat Jenderal memiliki<br />
tanggung jawab yang cukup besar. Selain untuk<br />
menjaga kemanan dan ketertiban selama 24 jam<br />
penuh, mereka juga harus melakukan pengamanan<br />
terhadap aset-aset negara yang ada di Inspektorat<br />
Jenderal. Itu sebabnya saat kita mau mengeluarkan<br />
barang dari kantor, mereka tak segan-segan akan<br />
menanyakan kepada kita perihal surat permohonan<br />
izin mengeluarkan barang.<br />
Petugas keamanan tentunya dibekali<br />
beberapa keterampilan pengamanan. Beberapa<br />
petugas keamanan diikutsertakan dalam kegiatan<br />
pendidikan informal, misalnya pendidikan profesi<br />
SATPAM, diklat pengamanan VVIP/Pimpinan, diklat<br />
pengoperasian CCTV, dan beberapa kegiatan lain<br />
untuk menunjang pekerjaan mereka. Dengan<br />
melaksanakan kegiatan-kegiatan tersebut<br />
diharapkan para petugas keamanan<br />
dapat memberikan pelayanan terbaik<br />
kepada pegawai terutama para pejabat<br />
di lingkungan Inspektorat Jenderal.<br />
“Pejabat di Inspektorat Jenderal tidak<br />
banyak tuntutan untuk masalah layanan<br />
keamanan”, imbuh Oscar mengakhiri<br />
cerita suka dukanya bekerja menjadi petugas<br />
keamanan di Kementerian Keuangan.<br />
Terima kasih pak, dari bapak-bapak di<br />
Satuan Petugas Keamanan Kementerian Keuangan<br />
kami belajar bagaimana bekerja ikhlas dan<br />
penuh profesionalisme sesuai dengan nilai-nilai<br />
Kementerian Keuangan.<br />
(PUT/VIN/RHM)<br />
54<br />
VOL V No. <strong>29</strong> | Edisi Maret - April 2012
Pojok psikologi<br />
RUBRIK KONSULTASI PSIKOLOGI<br />
Pengantar Redaksi :<br />
Mulai Edisi ini dan seterusnya, <strong>Auditoria</strong> menampilkan rubrik konsultasi psikologi. Rubrik ini diasuh<br />
oleh 3 (tiga) orang Psikolog Inspektorat Jenderal, yaitu Talitha Sya’banah Fajrin Sudana, S.Psi., Terdi Selidevi<br />
Silalahi, S.Psi dan Maria Alexandra Leonora Marcus, S.Psi. Para pembaca yang ingin berpartisipasi dalam rubrik<br />
ini dapat mengirimkan pertanyaan kepada kami melalui majalah.auditoria@gmail.com. Selamat menyimak,<br />
semoga bermanfaat.<br />
Dear tim psikolog Itjen,.... Nama saya A, auditor pada sebuah Inspektorat. Apakah profesi auditor secara<br />
psikologis dapat mempengaruhi sifat-sifat seseorang. Misalnya, seseorang yang rendah hati bisa berubah menjadi<br />
tinggi hati karena situasi psikologis auditor auditi. Saya memperhatikan beberapa teman-teman dan saya sendiri,<br />
ada semacam dorongan yang terasa seperti merubah sifat yang sudah ada sebelumnya. Mohon pencerahan. (A,<br />
auditor Inspektorat X)<br />
Jawaban Tim Psikolog<br />
Dear A,<br />
Berangkat dari pandangan Psikologi Industri dan Organisasi serta Psikologi Sosial, hal tersebut memang<br />
dimungkinkan terjadi. Perubahan tersebut disebabkan oleh proses belajar yang seringkali tidak kita sadari. Proses<br />
belajar disini adalah suatu perubahan perilaku yang relatif permanen –atau kecenderungan perilaku – yang<br />
terjadi sebagai hasil interaksi seseorang dengan lingkungannya (McShane & Von Glinow, 2005). Yang terjadi pada<br />
diri anda adalah proses belajar sosial (social learning) karena unit organisasi pekerjaan Anda bisa saja tanpa<br />
Anda sadari menuntut untuk bersikap, bersifat, maupun berperilaku dengan cara tertentu. Cara tertentu disini<br />
maksudnya adalah pola perilaku yang Anda tangkap dari rekan-rekan di unit kerja Anda. Yang umumnya terjadi<br />
pada individu yang ditempatkan dalam sebuah kelompok adalah timbulnya suatu keinginan untuk blend in,<br />
untuk memiliki kesamaan atau menyatu dengan kelompok. Hal ini walau tidak bisa terlihat secara nyata namun<br />
ada, seperti pepatah orang jaman dulu, bertemanlah dengan penjual arang maka kau akan hitam, bertemanlah<br />
dengan penjual minyak wangi maka kau akan wangi J Maka, perilaku kelompok yang Anda amati, kemungkinan<br />
besar akan Anda tiru dan tampilkan juga nantinya. Proses belajar tersebut bisa terlihat dalam bagan berikut.<br />
Iklim bekerja sebagai auditor memang menuntut sikap dan perilaku yang khusus. Tentu Anda beserta<br />
para auditor lainlah yang lebih mengetahuinya. Namun dari sudut pandang kami, sifat tersebut dipengaruhi<br />
VOL V No. <strong>29</strong> | Edisi Maret - April 2012<br />
55
Pojok psikologi<br />
oleh ‘mind-set’ yang tertanam sejak lama, yaitu<br />
auditor Inspektorat Jenderal sebagai watchdog.<br />
Sikap dan sifat sebagai pengawas-lah yang tertanam<br />
dan berpadu dengan sikap dan sifat asal yang<br />
dimiliki oleh masing-masing individu. Seharusnya<br />
sikap dan sifat pengawas tersebut hanya berlaku<br />
ketika bertemu dengan auditee namun nyatanya<br />
banyak yang terbawa ke lingkungan kantor atau<br />
bahkan dengan rekan sesama pegawai Itjen. Seperti<br />
tergambar dalam bagan, selain belajar dengan<br />
melihat dan meniru perilaku orang lain, perilaku kita<br />
juga dipengaruhi oleh unsur pengendalian diri (selfcontrol)<br />
dan efikasi diri (self-efficacy), yaitu individu<br />
menyesuaikan apa yang dia pelajari dengan apa<br />
yang dia miliki (keyakinan diri, cara hidup, tujuan,<br />
dll). Bila Anda mendapati bahwa perilaku yang Anda<br />
serap dan tampilkan ternyata tidak kongruen atau<br />
berbeda dengan karakter Anda, mungkin Anda perlu<br />
meninjau lagi unsur pengendalian diri dan efikasi<br />
diri Anda. Lagipula saat ini, haluan Itjen sebagai<br />
watchdog sudah diarahkan kepada Itjen sebagai<br />
konsultan dan katalisator. Maka diharapkan sikap dan<br />
sifat sebagai ‘kawan’ (yaitu konsultan dan katalisator)<br />
bisa mengimbangi sikap dan sifat para auditor<br />
‘pengawas’. Sepertinya kita perlu ‘belajar’ lagi untuk<br />
bisa mendukung peran tersebut. J<br />
Akhirnya, menjawab kekhawatiran Anda<br />
(asumsi kami Anda merasa concern dengan temanteman<br />
yang dulunya rendah hati tetapi seolah<br />
berubah menjadi tinggi hati), kekhawatiran Anda<br />
memang cukup beralasan. Tentu saja kita tidak<br />
mau bila perilaku ‘tinggi hati’ ini terpelihara sampai<br />
akhirnya menghambat terwujudnya nilai Sinergi di<br />
Kementerian Keuangan, khususnya di Itjen sendiri.<br />
Telah kita ketahui bahwa poin-poin nilai sinergi<br />
antara lain memiliki sangka baik, saling percaya,<br />
dan menghormati. Jangan sampai ada teman kita<br />
yang berkata “tugas kami memang pelayanan tapi<br />
kami bukan pelayan”. Seolah-olah ada kasta Tuan<br />
dan kasta Pelayan. Namun biarlah masing-masing<br />
individu di Itjen bisa bersikap dan bersifat mulia,<br />
secara profesional maupun secara personal. Sikap<br />
dan sifat terbaik dan mulia bukan hanya kita yang<br />
menentukan tetapi juga pandangan orang lain,<br />
karena kita hidup secara sosial. Dengan demikian<br />
semua pegawai di Itjen bisa bersatu, satu untuk<br />
semua, dan semua untuk satu.J<br />
Info keluarga<br />
BERITA KELUARGA ITJEN<br />
PENSIUN<br />
Selamat memasuki masa purnabhakti, pensiun bukan berarti<br />
berhenti berkarir, tapi menuju sebuah karir yang baru..<br />
Terimakasih atas segala kontribusi Bapak selama ini untuk<br />
Inspektorat Jenderal Kementerian Keuangan.. J<br />
Maret 2012<br />
Iskandar Natakusuma [Auditor Penyelia Inspektorat IV]<br />
Partono [Pelaksana Bagian Organisasi dan Tata Laksana]<br />
April 2012<br />
Drs. Firman Siregar, M.A. [Inspektur IV]<br />
Marihot Siregar [Auditor Penyelia Inspektorat I]<br />
Syamsuddin, S.E., M.M. [Auditor Muda Inspektorat III]<br />
Ratam [Pelaksana Subbag TU Inspektorat VI]<br />
MENIKAH<br />
Selamat berbahagia kepada kawan-kawan kita yang telah<br />
menemukan belahan jiwanya, semoga dengan lengkapnya<br />
belahan jiwa dapat menambah motivasi untuk berkarya di<br />
kantor kita yang tercinta ini, yeay.. ;)<br />
Priyatin Purwoko Adi, S.H.<br />
(Pelaksana Subbag TU Inspektorat III)<br />
&<br />
Rike Lidyarini, S.AP<br />
7 April 2012<br />
M. Faiz<br />
(Pelaksana Subbag TU Inspektorat VII)<br />
&<br />
Yeni Puspitasari, S.I.Kom<br />
8 April 2012<br />
Zakky Chaidar<br />
(Pelaksana Subbag PP Bagian Umum)<br />
&<br />
dr. Nurun Nisa’<br />
22 April 2012<br />
LAHIR<br />
A baby will make love stronger, days shorter, nights longer,<br />
bankroll smaller, home happier, clothes shabbier, the past<br />
forgotten and the future worth living for
Pojok Komunitas<br />
Komunitas Fotografi Itjen (KoFI) mewujud pada tahun 2007. Berawal dari kejayaan Forum Itjen,<br />
beberapa pecinta fotografi bersepakat untuk saling sharing banyak hal tentang fotografi setiap<br />
rabu. Kegiatan hunting fotho menjadi hal yang sangat menyenangkan buat para aktivis KoFI. April<br />
2011 mereka sukses menggelar pameran fotho. Mulai edisi ini <strong>Auditoria</strong> menampilkan karya<br />
fotografi temen-teman KoFI. Buat yang ingin bergabung dengan KoFI, silakan menghubungi Pak<br />
Agus Sarwodi di IBI.<br />
VOL V No. <strong>29</strong> | Edisi Maret - April 2012<br />
57
Pojok Komunitas<br />
Benci..<br />
Aku benci dia karena dia lebih pintar dari aku.<br />
Aku benci dia karena orangtuaku lebih perhatian<br />
kepadanya dibanding aku.<br />
Aku benci dia karena semua keluarga selalu mengeluelukannya.<br />
Aku benci matanya yang buta sebelah.<br />
Aku benci semua yang ada pada dirinya.<br />
Aku benci ketika ibuku memeluknya karena dia juara<br />
kelas.<br />
Aku benci ketika ayah menjewerku karena dia<br />
kutendang.<br />
Aku benci dia ada di keluargaku.<br />
Aku benci dia semakin dikasihani orang.<br />
Aku benci melihat ayahku jadi pendiam.<br />
Aku benci mengingat malam itu, saat Ibuku<br />
bersimbah darah dan aku di sampingnya dengan<br />
pisau di tanganku.<br />
Seharusnya yang disitu kakak angkatku bukan ibuku..<br />
(KIN)<br />
Pulang..<br />
“Ayah, minggu depan aku akan pulang.”<br />
“Syukurlah nak, ayahmu ini sudah rindu sekali.”<br />
“Aku mengambil beberapa hari cuti, yah. Nanti kita<br />
jalan-jalan ya?”<br />
“Ayah ini sudah tua mau kamu ajak kemana?”<br />
“Kemana aja yah, yang penting kita menghabiskan<br />
waktu bersama”<br />
“Iya nak, nanti kalau pulang jangan lupa mampir ke<br />
makam ibumu ya..”<br />
“Baik yah, sudah dulu ya yah. Sampai ketemu di<br />
rumah. Assalamu’alaikum..”<br />
“Wa’alaikumsalam”<br />
##<br />
“Sudah lama ayah tidak naik bis seperti ini.”<br />
“Aku senang lihat ayah senang..”<br />
“Dulu, ayah juga suka mengajak ibumu jalan-jalan<br />
begini.”<br />
“Ibu sering cerita..”<br />
##<br />
Ciiiiiitttt..<br />
“Aduh.. kenapa ini?”<br />
“Ayah pegangan, ayah..”<br />
Brraaaakkk..<br />
##<br />
Ibu kami pulang..<br />
(KIN)<br />
PeSaN<br />
Komunitas PeSaN (Penikmat Sastra itjeN) tak pernah secara resmi berdiri.<br />
Pertengahan tahun 2007 beberapa punggawa Itjen yang suka membaca (membaca<br />
apapun) menggelar karpet dan saling membacakan puisi. Beberapa di antaranya<br />
menenteng cerpen. Ada pula yang membawakan karya sendiri. Keberadaan PeSaN<br />
tak mungkin bisa dilepaskan dari masa jaya Forum Itjen. Mulai edisi ini, <strong>Auditoria</strong><br />
menyajikan karya para PeSaN yang tentu saja sarat dengan pesan. Silahkan<br />
menikmati cerita 99 kata dari kami...<br />
58<br />
VOL V No. <strong>29</strong> | Edisi Maret - April 2012
Resensi Buku<br />
Jangan Pernah Jadi Malaikat: Dari<br />
Dwifungsi “Pengusaha”, Intrik Politik,<br />
Sampai “Rekening Gendut”<br />
Penulis : Christianto Wibisono<br />
Penerbit : Gramedia Pustaka Utama<br />
Terbit : 2010<br />
Motif tindak korupsi saat ini sudah bukan lagi soal<br />
kebutuhan hidup, melainkan kerakusan gaya hidup<br />
predator. Inilah pola tingkah laku kebanyakan elite<br />
politik dan pemerintahan Indonesia sekarang. Mulai<br />
dari mereka yang duduk di jenjang karier paling awal<br />
sampai elite teras lembaga tinggi Negara. Repotnya<br />
lagi, Indonesia kini telah memasuki era “Dwifungsi<br />
Pengusaha”. Semakin banyak pengusaha yang sudah<br />
dan akan merangsek masuk ke dalam sistem dan<br />
rezim politik menjadi penguasa. Hal ini tentu rawan<br />
dengan intrik politik dan konflik kepentingan yang<br />
membuat skala korupsi yang jauh lebih mengerikan<br />
dan dan mengancam negara. Apalagi, Indonesia<br />
saat ini belum begitu mengenal wacana konflik<br />
kepentingan yang bahkan di negara demokrasi<br />
mapan juga masih relatif baru. Dalam situasi sepert<br />
iini, tentu mustahil mengharapkan KPK bisa menjadi<br />
malaikat dalam pemberantasan korupsi.<br />
Maka dari itu, buku ini menawarkan pendekatan<br />
dan solusi komprehensif yang sama sekali berbeda.<br />
Berdasarkan studi perbandingan empiris dengan<br />
negara lain dan sejarah pemberantasan korupsi<br />
sejak zaman demokrasi liberal, ada trio senjata<br />
pamungkas yang disodorkan: UU Amnesty<br />
Berpenalti: UU Pembuktian Terbalik, dan UU Anti-<br />
Konflik Kepentingan. Hanya dengan cara ini, RI<br />
bisa diselamatkan dari ancaman para predator<br />
penyandera negara. (MUJ)<br />
Seni Perang Sun Zi Dan Sistem<br />
Pengendalian Manajemen: Filosofi<br />
Dan Aplikasi<br />
Penulis : Sujoko Efferin dan Bonnie Soeherman<br />
Penerbit : Elex Media Komputindo<br />
Terbit : 2010<br />
Semua pebisnis sepakat bahawa manusia adalah kunci<br />
sukses organisasi. Sistem PEngendalian Manajemen<br />
(SPM) adalah sebuah konsep holistik lintas ilmu yang<br />
menggabungkan akuntansi, manajemen, sosiologi,<br />
antroplogi, psikologi, dan politik organisasi yang<br />
dirancang untuk memastikan karyawan berperilaku<br />
dan menghasilkan kinerja selaras dengan tujuan<br />
dan strategi organisasinya. SPM diperlukan untuk<br />
menyelesaikan tiga masalah fundamental manusia<br />
dalam organisasi, yaitu tidak mau, dan tidak mampu.<br />
Seni Perang Sun Zi, mengandung taktik dan strategi<br />
berperang, kebajikan Timur, filosofi, dan cara berpikir<br />
yang amat kaya ditulis sekitar 2.500 tahun yang<br />
lampau. Buku ini akan membuka mata hati Anda<br />
dengan membedah 3 prinsip fundamental Sun Zi<br />
dalam desain dan implementasi Sistem Pengendalian<br />
Manajemen. (MUJ)<br />
VOL V No. <strong>29</strong> | Edisi Maret - April 2012<br />
59
60<br />
VOL V No. <strong>29</strong> | Edisi Maret - April 2012