Data di Indonesia, diketahui sekitar 56,7% <strong>pasien</strong> di poliklinik RheumatologiRSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo, Jakarta didiagnosis menderita salah satujenis OA.3.1.2. InsidensiInsidensi OA panggul dan lutut mendekati 200 per 100.000 orang per tahun.Insidensi OA panggul lebih banyak pada perempuan dibandingkan laki-laki,sedangkan insidensi OA lutut antara perempuan dan laki-laki sama. Pada lakilakiinsidensi OA lutut dan panggul meningkat sesuai dengan pertambahanumur, tetapi pada perempuan tidak berubah. Berdasarkan data tersebut,diramalkan tiap tahun di Amerika akan terjadi insidensi setengah juta kasusgejala OA idiopatik pada populasi kulit putih. 23.2.ETIOLOGITerdapat beberapa teori tentang etiologi <strong>penyakit</strong> OA, akan tetapi masih tetapmenjadi perdebatan. Beberapa faktor risiko yang berperan dalam kejadian OAdiantaranya adalah kadar estrogen rendah, kadar insulin-like growth factor 1 (IGF-1) rendah, usia, obesitas, jenis kelamin wanita, ras, genetik, aktifitas fisik yangmelibatkan sendi yang bersangkutan, trauma, tindakan bedah orthopedik sepertimenisektomi, kepadatan massa tulang, merokok, endothelial cell stimulatingfactor dan diabetes mellitus.Usia dan jenis kelamin wanita merupakan faktor risiko utama terjadinya OA,terutama pada lutut. The First National Health and Nutritional ExaminationSurvey (HANES I) di Inggris memperlihatkan, bahwa obesitas, ras, dan pekerjaanmempunyai korelasi terhadap terjadinya OA lutut.Framingham dan kawan-kawan secara tidak sengaja menemukan efek protektifmerokok terhadap kejadian OA lutut. Temuan tersebut ternyata tetap konsistenmeskipun telah dilakukan penyesuaian terhadap usia, jenis kelamin, berat badan,derajat keparahan <strong>penyakit</strong>, riwayat trauma atau operasi lutut, olah raga, tingkataktifitas fisik, konsumsi alkohol ataupun kopi.
Sedangkan penelitian Cooper C memperlihatkan, bahwa aktifitas fisik yangberulang-ulang atau beberapa jenis pekerjaan tertentu akan menimbulkan prosesOA pada lutut.Secara garis besar terdapat dua hal yang berperan dalam proses patogenesis OA,yaitu biomechanical dan biochemical insults. Kedua proses tersebutmengakibatkan terpicunya berbagai proses reaksi enzimatik sepertidikeluarkannya enzim proteolitik atau kolagenolitik oleh khondrosit yang dapatmenghancurkan matriks rawan sendi. Dengan perkataan lain, etiopatogenesis OAmasih belum jelas apakah karena keausan sendi akibat proses penuaan ataupunproses degeneratif, atau peran faktor lain seperti proses inflamasi kronik ?Meski berlainan proses kejadian OA pada sendi penumpu berat badan atau bukan,nyatanya ada kesamaan akibat yang ditimbulkannya, yakni kerusakan rawansendi.Dasar utama konsep degenerasi pada patogenesis OA adalah proses wear andtear, yaitu kerusakan sendi yang diikuti perbaikan sebagai respons tulangsubkhondral yang tampak berupa pembentukan osteofit atau spur. Konsep iniumumnya dikaitkan dengan faktor risiko usia dan beban biomekanik pada senditanpa mengabaikan proses inflamasi yang terjadi secara bersamaan. Teoritis,proses perbaikan tersebut dapat dideteksi melalui pengukuran 2,6-dimethyldifuro-8-pyrone (DDP) yang merupakan petanda mutakhir degradasi rawan sendi. Selainitu, tampak peningkatan granulocyte macrophage-colony stimulating factor (GM-CSF) yang berperan pada metabolisme khondrosit. Sedangkan efusi yang terjadipada beberapa kasus OA berkaitan dengan peran sinovium yang berfungsi dalamsintesis cairan sendi.Perbedaan lain yang ditunjukkan konsep degenerasi adalah dalam hal mengatasinyeri pada OA. Baik terapi non-farmakologik seperti terapi fisik denganpemanasan atau terapi latihan, maupun pemberian obat-obatan (analgetik atauNSAID s ) secara sendiri-sendiri ataupun kombinasi seringkali sudah mencukupi<strong>untuk</strong> mengatasi rasa nyeri. Sebaliknya, apabila proses inflamasi menjadi dasarpatogenesis OA, tentu respons terhadap analgetik seperti paracetamol tidak akansebaik NSAID s . Nyatanya meski tanda-tanda inflamasi jelas terlihat, tetapi tidak
- Page 3: KATA PENGANTARPuji syukur kami panj
- Page 6 and 7: TIM PENYUSUN1. DEPARTEMEN KESEHATAN
- Page 8 and 9: DAFTAR TABELTabel 1 Faktor Risiko U
- Page 10 and 11: GLOSSARY- Amyloidosis : Sekelompok
- Page 12 and 13: - Metacarpus :Bagian tangan antara
- Page 14 and 15: - Tophus :Deposit natrium urat yang
- Page 16 and 17: (mengubah gaya hidup, diet, mengura
- Page 18 and 19: • Ankylosing spondilitiso Tipe ar
- Page 22 and 23: semua NSAID s memberikan respons ya
- Page 24 and 25: Hormonal 29Pada kartilago terdapat
- Page 26: tersendiri sebagai terapi primer me
- Page 29 and 30: • ProteoglikanKombinasi dari prot
- Page 31 and 32: 3.4. MANIFESTASI KLINIK OAUmur:Bias
- Page 33 and 34: • Kaku dan nyeri di leher atau tu
- Page 35 and 36: Sasaran penatalaksanaan adalah 2,5
- Page 37 and 38: menjadi sehat bukan datang begitu s
- Page 39: • Menguatkan tulang belakang kuat
- Page 42 and 43: 3.7.1.5. Pengendalian Berat Badan
- Page 44 and 45: Obat-obat dibawah ini yang sering d
- Page 46 and 47: Bagaimana meminimalkan resiko 301.
- Page 48 and 49: SINTESA PROSTAGLANDIN DAN LEUKOTRIN
- Page 50 and 51: COX-2 inhibitor mempunyai efikasi s
- Page 52 and 53: TERAPI OSTEOARTHRITISYesRasa nyeri
- Page 54 and 55: BAB IVARTHRITIS GOUT (PIRAI)Sejarah
- Page 56 and 57: Gout terjadi makin sering pada laki
- Page 58 and 59: Faktor Risiko Gout 22• Umur• La
- Page 60 and 61: cenderung mengendap di jaringan. Pa
- Page 62 and 63: Lain-laino Obesitas, Sarkoidosiso T
- Page 64 and 65: • Sendi bengkak asimetris (klinis
- Page 66 and 67: 4.4. TERAPI GOUT DAN HIPERURISEMIAT
- Page 68 and 69: 4.4.1.2.Panduan Diet Pasien GA 16Me
- Page 70 and 71:
COX 2 Inhibitor dapat dilihat di BA
- Page 72 and 73:
BEST PRACTICE REPORT 28TERAPI FARMA
- Page 74 and 75:
Sebelum memberi pasien alopurinol,
- Page 76 and 77:
Fenofibrat, obat penurun lipid, ter
- Page 78 and 79:
Penilaian kesehatan secara komprehe
- Page 80 and 81:
Prognosis 28• Rata-rata, setelah
- Page 82:
17. Hawkins D.W., Rahn D.W., Gout a