Create successful ePaper yourself
Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.
JOURNEY<br />
63<br />
Menarik untuk diketahui bahwa<br />
arsitek yang merancang keraton ini<br />
sebagai benteng adalah Hendrick<br />
Lucaszoon Cardeel, seorang arsitek<br />
Belanda mualaf yang juga merancang<br />
benteng Speelwijk dan menara Masjid<br />
Agung Banten. Karena jasa-jasanya,<br />
ia mendapat gelar nama Pangeran<br />
Wiraguna. Pangeran Wiraguna<br />
pada akhir hayatnya dimakamkan di<br />
Jakarta dan dari namanya, lokasi ia<br />
dimakamkan diberi nama Ragunan.<br />
Saya melihat hamparan padang rumput<br />
yang luas dengan sisa-sisa pelataran<br />
dan fondasi bangunan yang masih<br />
tampak jelas di bagian dalam keraton.<br />
Seiring penjelajahan saya ke sudutsudut<br />
keraton, muncul temuan hal-hal<br />
lain di komplek keraton ini, seperti sisasisa<br />
jalur air yang mengairi pemandian<br />
dan lorong-lorong yang menembus<br />
dinding keraton dan mengarah keluar.<br />
Saya membayangkan bahwa ketika<br />
masih utuh, tempat ini pastilah tampak<br />
megah. Tampak dari luasnya halaman<br />
di Keraton Surosowan. Sayang sekali<br />
kemegahan itu tidak bisa lagi dinikmati<br />
oleh generasi selanjutnya karena<br />
keraton ini akhirnya dibumihanguskan<br />
oleh Belanda pada tahun1813.<br />
Perjalanan kami berikutnya ke Keraton<br />
Kaibon searah dengan perjalanan<br />
pulang. Kaibon berasal dari kata<br />
”keibuan”. Sejarah mencatat bahwa<br />
keraton ini dibangun sebagai tempat<br />
tinggal bagi Ratu Aisyah, Ibu sultan<br />
Syafiuddin. Sama seperti Surosowan,<br />
Kaibon pun dibumihanguskan Belanda<br />
pada tahun 1831 akibat kemurkaan<br />
Gubernur Jenderal Herman Daendels.<br />
Berbeda dengan Surosowan, masih<br />
bisa kita jumpai sisa-sisa dinding yang<br />
masih tegak di dalam Keraton Kaibon.<br />
Ini menyiratkan bahwa dahulu, tempat<br />
ini memiliki banyak ruangan.<br />
I<br />
Keraton Kaibon akhirnya harus<br />
menjadi tujuan saya yang terakhir<br />
karena hari telah sore. Sambil<br />
melihat matahari terbenam<br />
di keraton ini, saya berusaha<br />
meresapi perjalanan saya<br />
sedari pagi ini. Banten Lama<br />
ternyata dipenuhi tempat-tempat<br />
bersejarah yang menjadi saksi bisu<br />
berbagai hal yang dulu pernah terjadi<br />
di sini. Sungguh amat disayangkan<br />
jika tempat-tempat ini akhirnya harus<br />
hancur dimakan waktu hanya karena<br />
sifat manusia yang acuh. Semua<br />
ini, seyogyanya bisa menjadi sarana<br />
pembelajaran bagi generasi selanjutnya.<br />
| EDISI 65 | JULI 2016