24.08.2015 Views

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sejak ...

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sejak ...

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sejak ...

SHOW MORE
SHOW LESS

Create successful ePaper yourself

Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.

sebagaimana dimaksud dalam undang-undang ini.42Abu Umar. 2010. Outsourcing Di Mata Undang-Undang. Diunduh dari http://www.pkssumatera.org pada tanggal 9 Maret 2011. (Abu Umar adalah anggota DPR RI dari Fraksi PKS)


63. Usaha tenaga pengamanan (security/satpam).4. Usaha jasa penunjang pertambangan dan perminyakan.5. Usaha penyediaan angkutan pekerja/buruh. Selain dari lima jenis kegiatanseperti yang disebutkan di atas, outsourcing tidak diperbolehkan dan bilaterjadi, maka hal tersebut batal demi hukum. 3Permasalahan yang terjadi di lapangan adalah adanya pelanggaran terhadapketentuan yang ada dalam Undang-undang. Untuk masalah outsourcing, yang seringterjadi adalah pengusaha melakukan praktik outsourcing untuk jenis usaha yangmasuk dalam kategori pekerjaan utama. Alasan yang sering digunakan oleh parapengusaha adalah bahwa penafsiran tentang definisi dari pekerjaan utama masihbelum jelas, padahal kalau merujuk pada Penjelasan Pasal 66 ayat (1) UU No. 13Tahun 2003 terlihat jelas bahwa yang boleh di-outsourcing hanyalah 5 jenis kegiatansaja. Jadi penafsiran terkait dengan defenisi pekerjaan utama harusnya merujuk padapenjelasan tersebut.Penyimpangan-penyimpangan terhadap ketentuan mengenai outsourcing, baikoleh perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh maupun perusahaan yangmemanfaatkan jasa pekerja/buruh, inilah maka diperlukan suatu pengawasanketenagakerjaan. Abu Umar berkaitan dengan hal tersebut memberikan pendapatnyasebagai berikut:Dalam dunia ketenagakerjaan di Indonesia, dikenal adanya istilah pengawasanketenagakerjaan yang mempunyai fungsi utama yaitu; melakukan pencegahandan penindakan atas pelanggaran undang-undang ketenagakerjaan (penegakanhukum). Adapun tujuan dari pembinaan dan pengawasan ketenagakerjaan adalahuntuk melindungi pencari kerja, melindungi hak pekerja, melindungi keselamatanpekerja dan melindungi jaminan sosial pekerja. Namun sekarang ini tujuantersebut tidak kunjung tercapai karena kenyataannya masih banyak hak-hak parapekerja tidak tepenuhi dan jaminan sosial para pekerja juga tidak terlindungi.Contoh yang paling konkret adalah tentang permasalahan outsourcing. Di dalamundang-undang telah diatur tentang pekerjaan mana saja yang bolehdioutsourcing, namun kenyataanya banyak perusahaan yang tidak mengindahkanhal tersebut sehingga hak-hak pekerja tidak terlindungi. Peran pengawasketenagakerjaan sangat lemah bahkan bisa dibilang tidak berjalan. Permasalahan


3Ibid, tanpa halaman.7


8utama sehingga praktik outsourcing yang tidak sesuai dengan undang-undangketenagakerjaan tetap subur adalah karena lemahnya atau tidak berjalannyafungsi tenaga pengawas yang ada di lingkungan dinas tenaga kerja. Kalauseandainya berjalan, maka praktek outsourcing yang illegal tentunya tidak akanmerajalela seperti sekarang ini. 4Abu Umar lebih lanjut menjelaskan sebagai berikut:Oleh karena itu, yang harus dipertanyakan adalah apakah keberadaanDirektorat Jenderal Pembinaan Pengawasan Ketenagakerjaan (PPK) masih layakada/atau tidak karena selama ini para pekerja belum merasakan manfaatkeberadaannya secara maksimal, di sisi lain penjabaran tentang fungsi dan tugasdari Dirjen PPK tidak jelas. Salah satu bukti tidak berjalannya fungsi pengawasanketenagakerjaan adalah maraknya praktek outsourcing yang tidak sesuai denganUU No. 13 Tahun 2003, namun tidak ada penindakan dari Dinas Tenaga Kerjamaupun Departemen Tenaga Kerja. Bahkan di beberapa daerah, praktekoutsourcing mendapatkan perlindungan dari pengawas itu sendiri .5Berdasarkan latar belakang masalah tersebut di atas, maka penulis tertarikuntuk melakukan penelitian mengenai pengawasan ketenagakerjaan, dengan judul:“PENGAWA SAN KETENAGAKERJAAN OLEH PEGAWAI PENGAWASKETENAGAKERJAAN TERHADAP PRAKTiK OUTSOURCING DIKABU PATEN BANJARN EGARA (Studi di Dinas Tenaga Kerja Banj arnegara).B. Perumusan <strong>Masalah</strong>Berdasarkan latar belakang masalah tersebut di atas, maka dapat dirumuskanpermasalahan sebagai berikut:1. Bagaimanakah pengawasan ketenagakerjaan oleh pegawai pengawasketenagakerjaan terhadap praktik outsourcing di Kabupaten Banj arnegara ?2. Hambata-hambatan apa yang muncul dalam proses pengawasan ketenagakerjaanoleh pegawai pengawas ketenagakerjaan terhadap praktik outsourcing diKabupaten Banjarnegara ?C. Tujuan PenelitianIbid, tanpa halaman.Ibid, tanpa halaman.45


9Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui:1. Proses pengawasan ketenagakerjaan oleh pegawai pengawas ketenagakerjaanterhadap praktik outsourcing di Kabupaten Banjarnegara.2. Hambatan-hambatan yang muncul dalam proses pengawasan ketenagakerjaanoleh pegawai pengawas ketenagakerjaan terhadap praktik outsourcing diBanjarnegara dan langkah yang diambil untuk mengatasi hambatan tersebut.D. Kegunaan Penelitian1. Kegunaan TeoritisHasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan bagi teori ilmuhukum, khususnya Hukum Administrasi Negara.2. Kegunaan PraktisHasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi semua pihak,baik bagi pemerintah daerah maupun pekerja/buruh, yaitu mengenaiketenagakerjaan terhadap praktik outsourcing.


<strong>BAB</strong> IITINJAUAN PUSTAKAA. Hukum Ketenagakerjaan1. Pengertian KetenagakerjaanPengertian ketenagakerjaan menurut Pasal 1 angka 1 UU No. 13 Tahun2003 tentang Ketenagakerjaan adalah sebagai berikut:Ketenagakerjaan adalah segala hal yang berhubungan dengan tenaga kerjapada waktu sebelum, selama, dan sesudah masa kerja.Hardijan Rusli dalam hal pengertian ketenagakerjaan tersebut menjelaskansebagai berikut:Hal yang berhubungan dengan tenaga kerja pada waktu sebelum masa kerjamisalnya adalah kesempatan kerja, perencanaan tenaga kerja dan penempatantenaga kerja, sedangkan hal sesudah masa kerja, misalnya adalah masalahpensiun. Hal yang dibahas dalam UU No. 13 Tahun 2003 ini sebagian besaratau hampir seluruhnya adalah merupakan hal-hal yang berhubungan dengantenaga kerja pada waktu selama masa kerja dan hal yang berhubungan dengantenaga kerja sesudah masa kerja, misalnya pensiun dibahas dalam pemutusanhubungan kerja. 6Pasal 1 angka 2 selanjutnya menyatakan tentang pengertian tenaga kerjasebagai berikut:Tenaga kerja adalah setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan gunamenghasilkan barang dan/atau jasa, baik untuk memenuhi kebutuhan sendirimaupun untuk masyarakat.6Hardijan Rusli. 2004. Hukum Ketenagakerjaan. Ghalia Indonesia. Jakarta hal. 12-13


11Berdasarkan pengertian tenaga kerja tersebut, Hardijan Rusli memberikanpenjelasan lebih lanjut sebagai berikut:Pengertian tenaga kerja ini lebih luas dari pengertian pekerja/ buruh karenapengertian tenaga kerja mencakup pekerja/buruh, yaitu tenaga kerja yangsedang terikat dalam suatu hubungan kerja dan tenaga kerja yang belumbekerja. Pekerja/buruh adalah setiap orang yang bekerja dengan menerimaupah atau imbalan dalam bentuk lain. Dengan kata lain, pekerja/buruh adalahtenaga kerja yang sedang dalam ikatan hubungan kerja. 72. Pengertian Hukum KetenagakerjaanBatasan pengertian hukum ketenagakerjaan, dulu disebut hukumperburuhan atau arbeidrechts, juga sama dengan pengertian hukum itu sendiri,yakni masih beragam sesuai dengan sudut pandang masing-masing ahli hukum.Tidak satupun batasan pengertian itu dapat memuaskan karena masing-masingahli hukum memiliki alasan tersendiri. Mereka melihat hukum ketenagakerjaandari berbagai sudut pandang yang berbeda, akibatnya pengertian yang dibuat tentuberbeda antara pendapat yang satu dengan pendapat yang lainnya. Sebagaiperbandingan, berikut beberapa pendapat ahli hukum, sebagaimana dikutip olehAbdul Khakim, mengenai pengertian hukum ketenagakerjaan:Molenaar dan Asikin menyebutkan bahwa hukum perburuhan adalah bagianhukum yang berlaku yang pokoknya mengatur hubungan antara tenaga kerjadan pengusaha serta antara tenaga kerja dan tenaga kerja. Soetiknomenyatakan bahwa hukum perburuhan adalah keseluruhan peraturan hukummengenai hubungan kerja yang mengakibatkan seseorang secara pribadiditempatkan di bawah perintah/pimpinan orang lain dan mengenai keadaankeadaanpenghidupan yang langsung bersangkut-paut dengan hubungan kerja.Syahrani menyebutkan bahwa hukum perburuhan adalah keseluruhanperaturan hukum yang mengatur hubungan-hubungan perburuhan, yaituhubungan antara buruh dengan majikan dan hubungan buruh dan majikandengan pemerintah. 87Ibid. hal. 138Abdul Khakim. 2003. Pengantar Hukum Ketenagakerjaan Indonesia, Berdasarkan UUNo. 13 Tahun 2003 PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, hal. 4-5


10Lalu Husni mengemukakan pendapatnya tentang pengertian hukumketenagakerjaan sebagai berikut:Hukum ketenagakerjaan adalah semua peraturan hukum yang berkaitandengan tenaga kerja, baik sebelum kerja, selama atau dalam hubungan kerja,dan sesudah hubungan kerja. Jadi pengertian hukum ketenagakerjaan lebihluas dari hukum perburuhan yang selama ini dikenal yang ruang lingkupnyahanya berkenaan dengan hubungan hukum antara buruh dengan majikandalam hubungan kerja saja. 9Berdasarkan pengertian tersebut di atas, maka hukum ketenagakerjaan memilikunsur-unsur:a. Serangkaian peraturan yang berbntuk tertulis dan tidak tertulisb. Mengatur tentang kejadian hubungan kerja antara pekerja danpengusaha/majikanc. Adanya orang bekerja pada dan di bawah orang lain, dengan mendapatupah sebagai balas jasa.d. Mengatur perlindungan pekerja/buruh, meliputi masalah keadaan sakit,haid, hamil, melahirkan, keberadaan organisasi pekerja buruh.Dengan demikian, hukum ketenagakerjaan adalah peraturan hukum yuangmengatur hubungan kerja antara pekerja/buruh dan pengusaha/majikan dengansegala konsekuensinya. 103. Tujuan Hukum KetenagakerjaanBerdasarkan Pasal 4 UU No. 13 Tahun 2003 bahwa pembangunanketenagakerjaan bertujuan untuk:a. memberdayakan dan mendayagunakan tenaga kerja secara optimal danmanusiawi;b. mewujudkan pemerataan kesempatan kerja dan penyediaan tenaga kerjayang sesuai dengan kebutuhan pembangunan nasional dan daerah;c. memberikan perlindungan kepada tenaga kerja dalam mewujudkankesejahteraan; dand. meningkatkan kesejahteraan tenaga kerja dan keluarganya.Tujuan hukum ketenagakerjaan dikemukakan oleh Sendjun H. Manulangsebagai berikut:9Lalu Husni. 2003. Pengantar Hukum Ketenagakerjaan Indonesia. RajaGrafindo Persada.


Jakarta. hal. 2410Abdul Khakim. 2003. Op. Cit. hal. 5-61311Sendjun H. Manulang. 1995. Pokok-Pokok Hukum Ketenagakerjaan dan PeraturanPerusahan. Rineka Cipta. Jakarta. hal. 2.


a. Untuk mencapai/melaksanakan keadilan sosial dalam bidangketenagakerjaan.b. Untuk melindungi tenaga kerja terhadap kekuasaan yang tidak terbatas daripengusaha.Butir (a) lebih menunjukkan bahwa hukum ketenagakerjaan harus menjagaketertiban, keamanan, dan keadilan bagi pihak-pihak yang terkait dalamproses produksi, untuk mencapai ketenangan bekerja dan kelangsunganberusaha. Sedangkan butir (b) dilatarbelakangi adanya pengalaman selama iniyang kerap kali terjadi kesewenang-wenangan pengusaha terhadappekerja/buruh. Untuk itu diperlukan suatu perlindungan hukum secarakomprehensif dan konkret oleh pemerintah. 114. Sifat Hukum KetenagakerjaanHukum ketenagakerjaan mengatur hubungan antara tenaga kerja danpengusaha yang berarti mengatur kepentingan orang perorangan. Atas dasaritulah, maka hukum ketenagakerjaan bersifat privat (perdata) Di samping itu,dalam pelaksanaan hubungan kerja untuk masalah-masalah tertentu diperlukancampur tangan pemerintah, karenanya hukum ketenagakerjaan bersifat publik.Abdul Khakim membagi sifat hukum ketenagakerjaan menjadi 2 (dua), yaitu:Bersifat imperatif dan bersifat fakultatif. Hukum bersifat imperatif ataudwingenrehct (hukum memaksa) artinya hukum yang harus ditaati secaramutlak, tidak boleh dilanggar, contoh:a. Pasal 42 ayat (1) UU No. 13 Tahun 2003 mengenai perlunya izinpenggunaan tenaga kerja asing.b. Pasal 59 ayat (1) UU No. 13 Tahun 2003 mengenai ketentuan pembuatanperjanjian kerja antar waktu tertentu (PKWT)c. Pasal 153 ayat (1) UU No. 13 Tahun 2003 mengenai larangan melakukanPHK terhadap kasus-kasus tertentu.d. Pasal 4 ayat (1) UU No.3 Tahun 1992 mengenai kewajiban pengusahauntuk mengikutsertakan para pekerjanya ke dalam Program Jamsostek.e. Pasal 13 Peraturan Menaker No. PER-01/MEN/1999 mengenai laranganbagi perusahaan yang membayar upah lebih rendah dari Upah Minimum.Sedangkan hukum bersifat fakultatif atau regelendrecht/aanvul-lendrecht(hukum yang mengatur/melengkapi), artinya hukum yang dapatdike sampigkan pelaksanaannya, contoh:


1215a. Pasal 51 ayat (1) UU No. 13 Tahun 2003 mengenai pembuatan perjanjiankerja bisa ditulis dan tidak ditulis.b. Pasal 60 ayat (1) UU No. 13 Tahun 2003 mengenai perjanjiankerja waktutidak tertentu dapat mensyaratkan masa percobaan 3 (tiga) bulan.c. Pasal 16 PP No. 8 Tahun 1981 mengenai kebebasan pengusaha untukmembayar gaji di tempat yang lazim.d. Pasal 2 PP No. 14 Tahun 1993 mengenai kewajiban ikut serta dalamprogram Jamsostek, di mana program Jaminan Pemeliharaan Kesehatan(JPK) dapat diabaikan sepanjang pengusaha telah memberikan pelayanankesehatan dengan manfaat yang lebih baik dari standar Jamsostek. 12B. Ketenagakerjaan Berdasarkan UU No. 13 Tahun 2003tentang Ketenagakerj aan1. Ruang Lingkup UU No. 13 Tahun 2003Ketenagakerjaan diatur dalam UU No. 13 Tahun 2003 tentangKetenagakerjaan. Pembangunan ketenagakerjaan sebagai bagian integral daripembangunan nasional berdasarkan Pancasila dan UUD 1945, dilaksanakandalam rangka pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dan pembangunanmasyarakat Indonesia seluruhnya untuk meningkatkan harkat, martabat, dan hargadiri tenaga kerja serta mewujudkan masyarakat sejahtera, adil, makmur danmerata, baik materil maupun spiritual. 13Hardijan Rusli, berkenaan dengan pembangunan ketenagakerjaanberdasarkan UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan memberikanpenjelasan sebagai berikut:UU No. 13 Tahun 2003 kiranya diusahakan sebagai peraturan yangmenyeluruh dan komprehensif, antara lain mencakup pengembangan sumberdaya manusia, peningkatan produktivitas dan daya saing tenaga kerjaIndonesia, upaya perluasan kesempatan kerja, pelayanan penempatan tenagakerja, dan pembinaan hubungan industrial, tetapi, bila dilihat dari pengertian12Abdul Khakim. 2003. Op. Cit. hal. 8-911Sendjun H. Manulang. 1995. Pokok-Pokok Hukum Ketenagakerjaan dan PeraturanPerusahan. Rineka Cipta. Jakarta. hal. 2.


13Penjelasan Umum atas UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan


17ketenagakerjaan sebagai segala hal yang berhubungan dengan tenaga kerjapada waktu sebelum, selama dan sesudah masa kerja, maka UU No. 13 Tahun2003 ini belumlah menyeluruh dan komprehensif karena hal yangberhubungan dengan tenaga kerja pada waktu sesudah masa kerja, sepertimasalah pensiun tidak dibahas dalam undang-undang ini. 142. Landasan, Asas, dan TujuanLandasan pembangunan ketenagakerjaan ada dua, yaitu didasarkan padaPancasila dan UUD 1945, yaitu sebagai berikut:Pancasila, yang terdiri dari:1) Ketuhanan Yang Maha Esa.2) Kemanusiaan yang adil dan beradab.3) Persatuan Indonesia.4) Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalampermusyawaratan/perwakilan.5) Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. 15Pasal-pasal UUD 1945 yang menjadi landasan bagi pembangunanketenagakerjaan adalah:a. Pasal 27 ayat ayat (2) UUD 1945:Tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layakbagi kemanusiaan.Pasal yang sama dengan pasal 27 ialah Pasal 28D ayat (2) UUD 1945manyatakan bahwa:Setiap orang berhak untuk bekerja serta mendapat imbalan dan perlakuanyang adil dan layak dalam hubungan kerja.b. Pasal 28H ayat 1 UUD 1945:Setiap orang berhak untuk hidup sejahtera lahir batin, bertempat tinggal,dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhakmemperoleh pelayanan kesehatan.14Hardijan Rusli. 2004. Op. Cit. hal. 915Ibid. hal. 13


18c. Pasal 28H ayat 2 UUD 1945:Setiap orang berhak mendapat kemudahan dan perlakuan khusus untukmemperoleh kesempatan dan manfaat yang sama guna mencapai persamaandan keadilan.d. Pasal 28H ayat 3 UUD 1945:Setiap orang berhak atas jaminan sosial yang memungkinkanpengembangan dirinya secara utuh sebagai manusia yang bermartabat.e. Pasal 28H ayat 4 UUD 1945:Setiap orang berhak mempunyai hak milik pribadi dan hak milik tersebuttidak boleh diambil alih secara sewenang-wenang oleh siapapun.f. Pasal 281 ayat 2 UUD 1945:Setiap orang berhak bebas dari perlakuan yang bersifat diskriminatif atasdasar apapun dan berhak mendapatkan perlindungan terhadap perlakuanyang bersifat diskriminatif itu.Asas pembangunan ketenagakerjaan berdasarkan UU No. 13 Tahun 2003diatur pada Pasal 3 sebagai berikut:Pembangunan ketenagakerjaan diselenggarakan atas asas keterpaduandengan melalui koordinasi fungsional lintas sektoral pusat dan daerah.Penjelasan Pasal 3 selanjutnya menentukan sebagai berikut:Asas pembangunan ketenagakerjaan pada dasarnya sesuai dengan asaspembangunan nasional, khususnya asas demokrasi Pancasila serta asas adildan merata. Pembangunan ketenagakerjaan mempunyai banyak dimensi danketerkaitan dengan berbagai pihak, yaitu antara pemerintah, pengusaha, danpekerja/ buruh. Oleh sebab itu, pembangunan ketenagakerjaan dilaksanakansecara terpadu dalam bentuk kerja sama yang saling menguntungkan.


19Pasal 4 UU No. 13 Tahun 2003 selanjutnya menyatakan tentang tujuanpembangunan ketenagakerjaan sebagai berikut:Pembangunan ketenagakerjaan bertujuan:a. memberdayakan dan mendayagunakan tenaga kerja secara optimal danmanusiawi;b. mewujudkan pemerataan kesempatan kerja dan penyediaan tenaga kerjayang sesuai dengan kebutuhan pembangunan nasional dan daerah;c. memberikan perlindungan kepada tenaga kerja dalam mewujudkankesejahteraan; dand. meningkatkan kesejahteraan tenaga kerja dan keluargaberikut:Berdasarkan ketentuan Pasal 4 tersebut, Hardijan Rusli menjelaskan sebagaia. Memberdayakan dan mendayagunakan tenaga kerja secara optimal danmanusiawi.Pemberdayaan dan pendayagunaan tenaga kerja merupakan suatu kegiatanyang terpadu untuk dapat memberikan kesempatan kerja seluas-luasnyabagi tenaga kerja Indonesia. Melalui pemberdayaan dan pendayagunaan inidiharapkan tenaga kerja Indonesia dapat berpartisipasi secara optimaldalam Pembangunan Nasional, namun dengan tetap menjunjung nilai-nilaikemanusiaannya sehingga dapat meningkatkan harkat, martabat, dan hargadiri tenaga kerja serta mewujudkan masyarakat sejahtera, adil, makmur, danmerata, baik materil maupun spiritual.b. Mewujudkan pemerataan kesempatan kerja dan penyediaan tenaga kerjayang sesuai dengan kebutuhan pembangunan nasional dan daerah.Pemerataan kesempatan kerja harus diupayakan di seluruh wilayah NegaraKesatuan RI sebagai satu kesatuan pasar kerja dengan memberikankesempatan yang sama untuk memperoleh pekerjaan bagi seluruh tenagakerja Indonesia sesuai dengan bakat, minat, dan kemampuannya. Demikianpula pemerataan penempatan tenaga kerja perlu diupayakan agar dapatmengisi kebutuhan di seluruh sektor dan daerah.c. Memberikan perlindungan kepada tenaga kerja dalam mewujudkankesejahteraan.Pembangunan ketenagakerjaan harus diatur sedemikian rupa sehinggaterpenuhi hak-hak dan perlindungan yang mendasar bagi tenaga kerja danpekerja/ buruh serta pada saat yang bersamaan dapat mewujudkan kondisiyang kondusif bagi pengernbangan dunia usaha.d. Meningkatkan kesejahteraan tenaga kerja dan keluarga.Masyarakat Indonesia sebagian besar adalah merupakan tenaga kerja dankeluarganya, karena itu kesejahteraan tenaga kerja dan keluarganyamempunyai andil yang besar dalam mewujudkan keadilan sosial bagiseluruh rakyat Indonesia. Masyarakat sejahtera, adil, makmur, dan merata,


20baik materil maupun spiritual tidak dapat dicapai bila tenaga kerja dankeluarganya tidak sej ahtera. Meni ngkatkan kesej ahteraan tenaga kerj a dankeluarganya merupakan bagian dalam rangka mewujudkan kesejahteraanmasyarakat Indonesia. 16Setiap tenaga kerja mempunyai hak dan kesempatan yang sama untukmemperoleh pekerjaan dan penghidupan yang layak tanpa membedakan jeniskelamin, suku, ras, agama, dan aliran yang bersangkutan, termasuk perlakuanyang sama terhadap para penyandang cacat. Pasal 5 UU No. 13 Tahun 2003menyatakan bahwa:Setiap tenaga kerja memiliki kesempatan yang sama tanpa diskriminasiuntuk memperoleh pekerjaan.Ketentuan ini sama seperti ketentuan dalam Pasal 27 ayat (2) dan Pasal 28Dayat (2) UUD 1945 yang intinya adalah setiap orang berhak atas pekerjaan danpenghidupan yang layak bagi kemanusiaan, karena pekerjaan itu merupakan hakbagi setiap orang, maka tidak boleh ada orang yang menghalangi hak tersebutdengan cara membedakan jenis kelamin, suku, ras, agama dan aliran politik. Pasal6 UU No. 13 Tahun 2003 selanjutnya menyatakan bahwa:Setiap pekerja/buruh berhak memperoleh perlakuan yang sama tanpadiskriminasi dari pengusaha.Hardijan Rusli mengatakan bahwa pengertian “pengusaha” dalam Pasal 6ini perlu mendapat perhatian karena pengertian pengusaha secara umum adalah:a. Orang perorangan, persekutuan, atau badan hukum yang menj alankan suatuperusahaan milik sendiri.b. Orang perorangan, persekutuan, atau badan hukum yang secara berdirisendiri menjalankan perusahaan bukan miliknya.c. Orang perorangan, persekutuan, atau badan hukum yang berada diIndonesia mewakili perusahaan, baik miliknya sendiri maupun bukanmiliknya sendiri yang berkedudukan di luar Indonesia. 171617Ibid. hal. 15-16Ibid. hal. 17


Hardijan Rusli lebih jauh lagi menjelaskan sebagai berikut:21Secara umum pengertian penguasaha adalah mencakup orang pribadi,persekutuan atau badan hukum yang menjalankan suatu perusahaan.Sedangkan pengertian pengusaha dalam Pasal 6 ini harus dibaca sehubungandengan pengertian dari kata pekerja/buruh, yaitu setiap orang yang terikatdalam suatu hubungan kerja, sehingga pengertian pengusaha dalam Pasal 6adalah pengusaha yang terikat dalam suatu hubungan kerja denganpekerja/buruh tersebut atau pengusaha yang memberikan pekerjaan padapekerja/buruh tersebut. Dengan kata lain, pengusaha dalam Pasal 6 ini adalahpengusaha tertentu, maksudnya pengusaha yang memberi pekerjaan kepadapekerja/buruh tersebut saja atau pengusaha yang terikat dalam hubungan kerjadengan pekerja tersebut. 18Pengusaha yang memberikan pekerjaan itu (tidak mencakup pengusahalainnya karena pengusaha lainnya tidak terikat hubungan kerja denganpekerja/buruh) harus memberikan hak dan kewajiban pekerja/buruh tanpamembedakan jenis kelamin, suku, ras, agama, warna kulit dan aliran politik.Karena dalam UU No. 13 Tahun 2003 ini tidak diberikan definisinya, maka perlujuga dikaji untuk kepastian hukum, yaitu:a. Pengertian orang pribadi, pesekutuan atau badan hukum yang menjalankansuatu perusahaan itu mencakup siapa saja Apakah hanya tingkat direktursaja termasuk sebagai pengusaha ? atau pengusaha itu mencakup tingkatanmana saja, asal merupakan atasan dari pekerja/buruh dapat dianggapsebagai pengusaha ?Begitu pula dalam hubungannya dengan Pasal 5, apakah bagian informasidapat dianggap sebagai pengusaha atau perlakuan yang membedakan itutidak membedakan siapa subjek pelakunya, baik itu pengusaha atau bukandapat dikenakan ancaman pelanggaran Pasal 5 ini?b. Pengertian diskirminasi mencakup perbuatan apa saja ?Mengingat Pasal 5 dan Pasal 6 adalah merupakan peraturan untukmemberikan perlindungan hukum bagi tenaga kerja (termasukpekerja/buruh) maka pengertian pengusaha ini harus diartikan secara luas,yaitu mencakup siapa saja yang menjalankan tugas dalam perusahaan atauyang merupakan atasan dari pekerja/buruh. 1918 Ibid.19Ibid. hal. 18


Pasal 5 merupakan perlindungan bagi tenaga kerja, yang mencakup:22a. Orang yang belum bekerja, yaitu orang yang tidak terikat dalam hubungankerja, danb. Orang yang sedang terikat dalam hubungan kerja (pekerja/buruh), karenaorang yang terikat dalam suatu hubungan kerja juga berhak untukmendapatkan pekerjaan yang lebih baik atau yang lebih disukai olehpekerja/buruh.Sedangkan Pasal 6 merupakan perlindungan bagi pekerja/buruh (orang yangsedang dalam ikatan hubungan kerja saja. Selain itu, perbedaan Pasal 5 denganPasal 6 adalah mengenai subjek pelakunya. Pasal 5 berlaku bagi siapa saja,dalam arti tidak terbatas bagi pengusaha tertentu saja, melainkan mencakuppengertian pengusaha secara umum, artinya bisa pengusaha atau siapa saja dansebagainya, termasuk pengusaha perusahaan penempatan tenaga kerja, tetapidalam Pasal 6 subjek pelakunya adalah terbatas bagi pengusaha yangmempekerjakan pekerja/buruh tersebut. 20Sanksi hukum atas orang yang melanggar Pasal 5 dan Pasal 6 UU No. 13Tahun 2003 adalah berupa sanksi administratif, yang dapat berupa:a. teguranb. peringatan tertulisc. pembatalan kegiatan usahad. pembekuan kegiatan usahae. pembatalan persetujuanf. pembatalan pendaftarang. pemberhentian sementara sebagian atau seluruh alat produksh. pencabutan izinPejabat yang dapat mengenakan sanksi administrasi adalah Menteri TenagaKerja atau pejabat yang ditunjuknya. 21C. Perjanjian KerjaPasal 1 angka 15 UU No. 13 Tentang Ketenagakerjaan telah menyatakanpengertian bahwa:Hubungan kerja adalah hubungan antara pengusaha dengan pekerja/buruhberdasarkan perjanjian kerja, yang mempunyai unsur pekerjaan, upah danperintah2021Ibid. hal. 18-19Ibid. hal. 19


23Pada dasarnya, hubungan kerja yaitu hubungan antara pekerja dan pengusaha,terjadi setelah diadakan perjanjian oleh pekerja dengan pengusaha, di mana pekerjamenyatakan kesanggupannya untuk bekerja pada pengusaha dengan menerima upahdan di mana pengusaha menyatakan kesanggupannya untuk mempekerjakan pekerjadengan membayar upah. Perjanjian yang sedemikian itu disebut perjanjian kerja.Dari pengertian tersebut jelaslah bahwa hubungan kerja sebagai bentuk hubunganhukum lahir atau tercipta setelah adanya perjanjian kerja antara pekerja denganpengusaha. Menurut Hartono Widodo dan Judiantoro:Hubungan kerja adalah kegiatan-kegiatan pengerahan tenaga/jasa seseorangsecara teratur demi kepentingan orang lain yang memerintahnya(pengusaha/majikan) sesuai dengan perjanjian kerja yang telah disepakati. 22Selanjutnya Tjepi F. Aloewir, mengemukakan bahwa:Pengertian hubungan kerja adalah hubungan yang terjalin antara pengusahadan pekerja yang timbul dari perjanjian yang diadakan untuk jangka waktutertentu maupun tidak tertentu. Hubungan kerja pada dasarnya meliputi hal-halmengenai:1. Pembuatan perjanjian kerja (merupakan titik tolak adanya suatu hubungankerja)2 Kewajiban pekerja (yaitu melakukan pekerjaan, sekaligus merupakan hak daripengusaha atas pekerjaan tersebut)3. Kewajiban Pengusaha (yaitu membayar upah kepada pekerja, sekaligusmerupakan hak dari si pekerja atas upah)4. Berakhirnya hubungan kerja5. Cara penyelesaian perselisihan antara pihak-pihak yang bersangkutan. 23Perbedaan kedudukan secara ekonomi dan sosial antara pekerja/buruh danpengusaha menimbulkan hubungan subordinatif yang terbingkai dalam hubungankerja sehingga menimbulkan posisi tidak semitrikal antar keduanya. Dalam konteks22Hartono Widodo dan Judiantoro. 1992. Segi Hukum Penyelesaian Perselisihan Perburuhan.Rajawali Pers. Jakarta. hal. 10.23Tjepi F. Aloewic. 1996. Naskah Akademis Tentang Pemutusan Hubungan Kerja danPenyelesaian Perselisihan Industrial. Cetakan ke-1 1 .BPHN. Jakarta. hal. 32.


inilah hukum dijadikan sarana guna memberikan perlindungan terhadappekerja/buruh, karena sebagai konsekwensi dari hubungan kerja munculah hak dankewajiban yang oleh hukum harus dijaga dan dilindungi. Menurut Soepomosebagaimana dikutip Abdul Khakim:Hubungan kerja ialah suatu hubungan antara seorang buruh dan seorangmajikan dimana hubungan kerja itu terjadi setelah adanya perjanjian kerja antarakedua belah pihak. Mereka terikat dalam suatu perjanjian, di satu pihakpekerja/buruh bersedia bekerja dengan menerima upah dan pengusahamempekerjakan pekerja/buruh dengan memberi upah. 24Dasar hubungan kerja adalah perjanjian kerja yang kemudian memunculkanunsur pekerjaan, upah dan perintah. Hal ini sebagaimana dikatakan oleh AdrianSutedi sebagai berikut:Yang menjadi dasar hubungan kerja adalah perjanjian kerja. Atas dasarperjanjian kerja itu kemudian muncul unsur pekerjaan, upah dan perintah.Dengan demikian hubungan kerja tersebut adalah sesuatu yang abstrak,sedangkan perjanjian kerja adalah sesuatu yang konkret atau nyata. Denganadanya perjanjian kerja, akan ada ikatan antara pengusaha dan pekerja. Denganperkataan lain, ikatan karena adanya perjanjian kerja inilah yang merupakanhubungan kerj a. 251. Pengertian Perjanjian KerjaSecara umum pengertian dari perjanjian kerja dapat dilihat dalam Pasal 1angka 14 UU No. 13 Tahun 2003 yang menyatakan:Perjanjian kerja adalah perjanjian antara pekerja/buruh dengan pengusahaatau pemberi kerja yang memuat syarat-syarat kerja, hak, dan kewajiban parapihak.R. Subekti mengemukakan pendapatnya tentang pengertian perjanjian kerjasebagai berikut:2024Abdul Khakim. 2007. Pengantar Hukum Ketenagakerjaan Indonesia, Berdasarkan UUNo. 13 Tahun 2003 PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, hal. 25.25Adrian Sutedi. 2009. Hukum Perburuhan. Sinar Grafika. Jakarta, hal. 45.


25Perjanjian kerja adalah perjanjian antara seorang buruh dengan majikan,perjanjian mana ditandai oleh ciri-ciri adanya suatu upah atau gaji tertentuyang diperjanjikan dan adanya suatu hubungan di peratas (bahasa Belanda“dierstverhanding”) yaitu suatu hubungan berdasarkan mana pihak yang satu(majikan) berhak memberikan perintah-perintah yang harus ditaati oleh pihakyang lain (buruh) 26Selain pengertian normatif seperti tersebut di atas, Imam Soepomo,sebagaimana dikutip oleh Lalu Husni berpendapat bahwa:Perjanjian kerja adalah suatu perjanjian dimana pihak ke satu (buruh),mengikatkan diri untuk bekerj a dengan menerima upah dari pihak kedua yaknimajikan, dan majikan mengikatkan diri untuk memperkerjakan buruh denganmembayar upah. 27Pembuatan perjanjian kerja dapat dilakukan baik secara tertulis maupunlisan, hal ini sebagaimana diatur dalam Pasal 51 UU No. 13 Tahun 2003 yangmenyatakan:(1) Perjanjian kerja dibuat secara tertulis atau lisan.(2) Perjanjian kerja yang dipersyaratkan secara tertulis dilaksanakan sesuaidengan peraturan perundang undangan yang berlaku.Pasal 52 lebih lanjut menyatakan sebagai berikut:(1) Perjanjian kerja dibuat atas dasar :a. kesepakatan kedua belah pihak;b. kemampuan atau kecakapan melakukan perbuatan hukum;c. adanya pekerj aan yang diperj anj ikan; dand. pekerjaan yang diperjanjikan tidak bertentangan dengan ketertibanumum, kesusilaan, dan peraturan perundang undangan yang berlaku.(2) Perj anj ian kerj a yang dibuat oleh para pihak yang bertentangan denganketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a dan b dapatdibatalkan.(3) Perj anj ian kerj a yang dibuat oleh para pihak yang bertentangan denganketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf c dan d batal demihukum.26R. Subekti. 1992. Aneka Perjanjian. Citra Aditya Bakti. Bandung. hal. 63.27Lal u Husni. 2003. Pengantar Hukum Ketenagakerjaan Indonesia. Raj aGrafindo Persada.Jakarta. hal. 54-55


26Biaya yang timbul dari diadakannya pembuatan perjanjian kerja merupakantanggung jawab pengusaha, hal ini sebagaimana diatur dalam Pasal 53 yangmenyatakan:Segala hal dan/atau biaya yang diperlukan bagi pelaksanaan pembuatanperjanjian kerja dilaksanakan oleh dan menjadi tanggung jawab pengusaha.Konsep pekerja/buruh, pemberi kerja, pengusaha dan perusahaan adalahkonsep sebagaimana tertuang dalam Pasal 1 angka 3, angka 4, angka 5 dan angka6 UU No. 13 Tahun 2003. Pasal 1 angka 3 menyatakan tentang pengertian pekerjaatau buruh sebagai berikut:Pekerja/buruh adalah setiap orang yang bekerja dengan menerima upah atauimbalan dalam bentuk lain.bahwa:Sedangkan pengertian pemberi kerja ditentukan pada Pasal 1 angka 4Pemberi kerja adalah orang perseorangan, pengusaha, badan hukum, ataubadan-badan lainnya yang mempekerjakan tenaga kerja dengan membayarupah atau imbalan dalam bentuk lain.Pasal 1 angka 5 selanjutnya menyatakan tentang pengertian pengusaha:Pengusaha adalah:a. orang perseorangan, persekutuan, atau badan hukum yang menjalankansuatu perusahaan milik sendiri;b. orang perseorangan, persekutuan, atau badan hukum yang secara berdirisendiri menjalankan perusahaan bukan miliknya;c. orang perseorangan, persekutuan, atau badan hukum yang berada diIndonesia mewakili perusahaan sebagaimana dimaksud dalam huruf a danb yang berkedudukan di luar wilayah Indonesia.


Pasal 1 angka 6 menyatakan tentang pengertian perusahaan sebagai berikut:27Perusahaan adalah:a. Setiap bentuk usaha yang berbadan hukum atau tidak, milik orangperseorangan, milik persekutuan, atau milik badan hukum, baik milikswasta maupun milik negara yang mempekerjakan pekerja/buruh denganmembayar upah atau imbalan dalam bentuk lain;b. Usaha-usaha sosial dan usaha-usaha lain yang mempunyai pengurus danmempekerjakan orang lain dengan membayar upah atau imbalan dalambentuk lain.2. Unsur-unsur Perjanjian KerjaBerdasarkan pengertian perjanjian kerja, Lalu Husni memberikankesimpulan mengenai unsur dari perjanjian kerja yakni:a. Adanya unsur work atau pekerjaanDalam suatu perjanjian kerja harus ada pekerjaan yang diperjanjikan(obyek perjanjian), pekerjaan tersebut haruslah dilakukan sendiri olehpekerja, hanya dengan seizin majikan dapat menyuruh orang lain. Hal inidijelaskan dalam KUHPerdata pasal 1603a yang berbunyi:Buruh wajib melakukan sendiri pekerjaannya; hanya dengan seizin majikania dapat menyuruh orang ketiga menggantikannya.Sifat pekerjaan yang dilakukan oleh pekerja itu sangat pribadi karenabersangkutan dengan keterampilan/keahliannya, maka menurut hukum jikapekerja meninggal dunia maka perjanjian kerja tersebut putus demi hukum.b. Adanya unsur perintahManifestasi dari pekerjaan yang diberikan kepada pekerja oleh pengusahaadalah pekerja yang bersangkutan harus tunduk pada perintah pengusahauntuk melakukan pekerjaan sesuai dengan yang diperjanjikan. Di sinilahperbedaan hubungan kerja dengan hubungan lainya, misalnya hubunganantara dokter dengan pasien, pengacara dengan klien. Hubungan tersebutbukan merupakan hubungan kerja karena dokter, pengacara tidak tundukpada perintah pasien atau klien.c. Adanya unsur upahUpah memegang peranan penting dalam hubungan kerja (perjanjian kerja),bahkan dapat dikatakan bahwa tujuan utama seorang pekerja bekerja padapengusaha adalah untuk memperoleh upah. Sehingga jika tidak ada unsurupah, maka suatu hubungan tersebut bukan merupakan hubungan kerja.Seperti seorang narapidana yang diharuskan untuk melakukan pekerjaantertentu, seorang mahasiswa perhotelan yang sedang melakukan praktiklapangan di hotel.2828Ibid. hal. 55-57


3. Syarat Sahnya Perjanjian Kerja28Lalu Husni memberikan penjelasan mengenai empat syarat sahnyaperjanjian sebagai berikut:Kesepakatan kedua belah pihak yang lazim disebut kesepakatan bagiyang mengikatkan dirinya maksudnya bahwa pihak-pihak yang mengadakanperjanjian kerja harus setuju atau sepakat, setia-sekata mengenai hal-hal yangdiperjanjkan. Apa yang dikehendaki pihak yang satu dikehendaki pihak yanglain. Pihak pekerja menerima pekerjaan yang ditawarkan, dan pihakpengusaha menerima pekerja tersebut untuk dipekerjakan.Kemampuan atau kecakapan kedua belah pihak yang membuatperjanjian maksudnya pihak pekerja maupun pengusaha cakap membuatperjanjian. Seseorang dipandang cakap membuat perjanjian jika yangbersangkutan telah cukup umur. Ketentuan hukum ketenagakerjaanmemberikan batasan umur minimal 18 tahun, sebagaimana diatur pada Pasal 1angka 26 yang menyatakan bahwa anak adalah setiap orang yang berumurdibawah 18 (delapan belas) tahun. Selain itu seseorang dikatakan cakapmembuat perjanjian jika orang tersebut tidak terganggu jiwanya atau waras.Adanya pekerjaan yang diperjanjikan, dalam istilah Pasal 1320 ayat (3)KUHPerdata adalah hal tertentu atau suatu pokok persoalan tertentu.Pekerjaan yang diperjanjikan merupakan obyek dari perjanjian kerja anatarpekerja dengan pengusaha, yang akibat hukumnya melahirkan hak dankewajiban para pihak. Obyek perjanjian (pekerjaan) harus halal yakni tidakboleh bertentangan dengan undang-undang, ketertiban umum, dan kesusilaan.Jenis pekerjaan yang diperjanjikan merupakan salah satu unsur perjanjiankerja yang harus disebutkan secara jelas. 29Keempat syarat tersebut bersifat komulatif, sebagaimana dikatakan olehLalu Husni sebagai berikut:Keempat syarat tersebut bersifat kumulatif artinya harus dipenuhi semuanyabaru dapat dikatakan bahwa perjanjian tersebut sah. Syarat kemauan bebaskedua belah pihak dan kemampuan atau kecakapan kedua belah pihak dalammembuat perjanjian dalam hukum perdata disebut sebagai syarat subyektifkarena menyangkut mengenai orang yang membuat perjanjian, sedangkansyarat adanya pekerjaan yang diperjanjikan dan pekerjaan yang diperjanjikanharus halal disebut sebagai syarat obyektif karena menyangkut obyekperjanjian. Kalau syarat obyektif tidak dipenuhi, maka perjanjian itu bataldemi hukum artinya dari semula perjanjian tersebut dianggap tidak pernahada. Jika yang tidak dipenuhi syarat subyektif, maka akibat hukum dariperjanjian tersebut dapat dibatalkan, pihak yang tidak memberikan persetujuan29Ibid. hal. 57-58


29secara tidak bebas, demikian juga oleh orang tua/wali atau pengampu bagiorang yang tidak cakap membuat perjanjian dapat meminta pembatalanperjanjian itu kepada hakim. Dengan demikian perjanjian tersebut mempunyaikekuatan hukum selama belum dibatalkan oleh hakim. 304. Bentuk dan Jangka Waktu Perjanjian KerjaBentuk perjanjian kerja dapat dilakukan baik secara tertulis maupun lisan.Secara normatif, bentuk tertulis dalam perjanjian kerja menjamin kepastian hakdan kewajiban para pihak, sehingga jika terjadi perselisihan kan sangat membantuproses pembuktian. Bentuk tertulis dan lisan dalam perjanjian kerja inisebagaimana diatur dalam Pasal 51 UU No. 13 Tahun 2003 sebagai berikut:(1) Perjanjian kerja dibuat secara tertulis atau lisan.(2) Perjanjian kerja yang dipersyaratkan secara tertulis dilaksanakan sesuaidengan peraturan perundang undangan yang berlaku.Kenyataan dalam praktek menunjukkan bahwa masih banyak perusahaanyang tidak atau belum membuat perjanjian kerja secara tertulis disebabkan karenaketidakmampuan sumber daya manusia maupun karena kelaziman, sehingga atasdasar kepercayaan membuat perjanjian secara lisan.Perjanjian kerja yang dibuat utuk waktu tertentu harus dibuat secara tertulis,sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 57 ayat (1) UU No. 13 Tahun 2003 sebagaiberikut:Perjanjian kerja untuk waktu tertentu dibuat secara tertulis serta harusmenggunakan bahasa Indonesia dan huruf latin.Lalu Husni menjelaskan bahwa:Ketentuan Pasal 57 ayat (1) tersebut dimaksudkan untuk lebih mejamin ataumenjaga hal-hal yang tidak diinginkan sehubungan dengan berakhirnyakontrak kerja. Perjanjian kerja untuk waktu tertentu tidak boleh mensyaratkan30Ibid. hal. 57


30adanya masa percobaan. Masa percobaan adalah masa atau waktu untukmenilai kinerja dankesungguhan, keahlian seorang pekerja. Lama masapercobaan adalah 3 bulan. Dalam masa percobaan, pengusaha dapatmengakhiri hubungan kerja secara sepihak (tanpa izin dari pejabat yangberwenang). Ketentuan yang tidak membolehkan adanya masa percobaandalam perjanjian kerja untuk waktu tertentu karena perjanjian kerja berlangsugrelatif singkat. Dalam masa percobaan ini pengusaha dilarang membayar upahdi bawah upah minimum yang berlaku. 31Jangka waktu perjanjian kerja dapat dibuat untuk waktu tertentu bagihubungan kerja yang dibatasi jangka waktu berlakunya, dan waktu tidak tertentubagi hubungan kerja yang tidak dibatasi jangka waktu berlakunya atau selesainyapekerjaan tertentu. Lalu Husni dalam hal ini menjelaskan lebih lanjut sebagaiberikut:Perjanjian kerja yang dibuat untuk waktu tertentu lazimnya disebut denganperjanjian kontrak atau perjanjian kerja tidak tetap. Status pekerjanya adalahpekerja tidak tetap atau pekerja kontrak. Sedangkan untuk perjanjian kerjayang dibuat untuk waktu tidak tertentu biasanya disebut dengan perjanjiankerja tetap dan status pekerjanya adalah pekerja tetap. 32Pasal 59 ayat (1) UU No. 13 Tahun 2003 selanjutnya menyatakan sebagai berikut:Perjanjian kerja untuk waktu tertentu hanya dapat dibuat untuk pekerjaantertentu yang menurut jenis dan sifat atau kegiatan pekerjaannya akan selesaidalam waktu tertentu, yaitu:a. pekerjaan yang sekali selesai atau yang sementara sifatnya;b. pekerjaan yang diperkirakan penyelesaiannya dalam waktu yang tidakterlalu lama dan paling lama 3 (tiga) tahun;c. pekerjaan yang bersifat musiman; ataud. pekerjaan yang berhubungan dengan produk baru, kegiatan baru, atauproduk tambahan yang masih dalam percobaan atau penjajakan.Berdasarkan ketentuan tersebut di atas, maka jelaslah bahwa perjanjiankerja untuk waktu tertentu tidak dapat diadakan untuk pekerjaan yang bersifattetap.3132Ibid. hal. 60-61Ibid. hal. 60


5. Kewajiban Para Pihak dalam Perjanjian Kerja31Kewajiban para pihak dalam suatu perjanjian umumnya disebut prestasi.Dalam hal prestasi ini R. Subekti. menjelaskan sebagai berikut:Suatu pihak yang memperoleh hak-hak dari perjanjian itu juga menerimakewajiban-kewajiban yang merupakan kebalikan dari hak yang diperolehnya,dan sebaliknya suatu pihak yang memikul kewajiban-kewajiban jugamemperoleh hak yang dianggap sebagai kebalikan kewajiban-kewajiban yangdibebankan kepadanya. 33Zaeni Ashadie, di pihak lain menjelaskan sebagai berikut:Dalam perjanjian kerja, karena merupakan salah satu dari bentuk khususperjanjian, maka apa yang menjadi hak pekerja/buruh akan menjadi kewajibanpengusaha, dan sebaliknya apa yang menjadi hak pengusaha akan menjadikewajiban pekerja/buruh. 34Berdasarkan pendapat di atas, maka selanjutnya dapat diuraikan mengenaikewajiban para pihak dalam perjanjian sebagai berikut:a. Kewajiban Pekerja/BuruhJika dirinci satu per satu, banyak sekali kewajiban pekerja/buruh, hanyasaja yang perlu diingat, dalam hal melaksanakan kewajibannya itu,pekerja/buruh haruslah bertindak sebagai seorang pekerja/buruh yang baik. 35Lalu Husni menjelaskan bahwa pada intinya kewajiban pekerja/buruhadalah sebagai berikut:1) Buruh/pekerja wajib melakukan pekerjaan. Melakukan pekerjaan adalahtugas utama dari seorang pekerja yang harus dilakukan sendiri. Untukitulah mengingat pekerjaan yang dilakukan oleh pekerja yang sangatpribadi sifatnya karena berkaitan dengan keahliannya, maka berdasarkanketentuan peraturan perundangan jika pekerja meninggal dunia, makahubungan kerja berakhir dengan sendirinya demi hukum.33R. Subekti. 1992. Op. Cit. hal. 29-3034Zaeni Ashadie. 2007. Hukum Kerja: Hukum Ketenagakerjaan Bidang Hubungan Kerja.PT. RajaGrafindo Persada. Jakarta. hal. 60.35Ibid. hal. 61


322) Buruh/pekerja menaati aturan dan petunjuk pengusaha. Dalam melakukanpekerjaan pekerja wajib menaati petunjuk yang diberikan oleh pengusaha.Aturan yang wajib ditaati oleh pekerja sebaiknya dituangkan dalamperaturan perusahaan sehingga menjadi jelas ruang lingkup dari petunjuktersebut. 36b. Kewajiban PengusahaKewajiban utama pengusaha dengan adanya hubungan kerja denganpekerja/buruh adalah membayar upah. Lalu Husni mengemukakanpendapatnya tentang kewajiban pengusaha sebagai berikut:1) Kewajiban membayar upah. Dalam hubungan kerja, kewajiban utamapengusaha adalah membayar upah kepada pekerjanya secra tepat waktu.2) Kewajiban memberikan istirahat/cuti. Pihak pengusaha diwajibkan untukmemberikanistirahat tahunankepada pekerja secara teratur. Hak atasistirahat ini penting artinya untuk menghilangkankejenuhanpekerja dalammelakukanpekerjaan. Dengan demikian diharapkan gairah kerja akantetap stabil.3) Kewajiban mengurus perawatan dan pengobatan. Dalam perkembanganhukum ketenagakerjaan, kewajiban ini tidak hanya terbatas pada pekerjayang bertempat tinggal di rumah majikan, tetapi juga bagi pekerja yangtidak bertempat tinggal di rumah majikan. Perlindungan bagi tenaga kerjayang sakit, kecelakaan, kematian telah dijamin melalui perlindunganJamsostek sebagaimana diatur dalam UU No. 3 Tahun 1997 tentangJamsostek.4) Kewajiban memberikan surat keterangan. Pengusaha wajib memberikansurat keterangan yang diberi tanggal dan dibubuhi tanda tangan. Dalamsurat keterangan tersebut dijelaskan mengenai sifat pekerjaan yangdilakukan, lamanya masa kerja. Surat keterangan juga diberikanmeskipun inisiatif pemutusan hubungan kerja datangnya dari pihakpekerja. Surat keterangan tersebut penting artinya sebagai bekal pekerjadalam mencaripekerjaan baru, sehingga ia diperlakukan sesuai denganpengalaman kerjanya. 37Kewajiban pengusaha yang telah dipaparkan di atas merupakan hak pekerja,sebaliknya kewajiban pekerja merupakan hak pengusaha.3637Lalu Husni. 2003.Op. Cit. hal. 62.Ibid. hal. 62-64


33D. Outsourcing1. Pengaturan OutsourcingUU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan tidak secara tegasmemberikan pernyataan tentang outsourcing, namun hanya memberikan batasantentang penyerahan sebagian pekerjaan dari satu perusahaan ke perusahaan(penyedia jasa pekerja) untuk melaksanakan pekerjaan tersebut. Pasal 64 dalamhal ini menyatakan bahwa:Perusahaan dapat menyerahkan sebagian pelaksanaan pekerjaan kepadaperusahaan lainnya melalui perjanjian pemborongan pekerjaan ataupenyediaan j asa pekerja/buruh yang dibuat secara tertulisa. Pemborongan PekerjaanBerdasarkan Pasal 65 UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan,diatur bahwa:(1) Penyerahan sebagian pelaksanaan pekerjaan kepada perusahaan laindilaksanakan melalui perjanjian pemborongan pekerjaan yang dibuatsecara tertulis.(2) Pekerjaan yang dapat diserahkan kepada perusahaan lain sebagaimanadimaksud dalam ayat (1) harus memenuhi syarat-syarat sebagaiberikut:a. dilakukan secara terpisah dari kegiatan utama;b. dilakukan dengan perintah langsung atau tidak langsung daripemberi pekerjaan;c. merupakan kegiatan penunjang perusahaan secara keseluruhan; dand. tidak menghambat proses produksi secara langsung.(3) Perusahaan lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus berbentukbadan hukum.(4) Perlindungan kerja dan syarat-syarat kerja bagi pekerja/buruh padaperusahaan lain sebagaimana dimaksud dalam ayat (2 )sekurangkurangnya sama dengan perlindungan kerja dan syarat-syaratkerja pada perusahaan pemberi pekerjaan atau sesuai dengan peraturanperundang-undangan yang berlaku.


34(5) Perubahan dan/atau penambahan syarat-syarat sebagaimana dimaksuddalam ayat (2) diatur lebih lanjut dengan Keputusan Menteri.(6) Hubungan kerja dalam pelaksanaan pekerjaan sebagaimana dimaksuddalam ayat (1) diatur dalam perjanjian kerja secara tertulis antaraperusahaan lain dan pekerja/buruh yang dipekerjakannya.(7) Hubungan kerja sebagaimana dimaksud dalam ayat (6) dapatdidasarkan atas perjanjian kerja waktu tidak tertentu atau perjanjiankerja waktu tertentu apabila memenuhi persyaratan sebagaimanadimaksud dalam Pasal 59.(8) Dalam hal ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), dan ayat(3), tidak terpenuhi, maka demi hukum status hubungan kerjapekerja/buruh dengan perusahaan penerima pemborongan beralihmenjadi hubungan kerja pekerja/buruh dengan perusahaan pemberipekerjaan.(9) Dalam hal hubungan kerja beralih ke perusahaan pemberi pekerjaansebagaimana dimaksud dalam ayat (8), maka hubungan kerjapekerja/buruh dengan pemberi pekerjaan sesuai dengan hubungansebagaimana dimaksud dalam ayat (7)b. Penyediaan Jasa Pekerja/BuruhPenyediaan jasa pekerja/buruh diatur dalam Pasal 66 UU No. 13 Tahun2003 yang menyatakan bahwa:(1) Pekerja/buruh dari perusahaan penyedia jasa pekerja buruh tidak bolehdigunakan oleh pemberi kerja untuk melaksanakan kegiatan pokok ataukegiatan yang berhubungan langsung dengan proses produksi, kecualiuntuk kegiatan jasa penunjang atau kegiatan yang tidak berhubunganlangsung dengan proses produksi.(2) Penyedia jasa pekerja/buruh untuk kegiatan jasa penunjang ataukegiatan yang tidak berhubungan langsung dengan proses produksiharus memenuhi syarat sebagai berikut:a. adanya hubungan kerja antara pekerja/buruh dan perusahaanpenyedia jasa pekerja/buruh;b. perjanjian yang berlaku dalam hubungan kerja sebagaimanadimaksud pada hruf a adalah perjanjian kerja untuk waktu tertentuyang memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59dan/atau perjanjian waktu tidak tertentu yang dibuat secara tertulisdan ditandatangani oleh kedua belah pihak;c. perlindingan upah dan kesejahteraan, syarat-syarat kerja, sertaperselisihan yang timbul menjadi tanggung jawab perusahaanpenyedia jasa pekerja/buruh; dand. perjanjian antara perusahaan pengguna jasa pekerj/buruh danperusahaan lain yang bertindak sebagai perusahaan penyedia jasapekerja/buruh dibuat secara tertulis dan wajib memuat pasal-pasalsebagaimana dimaksud dalam undang-undang ini.


(3) Penyedia jasa pekerja/buruh merupakan bentuk usaha yang berbadanhukum dan memiliki izin dari instansi yang bertanggungjawab dibidang ketenagakerjaan.(4) Dalam hal ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ayat (2)huruf a, huruf b, dan huruf d serta ayat (3) tidak terpenuhii, maka demihukum status hubungan kerja antara pekerja/buruh dan perusahaanpenyedia jasa pekerja/buruh beralih menjadi hubungan kerja antarapekerja/buruh dan perusahaan pemberi pekerjaan.UU No. 13 Tahun 2003 dan Kepmenakertrans Nomor 101/Men/VI/2004tidak mengatur secara rinci klasifikasi mengenai jenis-jenis pekerjaan pokok(core business) dan pekerjaan penunjang (non core business), kategori yangditentukan bersifat umum dan tidak mengakomodir perkembangan duniausaha, sehingga dalam pelaksanaannya terjadi tumpang tindih danpenyelewengan. Pelanggaran atas ketentuan dan syarat-syarat outsourcingtidak dikenakan sanksi pidana atau sanksi adminstrasi, dalam Pasal 65 ayat (8)dan Pasal 66 ayat (4) hanya menentukan apabila syarat-syarat outsourcingtersebut tidak terpenuhi, maka demi hukum status hubungan kerja antarapekerja/buruh dengan vendor beralih menjadi hubungan kerja antarapekerja/buruh dengan principal. Artinya principal hanya dibebani untukmenj ali n hubungan kerj a dengan pekerj a/buruh dengan segala konsekwensi nyaapabila syarat-syarat outsourcing tidak terpenuhi.352. Makna OutsourcingMakna outsourcing menurut Thomas L. Wheelen dan J.David Hunger,sebagaimana dikutip Amin Widjaja, adalah:Outsourcing is a process in which resources are purchased from othersthrough long-term contracts instead of being made with the company”(terjemahan bebasnya; Outsourcing adalah suatu proses dimana sumbersumberdaya dibeli dari orang lain melalui kontrak jangka panjang sebagaiganti yang dulunya dibuat sendiri oleh perusahaan) Pengertian di atas lebihmenekankan pada istilah yang berkaitan dengan proses “Alih Daya” dari suatuproses bisnis melalui sebuah perjanjian/kontrak.3838 Amin Widjaja. 2008. Outsourcing Konsep dan Kasus. Harvarindo. Jakarta. hal 11


Sementara menurut Libertus Jehani:36Outsourcing adalah penyerahan pekerjaan tertentu suatu perusahaan kepadapihak ketiga yang dilakukan dengan tujuan untuk membagi risiko danmengurangi beban perusahaan tersebut. Penyerahan pekerjaan tersebutdilakukan atas dasar perjanjian kerjasama operasional antara perusahaanpemberi kerja (principal) dengan perusahaan penerima pekerjaan (perusahaanoutsourcing). 39Amin Widjaja, mengutip pendapat Mason A. Carpenter dan Wm. GeraldSanders, memberikan pengertian mengenaikonsep outsourcing sebagai berikut:a. Outsourcing is activity performed for a company by people other than itsfull-time employees. (Outsourcing adalah aktivitas yang dilakukan untuksuatu perusahaan oleh orang-orang selain para karyawan yang bekerjapenuh-waktu)b. Outsourcing is contracting with external suppliers to perform certain partsof a company’s normal value chain of activities. Value chain is totalprimary and support value-adding activites by which a firm produce,distribute, and market a product. (Outsourcing merupakan kontrak kerjadengan penyedia/pemasok luar untuk mengerjakan bagian-bagian tertentudari nilai rantai aktivitas-aktivitas normal perusahaan. Rantai nilaimerupakan aktivitas-aktivitas primer total dan pendukung tambahan nilaidi mana perusahaan menghasilkan, mendistribusikan dan memasarkansuatu produk). 40Terdapat perbedaan pengertian antara pemborongan pekerjaan dalamKUHPerdata dengan pemborongan pekerjaan dalan UU No. 13 Tahun 2003,dalam KUH Perdata semata-mata pemborongan dengan obyek pekerjaan tertentusedangkan dalam UU No. 13 Tahun 2003 selain mengatur pemboronganpekerjaan juga mengatur penyediaan jasa pekerja/buruh untuk melaksanakanpekerjaan tertentu. Outsourcing juga berbeda dengan kontrak kerja biasa. Kontrakkerja biasa umumnya sekedar menyerahkan pekerjaan tertentu kepada pihakketiga untuk jangka pendek dan tidak diikuti dengan transfer sumber dayamanusia, peralatan atau asset perusahaan. Sedangkan dalam outsourcing,3940Libertus Jehani. 2008. Hak-Hak Karyawan Kontrak. Forum Sahabat. Jakarta. hal.1Ibid, hal 12.


33kerjasama yang diharapkan adalah untuk jangka panjang (long term) sehinggaselalu diikuti dengan transfer sumberdaya manusia, peralatan atau assetperusahaan. 41Dalam praktik outsourcing terdapat tiga pihak yang melakukan hubunganhukum, yaitu pihak perusahaan pemberi kerja, pihak perusahaan penerimapekerjaan atau penyedia jasa tenaga kerja dan pihak pekerja/buruh, dimanahubungan hukum pekerja/buruh bukan dengan perusahaan principal tetapi denganperusahaan penerima pekerjaan. Penentuan sifat dan jenis pekerjaan tertentu yangdapat di-outsource merupakan hal yang prinsip dalam praktik outsourcing, karenahanya sifat dan jenis atau kegiatan penunjang perusahaan saja yang boleh dioutsource,outsourcing tidak boleh dilakukan untuk sifat dan jenis kegiatanpokok.Konsep dan pengertian usaha pokok atau (core business) dan kegiatanpenunjang atau (non core business) adalah konsep yang berubah danberkembangsecara dinamis. Pan Mohamad Fais, mengutip pendapat Alexanderdan Young, mengatakan bahwa ada empat pengertian yang dihubungkan dengancore activity atau core business. Keempat pengertian itu ialah:a. Kegiatan yang secara tradisional dilakukan di dalam perusahaan.b. Kegiatan yang bersifat kritis terhadap kinerja bisnis.c. Kegiatan yang menciptakan keunggulan kompetitif baik sekarang maupundi waktu yang akan datang.d. Kegiatan yang akan mendorong pengembangan yang akan datang, inovasi,atau peremajaan kembali. 4241Sehat Damanik, 2006. Outsourcing & Perjanjian Kerja menurut UU. No.13 Tahun 2003tentang Ketenagakerjaan. DSS Publishing. Jakarta, hal. 3842Pan Mohamad Fais. Jurnal Hukum, Outsourcing (Alih Daya) dan Pengelolaan TenagaKerja di Perusaahaan. Diaksese melalui http//www.makeproverty history.org. Pada tanggal 10Juni 2011


38Ketetapan akan sifat dan jenis pekerjaan penunjang perusahaan secarakeseluruhan saja yang boleh di-outsource ini berlaku dalam dua jenis outsourcing,baik pemborongan pekerjaan maupun penyediaan jasa pekerja/buruh.3. Manfaat OutsourcingKecenderungan beberapa perusahan untuk mempekerjakan karyawandengan sistem outsourcing pada saat ini, umumnya dilatarbelakangi oleh strategiperusahan untuk melakukan efisiensi biaya produksi (cost of production) Denganmenggunakan sistem outsourcing pihak perusahaan berusaha untuk menghematpengeluaran dalam membiayai sumber daya manusia (SDM) yang bekerja diperusahaan yang bersangkutan. 43Bagi perusahaan-perusahaan besar, outsourcing sangat bermanfaat untukmeningkatkan keluwesan dan kreativitas usahanya dalam rangka meningkatkanfokus bisnis, menekan biaya produksi, menciptakan produk unggul yangberkualitas, mempercepat pelayanan dalam memenuhi tuntutan pasar yangsemakin kompetitif serta membagi resiko usaha dalam berbagai masalah termasukketenagakerjaan. Dengan outsourcing memberi peluang kepada pengusaha untukmelakukan efisiensi dan menghindari risiko/ekonomis seperti beban yangberkaitan dengan masalah ketenagakerjaan. Untuk memperoleh keunggulankompetitif, ada dua hal yang dilakukan oleh pengusaha berkaitan denganketenagakerjaan, yakni melakukan hubungan kerja dengan pekerja melaluiPerjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) dan melakukan Outsourcing. 444344Adrian Sutedi. 2009. Op.Cit. hal 217.Sehat Damanik. 2006. Op. Cit .hal. 19


35Menurut Sehat Damanik, alasan perusahaan melakukan outsourcing, yaitu:a. Meningkatkan fokus perusahaan;b. Memanfaatkan kemampuan kelas dunia;d. Mempercepat keuntungan yang diperoleh dari reengineering;d. Membagi resiko;e. Sumber daya sendiri dapat dipergunakan untuk kebutuhan-kebutuhan lain;f. Memungkinkan tersedianya dana kapital;g. Menciptakan dana segar;h. Mengurangi dan mengendalikan biaya operasi;i. Memperoleh sumber daya yang tidak dimiliki sendiri;j. Memecahkan masalah yang sulit dikendalikan atau dikelola. 45Manfaat outsourcing bagi masyarakat adalah untuk perluasan kesempatankerja, hal ini sebagaimana dikatakan oleh Iftida Yasar, Wakil Sekretaris JenderalAsosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), yang mengatakan:Bisnis outsourcing cukup menjanjikan karena di negara lain kontribusinyacukup besar, outsourcing sebagai salah satu solusi dalam menanggulangibertambahnya jumlah pengangguran di Indonesia, Outsourcing bisa jadi salahsatu solusi dari perluasan kesempatan kerja, jadi apapun bentuk outsourcingtersebut selama memberikan hak karyawan sesuai aturan maka akanmembantu menyelamatkan pekerja yang kena pemutusan hubungan kerja(PHK). 46Bagi pemerintah, pelaksanaan outsourcing memberikan manfaat untukmengembangkan dan mendorong pertumbuhan ekonomi masyarakat danpertumbuhan ekonomi nasional melalui pengembangan kegiatan usaha kecilmenengah dan koperasi. Keberadaan Perusahaan yang bergerak pada bidangoutsourcing besar secara tidak langsung telah membantu Pemerintah dalammengatasi pengangguran (menyerap tenaga kerja) dengan menciptakan lapanganpekerjaan baik bagi diri mereka sendiri maupun orang lain, mendorong kegiatanekonomi dan meningkatkan daya beli masyarakat. 4745Ibid. Hal.38.46Iftida Yasar. 2009. Tekan PHK Dengan Bisnis Outsourcing. Diakses melaluihttp//www.google.co.id// pada tanggal 5 Juni 2011.47Sehat Damanik. 2006. Op. Cit. hal.46.


404. Kompleksitas OutsourcingLegalisasi sistem outsourcing di Indonesia banyak mendapatkan kritikandari beberapa praktisi hukum ketenagakerjaan. Menurut Pan Mohamad Faiz,secara garis besar permasalahan hukum yang terkait dengan penerapanoutsourcing di Indonesia sebagai berikut:a. Bagaimana perusahaan melakukan klasifikasi terhadap pekerjaan utama(core business) dan pekerjaan penunjang perusahaan (non core bussiness)yang merupakan dasar dari pelaksanaan outsourcing (alih daya)?b. Bagaimana hubungan hukum antara karyawan outsourcing (alih daya)dengan perusahaan pengguna jasa outsourcing?d. Bagaimana mekanisme penyelesaian sengketa bila ada karyawanoutsource yang melanggar aturan kerja pada lokasi perusahaan pemberikerja? 48Kompleksitas outsourcing mengandung dimensi ekonomis, sosialkesejahteraan dan sosial-politik. Dari segi dimensi ekonomis karena mencakupkebutuhan pasar kerja, perluasan kesempatan kerja, pertumbuhan ekonomi danpeningkatan daya beli masyarakat serta pertumbuhan dunia usaha. Dari segi sosialkesejahteraan karena mencakup masalah pengupahan dan jaminan sosial,penetapan upah minimum, hubungan kerja, syarat-syarat kerja, perlindungantenaga kerja, keselamatan dan kesehatan kerja, penyelesaian perselisihan,kebebasan berserikat dan hubungan industrial serta peningkatan produktivitasperusahaan. Dalam praktiknya seringkali terjadi diskriminasi upah antara pekerjatetap yang bekerja pada perusahaan principal dengan pekerja/buruh outourcing(umumnya pekerja kontrak). Dengan sistem kerja kontrak, kelangsungan kerjapekerja perusahaan outsourcing tidak terjamin. Sedangkan dari segi sosial-politikmenyangkut penanggulangan pengangguran dan kemiskinan, keseimbangan48Pan Mohamad Fais. Jurnal Hukum, Outsourcing (Alih Daya) dan Pengelolaan TenagaKerja di Perusaahaan. Diaksese melalui http//www.makeproverty history.org. Pada tanggal 10Juni 2011


investasi, pembinaan hubungan industrial, peraturan perundang-undanganketenagakerjaan, penegakan hukum dan ketersediaan serta kesiapan aparatur. 4937E. Pengawasan KetenagakerjaanPenegakan hukum ketenagakerjaan dilaksanakan oleh Pegawai PengawasKetenagakerjaan sebagai aparatur negara yang bertanggungjawab untuk mengawasipenerapan hukum ketenagakerjaan. Hal ini tertuang dalam Pasal 176 UU No. 13Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan yang menyatakan:Pengawasan ketenagakerjaan dilakukan oleh pegawai pengawasketenagakerjaan yang mempunyai kompetensi dan independen guna menjaminpelaksanaan peraturan perundang-undangan ketenagakerj aan.Adapun maksud diadakannya pengawasan ketenagakerjaan, menurut HariSupriyanto, adalah sebagai berikut:1. Mengawasi berlakunya undang-undang dan peraturan perburuhan padakhususnya;2. Mengumpulkan bahan-bahan keterangan tentang soal-soal hubungan kerja dankeadaan perburuhan dalam arti yang seluas-luasnya guna membuat undangundangdan peraturan-peraturan perburuhan;3. Menjalankan pekerjaan lain-lainnya yang diserahkan kepadanya denganundang-undang atau peraturan-peraturan lainnya. 50Lalu Husni di pihak lain berpendapat sebagai berikut:Pengawasan ketenagakerjaan dimaksudkan untuk mendidik agar pengusahaselalu tunduk menjalankan ketentuan-ketentuan hukum yang berlaku sehinggaakan dapat menjamin keamanan dan kestabilan pelaksanaan hubungan kerja,karena seringkali perselisihan ketenagakerjaan diebabkan oleh pengusaha tidakmemberikan perlindungan hukum kepada pekerjanya sesuai dengan ketentuanyang berlaku. Di samping itu, pelaksanaan pengawasan ketenagakerjaan akanmenjamin pelaksanaan peratura-peraturan ketenagakerjaan di semua perusahaansecara sama, sehingga akan menjamin tidak terjadinya persaingan yang tidaksehat. 51495051Libertus Jehani. 2008. Hak-Hak Karyawan Kontrak. Forum Sahabat. Jakarta.hal.3.Hari Supriyanto. 2004. Op Cit., hal. 44Lalu Husni. 2003. Op. Cit. hal. 120


Tugas dan fungsi pengawas ketenagakerjaan menurut Djoko Triyanto, adalah:421. Mengawasi pelaksanaan semua peraturan perundang-undangan di bidangketenagakerj aan;2. Memberikan informasi, peringatan dan nasehat teknis kepada pengusaha dantenaga kerja dalam menj alankan peraturan perundangundanganketenagakerjaan agar dapat berjalan dengan baik, dan3. Melaporkan dan melakukan penyidikan berkaitan pelanggaran-pelanggaranyang dilakukan pengusaha terhadap pelaksanaan peraturan perundangundanganketenagakerjaan kepada yang lebih berwenang, setelah diberikanperingatan beberapa kali. 52F. Perlindungan Hukum Pekerja1. Makna Perlindungan HukumPerlindungan hukum adalah segala daya upaya yang dilakukan secara sadaryang bertuj uan mengusahakan pengamanan, penguasaan dan pemenuhankesejahteraan hidup sesuai dengan hak-hak asasi. Hal ini sebagaimana dikatakanoleh Sanadianto sebagai berikut:Definisi dari perlindungan hukum itu sendiri yaitu segala daya upaya yangdilakukan secara sadar oleh setiap orang maupun lembaga pemerintah, swastayang bertuj uan mengusahakan pengamanan, penguasaan dan pemenuhankesejahteraan hidup sesuai dengan hak-hak asasi yang ada. Pada prinsipnyaperlindungan hukum tidak membedakan terhadap kaum pria maupun wanita,Sistem pemerintahan negara sebagaimana yang telah dicantumkan dalamPenjelasan UUD 1945 (sebelum amandemen) diantaranya menyatakan prinsipIndonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum (rechtstaat) danPemerintah berdasar atas sistem konstitusi (hukum dasar). Elemen pokoknegara hukum adalah pengakuan dan perlindungan terhadap “fundamentalrights” (tiada negara hukum tanpa pengakuan dan perlindungan terhadap“fundamental rights”. 5352Djoko Triyanto. 2004. Hubungan Kerja di Perusahaan Jasa Konstruksi. Mandar Maju.Bandung, hal. 15953Sanadianto. 2008. Tinjauan Umum Perlindungan Hukum. Diakses melaluihttp://one.indoskripsi.com/tinjauan-umum-perlindungaan-hukum. Pada tanggal 20 Juli 2011


43Perlindungan hukum berarti perlindungan menurut hukum dan undangundangyang berlaku, dengan asumsi bahwa tidak ada orang yang mutlak salahdan tidak ada orang yang mutlak benar, sehingga seseorang yang dituduh bersalahmaka orang itu harus diperiksa dan diadili sesuai hukum dan undang-undang yangberlaku. Barita Tambunan dalam hal ini mengatakan sebagai berikut:Perlindungan hukum terdiri dari dua suku kata yaitu “perlindungan” dan“hukum”. Artinya, perlindungan menurut hukum dan undang-undang yangberlaku. Bahwa pada hakekatnya tidak ada orang yang mutlak salah dan tidakada orang yang mutlak benar. Apabila seseorang dituduh bersalah maka orangyang dituduh bersalah itu harus diperiksa dan diadili sesuai hukum danundang-undang yang berlaku. Apabila seseorang yang dituduh bersalah akantetapi diperiksa dan diadili tidak sesuai hukum dan undang-undang yangberlaku maka apa bedanya orang yang memeriksa dan mengadili denganorang yang dituduh bersalah itu. 54Erwin Yuniatiningsih di pihak lain mengemukakan pendapatnya mengenaipengertian perlindungan hukum sebagai berikut:Perlindungan hukum adalah melindungi hak setiap orang untukmendapatkan perlakuan dan perlindungan yang sama oleh hukum dan undangundang,maka oleh karena itu untuk setiap pelanggaran hukum yangdituduhkan padanya serta dampak yang diderita olehnya ia berhak pula untukmendapat hukum yang diperlukan sesuai dengan asas hukum. 55berikut:Harjono memberikan pendapatnya mengenai perlindungan hukum sebagaiBatasan-batasan mengenai “perlindungan hukum” sulit ditemukan, hal inimungkin didasari pemikiran bahwa orang telah dianggap tahu secara umumapa yang dimaksud dengan perlindungan hukum sehingga tidak diperlukanlagi sebuah konsep tentang apa yang dimaksud “perlindungan hukum”.54Barita Tambunan. 2008. Pengertian Perlindungan Hukum : Tanya Jawab. Diaksesmelal ui http://id.answers.yahoo.com/question/index?qid=20080318051947AAf1sB0 Pada tanggal20 Juli 201155Erwin Yuniatini ngsih. 2007. Kebutuhan Perlindungan Hukum Bagi Perempuan KorbanT i n d a k P i d a n a P e r k o s a a n d i I n d o n e s i a . D i a k s e s m e l a l u i :http://digilib.itb.ac.id/gdl.php?mod=browsedanop=readdanid=jiptumm-gdl-s1-2002-erwin-4869-


hal .13.pidanadanq=Nasional. Pada tanggal 20 Juli 2011


45Konsekuensi dari tidak adanya konsep tersebut akhirnya menimbulkankeragaman dalam pemberian maknanya, padahal perlindungan hukum selalumenjadi tema pokok dalam setiap kajian hukum. 56Harjono lebih lanjut menjelaskan sebagai berikut:Padanan kata perlindungan hukum dalam bahasa Inggris adalah “legalprotection”, dalam bahasa Belanda “rechtsbecherming”. Kedua istilahtersebut juga mengandung konsep atau pengertian hukum yang berbedauntuk memberi makna sesungguhnya dari perlindungan hukum.Perlindungan hukum mempunyai makna sebagai perlindungan denganmenggunakan sarana hukum atau perlindungan yang diberikan olehhukum, ditujukan kepada perlindungan terhadap kepentingan-kepentingantertentu, yaitu dengan cara menjadikan kepentingan yang perlu dilindungitersebut ke dalam sebuah hak hukum. 57Berdasarkan batasan tersebut jelaslah bahwa konsep-konsep umum dariperlindungan hukum adalah perlindungan dan hukum. Perlindungan hukum terdiridari dua suku kata, yaitu “perlindungan” dan “hukum”, artinya perlindunganmenurut hukum dan undang-undang yang berlaku.Perlindungan hukum mempunyai makna sebagai perlindungan denganmenggunakan sarana hukum atau perlindungan yang diberikan oleh hukum,ditujukan kepada perlindungan terhadap kepentingan-kepentingan tertentu, yaitudengan cara menjadikan kepentingan yang perlu dilindungi tersebut ke dalamsebuah hak hukum. Dalam ilmu hukum “Hak” disebut juga hukum subyektif,Hukum subyektif merupakan segi aktif dari pada hubungan hukum yang diberikanoleh hukum obyektif (norma-norma, kaidah, recht). Perlindungan hukum selaluterkait dengan peran dan fungsi hukum sebagai pengatur dan pelindungkepentingan masyarakat. Bronislaw Malinowski mengatakan Bahwa hukum tidakhanya berperan di dalam keadaan-keadaan yang penuh kekerasan danpertentangan, akan tetapi bahwa hukum juga berperan pada aktivitas sehari-hari. 5856Harjono. 2008. Konstitusi Sebagai Rumah Bangsa. Penerbit Sekretariat Jenderal danKepaniteraan Mahkamah Konstitusi. Jakarta, hal. 373.57Ibid, hal. 357.58Soeroso. 2006. Pengantar Ilmu Hukum. Cetakan Kedelapan. Sinar Grafika. Jakarta..


46Hukum menentukan kepentingan-kepentingan masyarakat yang dapatditingkatkan menjadi hak-hak hukum yang dapat dipaksakan pemenuhannya. Hakdiberikan kepada pendukung hak yang sering dikenal dengan entitas hukum (legalentities, rechtspersoon) yang dapat berupa orang-perorangan secara kodrati(naturlijke) dan dapat juga entitas hukum nir kodrati yaitu entitas hukum atashasil rekaan hukum. 59Menurut Marmi Emmy Mustafa, mengutip pendapat Roscoe Pound,terdapat 3 (tiga) penggolongan kepentingan yang harus dilindungi oleh hukum,yaitu:Pertama; menyangkut kepentingan pribadi (individual interest), kedua;yang menyangkut kepentingan masyarakat (sosial interest), dan ketiga;menyangkut kepentingan umum (publik interest). 60Kepentingan individu (individu interest) ini terdiri dari kepentingan pribadi,sedangkan kepentingan kemasyarakatan (sosial interst) terdiri dari keamanansosial, keamanan atas lembaga-lembaga sosial, kesusilaan umum, perlindunganatas sumber-sumber sosial dari kepunahan, perkembangan sosial, dan kehidupanmanusia. Adapun kepentingan publik (publik interst) berupa kepentingan negaradalam bertindak sebagai representasi dari kepentingan masyarakat. 61Berkaitan dengan peran hukum sebagai alat untuk memberikanperlindungan dan fungsi hukum untuk mengatur pergaulan serta menyelesaikanmasalah-masalah yang timbul dalam masyarakat, Soerjono Soekanto, mengutippendapat Bohannan yang terkenal dengan konsepsi reinstitutionalization of norm,menyatakan bahwa:59Harjono. 2008. Op.Cit. hal.377.60Marmi Emmy Mustafa. 2007. Prinsif-Prinsif Beracara Dalam Penegakan Hukum Patendi Indonesia Dikatikan Dengan TRiPs- WTO. Alumni, Bandung. hal. 58.


61 Ibid.47


48Suatu lembaga hukum merupakan alat yang dipergunakan oleh wargawargasuatu masyarakat untuk menyelesaikan perselisihan-perselisihan yangterjadi dan untuk mencegah terjadinya penyalah-gunaan daripada aturanaturanyang terhimpun di dalam pelbagai lembaga kemasyarakatan. Setiapmasyarakat mempunyai lembaga-lembaga hukum dalam arti ini, dan jugalembaga-lembaga non-hukum lainnya. 62Selanjutnya Soerjono Soekanto, mengatakan bahwa:Lembaga hukum memberikan ketentuanketentuan tentang cara-caramenyelesaikan perselisihan-perselisihan yang timbul di dalam hubungannyadengan tugas-tugas lembaga-lembaga kemasyarakatan lainnya”. Cara-caramenyelesaikan perselisihan yang timbul inilah yang kemudian dinamakanupaya hukum. Upaya hukum diperlukan agar kepentingan-kepentingan yangtelah menjadi hak benar-benar dapat terjaga dari gangguan pihak lain. 632. Makna Perlindungan Hukum KetenagakerjaanKontradiksi antar kepentingan yang berbeda antara pekerj a/buruh denganpengusaha, menuntut campur tangan pemerintah untuk melakukan perlindunganhukum terhadap tenaga kerja. Hal ini tertuang dalam Pasal 4 huruf c UU No. 13Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan yang menyatakan bahwa:Tujuan pembangunan ketenagakerjaan adalah memberikan perlindungankepada tenaga kerja dalam mewujudkan kesejahteraan.Menurut Senjun H. Manulang, sebagaimana dikutip oleh Hari Supriyanto,tujuan hukum perburuhan adalah:a. Untuk mencapai atau melaksanakan keadilan sosial dalam bidangketenagakerj aan;b. Untuk melindungi tenaga kerja terhadap kekuasaan yang tak terbatas daripengusaha, misalnya dengan membuat perjanjian atau menciptakanperaturan-peraturan yang bersifat memaksa agar pengusaha tidak bertindaksewenang-wenang terhadap tenaga kerja sebagai pihak yang lemah. 6462Soerjono Soekanto. 1983. Beberapa Permasalahan Hukum Dalam KerangkaPembangunan Di Indonesia. UI Press. Jakarta. hal .15.63 Ibid.64Hari Supriyanto. 2004. Perubahan Hukum Privat ke Hukum Publik, Studi HukumPerburuhan di Indonesia, Penerbit: Universitas Atma Jaya Yogyakarta, hal. 19


49Hari Supriyanto lebih lanjut menjelaskan tentang pentingnya perlindunganhukum bagi pekerja/buruh sebagai berikut:Perlindungan hukum bagi pekerja/buruh diberikan mengingat adanyahubungan diperatas (dienstverhoeding) antara pekerja/buruh denganpengusaha, dienstverhoeding menj adikan pekerj a/buruh sebagai pihak yanglemah dan termarjinalkan dalam hubungan kerja. ”kelompok yangtermarjinalkan tersebut sebagian besar dapat dikenali dari parameterkehidupan ekonomi mereka yang sangat rendah, meskipun tidak secarakeseluruhan marj inal isasi tersebut berimplikasi ekonomi .65Kedudukan pekerja pada hakikatnya dapat ditinjau dari dua segi, yaitu darisegi yuridis dan dari segi sosial ekonomis. Dari segi sosial ekonomis, pekerjamembutuhkan perlindungan hukum dari negara atas kemungkinan adanyatindakan sewenang-wenang dari pengusaha. 66Bentuk perlindungan yangdiberikan pemerintah adalah dengan membuat peraturan-peraturan yang mengikatpekerja/buruh dan majikan, mengadakan pembinaan, serta melaksanakan proseshubungan industrial. H ubungan industrial pada dasarnya adalah proses terbinanyakomunikasi, konsultasi musyawarah serta berunding dan ditopang olehkemampuan dan komitmen yang tinggi dari semua elemen yang ada di dalamperusahaan. 67Secara yuridis berdasarkan Pasal 27 UUD 1945 kedudukan pekerja/buruhsama dengan majikan/pengusaha, namun secara sosial ekonomis kedudukankeduanya tidak sama, dimana kedudukan majikan lebih tinggi dari pekerja/buruh.Kedudukan tinggi rendah dalam hubungan kerja ini mengakibatkan adanyahubungan diperatas (dienstverhoeding), sehingga menimbulkan kecenderunganpihak majikan/pengusaha untuk berbuat sewenang-wenang kepadapekerj a/buruhnya.65Perubahan Hukum Privat ke Hukum Publik, Studi Hukum Perburuhan di Indonesia,Penerbit: Universitas Atma Jaya Yogyakarta. hal. 270.66Asri Wij ayanti. 2009. Hukum Ketenagakerjaan Pasca Reformasi. Si nar Grafi ka. Jakarta.hal. 867Adrian Sutedi. 2009. Op. Cit. hal. 23


50Perlindungan tenaga kerja menurut Abdul Khakim dibagi menjadi 3 (tiga)macam, yaitu sebagai berikut:a. Perlindungan ekonomis, yaitu perlindungan tenaga kerja dalam bentukpenghasilan yang cukup, termasuk bila tenaga kerja tidak mampu bekerjadi luar kehendaknya.b. Perlindungan sosial, yaitu perlindungan tenaga kerja dalam bentuk jaminankesehatan kerja, dan kebebasan berserikat dan perlindungan hak untukberorganisasi.c. Perlindungan teknis, yaitu perlindungan tenaga kerja dalam bentukkeamanan dan keselamatan kerj a. 68Perlindungan terhadap pekerja/buruh dimaksudkan untuk menjaminterpenuhinya hak-hak dasar pekerja/buruh dan menjamin kesamaan kesempatanserta perlakuan tanpa diskriminasi atas dasar apapun untuk mewujudkankesejahteraan pekerja/buruh dan keluarganya dengan tetap memperhatikanperkembangan kemajuan dunia usaha. Menurut Adrian Sutedi:Hanya ada dua cara melindungi pekerja/buruh. Pertama, melalui undangundangperburuhan. Melalui undang-undang buruhakan terlindungi secarahukum, mulai dari jaminan negara memberikan pekerjaan yang layak,melindunginya di tempat kerja (kesehatan, keselamatan kerja, dan upah layak)sampai dengan pemberian jaminan sosial setelah pensiun. Kedua, melaluiserikat pekerja/serikat buruh. Sekalipun undang-undang perburuhan bagus,tetapi buruh tetap memerlukan kehadiran serikat pekerja/serikat buruh untukpembuatan perjanjian kerja bersama (PKB). PKB adalah sebuah dokumenperjanjian bersama antara pengusaha dan pekerja yang berisi hak dankewajiban masing-masing pihak. Hanya melalui serikat pekerja/serikatburuhlah, bukan melalui LSM atau partai politik, bisa berunding untukmendapatkan hak-hak tambahan (di luar ketentuan undang-undang) untukmenambah kesejahteraan pekerj a. 69Berbicara mengenai hak pekerja/buruh berarti membicarakan hak-hak asasi,maupun hak yang bukan asasi. Hak asasi adalah hak yang melekat pada diripekerja/buruh itu sendiri yang dibawa sejak lahir dan jika hak tersebutterlepas/terpisah dari diri pekerja itu akan menjadi turun derajad dan harkatnyasebagai manusia. Sedangkan hak yang bukan asasi berupa hak pekerja/buruh yangtelah diatur dalam peraturan perundang-undangan yang sifatnya non asasi.6869Abdul Khakim. 2003. Op. Cit. hal. 62Adrian Sutedi. 2009. Op. Cit. hal. 13.


513. Penegakan HukumProses penegakan hukum merupakan rangkaian kegiatan dalam rangkamewujudkan ide-ide atau konsep yang abstrak menjadi kenyataan, usaha untukmewujudkan idea atau nilai selalu melibatkan lingkungan serta berbagai pengaruhfaktor lainnya. 70 Oleh karena itu apabila hendak menegakkan hukum, makahukum harus dipandang sebagai satu kesatuan sistem. Menurut Lawrence M.Friedman sebagaimana dikutip Esmi Warassih, hukum itu merupakan gabunganantara komponen struktur, substansi dan kultur. 71Friedman, sebagaimana dikutip oleh Natabaya, menyatakan sebagai berikut:Oleh Friedman struktur hukum diibaratkan seperti mesin, substansidiibaratkan sebagai apa yang dihasilkan atau yang dikerjakan oleh me sin, dankultur atau budaya hukum adalah siapa saja yang memutuskan untukmenghidupkan atau mematikan mesin itu. Satu saja komponen pendukungtidak berfungsi niscaya sistem mengalami disfunction (pincang) 72Kepincangan-kepincangan dalam penegakan hukum ketenagakerjaanmemang bermula dari tidak berfungsinya sistem hukum ketenagakerjaan, yangberimplikasi pada kompleksitas masalah ketenagakerjaan.a. Sistem Penegakan HukumMenurut Satjipto Rahardjo, sebagaimana dikutip Nyoman Serikat PutraJaya, penegakan hukum adalah:Suatu usaha untuk mewujudkan ide-ide dan konsep-konnsef menjadikenyataan. Penegakan hukum adalah suatu proses untuk mewujudkankeinginan-keinginan hukum menjadi kenyataan. Yang disebut keinginankeinginanhukum di sini adalah pikiran-pikiran pembuat undang-undangyang dirumuskan dalam peraturan-peraturan hukum itu. 7370Esmi Warassih. 2005 Pranata Hukum Sebuah Telaah Sosiologis, Editor: KarolusKopong Medan dan Mahmutarom, HR. PT. Suryandaru Utama, Semarang, hal. 78.71Ibid, hal. 3072Natabaya. 2006. Sistem Peraturan Perundang-Undangan Indonesia, Sekjen danKepaniteraan MK. RI. Jakarta, hal. 23.73Nyoman Serikat Putra Jaya. 2008. Beberapa Pemikiran ke Arah Pengembangan HukumPidana. PT. Citra Aditya Bakti. Bandung hal. 134


46Agar hukum berfungsi dengan baik, hukum harus memenuhi 3 (tiga) macamkelakuan hukum, yaitu:Pertama, Hal berlakunya secara yuridis dimana penentuannyaberdasarkan kaedah yang lebih tinggi (ini didasarkan pada teori “Stufenbau”nya Kelsen), kaedah hukum itu terbentuk menurut cara yang telahditetapkan, dan menunjukkan hubungan keharusan antara suatu kondisi danakibatnya. Kedua, hal berlakunya hukum secara filosofis, artinya bahwahukum tersebut sesuai dengan cita-cita hukum, sebagai nilai positif yangtertinggi. Ketiga, Hal berlakunya hukum secara sosiologis, yang berintikanpada efektivitas hukum. Perihal ini ada dua teori yang menyatakan sebagaiberikut:1) Teori kekuasaan yang pada pokoknya menyatakan, bahwa hukumberlaku secara sosiologis, apabila dipaksakan berlakunya oleh penguasa,terlepas apakah masyarakat menerima atau menolaknya.2) Teori pengakuan yang berpokok pangkal pada pendirian, bahwaberlakunya hukum didasarkan pada penerimaan atau pengakuan olehmereka kepada siapa hukum tadi tertuju.Tiga macam kelakuan hukum tersebut merupakan satu kesatuan dalamsistem hukum, sebab apabila salah satu tidak terpenuhi maka akan terdapatkepincangan-kepincangan. Apabila hukum hanya mempunyai kekuatanyuridis, maka ada kemungkinan bahwa hukum tadi hanya merupakankaedah yang mati (dode regel), jika kaedah hukum hanya mempunyaikelakuan sosiologis dalam arti teori kekuasan, maka hukum tersebutmenjadi aturan pemaksa, dan apabila suatu kaedah hukum hanyamempunyai kelakuan folosofis, maka hukum tersebut hanya berupa anganangan.74Menurut Soerjono Soekanto ada empat faktor yang saling berkaitan danmerupakan inti dari sistem penegakan hukum, ke empat faktor tersebut adalah:1) Hukum atau peraturan itu sendiri. Kemungkinannya adalah bahwa terjadiketidak cocokan dalam peraturan perundang-undangan mengenai bidangbidangkehidupan tertentu. Kemungkinan lainnya adalah ketidak cocokanantara peraturan perundang-undangan dengan hukum tidak tertulis atauhukum kebiasaaan. Kadangkala ada ketidak serasian antara hukumtercatat dengan hukum kebiasaaan, dan seterusnya.2) Mentalitas petugas yang menegakkan hukum. Penegak hukum antara lainmencakup hakim, polisi, jaksa, pembela, petugas pemasyarakatan, danseterusnya. Apabila peraturan perundang-undangan sudah baik, akantetapi mental penegak hukum kurang baik, maka akan terj adi gangguanpada sistem penegakan hukum.74Soerj ono Soekanto. 1983. Op. Cit. hal .35.


533) Fasilitas yang diharapkan untuk mendukung pelaksanaan hukum. Kalauperaturan perundang-undangan sudah baik dan juga mentalitaspenegaknya baik, akan tetapi fasilitas kurang memadai (dalam ukuranukurantertentu), maka penegakan hukum tidak akan berjalan dengansemestinya.4) Kesadaran hukum, kepatuhan hukum dan perilaku warga masyarakat. 75b. Peran Administrasi NegaraSupremasi hukum merupakan salah satu aspek daripada kedaulatan suatunegara untuk menerapkan kaedah-kaedah tertentu terhadap warga negara. Halini terkait dengan keadaan politik yang memberikan corak dan bentuk padapelaksanaan rule of law tersebut. Soejono Soekanto mengatakan:Suatu sistem politik merupakan suatu mekanisme untuk mengidentifisirserta mengemukakan masalah-masalah, serta merupakan pembentukan danpengaturan pengambilan keputusan dalam masalah-masalah publik. Apabilamekanisme tadi bersifat syah dan resmi, maka namanya adalah pemerintah.Jadi disatu pihak pemerintah menyediakan suatu mekanisme yang resmi danberwenang untuk mengambil keputusan-keputusan, sedangkan dilain pihakpemerintah menyediakan fasilitas-fasilitas untuk memberikan dasar-dasarbagi syahnya pengambilan keputusankeputusan tadi. Dengan demikian darisudut sistem politik, maka suatu kaedah mempunyai sifat hukum olehkarena kaedah itu dipertahankan oleh negara, dalam hal ini oleh pejabatpejabatnya.76Apa sebabnya pemerintah sering memandang perlu bercampur tangandengan pemeliharaan kepentingan umum. Selekasnya ada keperluan yangharus dipenuhi, karena orang-orang yang bertabiat aktif dan mempunyai caraberpikir yang konstruktif akan berusaha untuk memenuhi keperluan itu. Danakan mengambil keuntungan dari usahanya. 7775Ibid. hal. 36.76Ibid. hal.78.77A.Siti Soetami. 2000. Hukum Administrasi Negara. Badan Penerbit UniversitasDiponegoro. Semarang. hal 35.


54Campur tangan negara dalam pemeliharaan kepentingan umummenjadikan peran pemerintah kemudian menjadi semakin luas, menurutUtrecht:<strong>Sejak</strong> negara turut serta secara aktif dalam pergaulan kemasyarakatan,maka lapangan pekerjaan pemerintah makin lama makin luas. Dalammelakukan fungsinya, maka administrasi negara melakukan bermacammacamperbuatan untuk menyelenggarakan kepentingan umum. 78Perbuatan administrasi negara yang disebut juga besturshandeling/overheids handeling adalah perbuatan yang dilakukan oleh alatperlengkapan pemerintah/penguasa dalam tingkat tinggi dan rendahan secaraspontan dan mandiri (zelfstanding) untuk pemeliharaan kepentingan negara danrakyat. 79Besturs handeling/ overheids handeling di bidang ketenagakerjaan,adalah perbuatan administrasi negara dalam fungsinya:1) sebagai stabilisator dan dinamisator dalam pelaksanaan hubungan kerja;2) sebagai penengah dalam penyelesaian perselisihan hubungan industrial;3) bersama semua pihak menciptakan ketenangan kerja dan keamanan diperusahaan;4) mendorong tumbuh kembangnya perusahaan sebagai partner pemerintah;5) mengadakan pengawasan terhadap jalannya perusahaan dan pelaksanaanperaturan yang berlaku, sekaligus memberikan teguran pada pelanggaranyang telah dilakukan, dan apabila masih tidak diindahkan makaselanjutnya dapat memberikan suatu tindakan konkret berupa pencabutanizin atau penutupan perusahaan. 8078Utrecht. 1986. Pengantar Hukum Administrasi Negara. Pustaka Tinta Mas. Surabaya.hal 28.79Diana Halim Koentjoro. 2004. Hukum Administrasi Negara. Ghalia Indonesia.Jakarta. hal 5580Soedarjadi. 2009. Hak dan Kewajiban Pekerja-Pengusaha. Pustaka Yustisia.Yogyakarta. hal 16


55Meskipun hubungan hukum antara pekerja/buruh dengan pengusahatimbul karena Perjanjian Kerja yang bersifat Keperdataan, namun karenadalam prakteknya sering terjadi kepincangan-kepincangan yang disebabkanperbedaan status/kedudukan para pihak, mengakibatkan dalam hubungan kerjaitu terjadi hubungan tinggi rendah, sehingga pekerja/buruh tidak bebas padasaat menentukan isi perjanjian kerja. Pekerja/buruh menjadi pihak yangtermarjinalkan dan kadangkala terjadi tindakan sewenang-wenang daripengusaha terhadap mereka. Untuk menjaga keseimbangan kepentingan antarapekerja/buruh dan pengusaha, pemerintah kemudian menyusun kebijakandalam rangka membatasi perilaku para pihak dalam hubungan kerja, termasukmemberikan perlindungan hukum bagi pekerja/buruh dengan mengeluarkanproduk perundang-undangan dan membentuk perangkat administrasi negarauntuk mengadakan pengawasan di bidang ketenagakerjaan. <strong>Sejak</strong> pemerintahmasuk dalam ranah hukum ketenagakerjaan maka sejak itu pula hukumketenagakerjaan yang semula bersifat privat menjadi hukum publik.c. Fungsi Pegawai Pengawas KetenagakerjaanSebagaimana tertuang dalam Pasal 1 angka 32 UU No. 13 Tahun 2003Tentang Ketenagakerjaan, bahwa konsep pengawasan ketenagakerjaan adalah:Pengawasan ketenagakerjaan adalah kegiatan mengawasi danmenegakkan pelaksanaan peraturan perundang undangan di bidangketenagakerjaan.Selanjutnya dalam Pasal 176 disebutkan bahwa:Pengawasan ketenagakerjaan dilakukan oleh pegawai pengawasketenagakerjaan yang mempunyai kompetensi dan independen gunamenjamin pelaksanaan peraturan perundang-undangan ketenagakerjaan.


56Pengawasan ketenagakerjaan merupakan sistem dengan mekanisme yangefektif dan vital dalam menjamin efektivitas penegakan hukumketenagakerjaan dan penerapan peraturan perundang-undanganketenagakerjaan dalam rangka menjaga keseimbangan antara hak dankewajiban bagi pengusaha dan pekerja/buruh, menjaga kelangsungan usahadan ketenangan kerja, meningkatkan produktivitas kerja serta melindungipekerja/buruh. Abdul Khakim mengatakan:Pengawasan Ketenagakerjaan berfungsi untuk meniadakan ataumemperkecil pelanggaran terhadap norma kerja dan norma Keselamatandan Kesehatan Kerja (K3) sehingga proses hubungan industrial dapatberjalan dengan baik dan harmonis. Pengawasan ketenagakerjaanmerupakan unsur penting dalam perlindungan tenaga kerja, sekaligussebagai upaya penegakan hukum ketenagakerjaan secara menyeluruh karenakondisi persyaratan kerja bagi pekerja/buruh belum dapat dikatakan cukuphanya dengan penetapan peraturan perundang-undangan ketenagakerjaan,agar hukum ketenagakerjaan dipatuhi maka perlu eksistensi dan peran aktifdari petugas pengawas ketenagakerjaan. 81Abdul Khakim, mengutip pendapat Sendjun H. Manulang, fungsipengawasan ketenagakerjaan adalah:1) Mengawasi pelaksanaan Undang-Undang Ketenagakerjaan.2) Memberikan penerangan teknis dan nasihat kepada pengusaha dantenaga kerja agar tercapai pelaksanaan Undang-Undang Ketenagakerjaansecara efektif.3) Melaporkan kepada pihak berwenang atas kecurangan danpenyelewengan Undang-Undang Ketenagakerjaan. 82Selanjutnya Abdul Khakim mengatakan bahwa secara operasional pengawasanketenagakerjaan meliputi:1) Sosialisasi Norma Ketenagakerjaan, untuk meningkatkan pemahamannorma kerja bagi masyarakat industri, sehingga tumbuh persepsi positifdan mendorong kesadaran untuk melaksanakan ketentuanketenagakerjaan secara proporsional dan bertanggungjawab.8182Abdul Khakim. 2003. Op.Cit. hal.123.Ibid. hal.125.


572) Tahapan Pelaksanaan Pengawasan.a) Upaya pembinaan (preventif educative), yang ditempuh denganmemberikan penyuluhan kepada masyarakat industri, penyebarluasaninformasi ketenagakerjaan, pelayanan konsultasi dan lain-lain.b) Tindakan refresif non yustisial, yang ditempuh dengan memberikanperingatan secara lisan pada saat pemeriksaaan, maupun peringatansecara tertulis melalui nota pemeriksaan kepada pimpinan perusahaanapabila ditemui pelanggaran.c) Tindakan refresif yustisial, sebagai alternatif terakhir dan dilakukanelalui lembaga peradilan. Upaya ini ditempuh apabila PegawaiPengawas sudah melakukan pembinaan dan memberikan peringatan,tetapi pengusaha tetap tidak mengindahkan maksud pembinaantersebut. Dengan demikian Pegawai Pengawas dapat melanjutkantindakan tahap penegakan hukum melalui Penyidik Pegawai NegeriSipil (PPNS) Ketenagakerjaan agar dilakukan penyidikan danmenindaklanjuti sesuai prosedur hukum yang berlaku (KUHP). 83Pelaksanaan fungsi pengawasan ketenagakerjaan dilakukan oleh PegawaiPengawas Ketenagakerjaan sebagai aparatur negara. Victor M. Situmorang danJusuf Juhir mengatakan:Secara etimologi, istilah aparatur berasal dari kata aparat yakni alat,badan, instansi, pegawai negeri. Sedangkan aparatur disamakan artinyadengan aparat tersebut di atas, yakni dapat diartikan sebagai alat Negara,aparat pemerintah. Aparatur pemerintah adalah alat kelengkapan Negarayang terutama meliputi bidang kelembagaan ketatalaksanaan dankepegawaian, yang mempunyai tanggung jawab melaksanakan rodapemerintahan sehari-hari. Dengan demikian pengertian aparatur tidak hanyadikaitkan dengan orangnya, tetapi juga organisasi, fasilitas, ketentuanpengaturan dan sebagainya. 84Pegawai Pengawas Ketenagakerjaan sebagai aparatur penegak hukumdapat menerima pengaduan dari pekerja/buruh termasuk pekerja/buruhoutsourcing, serta pengaduan dari SP/SB atau pengusaha terhadap setiapperistiwa pelanggaran peraturan perundang-undangan ketenagakerjaan.Pegawai Pengawas Ketenagakerjaan selanjutnya dapat memproses pengaduan83 Ibid.84Victor M. Situmorang dan Jusuf Juhir. 1994. Aspek Hukum Pengawasan MelekatDalam Lingkungan Aparatur Pemerintah. Rineka Cipta. Jakarta, hal. 83.


tersebut sesuai prosedur hukum yang berlaku. Berdasarkan ketentuan dalamPasal 182 ayat (2) UU No. 13 Tahun 2003, selain PPNS, kepada PegawaiPengawas Ketenagakerjaan dapat diberikan wewenang untuk:a. melakukan pemeriksaaan atas kebenaran laporan serta keterangan tindakpidana di bidang ketenagakerjaan;b. melakukan pemeriksaan terhadap orang yang diduga melakukan tindakpidana di bidang ketenagakerjaan;c. meminta keterangan dan bahan bukti dari orang atau badan hukumsehubungan dengan tindak pidana di bidang ketenagakerjaan;d. melakukan pemeriksaan atas penyitaan bahan barang bukti dalamperkara tindak pidana di bidang ketenagakerjaan;e. melakukan pemeriksaan atas surat dan/atau dokumen lain tentang tindakpidana di bidang ketenagakerjaan;f. meminta bantuan tenaga ahli dalam rangka pelaksanaan tugas penyidikantindak pidana di bidang ketenagakerjaan;g. memberhentikan penyidikan apabila tidak terdapat cukup bukti yangmembuktikan tentang adanya tindak pidana di bidang ketenagakerjaan.52


<strong>BAB</strong> IIIMETODE PENELITIANMetode adalah suatu cara untuk menemukan jawaban akan sesuatu hal. Carapenemuan tersebut sudah tersusun dalam langkah-langkah tertentu yang sistematis. 85Metode menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah cara kerja yang bersistemuntuk memudahkan pelaksanaan suatu kegiatan guna mencapai tujuan yangditentukan. 86Penelitian pada umumnya bertujuan untuk menemukan, mengembangkan ataumenguji kebenaran dari suatu pengetahuan. Menemukan berarti berusahamemperoleh sesuatu untuk mengisi kekosongan atau kekurangan. Mengembangkanberarti mempeluas dan menggali lebih dalam sesuatu yang telah ada. Mengujikebenaran dilakukan jika apa yang sudah ada masih atau menjadi diragukankebenarannya. 87Suatu penelitian perlu didukung oleh metode yang baik dan benar, agardiperoleh hasil yang tepat dan dapat dipertanggunjawabkan kebenarannya. Dengankata lain metode harus ada dalam pelaksanaan penelitian. Penelitian hukummerupakan suatu kegiatan ilmiah yang didasarkan pada metode yang berupa caraberpikir dan berbuat untuk persiapan penelitian, sistematika, dan pemikiran tertentuyang mempelajari satu atau lebih gej ala hukum tertentu dengan cara menganalisanya.85Soerjono Soekanto dan Sri Mamuji. 1986. Penelitian Hukum Normatif (Suatu TinjauanSingkat). CV. Rajawali. Jakarta, hal. 186W.J.S Poerwodarminto.. 1988. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Balai Pustaka Jakarta.hal. 8787Ronny Hanitijo Soemitro. 1990. Metode Penelitian Hukum. Ghalia Indonesia. Jakarta,hal. 13-14


60A. Metode PendekatanMetode pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridisnormatif. Ronny Hanitijo Soemitro berpendapat sebagai berikut:Pendekatan yuridis normatif yaitu suatu pendekatan yang menggunakankonsepsi legistis positivis. Konsepsi ini memandang hukum sebagai norma-normatertulis yang dibuat dan diundangkan oleh lembaga dan pejabat yang berwenang,selain itu konsepsi ini juga memandang hukum sebagai sistem normatif yangmandiri, bersifat tertutup dan terlepas dari kehidupan masyarakat danmenganggap norma lain itu bukan sebagai norma hukum. 88B. Spesifikasi PenelitianSpesifikasi penelitian dalam penelitian ini adalah deskriptif yaitu suatupenelitian yang bertujuan untuk menggambarkan keadaan dari objek atau masalahyang diteliti tanpa bermaksud untuk mengambil kesimpulan-kesimpulan yangbersifat umum.C. Lokasi PenelitianPenelitian ini dilakukan di Dinas Tenaga Kerja Kabupaten Banjarnegara, selainitu juga dilakukan di Pusat Informasi Ilmiah (PII) Fakultas Hukum Unsoed.D. Sumber DataData yang digunakan dalam penulisan hukum ini ada dua macam, yaitu datasekunder dan data primer. Data primer digunakan sebagai data pendukung ataupelengkap data sekunder. Kedua sumber data tersebut dijelaskan sebagai berikut:60 Ibid, hal. 15


611. Data SekunderData sekunder meliputi bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahanhukum tersier, dengan penjelasan sebagai berikut:a. Bahan Hukum PrimerBahan hukum primer yaitu bahan hukum yang bersifat mengikat, terdiri dari:1) Peraturan dasar, yaitu Undang-Undang Dasar 19452) Peraturan Perundang-undangan lain yang terkait dengan penelitian ini,yaitu:a) UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.b) Kep.Menaketrans Nomor: Kep.101/Men/VI/2004 Tentang Tata CaraPerijinan Perusahaan Penyedia Jasa Pekerja/Buruhc) Kep.Menaketrans Nomor: Kep. 220/Men/X/2004 tentang Syarat-SyaratPenyerahan Sebagian Pelaksanaan Pekerjaan Kepada Perusahaan Lain.b. Bahan Hukum SekunderBahan hukum sekunder yaitu bahan hukum yang memberikan penjelasanmengenai bahan hukum primer, antara lain:1) Pustaka di bidang hukum.2) Artikel-artikel ilmiah, baik dari koran maupun internet,3) Hasil penelitian yang ada hubungannya dengan permasalahan yang diteliti.c) Bahan Hukum TersierBahan hukum tersier yaitu bahan hukum yang memberikan petunjuk terhadapbahan hukum primer dan bahan hukum sekunder, berupa:1) Kamus hukum2) Ensiklopedia2. Data PrimerData primer adalah data yang diperoleh secara langsung dari obyek penelitianyang berupa keterangan hasil wawancara.


62E. Metode Pengumpulan Data1. Data SekunderData sekunder diperoleh dengan cara melakukan studi kepustakaan. Datasekunder diolah dengan cara mengutip, menyadur tulisan baik yang berupa bukubuku,dokumen, karya ilmiah, maupun peraturan perundang-undangan.2. Data PrimerData primer digunakan sebagai data pendukung atau pelengkap data sekunder.Data primer diperoleh dengan cara wawancara dengan para pihak yang terkaitdengan penelitian ini.F. Metode Penyajian DataHasil penelitian akan disajikan dalam bentuk teks naratif yang disusun secarasistematis. Sistematis di sini maksudnya adalah keseluruhan data sekunder dan dataprimer yang diperoleh sebagai hasil penelitian akan dihubungkan satu dengan yanglainnya sesuai dengan pokok permasalahan yang diteliti, sehingga merupakan satukesatuan yang utuh.G. Analisis DataSeluruh data yang telah terkumpul secara lengkap dari hasil penelitiankemudian dianalisis dengan menggunakan metode analisis normatif kualitatif.Normatif, karena penelitian ini bertitik tolak dari peraturan perundang-undanganyang ada sebagai norma hukum positif, sedangkan kualitatif yaitu menghubungkanpaparan hasil penelitian yang tersistematis tersebut dengan yang didapat dari teorihukum, postulat hukum, serta hukum positif, untuk dapat menjelaskan permasalahansecara ilmiah dan bukan dalam bentuk angka-angka. 89


<strong>BAB</strong> IVHASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASANA. Hasil Penelitian1. Data Sekunder1.1. Dasar Hukum Outsourcing di Indonesia1.1.1. Outsourcing Berdasarkan UU No. 13 Tahun 2003 tentangKetenagakerjaanPraktik Perjanjian Kerja untuk Waktu Tertentu (PKWT) danoutsourcing merupakan wujud dari kebijakan Pasar Kerja Fleksibelyang dimintakan kepada pemerintah Indonesia oleh IMF(international Monetary Fund , World Bank dan ILO (InternationalLabour Organisation) sebagai syarat pemberian bantuan untukmenangani krisis ekonomi 1997. Kebijakan Pasar Kerja Fleksibelmerupakan salah satu konsep kunci dari kebijakan perbaikan ikliminvestasi yang juga disyaratkan oleh IMF dan dicantumkan dalamLetter of Intent atau nota kesepakatan ke-21 antara Indonesia danIMF butir 37 dan 42. Kesepakatan dengan IMF tersebut menjadiacuan dasar bagi penyusunan rangkaian kebijakan dan peraturanperbaikan iklim investasi dan fleksibilitas tenaga kerj a. 9090Ringkasan Eksekutif hasil studi mengenai Praktek Kerja Kontrak danOutsourcing Buruh di Sektor Industri Metal di Indonesia yang dilakukan olehAkatiga-Pusat Analisis Sosial dan Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia(FSPMI) bekerjasama dengan Friedrich Ebert Stiftung (FES).


Perjanjian Kerja untuk Waktu Tertentu (PKWT) berdasarkanUU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan Pasal 59 yangmenyatakan:(1) Perjanjian kerja untuk waktu tertentu hanya dapat dibuat untukpekerjaan tertentu yang menurut jenis dan sifat atau kegiatanpekerjaannya akan selesai dalam waktu tertentu, yaitu:a. pekerjaan yang sekali selesai atau yang sementara sifatnya;b. pekerjaan yang diperkirakan penyelesaiannya dalam waktuyang tidak terlalu lama dan paling lama 3 (tiga) tahun;c. pekerjaan yang bersifat musiman; ataud. pekerjaan yang berhubungan dengan produk baru, kegiatanbaru, atau produk tambahan yang masih dalam percobaanatau penjajakan.(2) Perjanjian kerja untuk waktu tertentu tidak dapat diadakanuntuk pekerjaan yang bersifat tetap.(3) Perjanjian kerja untuk waktu tertentu dapat diperpanjang ataudiperbaharui.(4) Perjanjian kerja waktu tertentu yang didasarkan atas jangkawaktu tertentu dapat diadakan untuk paling lama 2 (dua) tahundan hanya boleh diperpanjang 1 (satu) kali untuk jangka waktupaling lama 1 (satu) tahun.(5) Pengusaha yang bermaksud memperpanjang perjanjian kerjawaktu tertentu tersebut, paling lama 7 (tujuh) hari sebelumperjanjian kerja waktu tertentu berakhir telah memberitahukanmaksudnya secara tertulis kepada pekerja/buruh yangbersangkutan.(6) Pembaruan perjanjian kerja waktu tertentu hanya dapatdiadakan setelah melebihi masa tenggang waktu 30 (tiga puluh)hari berakhirnya perjanjian kerja waktu tertentu yang lama,pembaruan perjanjian kerja waktu tertentu ini hanya bolehdilakukan 1 (satu) kali dan paling lama 2 (dua) tahun.(7) Perjanjian kerja untuk waktu tertentu yang tidak memenuhiketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ayat (2), ayat(4), ayat (5), dan ayat (6) maka demi hukum menjadi perjanjiankerja waktu tidak tertentu.(8) Hal-hal lain yang belum diatur dalam Pasal ini akan diatur lebihlanjut dengan Keputusan Menteri.Sedangkan mengenai outsourcing diatur dalam Pasal 64sampai dengan Pasal 66. Pengertian outsourcing tidak disebutkandalam UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, namun


59demikian pengertian outsourcing kurang lebih sama seperti yangtercantum dalam Pasal 64 UU No. 13 Tahun 2003 yangmenentukan sebagai berikut:Perusahaan dapat menyerahkan sebagian pelaksanaanpekerjaan kepada perusahaan lainnya melalui perjanjianpemborongan pekerjaan atau penyediaan jasa pekerja/buruhyang dibuat secara tertulis.Dalam UU No. 13 Tahun 2003 makna dari outsourcingadalah menyerahkan sebagian dari pelaksanaan pekerjaan kepadaperusahaan lainnya melalui pemborongan pekerjaan ataupenyediaan jasa pekerja/buruh. Dalam kenyataan di lapangan,praktik outsourcing lebih dikenal dengan istilah penggunaanperusahaan sebagai penyalur tenaga kerja. Pasal 65 UU No. 13Tahun 2003 menegaskan tentang penyerahan sebagian daripelaksanaan pekerjaan kepada perusahaan lainnya sebagai berikut:(1) Penyerahan sebagian pelaksanaan pekerjaan kepada perusahaanlain dilaksanakan melalui perjanjian pemborongan pekerjaanyang dibuat secara tertulis.(2) Pekerjaan yang dapat diserahkan kepada perusahaan lainsebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus memenuhi syaratsyaratsebagai berikut:a. dilakukan secara terpisah dari kegiatan utama;b. dilakukan dengan perintah langsung atau tidak langsungdari pemberi pekerjaan;c. merupakan kegiatan penunjang perusahaan secarakeseluruhan; dand. tidak menghambat proses produksi secara langsung.(3) Perusahaan lain sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harusberbentuk badan hukum.(4) Perlindungan kerja dan syarat-syarat kerja bagi pekerja/buruhpada perusahaan lain sebagaimana dimak-sud dalam ayat (2)sekurang-kurangnya sama dengan perlindungan kerja dansyarat-syarat kerja pada perusahaan pemberi pekerjaan atausesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.


(5) Perubahan dan/atau penambahan syarat-syarat sebagaimanadimaksud dalam ayat (2) diatur lebih lanjut dengan KeputusanMenteri.(6) Hubungan kerja dalam pelaksanaan pekerjaan sebagaimanadimaksud dalam ayat (1) diatur dalam perjanjian kerja secaratertulis antara perusahaan lain dan pekerja/buruh yangdipekerjakannya.(7) Hubungan kerja sebagaimana dimaksud dalam ayat (6) dapatdidasarkan atas perjanjian kerja waktu tidak tertentu atauperjanjian kerja waktu tertentu apabila memenuhi persyaratansebagaimana dimaksud dalam Pasal 59.(8) Dalam hal ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) danayat (3) tidak terpenuhi, maka demi hukum status hubungankerja pekerja/buruh dengan perusahaan penerima pemboronganberalih menjadi hubungan kerja pekerja/buruh denganperusahaan pemberi pekerjaan.(9) Dalam hal hubungan kerja beralih ke perusahaan pemberipekerjaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (8), makahubungan kerja pekerja/buruh dengan pemberi pekerjaan sesuaidengan hubungan kerja sebagaimana dimaksud dalam ayat (7).Pasal 66 UU No. 13 Tahun 2003 selanjutnya menegaskantentang larangan perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh untukmenggunakan jasa pekerja/buruh untuk melaksanakan kegiatanpokok atau kegiatan yang berhubungan langsung dengan prosesproduksi, sebagai berikut:(1) Pekerja/buruh dari perusahaan penyedia jasa pekerja/buruhtidak boleh digunakan oleh pemberi kerja untuk melaksanakankegiatan pokok atau kegiatan yang berhubungan langsungdengan proses produksi, kecuali untuk kegiatan jasa penunjangatau kegiatan yang tidak berhubungan langsung dengan prosesproduksi.(2) Penyedia jasa pekerja/buruh untuk kegiatan jasa penunjang ataukegiatan yang tidak berhubungan lang-sung dengan prosesproduksi harus memenuhi syarat sebagai berikut:a. adanya hubungan kerja antara pekerja/buruh danperusahaan penyedia jasa pekerja/buruh;b. perjanjian kerja yang berlaku dalam hubungan kerjasebagaimana dimaksud pada huruf a adalah perjanjian kerjauntuk waktu tertentu yang memenuhi persyaratansebagaimana dimaksud dalam Pasal 59 dan/atau perjanjian


67kerja waktu tidak tertentu yang dibuat secara tertulis danditandatangani oleh kedua belah pihak;c. perlindungan upah dan kesejahteraan, syarat-syarat kerja,serta perselisihan yang timbul menjadi tanggung jawabperusahaan penyedia jasa pekerja/buruh; dand. perjanjian antara perusahaan pengguna jasa pekerja/buruhdan perusahaan lain yang bertindak sebagai perusahaanpenyedia jasa pekerja/buruh dibuat secara tertulis dan wajibmemuat pasal-pasal sebagaimana dimaksud dalam undangundangini.(3) Penyedia jasa pekerja/buruh merupakan bentuk usaha yangberbadan hukum dan memiliki izin dari instansi yangbertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan.(4) Dalam hal ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1),ayat (2) huruf a, huruf b, dan huruf d serta ayat (3) tidakterpenuhi, maka demi hukum status hubungan kerja antarapekerja/buruh dan perusahaan penyedia jasa pekerja/buruhberalih menjadi hubungan kerja antara pekerja/buruh danperusahaan pemberi pekerjaan.Penjelasan Pasal 66 ayat (1) selanjutnya menegaskan bahwa:Pada pekerjaan yang berhubungan dengan kegiatan usahapokok atau kegiatan yang berhubungan langsung dengan prosesproduksi, pengusaha hanya diperbolehkan mempekerjakanpekerja/buruh dengan perjanjian kerja waktu tertentu dan/atauperjanjian kerja waktu tidak tertentu. Yang dimaksud kegiatanjasa penunjang atau kegiatan yang tidak berhubungan langsungdengan proses produksi adalah kegiatan yang berhubungan diluar usaha pokok (core business) suatu perusahaan. Kegiatantersebut antara lain: usaha pelayanan kebersihan (cleaningservice), usaha penyediaan makanan bagi pekerja/buruhcatering, usaha tenaga pengaman (security/satuanpengamanan), usaha jasa penunjang di pertambangan danperminyakan, serta usaha penyediaan angkutan pekerja/buruh.Berdasarkan ketentuan Pasal 65 dan Pasal 66 UU No. 13Tahun 2003 tersebut Abu Umar memberikan penjelasan sebagaiberikut:Di dalam UU No.13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaankhsususnya pada pasal 65 dan 66 menyebutkan bahwapenggunaan outsourcing dapat dilakukan sepanjang itu adalahpekerjaan di luar dari pekerjaan utama, artinya bahwa praktekoutsourcing sesungguhnya dibenarkan oleh Undang-undang


68untuk pekerjaan yang bukan pekerjaan utama. Selamaoutsourcing digunakan untuk pekerjaan sampingan ataupekerjaan yang bukan pekerjaan utama maka outsourcingtersebut dibenarkan menurut undang-undang. Akan tetapi bilapekerjaan itu adalah pekerjaan utama, maka sesungguhnyapraktik outsourcing batal demi hukum. 91Berdasarkan Penjelasan Pasal 66 ayat (1) UU No. 13 Tahun2003, Abu Umar mengatakan bahwa jenis usaha atau kegiatan yangdiperbolehkan untuk di-outsourcing hanya ada 5 jenis usaha yaitu:1) Usaha pelayanan kebersihan (cleaning sevice).2) Usaha penyediaan makanan bagi pekerja/buruh (catering).3) Usaha tenaga pengamanan (security/satpam).4) Usaha jasa penunjang pertambangan dan perminyakan.5) Usaha penyediaan angkutan pekerja/buruh. Selain dari limajenis kegiatan seperti yang disebutkan di atas, outsourcing tidakdiperbolehkan dan bila terjadi, maka hal tersebut batal demihukum. 92Permasalahan yang terjadi di lapangan adalah adanyapelanggaran terhadap ketentuan yang ada dalam Undang-undang.Untuk masalah outsourcing, yang sering terjadi adalah pengusahamelakukan praktik outsourcing untuk jenis usaha yang masukdalam kategori pekerjaan utama. Alasan yang sering digunakanoleh para pengusaha adalah bahwa penafsiran tentang definisi daripekerjaan utama masih belum jelas, padahal kalau merujuk padaPenjelasan Pasal 66 ayat (1) UU No. 13 Tahun 2003 terlihat jelasbahwa yang boleh di-outsourcing hanyalah 5 jenis kegiatan saja.Jadi penafsiran terkait dengan defenisi pekerjaan utama harusnyamerujuk pada penjelasan tersebut.91Abu Umar. 2010. Outsourcing Di Mata Undang-Undang. Diunduh darihttp://www.pks-sumatera.org pada tanggal 9 Maret 2011. (Abu Umar adalah anggotaDPR RI dari Fraksi PKS)92Ibid, tanpa halaman.


691.1.2. Outsourcing Berdasarkan Keputusan Menteri Tenaga Kerjadan Transmigrasi Nomor: KEP. 220/MEN/X/2004 tentangSyarat-Syarat Penyerahan Sebagian Pelaksanaan PekerjaanKepada Perusahaan LainPasal 1 Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan TransmigrasiNomor: KEP. 220/MEN/X/2004 mengatur tentang pengertianperusahaan, perusahaan penerima pemborongan pekerjaan danpekerja/buruh sebagai berikut:Dalam Keputusan Menteri ini yang dimaksud dengan:(1) Perusahaan yang selanjutnya disebut perusahaan pemberipekerjaan adalah:a. Setiap bentuk usaha yang berbadan hukum atau tidak, milikorang perseorangan, milik persekutuan, atau milik badanhukum, baik milik swasta maupun milik negara yangmempekerjakan pekerja/buruh dengan membayar upah atauimbalan dalam bentuk lain;b. Usaha-usaha sosial dan usaha-usaha lain yang mempunyaipengurus dan mempekerjakan orang lain dengan membayarupah atau imbalan dalam bentuk lain.(2) Perusahaan penerima pemborongan pekerjaan adalahperusahaan lain yang menerima penyerahan sebagianpelaksanaan pekerjaan dari perusahaan pemberi pekerjaan.(3) Pekerja/buruh adalah setiap orang yang bekerja padaperusahaan penerima pemborongan pekerjaan denganmenerima upah atau imbalan dalam bentuk lain.Perjanjian Kerja untuk Waktu Tertentu harus memenuhisyarat tidak boleh lebih rendah dari ketentuan yang berlaku,sebagaimana diatur dalam Pasal 2 sebagai berikut:(1) Syarat kerja yang diperjanjikan dalam PKWT, tidak boleh lebihrendah daripada ketentuan dalam peraturan perundangundanganyang berlaku.(2) Menteri dapat menetapkan ketentuan PKWT khusus untuksektor usaha dan atau pekerjaan tertentu.


70Perusahaan pemborong pekerjaan sebagai pihak yangmelaksanakan sebagian pekerjaan, dipersyaratkan harus berbadanhukum, hal ini sebagaimana diatur dalam Pasal 3 KeputusanMenteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor: KEP.220/MEN/X/2004 sebagai berikut:(1) Dalam hal perusahaan pemberi pekerjaan akan menyerahkansebagian pelaksanakan pekerjaan kepada perusahaanpemborong pekerjaan harus diserahkan kepada perusahaanyang berbadan hukum.(2) Ketentuan mengenai berbadan hukum sebagaimana dimaksuddalam ayat (1) dikecuali bagi:a. perusahaan pemborong pekerjaan yang bergerak di bidangpengadaan barang;b. perusahaan pemborong pekerjaan yang bergerak di bidangjasa pemeliharaan dan perbaikan serta jasa konsultansi yangdalam melaksanakan pekerjaan tersebut mempekerjakanpekerja/buruh kurang dari 10 (sepuluh) orang.(3) Apabila perusahaan pemborong pekerjaan sebagaimanadimaksud dalam ayat (1) akan menyerahkan lagi sebagianpekerjaan yang diterima dari perusahaan pemberi pekerjaan,maka penyerahan tersebut dapat diberikan kepada perusahaanpemborong pekerjaan yang bukan berbadan hukum(4) Dalam hal perusahaan pemborong pekerjaan yang bukanberbadan hukum sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) tidakmelaksanakan kewajibannya memenuhi hak-hak pekerja/buruhdalam hubungan kerja maka perusahaan yang berbadan hukumsebagaimana dimaksud dalam ayat (1) bertanggung jawabdalam memenuhi kewajiban tersebut.Apabila dalam suatu daerah tidak terdapat perusahanpemborong pekerjaan yang berbadan hukum, maka dapatdiserahkan kepada perusahaan yang bukan berbadan hukum,dengan syarat perusahaan tersebut bertangungjawab memenuhihak-hak pekerja yang dituangkan dalam perjanjian pemboronganpekerjaan. Pasal 4 Keputusan Menteri Tenaga Kerja danTransmigrasi Nomor: KEP. 220/MEN/X/2004 menyatakan bahwa:


71(1) Dalam hal di satu daerah tidak terdapat perusahaan pemborongpekerjaan yang berbadan hukum atau terdapat perusahaanpemborong pekerjaan berbadan hukum tetapi tidak memenuhikualifikasi untuk dapat melaksanakan sebagian pekerjaan dariperusahaan pemberi pekerjaan, maka penyerahan sebagianpelaksanaan pekerjaan dapat diserahkan pada perusahaanpemborong pekerjaan yang bukan berbadan hukum.(2) Perusahaan penerima pemborongan pekerjaan yang bukanberbadan hukum sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)bertanggung jawab memenuhi hak-hak pekerja/buruh yangterjadi dalam hubungan kerja antara perusahaan yang bukanberbadan hukum tersebut dengan pekerjaan/buruhnya(3) Tanggung jawab sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) harusdituangkan dalam perjanjian pemborongan pekerjaan antaraperusahaan pemberi pekerjaan dengan perusahaan pemborongpekerjaan.Hak-hak pekerja/buru wajib dimuat dalam setiap perjanjianpemborongan pekerjaan, sebagaimana diatur dalam Pasal 5Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor: KEP.220/MEN/X/2004:Setiap perjanjian pemborongan pekerjaan wajib memuatketentuan yang menjamin terpenuhinya hak-hak pekerja/buruhdalam hubungan kerja sebagaimana diatur dalam peraturanperundang-undangan.Pekerjaan yang dapat diborongkan kepada perusahaanpemborong pekerjaan harus memenuhi syarat-syarat sebagaimanadiatur dalam Pasal 6 Keputusan Menteri Tenaga Kerja danTransmigrasi Nomor: KEP. 220/MEN/X/2004 yang menyatakansebagai berikut:(1) Pekerjaan yang dapat diserahkan kepada perusahaanpemborong pekerjaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2ayat (1) harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:a. Dilakukan secara terpisah dari kegiatan utama baikmanajemen maupun pemberi pekerjaan. kegiatanpelaksanaan pekerjaan ;


72b. Dilakukan dengan perintah langsung atau tidak langsungdari pemberi pekerjaan dimaksudkan untuk memberipenjelasan tentang cara melaksanakan pekerjaan agar sesuaidengan standar yang ditetapkan oleh perusahaan pemberipekerjaan;c. Merupakan kegiatan penunjang perusahaan secarakeseluruhan, artinya kegiatan tersebut merupakan kegiatanyang mendukung dan memperlancar pelaksanaan pekerjaansesuai dengan alur kegiatan kerja perusahaand. Tidak menghambat proses produksi secara langsung artinyakegiatan tersebut adalah merupakan kegiatan tambahanyang apabila tidak dilakukan oleh perusahaan pemberipekerjaan, proses pelaksanaan pekerjaan tetap berjalansebagaimana biasanya.(2) Perusahaan pemberi pekerjaan yang akan menyerahkansebagian pelaksanan pekerjaannya kepada perusahaanpemborong pekerjaan wajib membuat alur kegiatan prosespelaksanaan pekerjaan.(3) Berdasarkan alur kegiatan proses pelaksanaan pekerjaansebagaimana dimaksud dalam ayat (2) perusahaan pemberipekerjaan menetapkan jenis-jenis pekerjaan yang utama danpenunjang berdasarkan ketentuan ayat (1) serta melaporkankepada instansi yang bertanggungjawab di bidangketenagakerjaan setempat.1.1.3. Outsourcing Berdasarkan Keputusan Menteri Tenaga Kerjadan Transmigrasi Nomor: KEP.101/MEN/VI/2004 tentangTata Cara Perijinan Perusahaan Penyedia Jasa Pekerja/BuruhPasal 1 Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan TransmigrasiNomor: KEP. 101 /MEN/VI/2004 diantara menyatakan tentangpengertian pekerja, pengusaha, perusahaan, perusahaan penyediajasa sebagai berikut:Dalam Keputusan Menteri ini yang dimaksud dengan:1. Pekerja/buruh adalah setiap orang yang bekerja denganmenerima upah atau imbalan dalam bentuk lain.2. Pengusaha adalaha. orang perseorangan, persekutuan, atau badan hukum yangmenjalankan suatu perusahaan milik sendiri;b. orang perseorangan, persekutuan, atau badan hukum yangsecara berdiri sendiri menjalankan perusahaan bukanmuliknya;


73c orang perseorangan, persekutuan, atau badan hukum yangberada di Indonesia mewakili perusahaan sebagaimanadimaksud dalam huruf a dan b yang berkedudkan di luarwilayah Indonesia.3. Perusahaan adalaha. setiap bentuk usaha yang berbadan hukum atau tidak, milikorang perseorangan, milik persekutuan, atau milik badanhukum, baik milik swasta maupun milik negara yangmempekerjakan pekerja/buruh dengan membayar upah atauimbalan dalam bentuk lain;b. usaha-usaha sosial dan usaha-usaha lain yang mempunyaipengurusan dan mempekerjakan orang lain denganmembayar upah atau nimbalan dalam bentuk lain.4. Perusahaan penyedia jasa adalah perusahaan berbadan hukumyang dalam kegiatan usahanya menyediakan jasa pekerja/buruhuntuk dipekerjakan di perusahaan pemberi pekerjaan.Pasal 2 Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan TransmigrasiNomor: KEP. 101 /MEN/VI/2004 mengatur tentang permohonan ijinoperasional perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh, sebagaiberikut:(1) Untuk dapat menjadi perusahaan penyedia jasa pekerja/buruhperusahaan wajib memiliki ijin operasional dari instansi yangbertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan dikabupaten/Kabupatensesuai domisili perusahaan penyedia jasapekerja/buruh.(2) Untuk mendapatkan ijin operasional perusahaan penyedia jasapekerja/buruh perusahaan menyampaikan permohonan denganmelampirkan:a. copy pengesahan sebagai badab hukum berbentukPerseorangan Terbatas atau Koperasi;b. copy anggaran dasar yang di dalamnya memuat kegiatanusaha penyedia jasa pekerja/buruh;c. copy SIUP;d. copy wajib lapor ketenagakerjaan yang masih berlaku.(3) Instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaansebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus sudah menerbitkanijin operasional terhadap permohonan yang telah memenuhiketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dalam waktupaling lama 30m (tiga puluh) hari kerja sejak permohonanditerima.


74Permohonan ijin operasional perusahaan penyedia jasapekerja/buruh sebagaimana diatur dalam Pasal 2, berlaku untukseluruh Indonesia dengan jangka waktu yang sama, hal inisebagaimana diatur dalam Pasal 3 Keputusan Menteri Tenaga Kerjadan Transmigrasi Nomor: KEP. 101 /MEN/VI/2004 yangmenyatakan sebagai berikut:Ijin operasional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 berlakudi seluruh Indonesia untuk jangka waktu yang sama.Antara perusahaan penyedia jasa pekerja dengan perusahaanpemberi pekerjaan, wajib membuat perjanjian tertulis yangsekurang-kurangnya memuat jenis pekerjaan yang akan dilakukan,hubungan kerja yang terjadi dan perusahaan penyedia jasa/buruhbersedia menerima pekerja/buruh di perusahaan penyedia jasapekerja/buruh sebelumnya. Pasal 4 Keputusan Menteri TenagaKerja dan Transmigrasi Nomor: KEP.101/MEN/VI/2004 dalam halini menyatakan sebagai berikut:Dalam hal perusahaan penyedia jasa memperoleh pekerjaan dariperusahaan pemberi pekerjaan, kedua belah pihak wajib membuatperjanjian tertulis yang sekurang-kurangnya memuat:a. jenis pekerjaan yang akan dilakukan oleh pekerja/buruh dariperusahaan jasa;b. penegasan bahwa dalam melaksanakan pekerjaan sebagaimanadimaksud huruf a, hubungan kerja yang terjadi adalah antaraperusahaan penyedia jasa dengan pekerja/buruh yangdipekerrjakan perusahaan penyedia jasa sehingga perlindunganupah dan kesejahteraan, syarat-syarat kerja serta perselisihanyang timbul manjadi tanggung jawab perusahaan penyedia jasapekerja/buruh;c. penegasan bahwa perusahaan penyedia jasaja/buruh bersediamenerima pekerja/buruh di perusahaan penyedia jasapekerja/buruh sebelumnya untuk jenis-jenis pekerja yang terusmenerus ada di perusahaan pemberi kerja dalam hal terjadipenggantian perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh.


75Pasal 5 Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan TransmigrasiNomor: KEP. 101 /MEN/VI/2004 menyatakan bahwa perjanjianantara perusahaan penyedia jasa pekerja dengan perusahaanpemberi pekerjaan harus didaftarkan pada instansi yangbertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan. Ketentuanselengkapnya Pasal 5 adalah sebagai berikut:(1) Perjanjian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 harusdidaftarkan pada instansi yang bertanggung jawab di bidangketenagakerjaan kabupaten/Kabupatentempat perusahaanpenyedia jasa pekerja/buruh melaksanakan pekerjaan(2) Dalam hal perusahaan penyedia jasa pekerjaan/buruhmelaksanakan pekerjaan pada perusahaan pemberi kerja yangberada dalam wilayah lebih dari satukabupaten/Kabupatendalam satu proinsi, maka pendaftarandilakukan pada instansi yang bertanggung jawab di bidangketenagakerjaan provinsi.(3) Dalam hal perusahaan penyedia jasa pekerja/buruhmelaksanakan pekerjaan pada perusahaan pemberi kerja yangberada dalam wilayah lebih dari satu provinsi, makapendaftaran dilakukan pada Direktorat Jenderal PembinaanHubungan Industrial.(4) Pendaftaran perjanjian sebagaimana dimaksud dalam ayat (1),ayat (2) dan ayat (3) harus melampirkan draft perjanjian kerja.Pejabat yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaanmelakukan perjanjian dan menerbitkan bukti pendaftaran antaraperusahaan penyedia jasa pekerja dengan perusahaan pemberipekerjaan. Hal ini sebagaimana diatur dalam Pasal 6 KeputusanM e n t e r i T e n a g a K e rj a d a n T ransmigrasi N o m o r :KEP.101/MEN/VI/2004 yang menyatakan sebagai berikut:(1) Dalam melakukan pendaftaran sebagaimana dimaksud dalamPasal 4 pejabat instansi yang bertanggung jawaab di bidangketenagakerjaan melakukan perjanjian tersebut;(2) Dalam hal perjanjian sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)telah memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal4, maka pejabat yang bertanggung jawab di bidangketenagakerjaan menerbitkan bukti pendaftaran.


76(3) Dalam hal terdaftar ketentuan yang tidak sesuai denganketentuan pasal 4, maka pejabat yang bertnaggung jawab dibidang ketenagakerjaan membuat catatan pada buktipendaftaran bahwa perjanjian dimaksud tidak sesuai denganketentuan dalam Pasal 4.Perusahaan penyedia jasa pekerja yang tidak mendaftarkanperjanjian penyedia jasa pekerja/buruh, maka instansi yangbertanggung jawab di bdang ketenagakerjaan mencabut ijinoperasional perusahaan penyedia jasa keperja/buruh yangbersangkutan, sedangkan hak-hak pekerja/buruh tetap menjaditanggung jawab perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh yangbersangkutan. Pasal 7 Keputusan Menteri Tenaga Kerja danTransmigrasi Nomor: KEP. 101 /MEN/VI/2004 dalam hal inimenyatakan sebagai berikut:(1) Dalam hal perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh tidakmendaftarkan perjanjian penyedia jasa pekerja/buruh, makainstansi yang bertanggung jawab di bdang ketenagakerjaansebagaimana dimaksud dalam pasal 2 mencabut ijin operasionalperusahaan penyedia jasa keperja/buruh yang bersangkutansetelah mendapat rekomendasi dari instansi yang bertanggungjawab di bidang ketenagakerjaan sebagaimana dimaksud dalamPasal 5.(2) Dalam hal ijin operasional dicabut, hak-hak pekerja/buruh tetapmenjadi tanggung jawab perusahaan penyedia jasapekerja/buruh yang bersangkutan.1.2. Pengawasan KetenagakerjaanPengawasan ketenagakerjaan dilakukan untuk menjamin semuaperaturan perundang-undangan di bidang ketenagakerjaan dipatuhi dandilaksanakan oleh semua pihak yang terkait. Untuk itu, pengawasanketenagakerjaan dilakukan oleh pegawai pengawas yang kompetentergabung dalam unit tersendiri pada Pemerintah Pusat, Pemerintah


77Provinsi, dan Pemerintah Kabupaten/Kabupaten. Dengan demikianpegawai pengawas dapat melakukan tugasnya dan mengambil keputusansecara independen, tidak terpengaruh oleh pihak lain.Pengawasan ketenagakerjaan merupakan unsur penting dalamperlindungan tenaga kerja, sekaligus sebagai upaya penegakan hukumketenagakerjaan secara menyeluruh. Penegakan hukum ditempuh dalam 2(dua) cara, yaitu: preventif dan refresif. Pada dasarnya kedua cara ituditempuh sangat bergantung dari tingkat kepatuhan masyarakat(pengusaha, pekerja/buruh, serikat pekerja/serikat buruh) terhadapketentuan hukum ketenagakerjaan. Tindakan preventif dilakukan jikamemungkinkan dan masih adanya kesadaran masyarakat untuk mematuhihukum. Namun bila tindakan preventif tidak efektif lagi, maka ditempuhtindakkan refresif dengan maksud agar masyarakat mau melaksanakanhukum walaupun dengan keterpaksaan. 93Pengawasan perburuhan/ketenagakerjaan dimaksudkan untukmendidik agar pengusaha atau perusahaan selalu tunduk menjalankanketentuan-ketentuan hukum yang berlaku sehingga akan dapat menjaminkeamanan dan kestabilan pelaksanaan hubungan kerja, karena seringkaliperselisihan perburuhan disebabkan karena pengusaha tidak memberikanperlindungan hukum kepada buruhnya sesuai dengan ketentuan yangberlaku. Di samping itu pelaksanaan pengawasan perburuhan akanmenjamin pelaksanaan peraturan-peraturan perburuhan di semuaperusahaan secara sama, sehingga akan menjamin tidak terjadinyapersaingan yang tidak sehat (unfair competition) 9493Abdul Khakim. 2003. Op. Cit. hal. 123


94Lalu Husni. 2003. Op. Cit. hal. 12078Pengawasan perburuhan/ketenagakerjaan dilakukan denganmelakukan kunjungan ke perusahaan-perusahaan untuk mengamati,mengawasi pelaksanaan hak-hak normatif pekerja. Jika hak-hak pekerjabelum dipenuhi oleh pengusaha, pegawai pengawas dapat melakukanteguran agar hak-hak pekerja diberikan sesuai dengan peraturan perundangundanganyang ada, jika tidak diindahkan pegawai pengawas yangmerupakan penyidik pegawai negeri sipil di bidang perburuhan dapatmenyidik pengusaha tersebut untuk selanjutnya dibuatkan berita acarapemeriksaan untuk diproses lebih lanjut ke pengadilan. 95Dalam melaksanakan tugasnya Pegawai Pengawas berhak dan wajibmelakukan:1) Memasuki semua tempat dimana dijalankan atau biasa dijalankanpekerjaan atau dapat disangka bahwa di situ dijalankan pekerjaan danjuga segala rumah yang disewakan atau dipergunakan oleh pengusahaatau wakilnya untuk perumahan atau perawatan pekerja.2) Jika terjadi penolakan untuk memasuki tempat-tempat tersebut,Pegawai Pengawas berhak meminta bantuan POLRI.3) Mendapatkan keterangan sejelas-jelasnya dari pengusaha atau wakilnyadan pekerja/buruh mengenai kondisi hubungan kerja pada perusahaanyang bersangkutan.4) Menanyai pekerja/buruh tanpa dihadiri pihak ketiga.5) Harus melakukan koordinasi dengan serikat pekerja/serikat buruh.6) Wajib merahasiakan segala keterangan yang didapat dari pemeriksaantersebut.7) Wajib mengusut pelanggaran. 96Pegawai Pengawas Ketenagakerjaan dapat diberi wewenang khusussebagai Penyidik Pegawai Negeri Sipil sesuai dengan peraturan perundangundangansebagaimana dimaksud dalam Pasal 182 ayat (1) UU No. 13Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dan kewenangan-kewenangan9596Ibid. hal. 121Abdul Khakim. 2003. Op. Cit. hal. 124-12 5


sebagaiaman dimaksud dalam Pasal 182 ayat (2). Ketentuan selengkapnyaPasal 182 adalah sebagai berikut:(1) Selain penyidik pejabat Polisi Negara Republik Indonesia, juga kepadapegawai pengawas ketenagakerjaan dapat diberi wewenang khusussebagai penyidik pegawai negeri sipil sesuai dengan peraturanperundang-undangan yang berlaku.(2) Penyidik Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)berwenang:a. melakukan pemeriksaan atas kebenaran laporan serta keterangantentang tindak pidana di bidang ketenaga-kerjaan;b. melakukan pemeriksaan terhadap orang yang diduga melakukantindak pidana di bidang ketenagakerjaan;c. meminta keterangan dan bahan bukti dari orang atau badan hukumsehubungan dengan tindak pidana di bidang ketenagakerjaan;d. melakukan pemeriksaan atau penyitaan bahan atau barang buktidalam perkara tindak pidana di bidang ketenagakerjaan;e. melakukan pemeriksaan atas surat dan/atau dokumen lain tentangtindak pidana di bidang ketenagakerjaan;f. meminta bantuan tenaga ahli dalam rangka pelaksanaan tugaspenyidikan tindak pidana di bidang ketenagakerjaan; dang. menghentikan penyidikan apabila tidak terdapat cukup bukti yangmembuktikan tentang adanya tindak pidana di bidangketenagakerjaan.(3) Kewenangan penyidik pegawai negeri sipil sebagaimana dimaksuddalam ayat (2) dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundangundanganyang berlaku.Pengawasan ketenagakerjaan dilakukan oleh Pegawai PengawasKetenagakerjaan yang mempunyai kompetensi pengawasan. Dengandemikian tugas dan fungsi Pengawasan Ketenagakerjaan tidak dapatdilaksanakan oleh orang lain selain Pegawai Pengawas Ketenagakerjaansebagaimana dimaksud Pasal 176 dan Pasal 177 UU No. 13 Tahun 2003.Pasal 176 menyatakan bahwa:Pengawasan ketenagakerjaan dilakukan oleh pegawai pengawasketenaga-kerjaan yang mempunyai kompetensi dan independen gunamenjamin pelaksanaan peraturan perundang -undanganketenagakerjaan.73


80Sedangkan pada Pasal 177 dinyatakan sebagai berikut:Pegawai pengawas ketenagakerjaan sebagaimana dimaksud dalamPasal 176 ditetapkan oleh Menteri atau pejabat yang ditunjuk.Berdasarkan ketentuan tersebut, maka Pegawai PengawasKetenagakerjaan perlu diberdayakan semaksimal mungkin. Untuk dapatmenjalankan tugas Pengawasan Ketenagakerjaan, Pegawai PengawasKetenagakerjaan harus diangkat/ditunjuk oleh Menteri Tenaga Kerja danTransmigrasi atas usul Gubernur, Bupati/WaliKabupaten, setelah yangbersangkutan dinyatakan lulus diklat teknis Pengawas Ketenagakerjaansebagaimana dimaksud Pasal 177 UU No. 13 Tahun 2003.Adapun fungsi Pengawas Ketenagakerjaan adalah sebagai berikut::1) Mengawasi pelaksanaan Undang-Undang Ketenagakerjaan.2) Memberikan penerangan teknis dan nasihat kepada pengusaha dantenaga kerja agar tercapainya pelaksanaa Undang-UndangKetenagakerjaan secara efektif.3) Melaporkan kepada pihak berwenang atas kecurangan danpenyelewengan Undang-Undang Ketenagakerjaan.Fungsi Sistem Pengawasan Ketenagakerjaan:1) Menjamin penegakan ketentuan hukum mengenai kondisi kerja danperlindungan pekerja saat melaksanakan pekerjaannya, sepertiketentuan yang berkaitan dengan jam kerja, pengupahan, keselamatan,kesehatan dan kesejahteraan, penggunaan pekerja/buruh anak danorang muda serta masalah-masalah lain yang terkait, sepanjangketentuan tersebut dapat ditegakkan oleh pengawas ketenagakerjaan.2) Memberikan keterangan teknis dan nasehat kepada pengusaha danpekerja/buruh mengenai cara yang paling efektif untuk mentaatiketentuan hukum.3) Memberitahukan kepada pihak yang berwenang mengenai terjadinyapenyimpangan atau penyalahgunaan yang secara khusus tidak diaturdalam ketentuan hukum yang berlaku.4) Tugas lain yang dapat menjadi tanggung jawab pengawasketenagakerjaan tidak boleh menghalangi pelaksanaan tugas pokokpengawas atau mengurangi kewenangannya dan ketidakberpihakannyayang diperlukan bagi pengawas dalam berhubungan dengan pengusahadan pekerja/buruh. 9797Sendjun H. Manulang. 1995. Op. Cit. Hal. 125


81Pasal 1 huruf a Peraturan Menteri Tenaga Kerja NomorPer.03/Men/1984 tentang Pengawasan Ketenagakerjaan Terpadumenyatakan bahwa pegawai pengawas ketenagakejaan adalah PegawaiDepartemen Tenaga Kerja yang diserahi tugas mengawasi pelaksanaanperaturan perundang-undangan ketenagakerjaan yang terdiri dari PegawaiPengawas Umum dan Pegawai Pengawas Spesialis.Pasal 1 huruf d Peraturan Menteri Tenaga Kerja NomorPer.03/Men/1 984 menyatakan bahwa pengawasan ketenagakerjaan terpaduadalah suatu sistem pengawasan pelaksanaan peraturan perundangundanganyang merupakan kegiatan:1) penyusunan rencana;2) pemeriksaan di perusahaan atau di tempat kerja;3) penindakan korektif baik secara preventif maupun represif;4) pelaporan hasil pemeriksaanPasal 2 Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor Per.03/Men/1984menyatakan bahwa: tujuan pengawasan ketenagakerjaan terpadu, yaitu:1) Mengawasi pelaksanaan peraturan perundang-undanganketenagakerjaan;2) Memberi penerangan tehnis serta nasehat kepada pengusaha ataupengurus dan atau tenaga kerja tentang hal-hal yang dapat menjaminpelaksanaan efektif dari pada peraturan perundang-undanganketenagakerjaan;3) Mengumpulkan bahan-bahan keterangan tentang hubungan kerja dankeadaan ketenagakerjaan dalam arti yang luas guna pembentukan danpenyempurnaan peraturan perundang-undangan ketenagakerjaan.Mengingat bahwa pelaksanaan pengawasan ketenagakerjaan adalahberdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan maka setiap langkahatau tahap kegiatan pemeriksaan dan pengujian objek pengawasan


ketenagakerjaan tidak boleh menyimpang dari ketentuan peraturanperundang-undangan, standar, kriteria dan mekanisme yang ditetapkan.Pengawasan ketenagakerjaan dilakukan dengan cara melaksanakanpemeriksaan dan atau pengujian baik pertama, berkala, ulang dan khususterhadap obyek pengawasan ketenagakerjaan. Pasal 4 Peraturan MenteriTenaga Kerja Nomor Per.03/Men/1 984 menyatakan bahwa tahappelaksanaan pengawasan ketenagakerjaan terpadu meliputi:1) Pemeriksaan pertama, adalah pemeriksaan lengkap yang dilakukankepada perusahaan atau tempat kerja baru yang belum pernahdiperiksa;2) Kontrol (pemeriksaan berkala), adalah pemeriksaan ulang yangdilakukan setelah pemeriksaan pertama baik secara lengkap maupuntidak;3) Pemeriksaan khusus, adalah pemeriksaan yangdilakukan terhadapmasalah ketenagakerjaan yang bersifat khusus seperti pengujian,kecelakaan, adanya laporan pihak ketiga, perintah atasanPasal 9 Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor Per.03/Men/1984menyatakan bahwa tugas dan kewajiban pegawai pengawas umum adalah:1) Melaksanakan pemeriksaan pertama dan kontrol (berkala) diperusahaan atau di tempat kerja;2) Memberikan bimbingan, pembinaan dan penyuluhan kepada tenagakerja dan pengusaha atau pengurus tentang peraturan perundangundanganketenagakerjaan;3) Merahasiakan segala sesuatu yang diperoleh yang perlu dirahasiakandalam menjalankan tugas dan kewajibannya;4) Melaporkan semua kegiatan yang berhubungan dengan tugas dankewajibannya;5) Mencatat hasil pemeriksaan dalam buku Akte PengawasanKetenagakerjaan dan disimpan oleh pengusaha atau pengurus.Tugas dan kewajiban pegawai pengawas spesialis diatur pada Pasal12 Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor Per.03/Men/1984 sebagaiberikut:76


831) Melaksanakan kontrol (pemeriksaan berkala) di perusahaan atau tempatkerja;2) Memberikan bimbingan, pembinaan dan penyuluhan kepadatenagakerja dan pengusaha atau pengurus tentang peraturan perundangundanganketenagakerjaan;3) Merahasiakan segala sesuatu yang diperoleh yang perlu dirahasiakandalam menjalankan tugas dan kewajibannya;4) Melaporkan semua kegiatan yang berhubungan dengan tugas dankewajiban sesuai dengan ketentuan;5) Mencatat hasil pemeriksaan dalam buku AktePengawasanKetenagakerjaan dan disimpan oleh pengusaha ataupengurus.Berdasarkan Surat Edaran Nomor: SE.918/MEN/PPK-SES/XI/2004tentang Pelaksanaan Pengawasan Ketenagakerjaan di Propinsi danKabupaten/Kabupaten, pelaksanaan tugas pengawasan ketenagakerjaan,pegawai pengawas ketenagakerjaan berkewajiban untuk:1) Menyusun rencana kerja pemeriksaan (bulanan) yangdiketahui/disahkan oleh pimpinan atau atasannya.2) Melakukan pemeriksaan dan atau pengujian dilapangan/perusahaansecara komprehensif dan tuntas.3) Mencatat hasil temuan pemeriksaan dan atau pengujian dalam buku,akte pengawasan ketenagakerjaan dan atau akte izin/pengesahan.4) Membuat nota pemeriksaan dan laporan pemeriksaan.5) Memantau pelaksanaan dan menindak lanjuti hasil temuan pemeriksaandan atau pengujian.Terhadap pelanggaran yang memerlukan tindak lanjut penyidikanharus dilakukan oleh Pegawai Pengawas Ketenagakerjaan yang telahberkualifikasi PPNS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 182 UU No.13.Tahun 2003. Secara operasional pengawasan ketenagakerjaan meliputi:1) Sosialisasi Norma KetenagakerjaanSasaran kegiatan ini agar tercapai peningkatan pemahaman norma kerjabagi masyarakat industri, sehingga tumbuh persepsi positif danmendorong kesadaran untuk melaksanakan ketentuan ketenagakerjaan.2) Tahapan Pelaksanaan Pengawasana) Upaya pembinaan (preventive educative), yang ditempuh denganmemberikan penyuluhan kepada masyarakat industri,penyebarluasan informasi ketentuan ketenagakerjaan pelayanankonsultasi dan lain-lain.


84b) Tindakan refresif nonyustisial, yang ditempuh dengan memberikanperingatan tertulis melalui nota pemeriksaan kepada pimpinanperusahaan apabila ditemui pelanggaran. Di samping jugamemberikan petunjuk secara lisan pada saat pemeriksaan.c) Tindakan refresif yustisial, sebagai alternatif terakhir dan dilakukanmelalui lembaga peradilan. Upaya ini ditempuh bila PegawaiPengawas sudah melakukan pembinaan dan memberikanperingatan, tetapi pengusaha tetap tidak mengindahkan maksudpembinaan tersebut. Dengan demikian Pegawai Pengawas sebagaiPenyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) berkewajiban melakukanpenyidikan dan menindaklanjuti sesuai dengan prosedur hukumyang berlaku. 98Skema proses pengaduan terhadap pelanggaran atau tindak pidana dibidang ketenagakerjaan digambarkan sebagai berikut:Bila terjadi pelanggaran atautindak pidana terhadap UUKetenagakerjaan, para pihakmelaporkan atau mengadukankepada Pegawai PengawasPegawai Pengawasmelakukan pemeriksaanke lokasiBerdasarkan hasil pemeriksaan,Pegawai Pengawas melakukansomasi bertahap (1, 2 dan 3)DilaksanakanTidak dilaksanakanBerkas disampaikan ke PolriKejaksaan NegeriGambar 1. Diagram Proses Pengaduan 999899Abdul Khakim. 2003. Op. Cit. hal. 125-126Ibid. hal. 128


85Hubungan kerja yang terjadi dalam outsourcing yaitu hubungan kerjaantara perusahaan outsourcing dengan pekerja melalui suatu perjanjiankerja. Sedangkan hubungan yang terjadi antara perusahaan outsourcingdengan perusahaan pengguna tenaga kerja adalah sebatas hubunganmenyerahkan sebagian pekerjaan kepada perusahaan outsourcing melaluiperjanjian pemborongan pekerjaan atau perjanjian penyediaan jasa pekerjayang dibuat secara tertulis. Dengan adanya perjanjian pemborongan antaraperusahaan outsourcing dengan perusahaan pengguna tenaga kerja, makaterjadilah suatu praktek outsourcing. Hubungan kerja yang terjadi antaraperusahaan outsourcing dengan pekerjanya secara tidak langsung telahmelibatkan pemerintah dalam upaya penegakan hukum ketenagakerjaan,hal ini dilakukan untuk melindungi hak-hak pengusaha dan pekerja dalampelaksanaan hubungan kerja. Dalam hal upaya penegakan hukum tenagakerja, pemerintah melakukan dengan pengawasan ketenagakerjaan.Pengawasan ketenagakerjaan merupakan unsur penting dalam perlindungantenaga kerja, sekaligus sebagai upaya penegakan hukum ketenagakerjaansecara menyeluruh. Dalam pelaksanaannya sistem outsourcing sangatlahriskan terjadi pelanggaran, untuk itu diperlukan suatu pengawasan terhadapnorma kerja dan pengawasan terhadap keselamatan dan kesehatan kerja(K3) untuk melindungi hak-hak pekerja yang dipekerjakan dalam suatupraktek outsourcing. Dengan adanya hambatan-hambatan yang timbuldalam pelaksanaan pengawasan ketenagakerjaan, maka diperlukan adanyasolusi untuk mengatasi hambatan-hambatan tersebut.


86Berdasarkan penjelasan tersebut di atas, maka dapat dibuat bagan alurproses pengawasan ketenagakerjaan sebagai berikut:UU No. 13 Tahun 2003tentang KetenagakerjaanKepmenakertrans Nomor:KEP. 101 /MEN/VI/2004tentang Tata Cara PerijinanPerusahaan Penyedia JasaPekerja/BuruhKepmenakertrans Nomor: KEP.220/MEN/X/2004 tentang Syarat-Syarat Penyerahan SebagianPelaksanaan Pekerjaan KepadaPerusahaan LainPerusahaanOutsourcingPekerjaOutsourcingPemerintahmelaluiDepnakertransPerusahaanPengguna TenagaK e r j aPraktikOutsourcingPelaksanaanPengawasan olehPegawa PengawasKetenagakerjaanPengawasan TerhadapNorma KerjaPengawasan TerhadapKeselamatan danKesehatan KerjaHambatanSolusi


Gambar 2. Bagan alur proses pengawasan ketenagakerjaan87


881.3. Praktik Outsourcing di Kabupaten BanjarnegaraTerdapat beberapa perusahaan penyedia jasa tenaga kerja yangberoperasi di wilayah Kabupaten Banjarnegara, yaitu sebagai berikut:Tabel 1. Perusahaan Outsourcing yang beroperasi di KabupatenBanjarnegaraNo. Nama Perusahaan Outsourcing AlamatVendor Outsourcing selain Satpam1. PT. Intrias Mandiri Sejati Yogyakarta2. PT. Karyaputra Surya Gemilang Yogyakarta3. PT. Mutualplus Global Resources Yogyakarta4. PT. Outsourcing Indonesia Yogyakarta5. PT. Prima Karya Sarana Sejahtera Yogyakarta6. PT. Prismas Jamintara Yogyakarta7. PT. Sumberdaya Dian Mandiri YogyakartaVendor Satpam dan Cleaning Service1. PT. BravoSatria Perkasa Yogyakarta2. PT. Sigap Prima Astrea Yogyakarta3. PT. Prima Karya Sarana Sejahtera Yogyakarta4. PT. Adita Farasjaya Semarang5. PT. Huta Inspira Semarang6. PT Adimitra Pratama Semarang7. PT. Bhumi Elang Perkasa Semarang8. PT. Grinatha SemarangSedangkan perusahaan pemberi pekerjaan yang memanfaatkan jasadari perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh atau perusahaan outsourcingdi Kabupaten Banjarnegara adalah perusahaan yang bergerak di bidangkeuangan dan perbankan, yaitu sebagai berikut:Tabel 2. Perusahaan pemberi pekerjaan yang memanfaatkan jasaperusahaan outsourcingNo. Nama Perusahaan Bidang Usaha1. Bank Jateng Perbankan2. Bank Rakyat Indonesia Perbankan3. Bank Danamon Perbankan4. Bank Mega Perbankan5. Bank Niaga Perbankan6. Bank Mandiri Perbankan


89Adapun jenis-jenis pekerjaan yang di-outsourcing disajikan padatabel sebagai berikut:Tabel 3. Jenis pekerjaan yang di-outsourcingNo.Jenis Pekerjaan1. Administrasi umum dan SDM2. Aministrasi kredit3. Teller4. Administrasi back office5. Pemasaran6. Pengawasan kredit7. Administrasi kredit8. Administrasi analisis9. Administrasi akuntansi10. Satpam11. Cleaning servis12. Driver13. PesuruhSebagaimana diketahui bahwa dalam perjanjian kerja antara pekerjadengan perusahaan outsourcing harus dituangkan dalam bentuk perjanjiantertulis, hal ini dapat dicontohkan perjanjian kerja antara PT . Prima KaryaSarana Sejahtera dengan pihak pekerja sebagai berikut:Perjanjian KerjaAntaraPT . Prima Karya Sarana SejahteraDenganTri Panji RakhmantoNo: B/449-VII/SDM/07/201 1I. Siti Adimurwani, Kepala Cabang PT . Prima Karya Sarana SejahteraYogyakarta, bertindak untuk dan atas nama PT . Prima Karya SaranaSejahtera, perusahaan yang menjalankan usaha di bidang penyedia jasapekerja, selanjutnya disebut PIHAK PERTAMAII. Nama: Tri Panji RakhmantoJenis Kelamin: PriaTempat/Tanggal Lahir : Kebumen/12/10/1991Alamat/Tempat Tinggal : Panjatan RT 06/03 Karanganyar KebumenSelanjutnya disebut PIHAK KEDUADengan ini PIHAK PERTAMA dan PIHAK KEDUA (kedua belah pihak)menyatakan setuju untuk mengadakan perjanjian kerja waktu tertentu gunamelaksanakan tugas/pekerjaan dengan ketentuan dan syarat sebagaiberikut:


90Pasal 1PENGERTIAN UMUMDalam perjanjian kerja ini yang dimaksud dengan:1. Pekerja adalah PIHAK KEDUA yang mempunyai hubungan kerjadengan PIHAK PERTAMA karena pelaksanaan tugas/pekerjaan yangdimaksud dalam Pasal 2 berdasarkan perjanjian kerja waktu tertentumenurut perjanjian kerja ini.2. Daftar hadir adalah catatan kehadiran pekerja yang dikelola olehkoordinator/pengawas bagi pekerja di perusahaan tempat pekerjamenjalankan pekerjaannya.3. Rekanan adalah orang, badan, atau institusi yang bekerja sama dengandan atau menyerahkan sebagian pelaksanaan pekerjaan kepada PIHAKPERTAMA melalui ”Perjanjian Pemborongan Pekerjaan dan atauPenyediaan Jasa Pekerjaan” dan untuk itu PIHAK PERTAMAmenempatkan PIHAK KEDUA sebagai pekerja.Pasal 2JENIS DAN LINGKUP PEKERJAAN(1) PIHAK KEDUA setuju untuk melaksanakan pekerjaan yang diberikanPIHAK PERTAMA sebagai Satuan Pengaman dengan status/kedudukansebagai pekerja waktu tertentu, ditempatkan di Kanca BRI Banj arnegara.(2) Ruang lingkup pekerjaan yang diserahkan oleh PIHAK PERTAMAkepada PIHAK KEDUA disesuaikan dengan jabatan/tugas PIHAKKEDUA dan dituangkan dalam bentuk surat penugasan yang diberikanoleh PIHAK PERTAMA.(3) PIHAK KEDUA bersedia ditempatkan di lokasi kerja PIHAKPERTAMA dan atau rekanan dan bersedia sewaktu-waktu dipindahkandari satu lokasi ke lokasi lain dengan upah dan fasilitas sesuai standarupah dan fasilitas yang berlaku di perusahaan PIHAK PERTAMA.Pasal 3JANGKA WAKTU PERJANJIAN(1) Perjanjian kerja ini berlaku sejak tanggal 01 Juli 2011 sampai dengantanggal 30 Juni 2012.(2) Jangka waktu perjanjian kerja yang dimaksud dalam ayat (1) pasal inidapat diperpanjang berdasarkan kesepakatan kedua belah pihaksepanjang jumlah jangka waktu perjanjian awal dan perpanjangannyatidak lebih dari 2 tahun.


91Pasal 4KEWAJIBAN PIHAK PERTAMA(1) PIHAK PERTAMA berkewajiban membayar upah kepada PIHAKKEDUA yang akan dibayarkan secara bulanan setiap tanggal 25 bulanpembayaran, dengan komponen sebagai berikut:a) Upah pokok sebesar Rp 750.000b) Tunjangan tetap Rp 370.000c) Tunjangan tidak tetap Rp 30.000(2) PIHAK REKANAN akan memberikan lumpsum baya perjalanan dinaskepada PIHAK KEDUA berdasarkan ketentuan yang berlaku bagipekerja waktu tertentu di REKANAN apabila PIHAK KEDUAditugaskan untuk melaksanakan perjalanan dinas oleh REKANAN atasbeban biaya REKANAN.(3) PIHAK PERTAMA berkewajiban membayar upah lembur bagi pekerjayang melaksanakan tugas lembur sesuai ketentuan yang berlaku diPIHAK PERTAMA dan atau REKANAN.(4) PIHAK PERTAMA memberikan cuti selama 12 hari kerja dalam 1 tahunkepada PIHAK KEDUA, dengan catatan cuti tersebut dapat dilaksanakanapabila PIHAK KEDUA telah bekerja pada PIHAK PERTAMA dan atauREKANAN sekurang-kurangnya 6 bulan terus-menerus sesuai denganketentuan yang berlaku pada PIHAK PERTAMA.(5) Atas pelaksanaan cuti tersebut PIHAK PERTAMA akan memberikanTunjangan Uang Perjalanan Cuti Tahunan (TUPCT) sesuai ketentuanyang berlaku bagi P-PKWT di PIHAK PERTAMA sebesar 100% dariupah pokok yang dimaksud ayat (1) pasal ini.(6) Jika PIHAK KEDUA pada saat pembayaran Tunjangan Hari RayaKeagamaan telah bekerja secara terus menerus selama 3 bulan di PIHAKPERTAMA maka PIHAK PERTAMA berkewajiban memberikan uangTHRK kepada PIHAK KEDUA berdasarkan ketentuan yang berlaku bagipekerja di PIHAK PERTAMA dengan ketentuan bahwa jika masa kerjaPIHAK KEDUA 3 bulan atau lebih tetapi kurang dari 1 tahun pada saatpembayaran THRK, maka pembayaran THRK dilakukan secaraproporsional dari tahun yang bersangkutan, dengan rumur: (bulan masakerja dari periode pembayaran THRK tahun yang bersangkutan dibagi 12kali (upah pokok).(7) PIHAK PERTAMA mengikutsertakan PIHAK KEDUA dalam ProgramPensiun Iuran Pasti-Dana Pensiun Lembaga Keuangan (PPIP-DPLK),dengan iurang yang ditetapkan sesuai kemampuan dan menjadi bebanPIHAK PERTAMA, dan dengan kepesertaan dalam PPIP-DPLK tersebutPIHAK PERTAMA tidak berkerwajiban membayar uang pesaongn, uangpenghargaan masa kerja, uang penggantian hak, sebagaimana dimaksudPasal 156 UU No. 13 Tahun 2003 dan atau kompensasi apapun kepadaPIHAK KEDUA.(8) PIHAK PERTAMA wajib mengikutsertakan PIHAK KEDUA dalamProgram Jamsostek yangterdiri dari Jaminan Kecelakaan Kerja, Jaminan


92Kematian dan Jaminan Hari Tua yang perhitungannya atau preminyadihitung dari upah pokok yang dimaksud ayat (1) pasal ini.(9) PIHAK PERTAMA memberikan fasilitas Rawat Inap dan Rawat Jalanuntuk pekerja, sedangkan 1 istri/suami dan anak pertama yaitu berupapenggantian biaya rawatinap bagi keluarga pekerja yang menjalankanrawat inap dengan ketentuan pelaksanaannya diatur tersendiri olehPIHAK PERTAMA.Pasal 5KEWAJIBAN PIHAK PERTAMA(1) PIHAK KEDUA dengan segala kemampuan melaksanakan tugas yangtelah diberikan oleh PIHAK PERTAMA dan atau REKANAN kepadanyadengan sebaik-baiknya serta senantiasa melindungi kepentingan PIHAKPERTAMA dan atau REKANAN.(2) PIHAK KEDUA wajib memenuhi target yang setiap periode tertentuditetapkan oleh PIHAK REKANAN.(3) PIHAK KEDUA tidak melakukan pelanggaran dan atau kejahatan baikyang diatur dalam KUHP, UU Tindak Pidana Khusus (Korupsi) maupunperundangan lainnya yang berlaku, serta tidak melakukan tindakan yanglangsung maupun tidak langsung dapat menimbulkan kerugian secaraadministrasi, finansial dan atau dapat merusak citra PIHAK PERTAMAdan atau REKANAN.(4) PIHAK KEDUA wajib mentaati perjanjian ini, peraturan perusahaan danperaturan lain yang dikeluarkan oleh PIHAK PERTAMA dan atauREKANAN dan menjaga kepentingan PIHAK PERTAMA dan atauREKANAN dengan sebaik-baiknya.(5) PIHAK KEDUA wajib memelihara dengan tertib dan lengkap semuacatatan/data, arsip yang berhubungan dengan pekerjaannya yangseharusnya dilakukan sesuai dengan tugas dan tanggung jawabnya sertamembolehkan REKANAN atau wakilnya untuk meneliti, memeriksa danmembuat salinannya.(6) PIHAK KEDUA diwajibkan untuk memberikan kepada REKANAN danatau PIHAK PERTAMA segala informasi yang menyangkut tugaspekerjaan yang menjadi tanggung jawabnya setiap saat REKANAN danatau PIHAK PERTAMA membutuhkan.(7) PIHAK KEDUA tidak memberikan keterangan tentang keadaankeuangan nasabah yang tercatat pada REKANAN, serta hal-hal lain yangharus atau sepatutnya dirahasiakan oleh Bank menurut kelaziman yangberlaku dalam dunia perbankan, atau oleh suatu perusahaan.(8) PIHAK KEDUA tidak memberikan keterangan kepada media cetak danelektronik serta pihak lain, dan tidak pula membicarakan di luarhubungan dinas segala sesuatu yang diketahuinya mengenai REKANANdan atau PIHAK PERTAMA.


93(9) Kewajibanyang tercantum dalam ayat (7) dan ayat (8) pasal ini berlaku terus sampaidengan 1 tahun setelah PIHAK KEDUA tidak lagi bekerja padaREKANAN dan atau PIHAK PERTAMA.(10) PIHAK KEDUA bersedia mengganti segala kerugian yang diderita olehREKANAN dan atau PIHAK PERTAMA dan menerima sanksi sesuaidengan peraturan yang berlaku sebagai akibat kelalaian/kesalahan yangdilakukan oleh PIHAK KEDUA dalam melaksanakan tugas pekerjaanyang menjadi tanggung jawabnya.(11) PIHAK KEDUA bersedia dikenakan pengurangan atas upahnyaberdasarkan peraturan yang berlaku bagi Pekerja Waktu tertentu diPIHAK PERTAMA apabila tidak hadir secara penuh selama jam kerjaberdasarkan daftar hadir yang telah disetujui REKANAN dan akandiperhitungkan pada pembayaran upah.(12) PIHAK KEDUA tidak menuntut fasilitas/hak/kesejahteraan lain selainyang telah ditentukan dalam Pasal 4 perjanjian ini.(13) PIHAK KEDUA tidak diperkenankan bekerja pada perusahaan selainperusahaan yang ditunjuk oleh PIHAK PERTAMA selama jangka waktupelaksanaan perjanjian kerja ini.(14) PIHAK KEDUA wajib memberitahukan kepada PIHAK PERTAMAsetiap terjadi perubahan alamat rumah tinggal, ahli waris, susunankeluarga yang menjadi tanggung jawabnya.(15) PIHAK KEDUA wajib menyediakan tenaga pengganti sesuai dengankualifikasi apabila PIHAK KEDUA berhalangan melaksanakan tugaspekerjaannya, dengan biaya menjadi beban PIHAK PERTAMA sesuaiketentuan yang berlaku.(16) Pada saat perjanjian ini ditandatangani, PIHAK KEDUA wajibmenyerahkan ijazah pendidikan terakhir asli untuk disimpan oleh PIHAKPERTAMA selama PIHAK KEDUA mempunyai hubungan kerja denganPIHAK PERTAMA dan PIHAK KEDUA tidak diperbolehkanmeminjam ijazah tersebut tanpa rekomendasi dari pimpinan unit kerjaREKANAN dan PIHAK PERTAMA.2. Data PrimerBerdasarkan keterangan hasil wawancara dengan pihak Dinas TenagaKerja Kabupaten Banjarnegara, 100didapat data primer tentang pelaksanaanpengawasan norma kerja dan pelaksanaan pengawasan kesehatan dankeselamatan kerja, yaitu sebagai berikut:100 Wawancara dilakukan pada tanggal 4 Agustus 2011


942.1. Pelaksanaan pengawasan norma kerja yang dilakukan PegawaiPengawas Ketenagakerjaan terhadap praktik outsourcing diKabupaten BanjarnegaraPengawasan terhadap pelaksanaan perundang-undanganketenagakerjaan termasuk di dalamnya praktik outsourcing di DinasTenaga Kerja Banjarnegara dilaksanakan oleh Pegawai PengawasKetenagakerjaan yang merupakan bagian dari Sub Dinas Pengawasan,yaitu sebagai berikut:2.1.1. Pengawasan terhadap praktik outsourcing oleh Pegawai PengawasKetenagakerjaan Kabupaten Banjarnegara dilakukan terhadap jenisoutsourcing yang berbentuk penyedia tenaga kerja. Pendataanterhadap perusahaan outsourcing yang melakukan penyediaantenaga kerja/buruh dapat dilakukan dengan baik karena adanyakeharusan bagi perusahaan outsourcing yang ingin melakukanpraktik outsourcing yang berupa penyediaan tenaga kerja/buruhuntuk memiliki ijin operasional perusahaan yang diterbitkan olehDinas Tenaga Kerja Banjarnegara.2.1.2. Pelaksanaan pengawasan terhadap praktik outsourcing diKabupaten Banjarnegara, yaitu Pegawai PengawasKetenagakerjaan Kabupaten Banjarnegara melakukan suatupengawasan lapangan. Pengawasan lapangan dilaksanakan denganmelakukan kunjungan dan pemeriksaan ke perusahaan outsourcing.Namun demikian pemeriksaan lapangan ini sulit dilakukan secarakontinyu karena terkendala biaya, jarak serta waktu. Hal ini terjadi


95karena perusahaan outsourcing tidak ada yang berdomisili atauberalamat di Banjarnegara, semuanya dari Semarang danYogyakarta, sehingga sulit untuk melakukan pembinaan danpengawasan.2.1.3. Jenis pemeriksaan lapangan yang dilaksanakan Pegawai PengawasKetenagakerjaan dibagi menjadi 3 (tiga), yaitu:1) Pemeriksaan pertama yaitu pemeriksaan yang mencakup aspeknorma kerja dan norma kesehatan dan keselamatan kerja;2) Pemeriksaan berkala yaitu pemeriksaan yang dilakukan secaraberkala minimal satu tahun sekali yang pemeriksaannya secaraumum sama dengan apa yang dilakukan pada pemeriksaanpertama;3) Pemeriksaan khusus yaitu pemeriksaan yang dilakukan apabilaada hal-hal tertentu, misalnya ada pengaduan atau atas perintahatasan untuk suatu hal di perusahaan.2.1.4. Wujud pengawasan terhadap praktik outsourcing adalah sebagaiberikut:1) Pengawasan terhadap syarat-syarat yang harus dipenuhiperusahaan untuk dapat melakukan praktek outsourcing:a) Pengawasan terhadap pelaksanaan peraturan perundangundanganmengenai ijin operasional perusahaan penyediajasa pekerja/buruhPengawasan dilakukan berdasarkan pada KeputusanMenteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor:


96KEP.101/MEN/VI/2004 Tentang Tata Cara PerijinanPerusahaan Penyedia Jasa Pekerja/Buruh. Pengawasan inidilakukan dengan melakukan pemeriksaan terhadapdokumen mengenai ijin operasional perusahaan penyediajasa/buruh.b) Pengawasan terhadap perjanjian penyediaan jasapekerja/buruh perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh.Pengawasan dilakukan berdasarkan pada Pasal 66 UUNomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan danKeputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor:KEP.101/MEN/VI/2004 Tentang Tata Cara PerijinanPerusahaan Penyedia Jasa Pekerja/Buruh. Pengawasan inidilakukan dengan melakukan pemeriksaan terhadap isi dariperjanjian penyediaan tenaga kerja/buruh yang dibuatsecara tertulis antara perusaahaan outsourcing denganperusahaan pengguna tenaga kerja outsourcing.c) Pengawasan terhadap syarat-syarat penyerahan sebagianpelaksanaan pekerjaan kepada perusahaan lainPengawasan ini dilaksanakan dengan melakukanpemeriksaan terhadap isi dari perjanjian pemboronganpekerjaan yang dibuat secara tertulis oleh perusahaanoutsourcing dengan perusahaan yang menyerahkansebagian pelaksanaan pekerjaannya. Pengawasan ini


97dilakukan berdasarkan pada Pasal 65 UU Nomor 13 Tahun2003 tentang Ketenagakerjaan dan Keputusan MenteriT e n a g a K e r j a d a n T r a n s m i g r a s i N o m o r :KEP.220/MEN/2004 tentang Syarat-Syarat PenyerahanSebagian Pelaksanaan Pekerjaan Kepada Perusahaan Lain.2) Pengawasan terhadap norma kerja:a) Pengawasan terhadap waktu kerja dan waktu istirahat yangditerapkan perusahaan outsourcing dalam mempekerjakanpekerjanyaPengawasan ini dilakukan pegawai pengawas denganmelakukan pemeriksaan terhadap dokumen waktu kerja danwaktu istirahat yang diterapkan oleh perusahaanoutsourcing. Pengawasan dilakukan untuk mengetahuibagaimana pelaksanaan waktu kerja dan waktu istirahatyang diterapkan perusahaan outsourcing. Pengawasan inijuga dilakukan untuk mengetahui bagaimana pelaksanaancuti dan kerja lembur. Pengawasan ini dilakukanberdasarkan pada Pasal 77 - Pasal 85 UU No. 13 Tahun2003 tentang Ketenagakerjaanb) Pengawasan terhadap hubungan kerja yang terjadi antaraperusahaan outsourcing dengan pekerjaPengawasan ini dilakukan dengan memeriksa perjanjiankerja yang dibuat antara pekerja dengan perusahaan


98outsourcing. Dari pemeriksaan tersebut dapat diketahuimengenai bentuk dan jangka waktu hubungan kerja yangterj adi antara perusahaan outsourcing dengan pekerj anya.Pengawasan ini dilaksanakan berdasarkan pada Pasal 50 -Pasal 63 UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.c) Pengawasan terhadap perlindungan terhadap penyandangcacatPengawasan ini diakukan dengan memperhatikan Pasal 67ayat (1) UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.Pemeriksaan dilakukan dengan melakukan pemeriksaanadministratif terhadap daftar karyawan yang bekerja diperusahaan dan pengecekan ke tempat kerja.d) Pengawasan terhadap perlindungan terhadap pekerja anakPengawasan ini dilakukan dengan memperhatikan Pasal 68– Pasal 75 UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaanyang mengatur tentang perlindungan terhadap pekerj a anak.Pemeriksaan dilakukan dengan melakukan pemeriksaanterhadap daftar karyawan yang bekerja di perusahaan danmelakukan pengecekan ke tempat kerja.e) Pengawasan terhadap perlindungan terhadap pekerjaperempuanPengawasan ini dilakukan dengan memeriksa daftar pekerjaperempuan yang ada di perusahaan. Pengawasan ini


92dilaksanakan berdasarkan pada Pasal 76 UU No. 13 Tahun2003 tentang Ketenagakerjaan yang mengatur tentangperlindungan terhadap pekerja perempuan.f) Pengawasan terhadap upah yang diterima pekerjaoutsourcing dari perusahaan outsourcingPengawasan dilakukan dengan melakukan pemeriksaanterhadap daftar upah dan slip gaji yang diterima danditandatangani oleh pekerja. Pengawasan ini dilakukanuntuk mengetahui besarnya upah minimum yang diterimaoleh pekerja, sistem pengupahan yang dilakukan , tempatpembayaran upah dan waktu pembayaran upah.Pemeriksaan juga dilakukan untuk mengetahui komponenkomponenupah yang dibayarkan kepada pekerja sertapotongan-potongan yang dilakukan terhadap upah yangdiberikan tersebut.Pengawasan ini dilakukan berdasarkan pada Pasal 88 -Pasal 98 UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan,PP No. 8 tahun 1981 tentang Perlindungan Upah,Keputusan Menteri Tenaga Kerja No. Kep-72/MEN/1984tentang Dasar Perhitungan Upah Lembur; KeputusanGubernur Jawa Tengah Nomor: 561.4/78/2006.g) Pengawasan terhadap jaminan sosial tenaga kerja yangditerima pekerja outsourcing dari perusahaan outsourcingPengawasan ini dilaksanakan dengan melakukanpemeriksaan terhadap bukti kepesertaan programJamsostek, bukti pembayaran iuran program Jamsostek


100bulan terakhir. Pengawasan ini dilaksanakan berdasarkanpada Pasal 99 UU No. 13 Tahun 2003 tentangKetenagakerjaan, UU No. 3 Tahun 1992 tentang JaminanSosial Tenaga Kerja, PP No. 14 Tahun 1993 tentangPenyelengaraan Program Jaminan Sosial Tenaga Kerja joPP No. 83 Tahun 2000 tentang Perubahan atas PP No. 14Tahun 1993 tentang Penyelengaraan Program JaminanSosial Tenaga Kerja. Keputusan Presiden Nomor 22 Tahun1993 tentang Penyakit yang Timbul Karena HubunganKerja, Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor PER-03/1993 tentang Penyelenggaraan Program Jaminan SosialTenaga Kerja.h) Pengawasan terhadap pelaksanaan perlindungan normakeselamatan dan kesehatan kerja (K3) umum.Pengawasan dilakukan dengan melakukan pemeriksaanterhadap norma kesehatan dan keselamatan kerja yangharus ada di perusahaan sesuai dengan jenis usahanya.Pemeriksaan dilakukan dengan melakukan pendataanmengenai ijin sertifikasi penggunaan alat-alat yangdigunakan dalam pelaksanaaan kegiatan usaha danpemeriksaan kondisi kerja di perusahaan. Pelaksanaanpengawasan ini dilakukan berdasarkan pada Pasal 86 -Pasal 87 UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaandan UU No. 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja.Dalam pemeriksaan lapangan ini Pegawai Pengawas


10194melakukan wawancara dengan pekerja outsourcing.Wawancara diperlukan untuk membuktikan kebenaran daridata yang diberikan oleh pengusaha mengenai daftar upah,hubungan kerja, waktu kerja, pekerja anak, pekerja cacat,pekerja perempuan, jaminan sosial tenaga kerja,keselamatan dan kesehatan kerja (K3) umum serta hal-halyang berhubungan dengan kondisi kerja. Wawancara inidilakukan di perusahaan outsourcing maupun di perusahaanpengguna tenaga kerja outsourcing yang bersangkutandimana pekerja outsourcing bekerja, hal ini dilakukan untukmelindungi hak-hak pekerja baik di perusahaan outsourcingmaupun di perusahaan penggunanya.2.1.5. Hasil temuan-temuan dalam pemeriksaan dicatat dalam laporanhasil pemeriksaan/pengujian pengawasan ketenagakerjaan. Didalam laporan hasil pemeriksaan/pengujian pengawasanketenagakerjaan memuat suatu kesimpulan. Kesimpulan tersebutmerupakan hasil analisa dari temuan-temuan yang didapatkan olehPegawai Pengawas pada saat melakukan pengawasan terhadapperusahaan outsourcing yang diperiksa.2.1.6. Laporan hasil pemeriksaan/pengujian pengawasan ketenagakerjaanyang dibuat oleh Pegawai Pengawas Kabupaten Banjarnegaratersebut kemudian disampaikan kepada pimpinan yaitu Kepala SubDinas Pengawasan Dinas Tenaga Kerja Banjarnegara. Selanjutnyalaporan individu tersebut direkapitulasi dalam formulir yang telah


ditetapkan menurut Peraturan Menteri Tenaga Kerja DanTransmigrasi Nomor: PER.09/MEN/V/2005 tentang Tata CaraPenyampaian Laporan Pelaksanaan Pengawasan Ketenagakerjaan.2.1.7. Pelaksanaan pemeriksaan berkala yang dilakukan oleh pegawaipengawas ketenagakerjaan Kabupaten Banjarnegara dilaksanakanminimal 1 (satu) tahun sekali. Dalam satu tahun, pemeriksaan tidakmungkin dilakukan lebih dari satu kali terhadap satu perusahaan,kecuali bila ada indikasi adanya suatu pelanggaran dalamperusahaan yang bersangkutan dan harus dilakukan suatupemeriksaan khusus. Hal ini disebabkan karena adanyaketerbatasan dari personil Pegawai Pengawas Ketenagakerjaan danketerbatasan dana operasional untuk melakukan suatu pengawasan.Selama ini Pegawai Pengawas belum pernah membuat notapemeriksaan yang ditujukan kepada perusahaan outsourcing karenadalam pemeriksaan yang dilakukan pegawai pengawas selama inibelum pernah ditemukan pelanggaran yang dilakukan perusahaanoutsourcing terhadap ketentuan yang mengatur mengenai normakerja dan syarat-syarat dalam pelaksanaan outsourcing diKabupaten Banjarnegara. Laporan mengenai adanya indikasipelanggaran dalam pelaksanaan outsourcing juga belum pernahditerima oleh Pegawai Pengawas, jadi pengawasan khusus belumpernah dilakukan terhadap perusahaan outsourcing.2.1.8. Hubungan kerja yang terjadi antara perusahaan outsourcing denganpekerjanya telah dituangkan dalam suatu perjanjian kerja yangdibuat secara tertulis antara perusahaan outsourcing denganpekerjanya. Perjanjian kerja yang dilakukan antara perusahaanoutsourcing dengan pekerjanya dibuat untuk waktu tertentu atau


310waktu tidak tertentu telah sesuai dengan peraturan perundangundanganyang berlaku. Waktu kerja dan istirahat yang diterapkanperusahaan outsourcing terhadap pekerjanya telah dilaksanakandengan baik sesuai dengan ketentuan yang ada dalam Pasal 77 UUNo. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan yaitu pekerja dalam 1minggu melakukan 40 (empat puluh) jam kerja baik dilakukanselama 5 (lima) hari kerja atau 6 (enam) hari kerja.2.1.9 Pengupahan yang dilakukan perusahaan-perusahaan outsourcingterhadap pekerjanya juga sudah sesuai dengan ketentuanpengupahan, yaitu rata-rata sebesar Rp 1.000.000. Upah yangditerima pekerja outsourcing tersebut sedikit lebih tinggi dari UpahMinimum Kabupaten (UMK) Banjarnegara berdasarkan KeputusanGubernur Jawa Tengah Nomor SK 561.4/69/2010 Tanggal SK 18November 2010, tanggal berlaku 01 Januari, tahun berlaku 2011yaitu sebesar Rp. 730.000,00.2.1.10. Dari temuan yang didapatkan di lapangan bahwa selama inipegawai pengawas belum pernah mendapati perusahaanoutsourcing di Kabupaten Banjarnegara yang mempekerjakan anakatau pekerja cacat. Perlindungan terhadap pekerja wanita yangdilakukan perusahaan-perusahaan outsourcing juga telah dilakukandengan baik, dari hasil pengawasan dan pemeriksaan yangdilakukan Pegawai Pengawas Ketenagakerjaan selama iniperusahaan-perusahaan outsourcing di Banjarnegara tidak pernahmempekerjakan pekerja wanita untuk melakukan pekerjaan padapukul 23.00 sampai dengan pukul 07.00.


4102.1.11. Sesuai dengan apa yang hasil pemeriksaan di lapangan, perusahaanoutsourcing di Kabupaten Banjarnegara telah memberikan jaminansosial tenaga kerja kepada pekerjanya dengan mendaftarkan semuapekerjanya dalam program Jamsostek.2.1.12. Hal-hal yang menjadi hambatan pegawai pengawasketenagakerjaan Kabupaten Banjarnegara dalam melaksanakanpengawasan terhadap praktek outsourcing sehingga pengawasantidak dapat dilakukan secara optimal antara lain:1) Belum adanya peraturan perundang-undangan yangpelaksanaan pengawasan khusus untuk outsourcingTidak adanya suatu peraturan perundang-undangan yangmengatur tentang bagaimana seharusnya pengawasan terhadapoutsourcing dilakukan menyebabkan tidak adanya dasar hukumyang jelas bagi pegawai pengawas dalam melaksanakan suatupengawasan terhadap pelaksanaan outsourcing.2) Kurangnya kuantitas dan kualitas pegawai pengawasketenagakerjaanJumlah personil pegawai pengawas ketenagakerjaan diKabupaten Banjarnegara hanya berjumlah 5 (lima) orang, halini menjadi salah satu hambatan dalam melaksanakanpengawasan ketenagakerjaaan terhadap praktek outsourcing,karena pegawai pengawas ketenagakerjaan tidak hanyamelakukan pengawasan terhadap perusahaan outsourcing saja,akan tetapi seluruh perusahaan yang ada di KabupatenBanjarnegara.


98Dilihat dari segi kualitas, tidak adanya peningkatan kemampuandari institusi Dinas Tenaga Kerja Kabupaten Banjarnegarasendiri untuk meningkatkan kualitas dari pegawainya. Baikdengan mengikuti pelatihan ataupun diadakan pembekalanterkait dengan permasalahan outsourcing.3) Perusahaan outsourcing tidak ada yang berdomisili atauberalamat di Banjarnegara, semuanya dari Semarang danYogyakarta, sehingga sulit untuk melakukan pembinaan danpengawasan.4) Keterbatasan biayaPermasalahan dana operasional untuk melakukan pengawasandari APBD yang dirasa masih kurang.2.2. Pelaksanaan pengawasan kesehatan dan keselamatan kerja yangdilakukan Pegawai Pengawas Ketenagakerjaan terhadap praktikoutsourcing di Kabupaten Banjarnegara2.2.1. Pelaksanaan pengawasan terhadap kesehatan dan keselamatan kerjapada praktik outsourcing yang dilakukan Pegawai PengawasKetenagakerjaan Kesehatan dan Keselamatan Kerja Dinas TenagaKerja Kabupaten Banjarnegara tidak jauh berbeda denganpengawasan terhadap perusahaan biasa, karena pada dasarnyapegawai pengawas dalam melaksanakan tugasnya tidakmemandang apakah perusahaan yang diperiksa merupakanperusahaan outsourcing atau bukan, selama ada obyek kesehatandan keselamatan kerja, maka pegawai pengawas kesehatan dankeselamatan kerja dapat melakukan pemeriksaan.


1062.2.2. Pelaksanaan pengawasan kesehatan dan keselamatan kerjadilaksanakan pada saat pemeriksaan lapangan dilakukan, baik itupemeriksaan pertama, berkala, maupun pemeriksaan khusus bilaada indikasi terjadinya pelanggaran. Pelaksanaan pengawasankesehatan dan keselamatan kerja yang dilakukan PegawaiPengawas Ketenagakerjaan Kabupaten Banjarnegara dilaksanakanberdasarkan PERMEN Nomor: 03/MEN/1 984 tentang PengawasanKetenagakerjaan Terpadu. Pengawasan dilakukan untukmengetahui bagaimana perusahaan outsourcing melakukanperlindungan terhadap pekerja outsourcing yang berhubungandengan kesehatan dan keselamatan kerja. Dalam pemeriksaan iniPegawai Pengawas melakukan pemeriksaan dan pengujian terhadapalat-alat yang dipergunakan dalam melakukan pekerjaan seharihari.2.2.3. Pengawasan Kesehatan dan Keselamatan Kerja disesuaikan denganjenis pekerjaan yang dilakukan oleh perusahaan outsourcing yangbersangkutan. Di wilayah Kabupaten Banjarnegara sendiripenggunaan pekerja outsourcing tidak pernah digunakan dalamsuatu proses produksi yang dapat menimbulkan resiko tinggi yangmengakibatkan suatu kecelakaan kerja. Karena pada dasarnyakegiatan atau pekerjaan yang dilakukan oleh pekerja outsourcingbukan merupakan pekerjaan pokok yang berhubungan denganproses produksi yang tidak mempunyai resiko tinggi menyebabkansuatu kecelakaan kerja, maka pengawasan terhadap perlindungankesehatan dan keselamatan kerja khusus terhadap pekerja hampirtidak pernah dilakukan.


107B. Pembahasan1. Pengawasan Ketenagakerjaan oleh Pegawai Pengawas KetenagakerjaanTerhadap Praktik Outsourcing di Banjarnegaraa. Pelaksanaan Pengawasan Terhadap Norma Kerja yang dilakukanPegawai Pengawas Ketenagakerjaan terhadap praktik outsourcing diBanj arnegaraPengawasan terhadap praktik outsourcing oleh Pegawai PengawasKetenagakerjaan Kabupaten Banjarnegara telah dilakukan sesuai denganketentuan yang ada, yaitu Pegawai Pengawas berhak:1) mengawasi berlakunya Undang-undang dan peraturan-peraturanperburuhan pada khususnya;2) mengumpulkan bahan-bahan keterangan tentang soal-soal hubungankerja dan keadaan perburuhan dalam arti yang seluas-luasnya gunamembuat Undang-undang dan peraturan-peraturan perburuhan;3) menjalankan pekerjaan lain-lainya yang diserahkan kepadanya denganUndang-undang atau peraturan-peraturan lainnyaHal ini dapat dilihat dalam hasil penelitian pada data primer nomor2.1.4. tentang wujud pengawasan terhadap praktik outsourcing, yaitu bahwadalam melaksanakan pengawasan outsourcing Pegawai Pengawas melakukanpengawasan terhadap seluruh peraturan perundang-undangan tentangketenagakerjaan termasuk di dalamnya mengenai pengawasan terhadapnorma kerja yang ada dalam praktik outsourcing. Dalam melakukanpengawasan, Pegawai Pengawas juga mengumpulkan bahan-bahan danketerangan yang diperoleh melalui dokumen-dokumen di perusahaan yang


108101diperiksa maupun keterangan yang diperoleh dari pengusaha maupunpekerja. Kondisi ini sejalan dengan pendapat Hari Supriyanto yangmenyatakan bahwa:Maksud diadakannya pengawasan ketenagakerjaan, menurut adalah sebagaiberikut:1) Mengawasi berlakunya undang-undang dan peraturan perburuhan padakhususnya;2) Mengumpulkan bahan-bahan keterangan tentang soal-soal hubungankerja dan keadaan perburuhan dalam arti yang seluas-luasnya gunamembuat undang-undang dan peraturan-peraturan perburuhan;3) Menjalankan pekerjaan lain-lainnya yang diserahkan kepadanya denganundang-undang atau peraturan-peraturan lainnya. 101Lalu Husni di pihak lain berpendapat sebagai berikut:Pengawasan ketenagakerjaan dimaksudkan untuk mendidik agarpengusaha selalu tunduk menjalankan ketentuan-ketentuan hukum yangberlaku sehingga akan dapat menjamin keamanan dan kestabilanpelaksanaan hubungan kerja, karena seringkali perselisihanketenagakerjaan diebabkan oleh pengusaha tidak memberikanperlindungan hukum kepada pekerjanya sesuai dengan ketentuan yangberlaku. Di samping itu, pelaksanaan pengawasan ketenagakerjaan akanmenjamin pelaksanaan peratura-peraturan ketenagakerjaan di semuaperusahaan secara sama, sehingga akan menjamin tidak terjadinyapersaingan yang tidak sehat. 102Pelaksanaan pengawasan yang dilaksanakan Pegawai PengawasKetenagakerjaan seksi norma kerja telah mengacu pada lingkup pengawasanyang diatur menurut PERMEN Nomor: 03/MEN/1984 tentang PengawasanKetenagakerjaan Terpadu dan Surat Edaran Menteri Tenaga Kerja danTransmigrasi Republik Indonesia Nomor: SE-. 91 8/MEN/PPK-SES/XI/2004tentang Pelaksanaan Pengawasan Ketenagakerjaan di PropinsiKabupaten/Kota.101 Hari Supriyanto. 2004. Op Cit., hal. 44


102 Lalu Husni. 2003. Op. Cit. hal. 120


110Berdasarkan data primer nomor 2.1.2. pengawasan terhadap normakerja dilaksanakan melalui pemeriksaan lapangan yang dilaksanakanPegawai Pengawas Ketenagakerjaan Kabupaten Banjarnegara denganmelakukan kunjungan ke perusahaan outsourcing. Dalam kunjungan keperusahaan outsourcing tersebut dilakukan pertemuan denganpengusaha/wakil yang telah ditetapkan oleh perusahaan outsourcing yangbersangkutan. Berdasarkan data primer nomor 2.1.4. tentang wujudpengawasan terhadap praktik outsourcing, pemeriksaan dilakukan terhadapdokumen-dokumen perusahaan, antara lain: ijin operasional perusahaan,perjanjian pemborongan pekerjaan atau perjanjian penyediaan tenagakerja/buruh, upah, waktu kerja dan waktu istirahat, hubungan kerja, jaminansosial, perlindungan bagi pekerja cacat, anak maupun pekerja perempuan,dan pemeriksaan administratif terhadap ijin-ijin dalam hal perlindungankesehatan dan keselamatan kerja.Wawancara dengan pekerja/buruh outsourcing telah dilakukan baik diperusahaan outsourcing maupun di perusahaan pemberi kerja, hal ini sesuaidengan data primer nomor 2.1.4. angka 2) huruf h), yaitu untuk membuktikanketerangan-keterangan yang diperoleh dari pengusaha mengenai daftar upah,hubungan kerja, waktu kerja, pekerja anak, pekerja cacat, pekerja perempuan,jaminan sosial tenaga kerja, keselamatan dan kesehatan kerja (K3) umumserta hal-hal yang berhubungan dengan kondisi kerja.Dilakukannya pengawasan seperti sebagaimana tersebut di atas, makadapat disimpulkan bentuk dan cara pelaksanaan pengawasan terhadap normakerja dalam praktik outsourcing yang dilakukan Pegawai PengawasKetenagakerjaan di Kabupaten Banjarnegara adalah:.


1111) Membuat rencana kerja untuk melakukan pemeriksaan lapangan;2) Melakukan kunjungan ke perusahaan outsourcing maupun ke perusahaanpengguna pekerja outsourcing;3) Melakukan pertemuan dengan wakil yang ditunjuk oleh perusahaan;4) Melakukan pemeriksaan terhadap dokumen-dokumen perusahaan antaralain: ijin operasional perusahaan, perjanjian pemborongan pekerjaan atauperjanjian penyediaan tenaga kerja/buruh, upah, waktu kerja, hubungankerja, jaminan sosial, perlindungan bagi pekerja anak, perlindunganpekerja cacat maupun perlindungan pekerja perempuan dan pemeriksaanadministratif terhadap ijin-ijin dalam hal perlindungan kesehatan dankeselamatan kerja;5) Melakukan wawancara dengan pekerja outsourcing di perusahaanoutsourcing maupun di perusahaan pemberi kerja;6) Mencatat temuan-temuan yang didapatkan dalam pemeriksaan danpengujian, kemudian melakukan analisa terhadap temuan-temuantersebut untuk dijadikan suatu kesimpulan dalam laporan hasilpemeriksaan/pengujian pengawasan ketenagakerjaan.Pencatatan temuan-temuan yang didapatkan dalam pemeriksaan danpengujian, dan dituangkan dalam bentuk laporan hasil pemeriksaan/pengujian pengawasan ketenagakerjaan merupakan tugas dan fungsipengawas ketenagakerjaan. Hal ini sebagaimana dikatakan Djoko Triyanto,bahwa tugas dan fungsi pengawas ketenagakerjaan adalah:1) Mengawasi pelaksanaan semua peraturan perundang-undangan di bidangketenagakerjaan;2) Memberikan informasi, peringatan dan nasehat teknis kepada pengusahadan tenaga kerja dalam menjalankan peraturan perundang-undanganketenagakerjaan agar dapat berjalan dengan baik, dan


1123) Melaporkan dan melakukan penyidikan berkaitan pelanggaranpelanggaranyang dilakukan pengusaha terhadap pelaksanaan peraturanperundang-undangan ketenagakerjaan kepada yang lebih berwenang,setelah diberikan peringatan beberapa kali. 103Dalam hal pendaftaran perjanjian penyediaan jasa/buruh atau perjanjianpemborongan pekerjaan yang dibuat antara perusahaan outsourcing denganperusahaan pengguna, telah didaftarkan pada instansi yang bertanggungjawab di bidang ketenagakerjaan kabupaten/kota tempat perusahaan penyediajasa pekerja/buruh melaksanakan pekerjaan, dalam hal ini Dinas TenagaKerja Kabupaten Banjarnegara. Hal ini merupakan suatu keawajiban yangharus dipatuhi oleh perusahaan penyedia jasa penyedia jasa/buruh sesuaiketentuan yang ada pada Pasal 5 ayat (1) Keputusan Menteri Tenaga KerjaDan Transmigrasi Nomor: KEP. 101 /MEN/VI/2004 tentang Tata CaraPerijinan Perusahaan Jasa Pekerja/Buruh.Apabila tidak mendaftarkan perjanjian tersebut maka dapat dilakukansuatu penindakan karena telah terjadi suatu pelanggaran, tindakan tersebutadalah mencabut ijin operasional perusahaan outsourcing yang bersangkutanhal ini sesuai dengan ketentuan yang ada pada Pasal 7 ayat (1) KeputusanMenteri Tenaga Kerja Dan Transmigrasi Nomor: KEP. 101 /MEN/VI/2004Tentang Tata Cara Perijinan Perusahaan Jasa Pekerja/Buruh yang bahwaDalam hal perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh tidak mendaftarkanperjanjian penyedia jasa pekerja/buruh, maka instansi yang bertanggungjawab di bdang ketenagakerjaan sebagaimana dimaksud dalam pasal 2mencabut ijin operasional perusahaan penyedia jasa keperja/buruh yangbersangkutan setelah mendapat rekomendasi dari instansi yangbertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan sebagaimana dimaksuddalam Pasal 5.103 Djoko Triyanto. 2004. Op. Cit., hal. 159


113b. Pelaksanaan Pengawasan Terhadap Kesehatan dan Keselamatan Kerjayang dilakukan Pegawai Pengawas Ketenagakerjaan terhadap praktikoutsourcing di BanjarnegaraSalah satu unsur yang sangat penting untuk menjamin terlaksananyaperaturan kesehatan dan keselamatan kerja adalah adanya suatu sistempengawasan yang bertugas mengawasi pelaksanaan perundang-undangan.Unsur pengawasan merupakan salah satu kebijaksanaan yang bersifatpreventif untuk mendeteksi sedini mungkin terjadinya pelanggaranpelanggarandi bidang keselamatan kerja. Sebagai penegak hukum, pegawaipengawas ketenagakerjaan diharapkan dapat mendeteksi sedini mungkinresiko-resiko yang akan terjadi di lapangan.Untuk melindungi keselamatan pekerja atau buruh guna mewujudkanproduktivitas kerja yang optimal diselenggarakan upaya keselamatan dankesehatan kerja. Perlindungan tersebut seharusnya dilaksanakan sesuaidengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dalam Pasal 86 ayat(1) UU No. 13 Tahun 2003 disebutkan bahwa:Setiap pekerja/buruh mempunyai hak untuk memperoleh perlindungan atas:a. keselamatan dan kesehatan kerja;b. moral dan kesusilaan; danc. perlakuan yang sesuai dengan harkat dan martabat manusia serta nilainilaiagama.Sesuai dengan rumusan pada pasal tersebut dapat ditarik kesimpulanbahwa semua pekerja/buruh berhak mendapatkan hak untuk memperolehkeselamatan dan kesehatan kerja, tidak terkecuali pekerja/buruh outsourcing.Untuk mewujudkan perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja, makapemerintah dalam hal ini Dinas Tenaga Kerja Kabupaten Banjarnegaramelalui Pegawai Pengawas Ketenagakerjaan telah melakukan upaya


106pengawasan di perusahaan atau di tempat kerja yang mempekerjakanpekerja/buruh outsourcing. Hal ini dilaksanakan berdasarkan pada ketentuanpada Pasal 1 ayat (1) UU No. 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja,menyatakan bahwa:Tempat kerja terdiri dari tiga unsur:1. Tempat dimana dilakukan pekerjaan bagi sesuatu usaha;2. Adanya tenaga kerja yang bekerja di sana;3. Adanya bahaya kerja di tempat itu.Sebagaimana telah diuraikan dalam hasil penelitian, bahwapengawasan yang dilakukan oleh pegawai pengawas ketenagakerjaan,kesehatan dan keselamatan kerja hanya dilakukan terhadap aspek pekerjanya,yang dalam hal ini adalah alat perlindungan diri yang digunakan oleh pekerjadalam melaksanakan pekerjaannya. Hal ini dikarenakan pekerjaan yangdilakukan pekerja outsourcing di Kabupaten Banjarnegara tidakmenyebabkan resiko tinggi secara langsung yang dapat menyebabkan suatukecelakaan kerja.Beberapa ketentuan penting yang telah dilaksanakan dalampengawasan antara lain adalah Pegawai Pengawas KetenagakerjaanKabupaten Banjarnegara telah melakukan kewajibannya untuk melakukanpengawasan terhadap pekerja, pegawai pengawas telah melakukan kunjunganke tempat dimana pekerja outsourcing tersebut menjalankan pekerjaannyabaik di perusahaan outsourcing yang melakukan pemborongan pekerjaanmaupun di perusahaan pengguna jasa tenaga kerja outsourcing walaupunpengawasan yang dilakukan di perusahaan pengguna tidak dilakukan secarakhusus untuk melakukan pengawasan praktik outsourcing, pengawasan diperusahaan yang melakukan pemeriksaan terhadap alat perlindungan diriyang digunakan oleh pekerja.


115Pegawai pengawas juga telah melakukan wawancara dengan pekerjaoutsourcing baik yang bekerja di perusahaan outsourcing yang berbentukperusahaan pemborongan pekerjaan maupun terhadap pekerja outsourcingyang bekerja di perusahaan pengguna tenaga outsourcing. Dengan tahapantahapanpengawasan yang telah dilakukan oleh pegawai pengawasketenagakerjaan kesehatan dan keselamatan kerja tersebut secara umumpengawasan yang dilakukan telah dilaksanakan dengan cukup baik karenatahapan-tahapan yang dilakukan dalam pengawasan praktik outsourcing telahdilaksanakan sesuai dengan ketentuan yang ada dalam PERMEN Nomor:03/MEN/1 984 tentang Pengawasan Ketenagakerjaan Terpadu, Surat EdaranMenteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor: SE-.9 1 8/MEN/PPK-SES/XI/2004 tentang Pelaksanaan Pengawasan Ketenagakerjaan di PropinsiKabupaten/Kota.2. Hambatan-hambatan yang muncul dalam Proses PengawasanKetenagakerjaan oleh Pegawai Pengawas Ketenagakerjaan terhadapPraktik Outsourcing di BanjarnegaraPegawai pengawas ketenagakerjaan memegang peranan yang pentingdalam penegakan hukum ketenagakerjaan di Indonesia, sebagai penegak hukumpegawai pengawas memegang peranan penting dalam memberikan perlindunganhukum pengusaha maupun pekerja. Namun demikian, sumber daya manusia padaDinas Tenaga Kerja Kabupaten Banjarnegara baik dari segi kuantitas maupunkualitas sangat kurang untuk memenuhi standar sebagai suatu lembagapemerintah yang mempunyai tugas berat sebagai penegak hukum atau untuk


116mengawal adanya praktik outsourcing. Dari segi kuantitas, kurangnya jumlahpersonil pegawai pengawas ketenagakerjaan yang hanya berjumlah 5 (lima)orang, berbanding dengan 15 (lima belas) perusahaan outsourcing, menjadi suatuhambatan intern dari Dinas Tenaga Kerja.Kuantitas pegawai pengawas ketenagakerjaan merupakan salah satuhambatan yang cukup besar dalam pelaksanaan pengawasan. Dapat dilihat dalamhasil penelitian bahwa dalam satu bulan setiap pegawai pengawas yangberjumlah 5 (lima) orang mempunyai kewajiban untuk melakukan pengawasanterhadap 15 (lima belas) perusahaan outsourcing.Dilihat dari segi kualitas, tidak adanya peningkatan kemampuan dariinstitusi Dinas Tenaga Kerja Kabupaten Banjarnegara sendiri untukmeningkatkan kualitas dari pegawainya untuk mengikuti pelatihan ataupunpembekalan terkait dengan permasalahan outsourcing. Untuk meningkatkankemampuan, pegawai pengawas tersebut harus berusaha secara mandiri atauswadaya, tidak ada fasilitas yang diberikan oleh Dinas Tenaga Kerja KabupatenBanjarnegara.Solusi yang seharusnya dilakukan Dinas Tenaga Kerja KabupatenBanjarnegara adalah mengusulkan kepada kementerian terkait untuk melakukanpenambahan jumlah pegawai pengawas ketenagakerjaan di Dinas Tenaga KerjaKabupaten Banjarnegara sehingga tidak terjadi ketimpangan yang begitu besarantara jumlah obyek pengawasan dengan subyek yang melakukan pengawasan.Demi meningkatkan kualitas sumber daya manusia dalam hal ini pegawaipengawas ketenagakerjaan, Dinas Tenaga Kerja Kabupaten Banjarnegara harusmelakukan pembekalan dan pelatihan yang terkait dengan masalah outsourcing.


117Keterbatasan biaya juga menjadi suatu hambatan pelaksanaan pengawasanoutsourcing di Wilayah Kabupaten Banjarnegara. Biaya menjadi hambatankarena perusahaan outsourcing yang beroperasi justru beralamat di luarKabupaten Banjarnegara (Semarang dan Yogyakarta), sehingga membutuhkanpembiayaan yang sangat besar. Solusi untuk masalah ini tentunya, pihak DinasTenaga Kerja Kabupaten Banjarnegara hendaknya mengusulkan untukmenambah anggaran untuk operasional pengawasan, karena jika hal ini dibiarkanmaka pengawasan ketenagakerjaan di Kabupaten Banjarnegara akan selamanyatidak dapat berjalan secara optimal.Hambatan lain yang terjadi dalam pelaksanaan pengawasan outsourcingyang terjadi adalah belum adanya suatu peraturan perundang-undangan yangmengatur tentang bagaimana seharusnya pengawasan terhadap outsourcingdilakukan, menyebabkan tidak adanya dasar hukum yang jelas bagi pegawaipengawas dalam melaksanakan suatu pengawasan terhadap pelaksanaanoutsourcing. Maka solusi yang dibutuhkan untuk mengatasi hambatan ini adalahdiperlukan adanya peraturan perundang-undangan tentang petunjuk pelaksanaanpengawasan outsourcing agar ada dasar hukum yang jelas dalam melakukanpengawasannya.


<strong>BAB</strong> VPENUTUPA. SimpulanBerdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, maka dapat disimpulkan sebagaiberikut:1. Pengawasan ketenagakerjaan oleh pegawai pengawas ketenagakerjaan terhadappraktek outsourcing di Banjarnegara, meliputi:a. Pelaksanaan pengawasan terhadap norma kerjaPelaksanaan pengawasan norma kerja yang dilakukan pegawai pengawasketenagakerjaan terhadap praktek outsourcing telah dilaksanakan sesuaidengan aturan yang berlaku, yaitu dilakukan terhadap objek-objekpengawasan, antara lain: upah, hubungan kerja, waktu kerja, pekerjaperempuan, pekerja anak, pekerja cacat, jaminan sosial tenaga kerja,keselamatan dan kesehatan kerja umum, ijin operasional perusahaanpenyedia jasa pekerja/buruh dan perjanjian pemborongan pekerjaan/perjanjian penyediaan jasa pekerja atau buruh.b. Pelaksanaan pengawasan terhadap kesehatan dan keselamatan kerjaPelaksanaan pengawasan terhadap kesehatan dan keselamatan kerja yangdilakukan pegawai pengawas ketenagakerjaan terhadap praktek outsourcingtelah dilaksanakan sesuai dengan aturan yang berlaku. Obyek kesehatan dankeselamatan kerja yang diawasi adalah pengawasan terhadap penggunaanalat perlindungan diri yang digunakan oleh pekerja outsourcing dalammelakukan pekerjaannya. Pengawasan kesehatan dan keselamatan kerja


119dalam praktek outsourcing hanya dilakukan terhadap alat perlindungan diriyang digunakan oleh pekerja karena pada dasarnya pekerjaan yang dioutsource-kantidak mengandung resiko tinggi yang dapat menyebabkansuatu kecelakaan kerja.2. Hambatan-hambatan yang muncul dalam proses pengawasan ketenagakerjaanoleh pegawai pengawas ketenagakerjaan terhadap praktek outsourcing diBanjarnegara adalah:a. Belum adanya peraturan perundang-undangan yang mengatur tentangpelaksanaan pengawasan khusus untuk outsourcing.b. Kurangnya kuantitas dan kualitas personil pegawai pengawasketenagakerjaan.c. Keterbatasan biaya untuk melakukan pengawasan ketenagakerjaan.d. Domisili perusahaan outsourcing yang berada di luar KabupatenBanjarnegara (yaitu berada di Semarang dan Yogyakarta) menyulitkan untukdilakukan pengawasan secara optimal.B. SaranBerdasarkan hasil penelitian, pembahasan serta kesimpulan yang telahdiuraikan, maka dapat diajukan saran-saran sebagai berikut :1. Diperlukan adanya suatu peraturan perunadang-undangan yang mengatur secaralengkap mengenai tata cara pelaksanaan dan pengawasan outsourcing.2. Dengan keterbatasan personil dalam hal kuantitas dan kualitas diperlukan adanyapenambahan jumlah personil dalam sistem kepegawaian dan meningkatkansumber daya manusia dari segi kualitas dengan mengadakan pembekalan danpelatihan secara periodik.


1203. Keterbatasan biaya operasional yang dialami Dinas Tenaga Kerja KabupatenBanjarnegara dalam melakukan suatu pengawasan ketenagakerjaan hendaknyadapat diatasi dengan melakukan perencanaan untuk menambah dana biayaoperasional pengawasan ketenagakerjaan.

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!