02.04.2013 Views

S2 PLOD UGM (2003), Kajian Resolusi Permasalahan Papua

S2 PLOD UGM (2003), Kajian Resolusi Permasalahan Papua

S2 PLOD UGM (2003), Kajian Resolusi Permasalahan Papua

SHOW MORE
SHOW LESS

Create successful ePaper yourself

Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.

<strong>S2</strong> <strong>PLOD</strong> <strong>UGM</strong> (<strong>2003</strong>), <strong>Kajian</strong> <strong>Resolusi</strong> <strong>Permasalahan</strong> <strong>Papua</strong> dari Aspek Politik, Hukum dan Pemerintahan<br />

Peraturan Pemerintah yang masih tertahan di pemerintah pusat. 32 Keterlambatan<br />

pengaturan mengenai MRP ini menyebabkan belum ditetapkannya beberapa Raperdasus<br />

yang telah dipersiapkan.<br />

Instrumen pelaksana otonomi khusus tidak sinergis dengan belum ditetapkannya<br />

DPRD Provinsi <strong>Papua</strong> menjadi DPR <strong>Papua</strong> sebagaimana tercantum dalam UU No. 21<br />

Tahun 2001. beberapa Raperdasi yang memerlukan pengesahan dari DPRP menjadi<br />

tertunda penetapannya. 33<br />

Dilihat secara filosofis dan sosiologis, UU No. 21 Tahun 2001 memiliki sifat yang<br />

“khusus” (baca “menyimpang”), yang berbeda dengan pemikiran hukum yang berlaku<br />

secara nasional. Adanya undang-undang tersebut telah menyebabkan terjadinya<br />

divergensi otonomi daerah, sebagaimana dialami oleh provinsi Nangroe Aceh<br />

Darussalam dengan UU No. 18 Tahun 2001 yang juga mendapatkan perlakuan khusus.<br />

Dalam konteks pengaturan hubungan Pusat dan Daerah, keadaan tersebut<br />

dimungkinkan oleh UUD 1945, melalui ketentuan Pasal 18B (1), yang menyatakan:<br />

“Negara mengakui dan menghormati satuan-satuan pemerintahan daerah yang bersifat<br />

khusus atau bersifat istimewa yang diatur dengan undang-undang”.<br />

Persoalan yuridis dalam rangka kebijakan otonomi khusus <strong>Papua</strong> ini sebenarnya<br />

dimulai sejak pembentukan UU No. 21 Tahun 2001. Undang-undang No. 21 Tahun<br />

2001 pembentukannya diperintahkan langsung oleh Ketetapan MPR No.<br />

IV/MPR/1999 tentang GBHN Tahun 1999-2004 jo. Ketetapan MPR No.<br />

IV/MPR/2000 tentang Rekomendasi Kebijakan Dalam Penyelenggaraan Otonomi<br />

Daerah memberikan wewenang yang lebih luas kepada Provinsi <strong>Papua</strong> dibandingkan<br />

dengan UU No. 22 Tahun 1999, namun demikian dalam Ketetapan tersebut<br />

sebenarnya juga diperintahkan untuk dilakukan upaya revisi. Adanya divergensi<br />

otonomi dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah ini mengakibatkan terjadinya<br />

32 Daerah merespon keterlambatan PP MRP ini dengan mempersiapkan MRPS yang dikoordinir oleh<br />

Dewan Adat <strong>Papua</strong>. Usulan ini telah disampaikan ke pemerintah, namun belum memperoleh tanggapan.<br />

(hasil wawancara dengan Dewan Adat <strong>Papua</strong>).<br />

33 Komisi A DPRD <strong>Papua</strong> telah menyiapkan 23 draft Perda yaitu 9 Raperdasus dan 14 Raperdasi.<br />

28

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!