02.04.2013 Views

S2 PLOD UGM (2003), Kajian Resolusi Permasalahan Papua

S2 PLOD UGM (2003), Kajian Resolusi Permasalahan Papua

S2 PLOD UGM (2003), Kajian Resolusi Permasalahan Papua

SHOW MORE
SHOW LESS

You also want an ePaper? Increase the reach of your titles

YUMPU automatically turns print PDFs into web optimized ePapers that Google loves.

<strong>S2</strong> <strong>PLOD</strong> <strong>UGM</strong> (<strong>2003</strong>), <strong>Kajian</strong> <strong>Resolusi</strong> <strong>Permasalahan</strong> <strong>Papua</strong> dari Aspek Politik, Hukum dan Pemerintahan<br />

Kedua, belum adanya undang-undang tentang penyusunan perundang-undangan<br />

semacam Algemene Bepalingen van Wetgeving (AB) sebagaimana yang pernah ada pada<br />

zaman Hindia Belanda, mengakibatkan selalu munculnya perdebatan ketika merancang<br />

RUU berkaitan dengan pertimbangan, pencantuman dasar hukum, formulasi konsideran<br />

dan sebagainya. Materi muatan suatu RUU jarang mendapat perhatian dan pembahasan<br />

secara tuntas, sehingga ketika telah menjadi UU sering menemui persoalan dalam<br />

implementasinya. Keadaan ini pulalah yang mengakibatkan terjadinya “blunder” dalam<br />

implementasi UU No. 45 Tahun 1999 dan UU No. 21 Tahun 2001.<br />

Ketiga, pada saat ini dasar hukum mengenai macam dan tata susunan peraturan<br />

perundangan adalah Ketetapan MPR No. III/MPR/2000 yang mengubah definisi<br />

“peraturan perundang-undangan” dan hirarki hukum, yang memberi wewenang kepada<br />

Mahkamah Agung untuk menguji “peraturan perundang-undangan di bawah undang-<br />

undang” (termasuk Perda).<br />

Dalam Pasal 12 ayat (8) UU No. 45 Tahun 1999 disebutkan bahwa “penetapan<br />

batas wilayah” ditetapkan oleh Menteri Dalam Negeri. Padahal dalam Tap MPR No.<br />

III/MPR/2000 tentang Tata Urutan Perundangan tidak menyebut “Keputusan Menteri”<br />

dan “Instruksi Presiden” dalam hirarkhi peraturan perundangan.<br />

Keempat, terdapat permasalahan pada nomenklatur-nya. Undang-undang No. 45<br />

Tahun 1999 masih menyebut dengan istilah Provinsi Irian Jaya Tengah, Timur, dan<br />

Barat. Sementara dalam UU No. 21 Tahun 2001 memuat nomenklatur Provinsi <strong>Papua</strong><br />

(tidak lagi Irian Jaya). Perbedaan nomenklatur dalam suatu Undang-undang merupakan<br />

hal yang sangat substansial. Dalam pengaturan hubungan keperdataan, apabila terdapat<br />

dua klausula yang berbeda (sekalipun hanya dalam penulisan nama) bisa digunakan<br />

sebagai alasan tidak dapat diterimanya gugatan secara hukum (neet onvankelijke<br />

veerklard) karena adanya hal substantif yang tidak jelas (obscuur libelle).<br />

Kelima, adanya azas hukum yang mengatur bahwa peraturan perundangan yang<br />

terbaru lebih unggul daripada peraturan perundangan sebelumnya dalam hal yang tidak<br />

sesuai atau yang belum diatur. Asas ini sering disebut dengan asas hukum Lex Posterior<br />

Derogat Legi Priori. Hal ini berarti bahwa UU No. 21 Tahun 2001 dapat menyimpangi<br />

UU No. 45 Tahun 1999.<br />

30

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!