02.04.2013 Views

S2 PLOD UGM (2003), Kajian Resolusi Permasalahan Papua

S2 PLOD UGM (2003), Kajian Resolusi Permasalahan Papua

S2 PLOD UGM (2003), Kajian Resolusi Permasalahan Papua

SHOW MORE
SHOW LESS

You also want an ePaper? Increase the reach of your titles

YUMPU automatically turns print PDFs into web optimized ePapers that Google loves.

<strong>S2</strong> <strong>PLOD</strong> <strong>UGM</strong> (<strong>2003</strong>), <strong>Kajian</strong> <strong>Resolusi</strong> <strong>Permasalahan</strong> <strong>Papua</strong> dari Aspek Politik, Hukum dan Pemerintahan<br />

bahwa lahirnya Inpres tersebut bukan inisiatif dari Depdagri. Ia mensinyalir inpres<br />

berasal dari masukan pembantu presiden lainnya, padahal dalam surat Menteri dalam<br />

Negeri, Hari Sabarno, kepada Presiden Megawati tertanggal 11 Oktober 2002 berisi<br />

mengenai rekomendasi penerapan UU No. 45 Tahun 1999 disertai inpres sebagai<br />

kebijakan pendukung.<br />

Rekomendasi tersebut didasari dengan adanya implikasi awal pelaksanaan Otonomi<br />

Khusus yakni: pertama, gerakan separatis bersenjata masih aktif. Kedua, masuknya<br />

dukungan asing dalam bentuk teknis kepada elemen akademis dan birokrasi dalam hal<br />

legal drafting. 37 Ketiga, Gubernur <strong>Papua</strong> telah menerima alokasi dana otonomi khusus<br />

sebesar 1,3 trilyun per September 2002 yang diminta langsung kepada Departemen<br />

Keuangan tanpa ada kejelasan dan laporan penggunaan dana tersebut pada Departemen<br />

Dalam Negeri. Keempat, munculnya pertentangan antara pemerintah daerah kabupaten<br />

dengan provinsi berkaitan dengan penggunaan dana alokasi otonomi khusus yang<br />

cenderung dihegemoni oleh pemerintah provinsi. Pertentangan ini didasari dengan<br />

konsep otonomi daerah berdasar UU No. 22 Tahun 1999 di daerah kabupaten. Daerah<br />

kabupaten tetap menegasikan fungsi provinsi yang kembali difungsikan dengan adanya<br />

otonomi khusus untuk Provinsi <strong>Papua</strong>. Akibatnya terjadi ketimpangan antar birokrasi<br />

dalam menerapkan konsep otonomi khusus. Kelima, pemerintah daerah, Universitas<br />

Cendrawasih dan LSM telah mengajukan draft PP MRP kepada Mendagri, dalam hal ini<br />

substansi dari draft tersebut disinyalir sangat menguntungkan kelompok pro<br />

kemerdekaan. 38 Keenam, ketidak puasan yang muncul dari pemerintah daerah<br />

kabupaten/kota terhadap provinsi memunculkan keinginan untuk mengaktifkan kembali<br />

UU No. 45 Tahun 1999. Ketidakpuasan daerah ini terkait dengan alokasi dana yang<br />

dibagi antara daerah kabupaten dengan daerah provinsi. Inkonsistensi komunikasi yang<br />

ada di daerah berawal dari inharmonis dan kelambanan pelaksanaan otonomi khusus.<br />

37 Dukungan internasional ini ditengarai dari analisis dan konsepsi otonomi khusus yang dikemukakan oleh<br />

James Sullivan dari British Council. Peran James Sullivan ini juga masuk dalam lingkungan akademis<br />

melalui Uncen.<br />

38 Daerah memaknai kelambanan penetapan PP MRP sebagai bentuk ingkar janji dari pemerintah pusat.<br />

Penetapan Otonomi khusus yang diusulkan oleh daerah menjadi UU dianggap sebagai janji. Sedangkan<br />

pemerintah pusat merasa “kecolongan” dengan terlihatnya persiapan dari daerah untuk meng”gol”kan MRP<br />

sebagai wadah kedaulatan rakyat <strong>Papua</strong> sebagai awalan untuk merdeka. Sekalipun data di lapangan cukup<br />

menegasikan kekhawatiran ini.<br />

34

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!