02.04.2013 Views

S2 PLOD UGM (2003), Kajian Resolusi Permasalahan Papua

S2 PLOD UGM (2003), Kajian Resolusi Permasalahan Papua

S2 PLOD UGM (2003), Kajian Resolusi Permasalahan Papua

SHOW MORE
SHOW LESS

Create successful ePaper yourself

Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.

<strong>S2</strong> <strong>PLOD</strong> <strong>UGM</strong> (<strong>2003</strong>), <strong>Kajian</strong> <strong>Resolusi</strong> <strong>Permasalahan</strong> <strong>Papua</strong> dari Aspek Politik, Hukum dan Pemerintahan<br />

Adapun secara khusus respon Pemerintah Daerah terpetakan dengan adanya<br />

berbagai pendapat maupun penyataan yang diidentifikasikan sebagai berikut : Pertama,<br />

Mendukung otonomi khusus secara mutlak, terutama dalam hal ini adalah para pihak<br />

yang selama ini menikmati kesenangan dari dana yang terkucur melalui satu pintu<br />

provinsi. Dengan adanya otonomi khusus maka kewenangan mereka akan tetap lestari<br />

dan juga “tangan mereka akan tetap dapat mencengkeram”. Sekalipun memang otonomi<br />

khusus yang menjadi harapan bagi masyarakat, namun permasalahan yang kemudian<br />

terjadi adalah tidak lancarnya arus putaran dana, dan saling memposisikan kekuatan diri<br />

yang lebih terasa. Termasuk kepentingan dana ini juga terjadi dalam porsi pembagian<br />

“jatah” antara dinas dengan kantor wilayah. Kedua, Mendukung Pemekaran Wilayah, ini<br />

jelas tergambar pada “pemerintah” provinsi yang baru, sekalipun tidak dianggap sah oleh<br />

“Provinsi <strong>Papua</strong>” namun karena mereka juga punya kepentingan terkait dengan kucuran<br />

dana, kekuasaan dan kepentingan sukunya. Hal ini kemudian didukung prosedural salah<br />

dalam pembagian wilayah serta pengangkatan secara pribadi para gubernurnya. Ketiga,<br />

Mendukung otonomi khusus sebagai alternatif paling solutif pada saat ini, dengan<br />

memberi penekanan pada pelaksanaan dengan suatu kemandirian terhadap pengaruh yang<br />

berlebih dari pemerintah pusat. Dengan tidak pula menafikkan bahwa pemekaran wilayah<br />

merupakan sebuah kebutuhan dan keharusan. Hanya saja prosedur dari hal tersebut yang<br />

dipermasalahkan. Karena untuk saat ini masyarakat belum siap, namun berilah dulu<br />

kesempatan untuk melaksanakan dan membuktikan bahwa otonomi khusus merupakan<br />

jalan ketiga yang paling tepat untuk saat ini.<br />

Hal ini ditambah lagi dengan implementasi kebijakan berkaitan dengan Otonomi<br />

khusus maupun pemekaran tidak memiliki instrumen yang tepat. Akibatnya, kebijakan<br />

menjadi lumpuh di lapangan. Gagalnya implementasi ini setidaknya diakibatkan oleh<br />

beberapa hal: Pertama, tidak terdapat sosialisasi yang jelas dan sistematis. Masyarakat<br />

dibiarkan pada penafsirannya masing-masing. Pesan kebijakan tidak tertangkap dengan<br />

baik di lapangan. Masyarakat kemudian dengan pemaknaannya sendiri-sendiri<br />

mengimplementasikan kebijakan. Implementasi yang dilakukan ini berhubungan dengan<br />

kepentingan yang menyertainya.<br />

Masyarakat menggunakan siasatnya untuk mendapatkan keuntungan maksimal<br />

dari kebijakan tersebut. Walaupun terdapat usaha lokal untuk mensosialisasikan<br />

48

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!